Anda di halaman 1dari 9

Wanita hamil dengan hipertensi harus dimonitor dengan hati-hati karena resiko ke ibu

dan fetus akan meningkat. Metildopa, penyekat beta, dan vasodilator adalah obat-obat yang
disukai demi keamanan fetus. ACEI dan ARB tidak boleh digunakan selama kehamilan
karena berpotensi untuk cacat fetus dan harus di hindari pada perempuan yang diduga hamil
atau berencana hamil. Preeklampsia timbul setelah minggu gestasi ke 20, ditandai dengan
onset baru atau bertambah parahnya hipertensi, albuminuria, dan hiperurisemia, kadang-
kadang dengan abnormalitas koagulasi. Pada beberapa pasien, preaklampsi dapat menjadi
hipertensi urgensi atau emergensi dan mungkin harus dirawat di rumah sakit, di monitor
secara intensif dan dengan menggunakan terapi antihipertensi parenteral dan terapi
antikonvulsi.

Hipertensi pada kehamilan Harus dibedakan antara preeklampsia dari hipertensi


kronis, sementara, dan gestasional. Preeklamsia dapat berubah menjadi komplikasi yang
dapat merenggut nyawa baik ibu dan fetusnya. Diagnosa preeklampsia berdasarkan
munculnya hipertensi (>140/90 mmHg) setelah minggu ke 20 gestasi dengan proteinuria.
Hipertensi kronis sudah ada sebelum minggu ke 20 gestasi. Masih kontroversi apakah
menguntungkan mengobati meningkatnya tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
kronik kehamilan. Perempuan dengan hipertensi kronik sebelum kehamilan dapat menderita
preeklamsia. Pengobatan yang jelas untuk preeklampsia adalah melahirkan. Terminasi
kehamilan jelas diindikasikan apabila eklampsia terjadi (preeklampsia + kejang). Bila tidak,
penatalaksanaannya terdiri dari restriksi aktifitas, istirahat (bed rest), dan monitoring.
Pembatasan garam atau tindakan lain yang menurunkan volume darah tidak boleh dilakukan.
Obat antihipertensi digunakan sebelum induksi melahirkan bila tekanan darah diastolic >105
atau 110 mmHg, dengan target 95 – 105 mmHg. Hidralazine intravena umumnya digunakan,
dan intravena labetalol juga efektif. Nifedipine short acting juga digunakan tetapi tidak
disetujui oleh FDA untuk hipertensi, karena efek samping terhadap fetus dan ibu (hipotensi
dengan fetal distress) telah dilaporkan. Banyak obat dapat digunakan untuk mengobati
hipertensi kronis pada perempuan hamil (tabel 6). Metildopa adalah obat pilihan.2 Data
menunjukkan kalau aliran darah uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil dengan
metildopa. Dan dianggap sangat aman berdasarkan data follow-up jangka panjang (7,5
tahun). Penyekat beta, labetalol, dan antagonis kalsium dapat digunakan sebagai alternative.
ACE inhibitor dan ARB adalah absolute kontraindikasi.

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HIPERTENS (Depkes, 2006)


PERTIMBANGAN FISIOLOGI KEHAMILAN / PERSALINAN (MATERNAL
PHYSIOLOGY) PADA ANESTESI UNTUK KASUS OBSTETRI

Sistem pernapasan
Perubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas. Functional residual capacity
menurun sampai 15-20 %, cadangan oksigen juga berkurang. Pada saat persalinan, kebutuhan
oksigen (oxygen demand) meningkat sampai 100%.3
Menjelang atau dalam persalinan dapat terjadi gangguan / sumbatan jalan napas pada 30%
kasus, menyebabkan penurunan PaO2 yang cepat pada waktu dilakukan induksi anestesi,
meskupun dengan disertai denitrogenasi. Ventilasi per menit meningkat sampai 50%,
memungkinkan dilakukannya induksi anestesi yang cepat pada wanita hamil.3
Sistem kardiovaskular
Peningkatan isi sekuncup / stroke volume sampai 30%, peningkatan frekuensi denyut jantung
sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%. Volume plasma meningkat sampai
45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%, menyebabkan terjadinya
dilutional anemia of pregnancy.3
Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan / kompresi vena cava
inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya supine
hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi penurunan
vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin.3
Pada persalinan, kontraksi uterus/his menyebabkan terjadinya autotransfusi dari plasenta
sebesar 300-500 cc selama kontraksi. Beban jantung meningkat, curah jantung meningkat,
sampai 80%. Perdarahan yang terjadi pada partus pervaginam normal bervariasi, dapat
sampai 400-600 cc. Pada sectio cesarea, dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun
demikian jarang diperlukan transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga
peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam
hypercoagulable state.3
Ginjal
Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat sampai 150% pada trimester
pertama, namun menurun sampai 60% di atas nonpregnant state pada saat kehamilan aterm.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas hormon progesteron.
Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini dianggap
normal.3
Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan fungsi ginjal
meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai “normal”.3

