Anda di halaman 1dari 89

PANDUAN

ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014

RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan................................................................................................... iii
I. LATAR BELAKANG....................................................................................... 1
II. PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI................................................. 1
III. APA PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI ITU ?....................................... 2
IV. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI........................................................ 3
1. Alat Pelindung kepala................................................................................. 3
2. Alat Pelindung Telinga............................................................................... 3
3. Sarung tangan............................................................................................. 4
4. Masker........................................................................................................ 8
5. Alat Pelindung mata................................................................................... 11
6. Alat Pelindung Pernafasan.......................................................................... 11
7. Topi............................................................................................................. 12
8. Gaun Pelindung.......................................................................................... 12
9. Apron.......................................................................................................... 13
10. Pelindung Kaki........................................................................................... 13
Lampiran 1................................................................................................................. 14

LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU

NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

Kurnia Puji Astuti,A.Md.Kep. Pembuat Dokumen

Dr. Imanuel Eka Tantaputra Authorized Person

ii
Dr. Arhwinda PA,Sp.KFR.,MARS. Direktur RS. Baptis Batu

iii
I. LATAR BELAKANG
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat
untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko
pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak
dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap
patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan
kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar
bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi
daripada bagian – bagian lainnya (Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang
tinggi ini, panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan
untuk melindungi staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu
cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara
konsisten menggunakan tindakan – tindakan ini akan membantu melindungi pasien
– pasiennya juga.
Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan
bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak
merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak
secara teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau
paraktik – praktik lain ( cuci tangan ) yang disediakan untuk mereka.

II. PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI


Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai Perlengkapan
Perlindungan Diri ( PPD ), telah digunakan bertahun – tahun lamanya untuk
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja
pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir – akhir ini, dengan timbulnya AIDS
dan HCV dan munculnya kembali Tuberkulosis di banyak Negara, penggunaan
PPD manjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat
penting dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya ( seperti pakaian,
topi, dan sepatu tertutup ) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang
efektivitasnya ( Larson dkk 1995 ). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa,
seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus memakai
masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan sangat
minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ).

1
Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat.
Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah
infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang
mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian
dapat mengkontaminasi luka bedah.
Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan
kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang
khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat
digunakan secara efektif dan efisien.

III. APA PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI ITU ?


Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga
kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa ( engineering
) dari cara kerja yang aman.
Kelemahan penggunaan APD :
( a ) Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
( b ) Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman
Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker / respirator, pelindung
mata ( perisai muka, kacamata ), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara
kap, masker, gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif,
terbuat dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang dapat menahan air atau caran lain
( darah atau duh tubuh ) untuk menembusnya. Bahan – bahan tahan cairan ini, tidak
tersedia secara luas karena mahal. Di banyak Negara, kain katun yang enteng ( dengan
hitungan benang 140 / inci² ) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah
( masker, kap dan gaun ) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan
efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi.
Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap
( tidak dapat disterilkan ), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau
dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat
terlihat.
Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena
tidak ada cara untuk membersihkannya. Kalau Anda tidak dapat mencucinya,
jangan dipakai ulang !

IV. JENIS - JENIS ALAT PELINDUNG DIRI

2
1. ALAT PELINDUNG KEPALA
Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian :
 Topi pengaman ( Safety Helmet )
Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda – benda.
 Topi / tudung
Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu, kondisi iklim
yang buruk.
 Tutup kepala
Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut
dari mesin.
Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lain,
yaitu:
 Kaca Mata ( gogles )
 Penutup muka
 Penutup telinga
 Respirator, dll

2. ALAT PELINDUNG TELINGA


Alat pelindung telinga ada 2 jenis :
 Sumbatan telinga ( ear plug )
Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi tertentu saja. Sedangkan
frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu.
 Tutup telinga (ear muff )
Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya
pelindung ( Attenuasi ) berkisar antara 25 – 30 DB. Untuk keadaan khusus
dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga
dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar.

3. SARUNG TANGAN
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung
tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau
menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci
tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci

3
dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu
lingkungan bebas infeksi ( Garner dan Favero 1986 ). Selain itu, pemahaman
mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan
dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar
dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.

JENIS SARUNG TANGAN


Ada 3 jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bedah
Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan
2. Sarung tangan pemeriksaan
Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan
atau pekerjaan rutin
3. Sarung tangan rumah tangga
Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan – bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi
Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive
dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena
meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang
disebut “ nitril “ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.
Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan
pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah
daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek.
Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal,
kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai
pelindung pembatas.

KAPAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN DIPERLUKAN


Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari
petugas kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al. 2001 ) tetapi
pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci
tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin
mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat
digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan ( Bagg. Jenkins
dan Barker 1990; Davis 2001 )
INGATLAH UNTUK : Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang
digosokkan di tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung

4
tangan.
Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan
oleh semua petugas ketika :
 Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran
mukosa atau kulit yang terlepas
 Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu
ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus
 Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar
 Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak ( yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui
atau dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas
kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan
pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis
alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan
yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari
satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh
yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan
praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam
jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah
dari satu pasien ke pasien lainnya.

HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PERSEDIAAN SARUNG TANGAN


TERBATAS
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai, sarung
tangan bedah sekali pakai ( disposable ) yang sudah digunakan dapat diproses ulang
dengan cara :
 Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit
 Dicuci dan bilas, serta dikeringkan
 Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi ( dengan di
kukus )

5
Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat
tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa
mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah dilakukan dan sama – sama
efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat
tinggi sarung tangan bedah.
Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau memiliki
lubang atau robekan yang dapat terdeteksi ( Bagg, Jenkins dan Barker 1990 )

Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan
periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan
yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang
menangani dan membuang limbah medis.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG TANGAN


 Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan
bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu
keterampilan dan mudah robek.
 Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek.
 Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi
pergelangan tangan.
 Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk
mencegah kulit tangan kering / berkerut.
 Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
 Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit.
 Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau
terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC,
cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan
sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN


Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan
dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan
lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi ( reaksi alergi
terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang ). Selain itu, pemakaian sarung tangan

6
bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan
reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel leteks ke
udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di
bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun
demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa
mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin
parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap
lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru
terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun
( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau
desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari
kontak.

4. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di
buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan
perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui
batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).
Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara
efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

7
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan
Smith 2003 )

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.

MASKER DENGAN EFISIENSI TINGGI


Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang
direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada
perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau
SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel
dengan ukuran ≤ 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari
banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah
tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan
dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95
perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung
atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi.
Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National
Institute for Occupational Safety dan Health ( NIOSH ), disetujui oleh European
CE, atau standard nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari
Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi
lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95,
harus di uji pengepasannya ( fit test ) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas
dengan benar pada wajah pemakainya.

PEMAKAIAN MASKER EFISIENSI TINGGI


Petugas Kesehatan harus :
 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang

8
masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau
terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan.
 Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali
harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.
 Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada ) berada pada
tempatnya dan berfungsi dengan baik.

Fit test untuk masker efisiensi tinggi


Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat
secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :
 Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah
atau adanya gagang kacamata.
 Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan
bagian wajah masker.
 Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan
kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas
masker.
 Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker
efisiensi tinggi.

KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu
yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan
mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.

5. ALAT PELINDUNG MATA


Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi
Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata
pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan
lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung
mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya
percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung

9
wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata
biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.
2. Gogles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat
kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.

6. ALAT PELINDUNG PERNAFASAN.


Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan :
 Respirator yang sifatnya memurnikan udara
 Respirator yang mengandung bahan kimia
- Topeng gas dengan kamister
- Respirator dengan cartridge
 Respirator dengan filter mekanik
- Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi ………
udara berupa saringan / filter
- Biasanya di gunakan pada pencegahan debu
 Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia
 Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Supply
udara berasal dari :
 Saluran udara bersih atau kompresor
 Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )
Biasanya berupa tabung gas yang berisi :
- Udara yang dimampatkan
- Oksigen yang dimampatkan
- Oksigen yang dicairkan
 Respirator dengan supply oksigen
Biasanya berupa “ Self …………….. Breathing ………. Yang harus
diperhatikan pada respirator jenis tersebut di atas :
- Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya
- Pemakaian yang tepat
- Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit

7. TOPI.
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

10
8. GAUN PELINDUNG.
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme.
Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus
untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
 Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan
pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun,
asbes ( kalau sampai 500 ⁰C ).
 Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron.
Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi.
 Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,
cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron
akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

10. PELINDUNG KAKI


Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,

11
sandal. “ sandal jepit “ aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu
yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992)

PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai
ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,
membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di
ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager
1990a\). Jenis utama duk ialah :
 DUK KECIL / LAP
Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi – empat ( untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit.
Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang
menjadikannya lebih tahan air.
 DUK SEPRAI
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan
hanya memberikan sedikit perlindungan.
 DUK BOLONG
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur
bedah minor ( sayatan kecil ).
 DUK PEMBUNGKUS
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk
penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di
buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.

12
PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan
bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk
menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “ medan steril “,
sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain
membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke
dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik
tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi ) maupun
instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya hanya
menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain tidak efektif
sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril
tidak tersedia.
Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk
menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :
 Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan
dipreparasi secara luas.
 Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi
harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati – hati jangan sampai
menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan )
 Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok atau
dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk
itu kalau jatuh ke bawah.

PROSEDUR BEDAH MINOR ( INSERSI IMPLAN NORPLANT ATAU


PENGANGKATANNYA ATAU LAPAROTOMI – MINI )
 Pakailah duk bolong sehingga sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di
sekeliling sayatan. ( Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan
kering dapat dipakai )
 Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan
pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit.
 Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah
menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.

PROSEDUR BEDAH MAYOR ( LAPAROTOMI ATAU SEKSIO SESAREA )

13
 Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk
membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat
insisi ( Belkin 1992 ). Tapi harus bersih dan kering.
 Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk
mempersegikan tempat insisi ( biarkan sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka
di sekeliling sayatan ).
 Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi
kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh
kulit abdomen kira – kira 5 cm di luar tempat sayatan. Perlahan – lahan letakkan sisa
duk pada abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali – kali
memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh, kalau ditarik menjauhi insisi.
 Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat.
 Pakai duk klip untuk menguatkan sudut – sudut duk kecil

SEWAKTU MELAKUKAN PROSEDUR


Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan
instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas
duk, sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di atas
duk, akan sukar ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi
kalau pasien bergerak. Kalau meja instrumen ( Mayo ) tidak ada, baki plastik atau metal
yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi
pasien dan digunakan untuk menempatkan instrumen selama prosedur / tindakan.
Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur / tindakan, harus ditutup dengan duk
yang baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini tidak
terbukti efektif untuk menciptakan pembatas ( OR Manager 1990b )
Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti yang
memiliki benang yang rapat.

MEMBUAT TEMPAT KERJA LEBIH AMAN


Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan kepada
perubahan perilaku petugas pelayanan kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya,
perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa depan. Untuk
lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus diarahkan
kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter dan perawat.
Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas ruang operasi, petugas rumah tangga

14
mengalami perlukaan tusukan jarum paling tinggi, disebabkan kesalahan membuang
jarum bekas ke tempat sampah.
Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat
ditingkatkan kalau :
 Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha – usaha
keamanan yang dianjurkan ( umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera
diperbaiki, praktik – praktik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas
secara aktif didorong untuk mencari solusi – solusi yang mudah dan murah.
 Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku
yang tepat ( umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien )
 Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas lainnya, secara
aktif mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh / model
perilaku yang tepat. ( Lipscomb dan Rosenstock 1997 ).
Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau
akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih
baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan merupakan profesi yang penting dan
berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawatan kesehatan untuk
membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para pekerjanya.

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN : BAGAIMANA


MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD

FAKTOR – FAKTOR PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA


PEMAKAIAN APD
 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
 Gunakan dengan hati – hati jangan menyebarkan kontaminasi
 Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat sampah infeksius yang telah
disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
 Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah higiene tangan

MENGENAKAN APD
Urutan mengenakan APD :
1. Pelindung kaki

15
2. Apron, gaun pelindung dan topi
3. Masker
4. Kacamata atau pelindung wajah
5. Sarung tangan

GAUN PELINDUNG
 Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
 Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

MASKER
 Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
 Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
 Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan
baik
 Periksa ulang pengepasan masker

KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH


Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas

SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

CARA MELEPAS APD


Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan setelah
meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.
URUTAN MELEPASKAN APD
1. Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, gaun pelindung dan topi
4. Masker
5. Pelindung kaki

SARUNG TANGAN
 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
 Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masih memakai sarung tangan
 Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung
tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan
 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
 Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius

16
KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH
 Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah terkontaminasi
 Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata
 Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat
sampah infeksius
GAUN PELINDUNG
 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi
 Lepas tali
 Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
 Balik gaun pelindung
 Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan
untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius

MASKER
 Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH !
 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
 Buang ke tempat sampah infeksius
Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur
yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan
perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan.
Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan
di pakai dan di simpan baik – baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan
dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap
baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik, tetap
bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah
kerusakan dan hilang.
Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara
maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau
menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar semua
pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor – faktor
yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan
dengan baik sesuai dengan ketentuan.

17
Lampiran 1 :
MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

ALAT PELINDUNG DIRI


TERHADAP PASIEN TERHADAP PETUGAS KESEHATAN
(APD)
JAS DAN CELEMEK Mencegah kontak mikroorganisme dari tangan, tubuh Mencegah badan/kulit petugas kesehatan kontak
PLASTIK dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien. dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.
Mengurangi kemungkinan terbawanya Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang
mikroorganisme dari ruang lain atau luar ruangan terkontami
nasi atau terjepit benda berat (misalnya mencegah luka
SEPATU PELINDUNG
karena menginjak benda tajam atau kejatuhan alat
kesehatan) dan mencegah kontak dengan darah atau
cairan tubuh lainnya.
Mencegah kontak mikroorganisme pada tangan Mencegah kontak tangan petugas dengan darah dan
petugas kesehatan kepada pasien cairan tubuh penderita lainnya, selaput lendir, kulit
SARUNG TANGAN
yang tidak utuh atau alat kesehatan dan permukaan
yang telah terkontaminasi.
Mencegah membran mukosa petugas kesehatan kontak
KACA MATA PELINDUNG
dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.
Mencegah kontak droplet dari mulut dan hidung Mencegah membran mukosa petugas kesehatan
petugas Kesehatan yang mengandung (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah atau
MASKER
mikroorganisme dan terpercik saat bernapas, bicara cairan tubuh penderita.
atau batuk kepada pasien.

21
BAB II
A. PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

I. DEFINISI

Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai efek
samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus dibedakan dengan kolonisasi, dimana
adanya organisme pada kulit, dalam jaringan tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek
samping klinik, dan peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau
rangsangan oleh agen noninfeksius.

Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada masa inkubasi ketika
masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial

Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah

1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya sebaiknya
merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-tes lainnya
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari
sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau visualisasi
mikroskopik
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan dewasa,
diberlakukan kriteria khusus.

2. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat dari observasi
langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga
dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang
tidak mendukung.

3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.

II. JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL

Berikut ini adalah infeksi-infeksi nosokomial yang dimonitor oleh tim pengendalian infeksi dengan cara
surveylance.

22
1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
a. Infeksi saluran kemih simptomatik

Letak infeksi : Saluran kemih simptomatik

Kode : UTI-SUTI

Definisi : ISK simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria


berikut ini

Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-


Kriteria 1 : gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

- Demam (>38°C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri suprapubik
- Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 10 5 kuman
per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.

Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa adanya penyebab lain :

Salah satu dari hal-hal berikut:

- supra pubik demam (>38°C)


- nikuria (anyang-anyangan)
- polakuria
Kriteria 2 : - disuria
- atau nyeri supra pubik

dan

salah satu dari hal-hal sebagai berikut:

1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase dan


atau nitrit
2) Piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang
tidak dipusing
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram negatif
atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100 koloni kuman
per ml urin yang diambil dengan kateter.
5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman
gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan jumlah > 10 5
per ml pada penderita yang telah mendapatkan
pengobatan antimikroba yang sesuai
6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai
oleh dokter yang merawat.

23
Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu
dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :

- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah

dan

hasil biakan urin 105 kuman/ ml urin dengan tidak lebih dari
dua jenis kuman.

Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu


dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :

- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan

paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini :


Kriteria 3 :
1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase dan
atau nitrit
2) Piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak dipusing
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram
negatif atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.
5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman
gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan jumlah >
105 per ml pada penderita yang telah mendapatkan
pengobatan antimikroba yang sesuai
6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai
oleh dokter yang merawat.

Kriteria 4 :

24
Catatan :

 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima
untuk ISK
 Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean cath atau
kateterisasi.
 Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau aspirasi
suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat diandalkan
dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi
atau aspirasi suprapubik

b. Infeksi saluran kemih/bakteriuria asimptomatik

Letak infeksi : Saluran kemih asimptomatik

Kode : UTI-ASB (Urinary Track Infection Asymptomatic Bacteriuria)

ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria


berikut ini
Definisi :

Pasien pernah memakai kanteter urin dalam waktu 7 hari


sebelum biakan urin
Kriteria 1 :

Dan

ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan
jenis kuman maksimal 2 spesies

dan

tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu


(>38°C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan
nyeri suprapubik

Pasien tanpa kateter urin menetap dalam 7 hari sebelum biakan


pertama positif.

dan
Kriteria 2 :
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2
jenis kuman yamg sama dengan jumlah <10 5 per ml

dan

Tidak terdapat gejala-gejala Ditemukan paling sedikit dua dari


tanda-tanda dan gejala-gejala atau keluhan demam, suhu
(>38°C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan

25
nyeri suprapubik

Catatan :

 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima
untuk ISK
 Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean catch atau
kateterisasi

c. ISK lain

Letak infeksi : ISK lain (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar
retro- retro-peritoneal atau rongga perinefrik)

UTI-OUTI (UTI- Other infections of the Urinary Tract)


Kode :

ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria


Definisi : berikut ini

Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin


Kriteria 1 : atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi

Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau
melalui pemeriksaan histopatologis.

Kriteria 2 :

Terdapat dua dari tanda berikut : demam (>38°C), nyeri local,


nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi

dan
Kriteria 3 :
Paling sedikit satu dari berikut ini :

1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang


dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI,
radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi.
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat

26
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.

Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu


dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :

- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah

dan

paling sedikit satu dari berikut :


Kriteria 4 :
1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI,
radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi.
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.

27
2. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO)
a. Superficial incisional

Letak infeksi : Infeksi luka operasi superfisial

Kode : SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site

Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit


satu kriteria berikut ini :
Definisi :

Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari


paska bedah
Kriteria 1 :

dan

hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia

dan

terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang


diatas fascia
2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka
atau jaringan yang diambil secara aseptik
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling
sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut :
nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

28
b. Operasi profunda/ Deep incisional

Letak infeksi : Infeksi luka operasi profunda

Kode : SSI-(ST)

SSI-ST (soft tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS berikut,


CBGB (Coronary artery bypass graft termasuk irisan dada dan
kaki)

Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit


Definisi : satu kriteria berikut ini :

Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari


paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila ada
Kriteria : implant berupa non human derived implant yang dipasang
permanen)

dan

meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan otot)
dari insisi

dan

terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal dari
komponen organ/rongga dari daerah pembedahan.
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau
dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien
mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau
gejala-gejala berikut : demam (>38°C) atau nyeri lokal,
terkecuali biakan insisi negatif.
3) Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung,
waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

29
c. Organ / rongga

Letak infeksi : Infeksi luka operasi organ/rongga

Kode : SSI- (Letak spesifik pada organ/rongga)

Definisi : Infeksi luka operasi organ/rongga mengenai bagian badan


manapun kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot,
yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat-
tempat spesifik dinyatakan pada ILO organ/rongga untuk
menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada daftar dibawah
terdapat tempat-tempat spesifik yang harus digunakan untuk
membedakan ILO organ/rongga.

Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses


subdiafragmatika, yang harus dilaporkan sebagai organ ILO
organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen (SSI-IAB)

Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling kriteria berikut


ini :

Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur


pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam waktu
satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada
hubungannya dengan prosedur pembedahan.

dan

infeksi mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,


fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi
selama prosedur pembedahan
Kriteria :
dan

terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

5) Drainage Purulen dari drain yang dipasang melalui luka


tusuk ke dalam organ/rongga
6) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik
dari cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan
7) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan
langsung waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
8) Dokter menyatakan sebagai ILO organ/rongga.

30
3. PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB)

Letak infeksi : pneumonia

Kode : PNEU-PNEU

Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini
:

Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak


Kriteria 1 : (dullness) pada perkusi,

dan

salah satu diantara keadaan berikut :

1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau


terjadi perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas,


efusi pleura baru atau progresif.

dan
Kriteria 2 :
salah satu diantara keadaan berikut:

1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau


terjadi perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas,
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali
pemeriksaan
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis

Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan


berikut :

- apnea
- takipnea
- bradikardaia
- mengi (wheezing)
- ronkhi basah
- atau batuk

31
dan

paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,


2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
Kriteria 3 : terjadi perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis

Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun


menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau
efusi pleura,

dan

paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,


2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis

Kriteria 4 :

Catatan :

 Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin
membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas
antimikrobial.
 Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada
pemeriksaan tunggal.

32
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)

Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)

BSI – LCBI
Kode :

Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul
Definisi : tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi.

Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih
biakan darah
Kriteria 1 :

dan

biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di


tempat lain.

Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab


lain :

- demam
Kriteria 2 : - menggigil
- hipotensi

dan

paling sedikit satu dari berikut :

1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,


porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci
atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan
darah yang diambil dari waktu yang berbeda
2) Kontaminan kulit biasa (mis. DiptheroidsBacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci
atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan
darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter
memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S.
Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)

dan

tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif


yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.

Pasien berumur ≥ 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda

33
dan gejala-gejala sebagai berikut :

- demam (> 38 ° C)
- hipotermi (< 37 ° C)
- apnea
- atau bradicardi

dan

1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,


porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci
atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan
darah yang diambil dari waktu yang berbeda
2) Kontaminan kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci
atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan
darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter
memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S.
Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)

Kriteria 3 : dan

tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif


tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.