Sistem gastrointestinal
Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut
gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya regurgitasi dan
aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara itu terjadi juga peningkatan sekresi asam lambung,
penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan pengosongan lambung. Enzim-
enzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat.3
Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat hemodilusi dan
penurunan sintesis. Pada pemberian suksinilkolin dapat terjadi blokade neuromuskular untuk
waktu yang lebih lama.3
Lambung HARUS selalu dicurigai penuh berisi bahan yang berbahaya (asam lambung,
makanan) tanpa memandang kapan waktu makan terakhir.3
Sistem saraf pusat
Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi obat inhalasi
yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan menurun sampai 25%,
isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal), konsentrasi
anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena
pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang
epidural menjadi lebih sempit.3
Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya
kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced
diffusion).3
Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta
Juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya merupakan
depresan, dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap bahwa SEMUA obat
dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin.3

ANESTESIA LOKAL
Jenis-jenis Anestesia Lokal
Infiltrasi langsung di sekitar luka
Inervasi saraf di sekitar perineum berasal dari nervus pudendus. Untuk luka perineum tingkat
pertama dan kedua, cukup dilakukan infiltrasi lokal di sekitar lokasi jahitan luka.1
Bahan analgesia yang lazim dipergunakan adalah lidokain (2-3 ampul, untuk sisi kanan dan
kiri). Selanjutnya ditunggu dua menit, dan jahitan terhadap luka episiotomi dapat dilakukan
dengan aman dan tenang.1

Blok nervus pudendus.


Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan otot perineum profunda serta superfisialis.
Dengan memblok saraf pudendus, akan tercapai anestesi setempat sehingga
memudahkanoperator untuk melakukan reparasi terhadap perineum yang mengalami
robekan.1
Teknik blok saraf pudendus1
Siapkan 10 cc larutan lidokain 0,5-1% untuk anestesia.
Tangan kanan dimasukkan kedalam vagina untuk mencapai spina iskiadika.
Jarum suntik ditusukkan sampai menembus ujung ligamentum sakrospinarium, tepat
dibelakang spina iskiadika.
Kemudian jarum diarahkan agak ke inferolateralis, dilakukan aspirasi, untuk menghindarkan
masuknya obat anestesi lokal ke dalam pembuluh darah.
Suntikan diberikan sebanyak 10 cc dan ditunggu selama 2-5 menit sehingga efek anestesi
tercapai.

Blok servikal
Lidokain 1% sebanyak 10 cc disuntikkan di bagian kanan dan kiri (pada jam 3 & 9), sehingga
didapat efek anestesi yang bersifat singkat. Setelah penyuntikan dilakukan, tunggulah
beberapa saat (3-5 menit) untuk mencapai keadaan anestetik, kemudian tindakan intrauterin
dapat dilakukan.1
Komplikasi Anestesia Lokal
Komplikasi terjadi bila anestesia lokal masuk ke dalam pembuluh darah, sehingga
menimbulkan intoksikasi susunan saraf pusat. Oleh karena itu harus dilakukan upaya untuk
menghindarkan masuknya obat anestesi ke dalam pembuluh darah, dengan jalan melakukan
aspirasi, sebelum penyuntikan dilakukan.1
Gejala intoksikasi obat anestesi lokal adalah :
Pusing dan kepala terasa ringan.
Tinitus
Perilaku aneh
Kejang-kejang
Terdapat gangguan pernapasan
Intoksikasi pada sistem kardiovaskuler, dengan gejala/tanda sebagai berikut :
Awalnya, hipertensi dan takikardi, kemudian diikuti hipotensi dan bradikardi.
Sekunder, perfusi jaringan terganggu