34
5. SEPSIS KLINIS (CLINICAL SEPSIS)

Letak infeksi : Sepsis klinis

Kode : BSI-CSEP

Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab


Kriteria 1 : lain :

- Suhu > 38° C, bertahan minimal 24 jam dengan


atau tanpa pemeberian antipiretika
- Hipotensi (sistolik ≥ 90 mmHg)
- Oliguri dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau <
0,5 cc/kgBB/jam)

dan

semua gejala/tanda yang disebutkan dibawah ini :

1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman


atau antigen dalam darah.
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain
3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

Ditemukan pada pasien berumur 1 tahun paling sedikit satu


gejala/tanda berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain:

- demam (>38° C)
- Hipotermia (<37° C)
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 X/menit

dan
Kriteria 2 :
semua gejala/tanda di bawah ini :

1) biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan


kuman atau antigen dalam darah
2) tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3) diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

35
6. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS

Letak infeksi : Arterial atau venous

Kode : CVS-VASC

Definisi : Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut:

Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang diambil
Kriteria 1 : pada waktu pembedahan

dan

biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari


biakan darah.

Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 2 :

Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-


gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

Kriteria 3 : - demam (>38° C)


- nyeri
- eritema
- atau hangat pada daerah yang terkena

dan

lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula


intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif

dan

biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari


biakan darah.

Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler yang


terkena

dan

biakan darah tidak dilakukan atau didapatkan kuman dari biakan


darah.

36
Kriteria 4 : Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya
:

- demam (>38° C)
- Hipotermia (<37° C)
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 X/menit
- Letargi
- Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena

Kriteria 5 :
dan

lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula


intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif

dan

biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari


biakan darah.

37
7. GASTROENTRITIS

Letak infeksi : Gastroentritis

Kode : GI-GE

Definisi : Gastroentritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria


berikut :

Pasien mendapat serangan akut diare (berak cair selama lebih


Kriteria 1 : dari 12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38° C) dan
tampaknya penyebab bukan noninfeksius (mis. Tes diagnostik,
regimen terapeutik, eksaserbasi akut dari keadaan kronis, atau
stres psikologis).

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :

- nausea (mual)
Kriteria 2 : - muntah
- nyeri perut
- atau sakit kepala
dan

paling sedikit satu dari berikut :

1) Terdapat kuman patogenik enterik pada biakan kotoran


(stool) atau hapusan rektum
2) Kuman patogen enterik diketemukan pada mikroskop rutin
atau elektron
3) Kuman patogen enterik dideteksi dengan nassay antigen
atau antibodi dari darah atau feses.
4) Terdapat bukti adanya kuman enterik patogen yang
dideteksi dari perubahan sitopatik pada biakan jaringan
(toxin assay)
5) Kenaikan titer diagnostik single antibody (IgM0 sebanyak
empat kali pada paired sera (IgG) untuk kuman patogen

Untuk neonatus

Dikatakan menderita gastroentritis apabila :

1) Hipertermi suhu > 38 °C, rektal atau hipotermi suhu < 37 ° ,


rektal
2) Kembung
3) Bising usus meningkat atau menurun
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5 perlapang
pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang besar.

38
8. EPISIOTOMI

Letak infeksi : Episiotomi

Kode : REPR-EPIS

Definisi : Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

Pasien paska partus per vaginam mengalami drainase purulen dari


Kriteria 1 : episiotomi

Pasien paska partus per vaginam mengalami abses pada


Kriteria 2 : episiotomi

9. VAGINAL CUFF

Letak infeksi : Vaginal cuf

Kode : REPR-VCUF

Definisi : Infeksi vaginal cuf harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :

Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari


Kriteria 1 : vaginal cuf

Pasien paska histerektomi mengalami abses pada episiotomi


Kriteria 2 :

Ditemukan kuman patogen pada biakan yang diambil dari cairan


Kriteria 3 : atau jaringan dari vaginal cuf

39
10. ULCUS DECUBITUS

Letak infeksi : Decubitus ulcer, termasuk superfisial dan profunda (dalam)

Kode : DECU

Definisi : Infeksi decubitus harus memenuhi harus memenuhi kriteria


berikut :

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala


Kriteria : berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :

- kemerahan
- nyeri tekan
- atau bengkak pada pinggir luka dekubitus
dan

paling sedikit satu dari berikut :

1) Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara


benar (lihat bawah)
2) Kuman dari biakan darah

11. LUKA BAKAR

Letak infeksi : Luka bakar (burn)

Kode : SST-BURN

Definisi : Infeksi luka bakar harus memenuhi harus memenuhi paling


sedikit satu dari kriteria berikut :

Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,


Kriteria 1 : seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang
hebat atau edema pada perbatasan luka

dan

pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan invasi


kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat

Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,

40
seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang
hebat atau edema pada perbatasan luka

dan

paling sedikit satu dari berikut ini :

1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat


infeksi lain.
2) Dapat diisolasi virus herples simplex, identifikasi histologis
dari inclusions dengan cara mikroskopi cahaya (light
microscopy) atau tempat partikel-partikel virus dengan
mikroskop elektron dari biopsi kerokan lesi.

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala


berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya:

- demam (>38° C)
- Hipotermia (<36° C)
- Hipotensi
- Oliguria (< 20 ml /jam)
- Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion

dan

paling sedikit satu dari berikut ini :

1) terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat


infeksi lain
2) kuman dari biakan darah
3) dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi histologis
dari inclusions dengan cara mikroskopi cahaya (light
microscopy) atau tempat partikel-partikel virus dengan
mikroskop elektron dari biopsi kerokan lesi.

Referensi :

DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta

B. SURVEILANS

41
I. PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program
pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam membuat
perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian infeksi
nosokomial.
Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial
untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk mengurangi
angka insiden tersebut jika memungkinkan.
Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah ditunjuk
untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada periode-periode
tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah
1. Infeksi Luka Operasi
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine
4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
5. Pola Kuman

II. TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat dipakai
sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial

III. DEFINISI OPERASIONAL


1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk operasi
bersih
Definisi : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :

Kriteria 1 : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
bedah

dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia

dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
5) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia
6) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptik
7) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit
terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri,
bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
8) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis


Kolonisasi pada kateter – intra venous:

42
Ditemukan  15 koloni (semikuantitatif kultur) atau  10.000 (kuantitatif kultur)
dari proximal atau distal kateter, dengan tidak ditemukan gejala-gejala klinik.
Infeksi tempat penusukan infus:
Eritema, bengkak, keras, atau pus diantara 2 cm dari lokasi penusukan.
Infeksi berkantong :
Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen
dari subkutan.
Infeksi tunnel :
Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan

3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine


Definisi : ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini
Kriteria 1 :
Pasien pernah memakai kateter urin dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urin
Dan
Ditemukan bakteri dari pemeriksaan Urine Lengkap (Sebelum bisa
dilakukan kultur)

ditemukan dalam biakan urin > 10 5 kuman per ml urin dengan jenis
kuman maksimal 2 spesies
Dan
tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu (>38°C),
nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri
suprapubik

4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator


Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :

Kriteria 1 : Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak (dullness)
pada perkusi,
dan
salah satu diantara keadaan berikut :
4) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
5) Isolasi kuman positif pada biakan darah
6) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

Kriteria 2 :
Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas,
efusi pleura baru atau progresif.
dan
salah satu diantara keadaan berikut:
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
Kriteria 3 : 4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas,
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali
pemeriksaan
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis

43
(Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan
perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan


berikut :
- apnea
- takipnea
- bradikardaia
- mengi (wheezing)
- ronkhi basah
- atau batuk
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
7) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
8) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
Kriteria 4 : perubahan sifat sputum
9) Isolasi kuman positif pada biakan darah
10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
11) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis

Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun


menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau
efusi pleura,
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
7) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
8) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
9) Isolasi kuman positif pada biakan darah
10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
11) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologi
(Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan
perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

5. Pola kuman & resistensinya dan Antibiotik


6. Rekapitulasi pemeriksaan hasil kultur positif dari laboratorium

IV. METODE
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial periodic
dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka Infus atau
phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan Pneumonia akibat
pemasangan ventilator merupakan surveilans terbatas & periodic sedangkan surveilans
pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans
periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun

V. PROSEDUR PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Surveilans terbatas dan periodic
1) Menentukan perawat yang akan melakukan surveilans berdasarkan kesepakatan
bersama
2) Melatih perawat yang akan melakukan surveilans jika perawat tersebut belum
mendapatkan pelatihan

44
3) Perawat yang telah dilatih melakukan surveilans di setiap unit IRNA selama empat
minggu
4) IPCN memasukkan data-data, mengolah data dan menganalisa data yang telah
terkumpul dengan lengkap
5) IPCN membuat laporan hasil surveilans yang akan diberikan kepada ketua Komite
PPI dan unit yang terkait
2. Surveilans komprehensif
1) Analis bagian mikrobiologi membuat laporan rekapitulasi pola kuman dan
resistensinya setiap 6 bulan sekali
2) Ketua Tim Dalin mengolah data dan menganalisa tentang pola kuman dan
penggunaan antibiotik setiap akhir tahun
3) Ketua Tim Dalin membuat laporan tentang Peta Pola kuman yang akan diberikan
kepada Direktur
Referensi :

DepKes RI DirJen Pelayanan Medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.
Jakarta.

C. CUCI TANGAN

Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Baptis Batu wajib mencuci tangan sesuai
dengan kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk
mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas
.

I. PERHATIAN
1) Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan unit kerja dan

tugas-tugas yang dilakukan.


2) Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk cuci tangan

biasa.
3) Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive, ketika tangan

terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.


4) Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan
5) Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.
6) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat digunakan sebagai

pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml) Alcohol hand gel atau alcohol hand
rub dan gosokkan merata keseluruh bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tidak
dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.
7) Dispenser sabun cair yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan sabun cair

kedalamnya tanpa dicuci bersih dispenser tersebut.


8) Kutek dan kuku imitasi tidak diijinkan untuk dipergunakan.

45
II. JENIS-JENIS CUCI TANGAN
1) CUCI TANGAN BIASA (15 DETIK )
a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba
dengan kosentrasi sangat rendah.
b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh,
sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar bacillus anthracis (suspect
maupun confirm)
c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.

2) CUCI TANGAN ANTISEPTIK


Sabun antiseptik atau alcohol hand rub dapat digunakan untuk mencuci tangan pada kondisi
kondisi dibawah ini :
a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien
b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril untuk melakukan pemasangan CVC (Central
Venus Catheter)
c. Sebelum melakukan pemasangan kateter urine, kanulasi intravena (pasang infus), atau
tindakan invasive lainnya yang tidak memerlukan tindakan bedah.
d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh seperti mengukur tekanan darah, nadi, suhu,
membantu pasien mobilisasi, membantu memiringkan pasien.
e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit tak utuh (luka),
perawatan luka.
f. Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih.
g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah dari toilet

3) CUCI TANGAN BEDAH (2-6 menit)


a. Menggunakan sabun antiseptik
b. Jika menggunakan alcohol based surgical hand scrub dengan produk persistent activity maka
harus mengikuti petunjuk pabrik. Sebelum menggunakannya harus cuci tangan dengan sabun
non antiseptik dan air .
Referensi :
CDC- MMWR, October 25th 2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care Setting. Washington DC.

46
D. PENCEGAHAN INFEKSI
PADA INTRAVENA KATETER PERIFER

I. LATAR BELAKANG
Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat dipisahkan
dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan Intensive Care Unit
(ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasien-
pasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun
sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya barier atau pertahanan tubuh akibat
pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk
kedalam tubuh.
Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/hari
menggunakan kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang
kateter IV Perifer.

II. PENCEGAHAN
1) Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak pertahanan
tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu masuknya
kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap petugas
kesehatan yang akan memasang infus mempunyai tanggung jawab melaksanakan
kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus
terlatih/sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter.
2) Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan
form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian Pemakian
Intravena Kateter Perifer
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi, menginformasikan
ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab pasien yang
bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin

47
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi
memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari infeksi
ini

3) Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan,
memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4) Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti
balutan atau penutup insersi.
5) Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution
10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan dilakukan jika alcohol sudah
mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat
dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka
penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun transparan tip.
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada
daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin
bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan.
Penggantian dan pemilihan lokasi
1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas
bawah merupakan pilihan yang terakhir
2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.
3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic
memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ).
4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui
Central lines.
5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.
6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil.
7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS 2.
8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-anak
setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit &
terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu
dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score  2 harus dicabut
segera.
9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan dengan
baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil
dan tidak lebih dari 48 jam.
10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien
dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari kanul.
6) Infus set dan cairan parenteral

48
1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari
sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.
2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan asam
amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.
3. Usahakan pemberian lipid (parenteral nutrisi) maksimal habis dalam 24
jam/plabot/botol
4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4 jam/kantong.
5. Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau memasang
slang Infus ataupun stopper/plug setiap saat.
6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan yang baru
bila akan dipasang ke pasien kembali.
7. Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan kepada
pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan mendapatkan transfusi
darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa gunakan set infusion .
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol infus tertentu
yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan infusion set yang memiliki
fasilitas pembebas udara.
7) Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup

III. Pencampuran cairan intravena


1. Usahakan menggunakan single dose vial untuk pemberian terapi intravena, jika tidak
memungkinkan ikuti petunjuk dari pabrik obat tersebut.
2. Pada penggunaan jenis Antibiotik yang memiliki pH 5 sampai 10 dilarutkan dalam 100
cc cairan aquadest atau normal saline , sedangkan pH 3.5 sampai 6 dilarutkan dalam
150 cc cairan aquadest atau normal saline. Lihat table pencampuran pada penggunaan
antibiotik
3. Tidak diperkenankan menggunakan kembali sisa cairan dari single use vial.
4. Ketika melakukan pencampuran, prinsip kesterilan harus diperhatikan
5. Jika multidose vial yang dipergunakan :
a. Masukkan kedalam frizer sisa obat dari multidose vial jika direkomendasikan oleh
pabrik obat tersebut
b. Desinfeksi dengan alcohol 70% multidose vial yang akan dipergunakan kembali.

Tabel 1.1 PELARUTAN PADA PEMBERIAN OBAT IV

Obat pH Range Minimallarutan(mL)

Amikacin (Amikin) 4.5 150


Amphotericin B (Fungizole) 5-7 100
Cimetidine (Tagamet) 3.8-6 150
Doxycycline (Vibramycin) 2.6 200
Dopamine (Dopast) 3.0-4.5 200
Cefazolin (Ancef) 4.5-5.5 150
Gentamicin (Garamycin) 3.0-5.5 150
Morphine 3.-6.0 150
Nafcillin (Unipen) 6.0-6.5 100
Norepinephrine (Levophed) 3.0-4.5 200

49
Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical phlebitis caused by the
pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous Nursing,7,478-482.

Tabel 2.1 PEMILIHAN UKURAN VENA DAN LOKASI SESUAI DENGAN APLIKASINYA

Ukuran No IV Lokasi pemasangan Aplikasi Umum


(mm) Kanula

2.0 14 G Transfusi cepat seluruh darah hanya dalam situasi


darurat

1.7 16 G1.7 Cephalica atas Transfusi cepat seluruh darah atau komponen
Antecubital darah dalam situasi darurat

Cephalica Pasien yang dioperasi dan pasien lain yang


Assesori Cephalica mendapatkan componen darah atau cairan dalam
1.2 18 G Basilica volume besar serta pasien yang mendapat infus
Median antebrachial
epidural
Median Cubital
Antecubital

Digital Pasien yang mendapat 2-3 liter cairan per hari


1.0 20 G Metacarpal dan mendapat pengobatan sering lewat intravena
Cephalica atas yang dapat menyebabkan iritasi pada vena

Digital
Metacarpal Pasien yang mendapatkan hidrasi intravena atau
Cephalica pengobatan intravena ; pasien onkologi ; dewasa
0.8 22 G Basilica Dengan vena kecil
Assesori cephalica
Median antebrachial
Median basilio
Median Cubital

0.6 24 G Pasien pediatrik ; bayi atau manula terutama


dengan kondisi vena yang rapuh

Table.2.3 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL PADA DORSUM
TANGAN

Ukuran IV
Vena Lokasi kanula Pertimbangan

20-22 kanula Gunakan spalk dari spatel lidah untuk fiksasi


untuk cairan isotonik tanpa tambahan obat lain
Lateral dan dorsal karena resiko inflitrasi
Digital
pada jari tangan

Dorsum pada Baik untuk awal therapy,biasanya mudah terlihat


Metacar
tangan 20-22 kanula Hindari penggunaan infus antibiotik,potassium
pal
punggung tangan chloride atau agen khemotherapy

50
Tabel 2.4 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL LENGAN

Vena Lokasi Ukuran IV Pertimbangan


kanula

Vena besar,mudah untuk akses,pertama gunakan


bagian ujung dan bagian atas untuk therapy
Radial dari lengan 20 - 22 jangka panjang.
Cephalica Digunakan untuk transfusi darah dan obat yang
bawah
mudah mengiritasi

Ulnar pada lengan lokasi yang sulit untuk pemasangan


bawah vena besar,palpasi mudah,tapi mudah bergerak
Basilic dan sampai pada 18-22 kanula
tulang
Ulnar fiksasi

cabang dari vena


cephalic 18-22 kanula vena berukuran sedang sampai besar dan mudah

distabilkan, kemungkinan sulit palpasi krn jumlah


Asesori
Cephalica jaringan lemak.

Radial pada aspek


lengan 16 - 20 kanula Sulit terlihat,sangat bait untuk pasien gelisah
Cephalica
Atas atas bawah siku (psn cenderung menarik Infus)

lengan bawah
Median bagian dalam 18-22 kanula Banyak terdapat syaraf dan harus dihindari
antebrachial
inflitrasi sering mudah terjadi

Median
basilic Ulnar pada lengan 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy

Radial dari
lengan;melewati
Median diatas 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy
Cubital arteri brachial
pada lokasi
antecubital

Antecubital daerah lekukan semua ukuran Untuk pengambilan pemeriksaan darah ,dan
siku khusus khusus kasus

16-18
digunakan emergensi.Tepat tidk nyaman,sulit untuk difiksasi
pada dengan

midline bidai.Bila digunakan untuk emergency segera


catheters dan lepas

51
pheripherally
inserted selama 24 jam.

central
catheter

Refference : Manual of IV Therapeutics,second edition, Lynn Dianne Phillips,1997

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PAPARAN


PADA TENAGA KESEHATAN

I. Definisi :
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium, phisiotherapis) yang bekerja
sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung kepada pasien (kontak dengan pasien , darah
dan cairan tubuh pasien) di Rumah Sakit Baptis Batu
2. Paparan adalah :
Suatu kondisi dimana staf mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak dengan darah atau
cairan tubuh pasien saat staf sedang bekerja sehingga memerlukan tindak lanjut untuk
profilaxis paska paparan ( jenis paparan yang beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau
terpotong benda tajam, membran mucosa ata kulit yang terluka )

II. Tujuan :
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah terjadinya
penularan penyakit.
2. Memastikan bahwa staf Rumah Sakit mengetahui cara penatalaksanaan bila
terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena darah dan cairan tubuh

III. Tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi kecekaan :


1. Jangan menutup kembali jarum suntik yang sudah dipakai sebelum dibuang.
2. Jangan melepas jarum dari spuitnya.
3. Selalu membawa benda tajam dalam tempat yang aman seperti bengkok.
4. Buang semua benda tajam dalam yang telah dipakai keda;lam kontainer khusus.
5. Jika tangan terluka atau lecet, maka harus ditutup dengan plester kedap air dan kenakan
sarung tangan jika akan menangani darah/cairan tubuh.
6. Kenakan alat pelindung, jika melakukan tindakan dimana kemungkinan terpecik darah atau
cairan tubuh.
7. Tangani semua peralatan yang telah terkontaminasi oleh darah/cairan tubuh dengan baik
sesuai SOP.
8. Cucilah selalu tangan anda setiap selesai kontak dengan darah/cairan tubuh.
9. Selalu menggunakan sarung tangan saat anda melakukan tindakan yang kemungkinan
tersentuh dengan cairan tubuh seperti : pasang IV line, ukur urine,ganti balutan, dll.

IV. Yang harus dilakukan bila mengalami bila mengalami kecelakaan


1. Bagi petugas yang terkena
1) Pertolongan pertama :
a. Cuci permukaan/bagian yang terkena dengan air dan sabun kemudian beri cairan
antiseptik (seperti povidone iodine) jika luka perkutaneus. Apabila mengenai mata atau
selaput lendir, gutur dengan Nacl 0.9% atau aqua steril.
b. Jika kecelakaan terjadi pada waktu melakukan operasi (tertusuk/tergores),maka benda
tajam tersebut harus disingkirkan dari daerah steril secepatnya, petugas yang mengalami
kecelakaan tersebut harus secepatnya mendapat pertolongan.
2) Beritahu atasan langsung dan perawat pengendalian infeksi secepatnya diluar jam kerja
ditangani supervisor

52
3) Lengkapi formulir Laporan Kejadian Rumah Sakit ( lihat lampiran ).

2. Yang harus dilakukan oleh perawat pengendali infeksi/dokter poliklinik/Petugas yang ditunjuk :
1) Kaki luka (besar dan kedalaman luka,jenis dan jumlah cairan,bahan dan beratnya paparan
tersebut )
2) Catat apakah jarum atau benda tajam tersebut terlihat terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
3) Tentukan apakah darah yng terkena pada staf berasal dari pasien yang terinfeksi (status
Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) Jika Belum ada data tersebut, maka harus segera dilakukan
pemeriksaan atau nilai tingkat resiko dari sumber.
4) Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staf yang mengalami kecelakaan :
a. HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
b. Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan
c. Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.
5) Penanganan yang disarankan adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Paska Paparan HIV :

SUMBER (PASIEN)
STAF
Positif HIV Negatif HIV Tidak di test / tidak diketahui
HIV 1. Setelah kejadian Tidak ada Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif diketahui dari pasien pengobatan. HIV, maka harus dikonsultasikan
HIV positif, staf harus Dokter penyakit dalam (internis).
segera dikonsulkan
kepada Dokter penyakit
dalam (internis).
2. Jika diperlukan dirujuk
ke RS yang mengani HIV.
3. Staf yang terkena wajib
melaporkan hasil dan
pengobatan yang
dilakukan oleh dokter
spesialis ke tim PPI
b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B

STAF Pengobatan / Tindakan


Sumber (pasien) Sumber (pasien) Sumber (pasien) tidak di test /
BHSAg Positif BHSAg Negatif tidak diketahui
Belum divaksin HBIG 2X dan segera Segera Berikan Segera berikan serial vaksin HB.
diberi serial vaksin serial vaksin HB.
HB
Pernah Tidak ada Tidak ada Tidak ada pengobatan
divaksin dan pengobatan pengobatan
diketahui
titernya cukup.
Pernah HBIG 2X dan segera Tidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
divaksin tetapi diberi vaksinasi pengobatan orang yang mempunyai resiko
tidak 3 series ulang (*) tinggi, maka pengobatan seperti
dan diketahui (*).

53
titernya tidak
cukup.
Pernah HBIG 2X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
divaksin pengobatan resiko tinggi, maka pengobatan
lengkap 3 seperti (**)
series, tetapi
titernya tidak
cukup.
Pernah Tes anti HBs bagi Tidak ada Tes anti HBs bagi staf yang
divaksin tetapi staf yang terpapar: pengobatan terpapar :
 Bila titer cukup, 1. Bila titer cukup, tak perlu
respon
tak perlu pangobatan.
antibody
2. Bila titer tidak cukup berikan
pengobatan.
belum
 Bila titer tidak vaksin booster dan cek
diketahui
cukup berikan kembali titernya dalam
HBIG 1X dan waktu 1-2 bulan.
vaksin booster.

(*) HBIG (hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit.


(**) Titer (antidody) yang sudah cukup berada pada level 10 ml U/mml, sama dengan 10 sample
ratio unit (RSU) dengan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan enzym-immuno assay (EIA).
Departemen of Human Services-Victoria. 1996.

c. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C

SUMBER (PASIEN)
STAF
Anti HCV Positif Anti HCV Negatif Tidak ditest / Tidak diketahui
Anti HCV 1. Periksa anti HCV Tidak perlu Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif dan LFT (Lifer pengobatan. Hepatitis C, maka dikonsultasikan
Function Test). kepada Dokter Spesialis Penyakit
2. Pemeriksaan
Dalam.
lanjutan untuk
anti HCV dan LFT
3 dan 6 bulan
kemudian.

Referensi :
1. CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service Guidelines for the
Management of Occupational Exposures to HBV, HCV and HIV and Recommendations for
Posttexposure Prophylaxis, 2001.
2. Infection Control Manual in Fremantle Hospital Australia, Needlestick injury and exposure to
blood and fluid, MIP 019, Reveiwed version 3 : 23/05/2002.

54
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B

PENGOBATAN/TINDAKAN

PETUGAS Sumber (pasien)Sumber (pasien) Sumber (pasien)


HBSAg Positif HBSAg Negatiftidak ditest/ tidak diketahui

Belum divaksin HBIG 1x dan segeraSegera berikan serial


Segera berikan serial vaksin HB
diberi serial vaksin HB
vaksin HB

Pernah divaksin , Tidak ada pengobatan


Tidak ada Tidak ada pengobatan
diketahui pengobatan
titernya cukup

Pernah divaksin tetapi


HBIG 1x dan segeraTidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
tidak lengkap 3 diberikan pengobatan orang yang mempunyai
series dan vaksinasi ulang risiko tinggi, maka
diketahui (*) pengobatan seperti (*)
titernya tidak
cukup

Pernah divaksin HBIG 2 X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
lengkap 3 pengobatan risiko tinggi, maka
series, tetapi pengobatan seperti (**)
titernya tidak
cukup

Pernah divaksin tetapi


Tes anti HBs bagi staf
Tidak ada Tes anti HBs bagi staf yang
respon antibody yang terpapar: pengobatan terpapar:
belum diketahui  Bila titer  Bila titer cukup, tak
cukup, tak perlu pengobatan
perlu  Bila titer tidak cukup
pengobatan berikan vaksin booster
 Bila titer dan cek kembali titernya
Tidak cukup dalam waktu1-2 bulan
berikan HBIG

55
1 X dan
vaksin
booster

a. HBIG ( Hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit


b. b.Titer (antibody) yang sudah cukup berada pada level 10mlU/mml, sama
dengan 10 sample ratio unit (SRU) dengan pemeriksaan ratio-immuno-
assay (RIA) atau positif dengan enzyme-immuno assay (EIA). Department
of Human services-Victoria, 1996

Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV

SUMBER (PASIEN)
PETUGAS
Positif HIV Negatif HIV Tdk Ditest/tdk
diketahui

HIV negatif 1. Setelah kejadian diketahui


Tidak ada Jika pasien berisiko
dari pasien HIVpositif, staf pengobata tinggi untuk HIV,
harus segera dikonsulkan n maka harus
kepada dokter SpPD dikonsulkan ke
2. Jika diperlukan dirujuk ke RS dokter spesialis
yang menangani pasien HIV penyakit dalam
3. Petugas wajib melaporkan (Internis) .
hasil pengobatan/rekomendasi
dokter SpPD ke IPCN

Lampiran 3
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C

SUMBER (PASIEN)
PETUGAS Anti HCV Positif Anti HCV Negatif
Tdk Ditest/Tdk diketahui

Anti HCV 1. Periksa anti HCV


Tidak perlu Jika pasien berisiko tinggi
Negatif dan LFT (Liver Fuction pengobatan untuk Hepatitis C,
Test) maka dikonsultasikan
2. Pemeriksaan kepada dokter SpPD
lanjutan untuk anti HCV
dan LFT 3 dan 6 bulan
kemudian.

56
Lampiran 4
FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM
DAN SUBSTANSI TUBUH

BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar)

Tanggal laporan :……………….Jam :…………… Tgl Paparan :………… Tmpt kejadian:…..……


Dari unit kerja : Jam :
Atasan langsung : Bagian tubuh yang terpajan (sebut dengan jelas)
…………………………………….
IDENTITAS TERPAJAN
Nama : Jelaskan urutan kejadian :
Alamat : ………………………………………………..…..
…………………………………………………….
Memakai alat pelindung : Ya Tidak
…………………………………………………….
Alat pelindung yang dipakai :
Sarung tangan Baju pelindung/Apron
Masker Kaca mata/goggle/pelindung wajah
Lain-lain………………………………………. Terpajan
Imunisasi Hepatitis B :
Ya (Lengkap) Ya (Tidak lengkap)
Tidak
Pertolongan pertama : (…………………………….)
Dilakukan Tidak dilakukan
BAGIAN B (Diisi oleh IPCN/Supervisor)

57
Tanggal periksa :……………… Jam :………… Jenis paparan :
Diperiksa oleh:…………………………................... Jarum suntik Pisau bedah
Kondisi luka (besarnya luka/dalamnya luka)
…………………………………………………… Gigitan Lain-lain sebutkan.
…………………………………………………… ………………………….
……………………………………………………
Materi dan jumlah paparan : Hasil Pemeriksaan Laboratorium ;
Darah,……………….cc HBSAg :……….. Anti HIV :…………..
Serum/plasma,……………..cc
Lain-lain,sebutkan…………………………….. Anti HCV :……….
Resiko paparan
Resiko paparan rendah Resiko paparan tinggi

SUMBER (PASIEN)
Nama pasien :…………………… No MR :………………………. Ruang rawat :……………………
Status infeksius : Hepatitis B Hepatitis C HIV
Tidak diketahui (+)……………….. Tidak diketahui( - )…………
PENATALAKSANAAN
…………………………………………………… ……………………………………………………
…………………………………………………… ……………………………………………………
…………………………………………………… ……………………………………………………
HIV : Rujuk ke RSUD…………………
FOLLOW UP
3 Bulan 6 Bulan

HBSAg : HBSAg :

SARAN

IPCN

( ……………………….)

58
Lampiran 5

ALUR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS


(UNTUK PETUGAS)

Tertusuk benda tajam infeksius

Cuci di bawah air mengalir dengan


cairan antiseptik

Tutup luka dengan alcohol swab


dan plester

Lapor Ke IPCN dalam jam


kerja/supervisor diluar jam kerja

Lengkapi form laporan paparan


di ruang PPI/KP

Ikuti advis IPCN/Supervisor

62
Lampiran 6

ALUR PENANGANAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS


(UNTUK IPCN/SUPERVISOR)
1. Resiko tinggi

Laporan incident tertusuk benda Paparan darah, cairan


tajam infeksius
tubuh dan jaringan
pada kulit tidak utuh
Pengisian form paparan oleh petugas (kulit yang pecah-
yang tertusuk benda tajam infeksius pecah, terkelupas, atau
menderita dermatitis)
Tentukan resiko paparaan
Paparan benda tajam
yang pernah kontak
dengan darah/
Resiko paparan rendah Resiko paparan tinggi jaringan/ cairan tubuh
pasien.
Tentukan status pasien
2. Tidak ada resiko

Paparan darah, cairan


HbSAg/HCV/HIV Positif HbSAg/HCV/HIV tubuh dan jaringan
Negatif pada kulit normal /
utuh
Cek darah petugas
Paparan benda tajam
HbSAg/HCV/HIV
yang tidak pernah
kontak dengan darah/
HbSAg + HCV + jaringan/ cairan tubuh
HIV + HbSAg - HCV - HIV -
pasien.

Rujuk ke RSSA Imunisasi


Konseling F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHHBVSAKIT
0-1-6 Konseling petugas
petugas

I. LATAR BELAKANG Cek anti HbSAg


Sampah dari rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensialRujuk
3 & 6 bln
Cek anti
kemudian ke RSSA
berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan
HCV, LFT 3& rumah
sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi6 bln petugas yang
kemudian
menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan petugas yang
menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit.

63
Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik dan
makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985, Rutala 1993)
Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat membawa mikroorganisme
dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat
pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh
lain serta bahan-bahan yang kontak dengan darah atau cairan tubuh.

II. DEFINISI
1. Benda berbahaya : Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik jarum jahit, Bedah pisau skalpel,gunting,benang
kawat,pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk atau melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang terkontrol
untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan
bakar mudah dibakar. (Tietjen,2004) pembakaran yang aman untuk dibuang ke TPA
sampah.
4. Kontaminasi : Keadaan secara potensial atau telah terjadi kontak dengan
mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi atau penyakit.
5. Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi
6. Pengelolaan sampah ; Semua kegiatan,baik administratif maupun oprasional,
termasuk kegiatan transportasi ,melibatkan penanganan,perawatan,dan pembuangan
sampah (Tietjen,2004)

III. KLASIFIKASI SAMPAH MEDIS


(Health and Safety Commission Services Advisory Committee/HSAC,1992)
1. Kelompok A. Semua jaringan tubuh manusia (potongan tubuh,placenta dan lain-lain )
termasuk darah (infeksius atau tidak),laboratorium,kassa atau kapas atau swab bekas
terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien.
2. Kelompok B. Jarum suntik, ampul kaca, pisau bedah,jarum jahit dan benda-benda tajam
lainnya.
3. Kelompok C. Kultur mikrobiologi dan sampah-sampah dari bagian patologi yang beresiko
infeksius
4. Kelompok D. Sampah-sampah dari produk farmasi dan kimia lainnya.
5. Kelompok E. Feses,urine atau sekresi atau ekskresi tubuh lainnya yang belum termasuk
dalam kelompok A : underpad, stoma bags, kantong urine dan popok termasuk dalam
kelompok ini.

SAMPAH

64
PENAMPUNGAN

PENGANGKUTAN

PENGUMPULAN

AKHIR/PEMUSNAHAN
TPA UMUM INCENERATOR
IV. STÁNDAR
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang bekerja
dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen sampah,serta
kebijakannya
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi terjadinya
sampah dan mudah dicapai si pemakai.

V. KEBIJAKAN
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/rumah tangga
1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna hitam
2) Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau ¾ bagian.
3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.

b. Sampah Medis
1) Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek dan
gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
2) Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang terkontaminasi
seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan lain-lain ketempat
sampah dengan plastik warna kuning.
3) Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang anti bocor
dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4) Plastik sampah dan kontainer yang telah ¾ penuh dikumpulkan dalam tempat
sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.

65
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan sampai
dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan sampah.
2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap ruangan.
3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
4) Trolley/tempat pengangkut sampah harus dibersihkan dengan lap
basah,detergen dan air setelah habis pakai.
5) Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi ¾ bagian harus
dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
6) Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut (seperti
menginjak-injak sampah, mengorek sampah).
7) Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang sakit
minimal 2 kali sehari.

3. PENGUMPULAN AKHIR ATAU PEMUSNAHAN


a. Pengumpulan akhir
1) Jenis sampah yang dikumpulkan sebelum diambil oleh TPA umum (Tempat
Pembuangan Akhir) adalah yang ditampung dalam kantong plastic warna hitam
2) Frekuensi pengambilan sampah sebanyak 2x/hari.
3) Petugas TPA harus menggunakan APD.
Tempat pengumpulan sampah harus dibersihkan menggunakan air dan detergen
setelah sampah diambil oleh petugas TPA
b. Pemusnahan ( Incenerator )
1) petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 – 15.30 ( Senin –
Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik harus menggunakan
APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan rumah tangga )
2) Jenis sampah yang dimusnakan menggunakan incenerator dengan suhu 1000˚C -
1200˚C adalah sampah medik ( kantong plastik kuning ) dan kontainer benda
tajam.
3) Pembakaran dilakukan oleh petugas BPS

REFERENSI
Aylife et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

66
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI LAUNDRY

I. LATAR BELAKANG
Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering
terjadi adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak
mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun
masker. Untuk mengurangi resiko terkontaminasi, semua petugas harus melaksanakan
pengendalian infeksi pada saat penanganan linen.

II. DEFINISI
1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
2. Linen : bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan.
3. Linen kotor : Linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang dikumpulkan
dan dibawa ke laundry untuk diproses.
4. Pemilihan : proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda asing atau non
linen

III. PENGELOLAAN LINEN


Kebijakan umum
Semua orang yang dalam bekerja selalu kontak dengan linen yang kotor atau terkontaminasi
akan mempunyai resiko terpapar darah atau cairan tubuh infeksius. Maka Kewaspadaan
baku (Standar precaution) harus diterapkan dalam bekerja untuk mencegah paparan.

1. Mengganti linen di kamar pasien


a. Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
b. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus hati-hati tidak diperkenankan
membuat penyebaran mikroorganisme via aerosol.
c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang tak
tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya.

67
d. Benda-benda yang bukan linen (seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue,
underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan kedalam
kantong linen kotor.
e. Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan sebelum dikirim
ke Laundry
f. Linen kotor infeksius (salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV, MRSA, dan
penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang merawat) atau linen
yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong plastic berwarna kuning.

2. Tempat pengumpulan linen kotor (trolley linen)


a. Petugas Rawat Inap & Rawat Jalan
1) Petugas rawat inap harus meletakkan trolley linen kotor diruang yang jauh dari
pasien/kontaminan lain (dirty utility)
2) Petugas rawat jalan harus meletakkan wadah/tempat linen kotor didekat ruang
pemeriksaan atau ruang tindakan.
3) Kantong linen kotor tidak diperkenankan dibuka kembali untuk menghitung
jumlah linen atau menyortir linen, mencari barang yang hilang ataupun dengan
maksud lainnya.
4) Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry, isi kantong linen kotor tidak boleh
melebihi kapasistas. Hal ini untuk mencegah kecelakaan paparan terhadap
petugas laundry saat mengambil linen dari kantong.
5) Trolley linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi ke
laundry.
6) Petugas linen harus membawa linen kotor sesering mungkin untuk mencegah
kelebihan muatan trolley.
b. Petugas Laundry
1) Petugas Laundry harus menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti
sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah dan sepatu boot
ketika menangani linen kotor atau saat melakukan pemilahan linen
2) Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan rawat
jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
3) Tidak diperkenankan menimbulkan aerosol (dikibaskan) pada saat melakukan
pemilahan linen.
4) Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna
yang berbeda dengan trolley linen bersih.
5) Petugas Laundry tidak diperkenankan menghilangkan noda pada linen yang
kotor.

68
6) Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara
khusus.

IV. PROSEDUR DI LAUNDRY


1. Pakaian karyawan yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien atau bahan
infeksius lainnya tidak diperkenankan dicuci di rumah. Ikuti prosedur dibawah ini:
a. Masukkan pakaian yang terkontaminasi ke dalam kantong plastik kuning
b. Beri label nama pemilik dan unit kerjanya, kemudian beritahu petugas Laundry
c. Kirim kantong tersebut ke Laundry.
d. Petugas Laundry akan mencuci pakaian tersebut dan dikembalikan kepada pemilik
atau penanggung jawab ruangan

2. Fasilitas dan peralatan Laundry


a. Alur linen kotor dan linen bersih dibuat untuk menghindari kontaminasi
b. Ruang Laundry harus mempunyai sarana cuci tangan (wastafel, sabun antiseptic, dan
handtowel) dan tersedia sarana perlindungan diri (seperti: sarung tangan disposable
non steril, apron dan masker)
c. Gunakan dan pelihara peralatan Laundry sesuai petunjuk dari pabrik.
d. Tidak diperkenankan meninggalkan linen basah pada mesin laundry semalaman.
e. Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang tampak
dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.
f. APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.

3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas ≥ 71°C dengan detergen selama ≥ 25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah (<
71°C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki

4. Menyimpan, membawa dan mendistribusikan linen bersih

Menyimpan
a. Simpan linen bersih pada area penyimpanan tertutup yang bersih
b. Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan penyimpanan dari
area kotor
c. Rak harus bersih dan dalam kondisi terawat

69
Membawa
a. Linen bersih dan linen kotor harus dibawa terpisah
b. Trolley linen bersih dan kotor harus berbeda
c. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah
kontaminasi .
d. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan trolley linen kotor atau
menggunakan trolley terbuka atau dengan ditenteng sehingga bersentuhan dengan
pakaian pembawa

Tabel 1. Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pemrosesan linen.

Jenis APD Waktu penggunaan


Sarung tangan (lebih baik sarung  Menangani larutan desinfektan
 Mengumpulkan dan menangani linen kotor
tangan rumah tangga) dan sepatu
 Memilih linen kotor (jika terpaksa)
tertutup yang melindungi kaki dari  Mencuci linen kotor dengan tangan
kejatuhan benda tajam, terpecik  Memasukkan linen kotor kedalam mesin cuci

darah dan cairan tubuh.

Apron plastik atau karet dan  Memilih linen kotor


 Mencuci linen kotor dengan tangan
kacamata pelindung
 Memasukkan linen kotor ke dalam mesin cuci.

REFERENSI
Aylife et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold

CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.

Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

70
H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN

I. LATAR BELAKANG
Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara
estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi nosokomial.
Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat penting untuk
mempertahankan lingkungan pelayanan kesehatan yang bersih dan sehat (chou (2002)
dalam Tietjen L (2004)). Pembersihan lingkungan merupakan framework dan basis untuk
semua praktek aseptic serta juga merupakan fase persiapan yang tidak boleh terlewatkan
(Gruendemann & Mangum, 2001).
Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti ruang
tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi (seperti OK, dirty utility, toilet).
Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun dan air, tetapi untuk
pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan seperti chlorine 0,5%. Mc
Farland dkk (1989) yang dikutip dari Tietjen L (2004) menemukan bahwa ketika pasien-
pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil masuk ruangan yang sebelumnya dipakai
oleh pasien dengan klostridium diffisil, resiko untuk pasien tersebut meningkat beberapa kali
walaupun staf dengan benar menggunakan kewaspadaan baku untuk mencegah kontaminasi
silang. Oleh karena itu penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk menjaga kebersihan
lingkungan.
Rumah Sakit Baptis Batu yang merupakan pemberi pelayanan kesehatan bertaraf
internasional harus menjaga lingkungan agar tetap mendukung pelayanan kesehatan.
Beberapa pendapat pengunjung tentang kebersihan rumah sakit ini kurang , Oleh karena itu
pada bulan Okt s/d Nov 2011 telah dilakukan pengamatan terhadap tehnik membersihkan
area kamar pasien dan kamar mandi pasien dan pembersihan di area lainnya . Berdasarkan
hasil survey tehnik membersihkan yang dlakukan oleh petugas Cleaning service Rumah Sakit
Baptis Batu sebanyak 25% yang melakukan pembersihan dari area kurang kotor ke kotor
sedangkan 75% tehnik membersihkan dari kotor ke kurang kotor

71
II. DEFINISI
1. Cleaning : Suatu aktivitas untuk menghilangkan secara fisik microorganisme dan
material organik pada benda.

2. Desinfeksi : suatu proses penghancuran dan penghilangan mikroorganisme yang hidup


termasuk spora bakteri

3. Deterjen : Bahan pembersih yang membantu menghilangkan kotoran, debu atau


mikroorganisme dari tangan atau benda.

4. Desinfektan : Bahan kimia yang membunuh atau menginaktivasi mikroorganisme

III. STANDAR
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan sudah
dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting mop
manual)
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan

IV. PELAKSANAAN PEMBERSIHAN (CLEANING)


1. Pembersihan (Cleaning) ruangan di area pasien
1) Petugas CS harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan cleaning
2) Petugas CS menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)saat melakukan cleaning.
3) Cairan pembersih harus disiapkan ketika akan melakukan tugas (fresh cleaning)
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
4) Ganti cairan pembersih sesering mungkin untuk menghindari penumpukan kotoran,
mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi permukaan benda yang akan
dibersihkan.
5) Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih harus bersih
dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat menuangkan cairan
pembersih.
6) Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan kering.

72
7) Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor serta
memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
8) Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan benda,
tetapi ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak permukaan jika terlalu
lama dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih.
9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook. Dilarang
membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah dipergunakan.
11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien.
12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.

JUMLAH BAKTERI DI UDARA


METODE CLEANING
700% meningkat

 Menyapu dengan Sapu ijuk 30% meningkat

3%meningkat
 Dust attracting mop
20% menurun

 Mesin scrub basah

 Vakum

* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City Hospital,
Birmingham.

PEDOMAN CLEANING LINGKUNGAN

JADUAL
BENDA ATAU AREA

73
Bersihkan sesegera mungkin. Lihat SOP pembersihan
Tumpahan darah atau cairan
percikan darah atau cairan tubuh
tubuh
Dinding, jendela, pintu, Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
termasuk pegangan pintu

Ceilings Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air sekurang-


kurangnya satu minggu sekali (atau lebih sering, jika
diperlukan).

Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
pasien, tempat tidur, pinggiran
tempat tidur, konter perawat,
alat monitor tiang infus

Lantai Bersihkan dengan mop basah, detergen dan air minimal 2


X seharu (atau lebih sering jika dibutuhkan) serta air yang
dipergunakan untuk mengepel harus sering diganti.
Tidak perlu menggunakan desinfektan kecuali tempat-
tempat yang kotor.

Wastafel, tempat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan cairan
pembersih desinfektan dan bilas dengan air bersih
minimal 2X sehari (atau sesering mungkin, jika
dibutuhkan).

Stetoskop dan pengukur Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
tekanan darah (oleh perawat)

Trolley (GV, EKG, linen, dll) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan chlorin 0,5 %
atau lap alcohol disposible setelah satu kali pemakaian.
Cuci dengan detergen sewaktu-waktu jika tampak kotor

Pispot dan urinal Bersihkan langsung setelah pemakaian

Matras Dilap dengan kain yang telah dilembabkan dengan larutan

74
detergen.

Bantal (inner slyp) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan larutan
detergen jika tampak kotor dicuci di Laundry

Kain pel Gunakan kain pel yang dapat dilepaskan tangkainya dan
kirim ke laundry untuk dibersihkan. Gantung di ruangan
yang mempunyai system ventilasi baik.

Ganti dan cuci tirai sesuai jadual atau jika tampak kotor
Tirai gorden atau terpercik cairan tubuh

Menggunakan lap bersih lembab


Rel gordin
Kamar mandi Bersihkan minimal 2X sehari atau sesering mungkin
dengan pel & sikat khusus dan gunakan larutan pembersih
desinfektan.

Dapur Bersihkan menggunakan air dan detergen minimal 2X


/hari.

Tempat sampah Bersihkan kontainer sampah yang terkontaminasi atau


ganti plastik penampungan sesudah dikosongkan.
Bersihkan kontainer sampah dengan menggunakan
pembersih desinfektan dan sikat untuk menghilangkan
material organis dan kotoran lainnya.

Sampah Setiap shift (atau lebih sering, jika dibutuhkan).

75
Bersihkan setiap hari dan sewaktu pasien pulang. Minimal
Kamar pasien 30 menit setelah pembersihan selesai kamar dapat diisi
oleh pasien lainnya.

Bersihkan dengan larutan pembersih desinfektan setiap


Kamar tindakan permukaan benda-benda dan alat-alat setelah setiap
prosedur..

Bersihkan dengan larutan pembersih desinfektan setiap


Kamar periksa permukaan benda-benda dan alat-alat setelah setiap
selesai prosedur.

Bersihkan semua perlengkapan dan peralatan yang ada di


Kamar isolasi ruang isolasi sesuai dengan jenis benda yang akan
dibersihkan. Lihat SOP membersihkan Isolasi

Bersihkan meja atau konter periksa dengan larutan


Laboratorium pembersih desinfektan.

* Sumber : Tietjen Linda et.al (2004) & CDC (2003).

2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi
(ICU, OK, ISOLASI)
1) Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk ke kamar
pasien.
2) Peralatan cleaning:
a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan
b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak
memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen infeksius
setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible.
c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap menggunakan
mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus disterilisasi dengan desinfeksi
termal atau autoclave sebelum digunakan di tempat lain
d. Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam dengan
desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.
e. Scrubbing mesin dengan tangki dilarang digunakan untuk membersihkan area
yang beresiko tinggi karena sulit untuk didekontaminasi.

76
3) Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi dan ruang
khusus atau area berisiko tinggi.

V. DESINFEKSI
1.Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan harus
diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2.Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/ sodium
hypochlorite)
3.Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan
permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non kritikal.
4.Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang diberikan
oleh pabrik
5.Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
b. Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi permukaan
benda yang luas atau besar
c. Gunakan Alat perlindungan diri (APD) saat membersihkan permukaan benda-
benda yang:
1) sering tersentuh tangan (dengan sarung tangan) selama memberikan
perawatan pada pasien seperti tombol-tombol monitor pasien, tiang infus,
bed side table, bed side rail, dan lain-lain.
2) terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien
3) sulit untuk dibersihkan seperti keyboard komputer.
6.Tidak diperkenankan menggunakan disinfectant fogging (spray) di area perawatan pasien
7.Tidak diperkenankan menggunakan UV light untuk mendesinfeksi ruangan pasien
kecuali setelah digunakan oleh pasien dengan penyakit infeksi melalui udara
(Aylife/2001, Gruendemann & Mangum/2001)
8.Saat menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan-permukaan benda di
ruang bayi, hindari terpaparnya bayi terhadap residu desinfektan.

REFERENSI

77
1. CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta :
U.S. Departement of Health and Human services.
2. Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting. USA : W.B.
Saunders Company.
3. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

I. STERILISASI DAN DESINFEKSI

I. PENDAHULUAN
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak (membunuh)
micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan lingkungan dan kulit. Dimana
proses tersebut tergantung dari risiko yang berkaitan dengan penggunaanya masing-
masing, target micro organismenya dan kemampuan untuk bertahan terhadap proses
dekontaminasi.

II. DEFINISI
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan membunuh
semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora.
2. Disinfeksi : Suatu proses menghilangkan dan membunuh mikroorganisme
pathogen pada benda benda mati yang tidak bergerak,termasuk spora.Metoda
disinfeksi dibagi menjadi 3 :
a. pembersihan
b. dipanaskan
c. kimiawi

III. KEBIJAKAN
Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/alat/bahan yang kontak langsung
dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Disinfeksi digunakan bila alat/bahan/instrumen yang digunakan tidak dapat dilakukan
sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari
alat/bahan/instrumen tersebut
1. Sterilisasi
a. Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
 Sterilisasi Steam seperti autoclave
 Sterilisasi panas kering
(lihat lampiran 1)

78
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari pabrik
pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
2.. Disinfeksi
a. Panas
Merebus dengan suhu 100ºC selama 20 menit hanya digunakan pada
instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur invansive.
b. Kimia
 Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde )
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti gastroscopes
dan bronchoscopes.
- Cuci dan bilas instrumen bebas dari material organik.
- Aliri dengan air yang banyak.
- Rendam selama 20 menit.
- Angkat dan bilas dengan air steril.
- Keringkan dengan handuk steril dan gantung dalam kondisi
kering
 Sodium Hypochlorite (tidak digunakan pada stainless steel karena
korosive)
Sodium Hypochlorite tidak efektif dan harus disimpan jauh dari cahaya dan
panas. Efektivitas dari chlorine tergantung dari jumlah organik yang ada
seperti pus, darah. Pencampuran harus disiapkan pada saat akan digunakan
seperti dibawah ini : (lihat lampiran 2)
 Sodium Dischloroisocyanurate (Na DCC) seperti Presept
Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Presept
diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya,
bentuk tablet. (lihat lampiran 3)
 Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl)
Dapat digunakan dengan atau tanpa antiseptik ( seperti chlorhexidine).
Karena penetrasi dalam materialorganik kurang baik, maka dapat
digunakan hanya untuk membersihkan permukaan. Rendam selama 10 – 30
menit.
 Phenolics
Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk bacilii dan
beberapa virus. Biasanya digunakan untuk membersihkan lingkungan
sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan detergen. Hindari
kontak langsung dengan kulit.

79
LAMPIRAN 1

STERILISASI TEMPERATUR TEKANAN WAKTU

Steam Autoclave 121ºC 15 psi 15 mnt

(item tidak dikemas) 132ºC 30 psi 3 min

Steam Autoclave 121ºC 15 psi 20 mnt

(item dikemas ringan) 132ºC 30 psi 8 mnt

Steam autoclave 121ºC 15 psi 20 mnt


(item dikemas berat) 132ºC 30 psi 10 mnt

Panas kering 170ºC 60 mnt


(item tidak dikemas)
160ºC 120 mnt

150ºC 150 mnt

80
140ºC 180 mnt

121ºC 12 jam

Panas kering (aliran cepat)


(item tidak dikemas)
190ºC 6 mnt

Panas kering (aliran cepat)


(item dikemas)
190ºC 12 mnt

LAMPIRAN 2

Chlorine yang tersedia


Larutan dari cairan sodium
Digunakan Untuk
Hypochlorite
Part Per Million
%
(ppm)

100 ml/liter 5 50,000

darah atau excres


1:'5 1 10,000
terpercik

Linen terkontaminasi 1:10 0,5 5000

Lingkungan 1:50 0,1 1,000

81
LAMPIRAN 3
Penggunaan PRESEPT TABLET

Konsentrasi Derajat pengenceran

Tujuan Disinfeksi Chlorine yang 0,5 gr 2,5 gr 5,0 gr


dibutuhkan tablet tablet tablet

18 tablet 7 tablet 9 tablet


Darah 10.000 ppm
0,5 liter air 1 liter air 2,5 liter air

9 tablet 9 tablet 9 tablet


Tempat pipet 2.500 ppm
1 liter air 5 liter air 10 liter air

4 tablet 4 tablet 3,5 tablet


Laboratorium/ lingkungannya 1.000 ppm
1 liter air 5 liter air 10 liter air

botol/dot bayi,perlengkapan 140 ppm 1 tablet 1 tablet 1 tablet 20


stainless steel,porselin, (alat) 2 liter air 10 liter air liter air
gelas,karet&selang plastik

1 tablet 1 tablet 1 tablet


Alat makan&pecah belah 140 ppm
2 liter air 10 liter air 20 liter air

82
Linen bekas pakai/linen 1 tablet 1 tablet 1 tablet
140 ppm
terinfeksi 2 liter air 10 liter air 20 liter air

Area
1 tablet 1 tablet 1 tablet
perawatan/lemari,lantai,tempat 140 ppm
2 liter air 10 liter air 20 liter air
tidur

1 tablet 1 tablet 1 tablet


Lap,sikat,pel lantai 60 ppm
4,6 liter air 23 liter air 46 liter air

IV. PELAKSANAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI


1. Memastikan semua peralatan sebelum dilakukan disinfeksi dan sterilisasi harus
dibersihkan dari kotoran darah,cairan tubuh,lemak,protein dll
2. Gunakan perlengkapan perlindungan diri untuk mencegah kontak langsung dengan
kulit dan membran mukosa dengan cairan tubuh/cairan kimia.
3. Penggunaan detergen dan disinfeksi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
4. Prosedur sterilisasi dan didinfeksi dilakukan sesuai dengan katagorinya yaitu :
a. critical area
b. semi critical
c. non critical
5. Metoda pembersihan dan disinfeksi dilakukan sesuai dengan jenis alat /instrument
6. Penggunaan alat /instrument yang dapat diproses ulang dilakukan sesuai dengan
standar yang berlaku
7. Pengemasan alat/instrument dan benda lainnya dikemas dalam kemasan tertutup
yang dapat dilakukan proses sterilisasi.
8. Monitoring sterilisasi dilakukan setiap akan melakukan proses sterilisasi dengan
menggunakan
a. indikator kimia (eksternal dan internal)
b. indikator biologi
c. indikator Mekanik
d. Bowie Dick test
9. Penyimpanan alat/instrument atau benda lainnya yang sudah di lakukan proses
sterilisasi disimpan dalam ruang tertutup dengan suhu 18º C –22 ºC dengan
kelembaban 35 % - 68 %.

83
10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding

V. METODE STERILISASI
Klasifikasi peralatan Contoh peralatan Jenis penanganan Contoh jenis
penanganan

Kritikal Alat-alat bedah, Sterilisasi (waktu Untuk alat tahan


Peralatan yang
laparascope, sesuai petunjuk panas:
menembus jaringan Autoclave (steam
arthroscope, catheter pabrik)
tubuh atau system under pressure)
jantung, implants,
Cairan High level Untuk alat Tidak
vaskuler (termasuk
jarum, alat-alat gigi,
desinfectant tahan panas:
instrumen gigi)
dan aksessori Ethylene oxide (ETO)
endoskopi gas, Hydrogen
peroxide plasma
sterrad,
Glutaraldehyde 2 %,
peracetic acid.

Semi kritikal Fleksibel endoscope, Cairan kimia Ethylene oxide (ETO)


Kontak langsung
laryngoscope, alat desinfektan high level gas, Hydrogen
dengan membran
untuk pengobatan (dipaparkan ke alat peroxide plasma
mukosa, cairan tubuh
gangguan pernafasan selama  20 menit) sterrad,
atau kulit yang rusak
dan alat anestesi. Glutaraldehyde 2 %,
peracetic acid, sodium
Thermometer oral
Cairan desinfektan
hypochlorite.
atau rectal
intermediet level
Ethyl or isopropyl
(dipaparkan ke alat
alcohol (70%-90%)
selama  10 menit

84
Stethoscope, sendok Cairan desinfektan Ethyl or isopropyl
Non kritikal
makan, lantai, pispot, low level (dipaparkan alcohol (70%-90%)
Kontak langsung Detergen phenolic
furniture, Trolley, ke alat selama  10
dengan kulit yang germicidal detergen
meja operasi, wastafel menit)
utuh (diencerkan sesuai
dan lain-lain
label)
Sodium hypoclorite
5,52 % 100ppm atau
chlorine sesuai
petunjuk pabrik)

Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
(High Level Desinfection /HLD)

Jenis Jumlah Cara Waktu yang Waktu Lamanya


desinfektan Kosentrasi mengencerkan dibutuhkan yang penggunaan
(yang biasa yang untuk HLD dibutuhkan
digunakan) efektif untuk
sterilisasi

Chlorine 0,1% Sesuai petunjuk 20 menit Tidak dapat Ganti tiap 14


pabrik & digunakan hari atau segera
prosedur yang jika tampak
akan dilakukan kotor

Glutaraldehyd Bemacam- Tambahkan 20 menit 10 jam Ganti tiap 14-


e macam aktivator pada suhu untuk Cidex 28 hari, segera
(Cidex) (2-4%)
25C jika kotor atau
hasil test strip
jelek

ALAT-ALAT DAN PERLENGKAPAN BEDAH

Tubing anestesi 1. Menggunakan filter untuk mencegah kontaminasi.

85
2. Menggunakan tubing sirquit disposible.
Botol susu bayi 1. Setelah digunakan, bilas segera dengan air mengalir, sikat botol dan
dotnya menggunakan detergent dan air hangat. Bilas botol dan
dotnya kedalam air bersih. Dan yang sangat penting bahwa botol
dan dotnya harus benar-benar bebas dari susu.
2. Masukan botol kedalam air mendidih selama 15 menit
3. Keringkan
Catheter tertutup Tidak dianjurkan menggunakan disinfektan kedalam kantong catheter.

Incubator bayi 1. Cuci menggunakan detergent dan keringkan.


2. Humidifier harus dalam keadaan kering. Bila diperlukan dapat
diberikan larutan acetic acid 2% atau “air untuk irigasi”.
Urinal Harus selalu berada di bersihkan segera selesai dipergunakan baik secara
manual maupun dengan menggunakan pan sanitiser

Alat-alat dari Proses pembersihan dan sterilisasi kirim ke CSSD.


logam

Nebuliser (volume 1. Harus menggunakan corrugator dan masker disposible (satu


kecil) corrugator/pasien).
2. Kosongkan dan keringkan mangkok obat nebuliser setelah
dipergunakan.
Tubing respirator Gunakan tubing ventilator disposible

Alat cukur Penggunaanya disposable. Alat cukur elektrik dengan mata pisau yang
dapat diganti, setelah dipergunakan harus dibersihkan dan dilap dengan
alkohol 70%. Simpan dalam keadaan kering.

Botol suction Kosongkan dan bersihkan di pan sanitiser kirim ke CSSD untuk dibersihkan
dan disterilkan di CSSD

Suction bungs Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis
dipergunakan.

Thermometer kaca Harus dibersihkan menggunakan air sabun dan dikeringkan.

Trolley Lap dengan cairan detergen, cuci menggunakan detergent bila terlihat
kotor. Bila terdapat percikan darah bersihkan dengan cairan presept

Circuit ventilator Circuit harus disterilisasi, dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih
dari 48 jam. Tempatkan kembali humidifier.

86
Referensi :
The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996. Disinfection
and Sterilization Principles. Washington, DC.
CDC- MMWR, 19 Desember 2003. Recommendation and reports: appendix C methods for
sterilizing and disinfecting patient-care items and environmental surfaces, Washington DC.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5217a4.htm
Direktorat Jendral Pelayanan Medik,Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi di Rumah
Sakit,2001,Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Social RI

J. PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI

DI INSTALASI GIZI

I. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area perawatan
tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit contohnya seperti
makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki
kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang sehat oleh karena itu penularan
yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola atau ditangani dengan benar dapat
mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien yang disebut juga infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit yang
telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih banyak
kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staf dapat mengakibatkan terjadinya
kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan pengendalian infeksi di
dapur seperti yang tertulis dibawah ini

II. STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar

III. KEBERSIHAN
1. Cuci tangan

87
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan penyajian
makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu. Staf harus cuci
tangan pada saat :

a. sebelum menyiapkan makanan


b. setelah menangani makanan /bahan makanan mentah
c. setelah menangani makanan sisa
d. setelah dari toilet atau pada kebersihan diri seperti bersin
2. Pemakaian Alat Perlindungan Diri
a. Penutup kepala
Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji
alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam
makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah selesai
melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup kepala dicuci
setiap kali digunakan.
b. Sarung tangan
Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan pasien
dan pada saat membersihkan peralatan makan.
c. Apron
Digunakan pada saat melakukan aktivitas membersihkan peralatan makan dan
mengolah makanan dari bahan mentah ke makanan siap saji. Apron harus dilepas
dan ganti setiap selesai aktivitas. Apron dicuci setiap kali setelah digunakan

IV. .Pembersihan dan disinfeksi


1. Kebersihan Dapur
Dapur dibersihkan setiap selesai melakukan aktivitas memasak dan menyajikan makanan
secara rutin dilakukan 2x sehari. Pembersihan tidak boleh dilakukan pada saat ada
aktivitas mengelola atau menyiapkan makanan. Lantai dapur harus selalu dalam kondisi
kering dan bersih

2. Peralatan makan dan minum


Peralatan makan dicuci dengan sabun detergen dan didisenfeksi dengan air panas
dengan suhu 82°C sampai 88°C selama 1 menit. Peralatan dikeringkan dengan mesin

88
pengering ,jika menggunakan lap/kain untuk mengeringkan pastikan lap yersebut dalam
kondisi bersih dan kering. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan dalam keadaan
kering pada tempat yang tidak lembab,tertutup/terlindung dari pencemaran dan
gangguan binatang/serangga.

3. Meja persiapan makan mentah dan makanan matang/siap saji


Permukaan meja dibersihkan setiap kali tampak kotor dan basah. Meja persiapan
makanan mentah dan makanan Siap saji harus selalu dalam kondisi bersih dan kering .

4. Pest Control
Penanggulangan terhadap serangga atau hama yang menyebabkan kontaminsai
terhadap makanan seperti tikus , lalat , kecoa, dan serangga lainnya harus dilakukan
secara rutin .

V. Peyimpanan bahan makanan dan makanan jadi


Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dll.

Bahan makanan dan makanan jadi disimpan pada tempat terpisah.

Suhu penyimpanan makanan yang baik untuk mencegah pertumbuhan bakteri adalah pada
suhu dibawah 5°C atau 8°C dan diatas 63°C.

Makanan yang mudah membusukdisimpan dalam suhu panas > 56.5°C atau dalam suhu
dingin < 4°C.

Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam disimpan dalam suhu -5°C s/d -1°C.

VI. Bahan makanan dan makanan jadi


Bahan makanan dan makanan jadi harus diperiksa secara phisik dan secara periodic
( sebulan sekali),diambil sampelnya untuk pemeriksaan laboratorium.

89
Apabila menggunakan bahan makanan tambahan (bahan pengawet,pewarna,pemanis
buatan,dll) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

VII. Penyajian /distribusi makanan


Makanan jadi dibawa dari dapur keruang perawatan pasien dengan menggunakan kereta
dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran.
Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.

VIII. Edukasi staf


Edukasi dilakukan terhadap seluruh staf dapur mengenai kebersihan dapur dan prinsip
pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala instalasi, PPI
dan diklat

IX. Pasien Isolasi/dengan penyakit menular


Penggunaan disposable peralatan makanan untuk pasien dengan penyakit menular atau
pasien isolasi tidak diperlukan . Alat makan dan peralatan mencuci disendirikan.

Hubungi Unit Pengendlian Infeksi bila diperlukan persyaratan khusus untuk pasien .

X. KESEHATAN STAFF
Untuk peneriman karyawan /staf dapur yang baru harus ditanyakan riwayat kesehatan bila
pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus menerus, bisul ,penyakit
kulit dan infeksi kulit lainnya.

Staf dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera lapor
kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan fecal screening
rutin dilakukan terhadap staf setiap 1 tahun sekali.

90
Referensi :

1. Pencegahan Infeksi Nosokomial seri 11

2. Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ AYLIFFE,JR BABB,
LYNDA J TAYLOR,2001

91
BAB III
PENUTUP

Petunjuk Penysunan Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit, merupakan


pokok-pokok pemikiran dasar berbagai upaya pencegahan terjadinya infeksi nosokomial yang
masih perlu dijabarkan kedalam bentuk program maupun petunjuk-petunjuk tehnis bagi semua
pihak yang berkepentingan.

Pada hakekatnya, Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit baru akan
terselenggara bila pimpinan dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan
keinginan pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Dengan adanya buku pedoman di setiap unit perawatan pasien dan unit penunjang
diharapkan Upaya pengendalian Infeksi akan berhasil dan dampak yang dihasilkan adalah mutu
pelayanan rumah sakit akan meningkat.

92

Anda mungkin juga menyukai