Penanganan Intoksikasi Obat Anestesi Lokal yang masuk ke Pembuluh Darah1


Bila terjadi kejang, dapat diatasi dengan memberikan :
Pentotal
Valium
Bila terjadi gangguan pada sistem kardiovaskuler:
Berikan infus secepatnya.
Berikan efedrin hingga tekanan darah naik.
Konsultasi dengan dokter ahli anestesia, sehingga pasien mendapat pengobatan yang tepat.
Bila keadaan pasien gawat, maka pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas cukup.
Apabila dalam melakukan pertolongan sederhana, diperkirakan dapat terjadi komplikasi yang
serius, maka pasien perlu dipasangi infus, karena akan memudahkan dokter untuk
memberikan obat-obat antidotum (jika diperlukan).1

ANESTESI INTRAVENA
Indikasi :3
Gawat janin.
Ada kontraindikasi atau keberatan terhadap anestesia regional.
Diperlukan keadaan relaksasi uterus.
Keuntungan :3
Induksi cepat.
Pengendalian jalan napas dan pernapasan optimal.
Risiko hipotensi dan instabilitas kardiovaskular lebih rendah.

Kerugian :3
Risiko aspirasi pada ibu lebih besar.
Dapat terjadi depresi janin akibat pengaruh obat.
Hiperventilasi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan asidosis pada janin.
Kesulitan melakukan intubasi tetap merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
maternal.

Macam-Macam Anestesia Intravena


Pentotal1
Penggunaan pentotal dalam bidang obstetri dan ginekologi banyak ditujukan untuk induksi
anestesia umum dan sebagai anestesia singkat.
Dosis pentotal
Dosis pentotal yang dianjurkan adalah 5 mg/kg BB dalam larutan 2,5% dengan pH 10.8,
tetapi sebaiknya hanya diberikan 50-75 mg.
Keuntungan pentotal
Cepat menimbulkan rasa mengantuk (sedasi) dan tidur (hipnotik).
Termasuk obat anestesia ringan dan kerjanya cepat.
Tidak terdapat delirium
Cepat pulih tanpa iritasi pada mukosa saluran napas.

Komplikasi pentotal
Lokal (akibat ekstravasasi), dapat menyebabkan nekrosis.
Rasa panas (bila pentotal langsung masuk ke pembuluh darah arteri)
Depresi pusat pernapasan

Reaksi vertigo, disorientasi, dan anfilaksis.


Kontraindikasi pentotal

Pentotal merupakan kontraindikasi pada pasien-pasien yang disertai keadaan berikut:


Gangguan pernafasan
Gangguan fungsi hati dan ginjal
Anemia
Alergi terhadap pentotal
Apabila dilakukan anestesi intravena menggunakan pentotal, sebaiknya pasien dirawat inap
karena efek pentotal masih dijumpai dalam waktu 24 jam, dan hal ini membahayakan bila
pasien sedang dalam perjalanan.

Ketamin1
Ketamin termasuk golongan non barbiturat dengan aktivitas “rapid setting general
anaesthesia”, dan diperkenalkan oleh Domine dan Carses pada tahun 1965.
Sifat ketamin
Efek analgetiknya kuat
Efek hipnotiknya ringan
Efek disosiasinya berat, sehingga menimbulkan disorientasi dan halusinasi
Mengakibatkan disorientasi (pasien gaduh, berteriak)
Tekanan darah intrakranial meningkat
Terhadap sistemkardiovaskuler, tekanan darah sistemikmeningkat sekitar20-25%
Menyebabkan depresi pernapasan yang ringan (vasodilatasi bronkus)
Premedikasi pada anestesia umum ketamin
Pada anestesia umum yang menggunakan ketamin, perlu dilakukan premedikasi dengan obat-
obat sebagai berikut:
Sulfas atropin, untuk mengurangi timbulnya rasa mual / muntah
Valium, untuk mengurangi disorientasi dan halusinasi

Dosis ketamin
Dosis ketamin yang dianjurkan adalah 1-2 mg/kg BB, dengan lama kerja sekitar 10-15 menit.
Dosis ketamin yang dipakai untuk tindakan D & K (dilatasi dan kuretase) atau untuk reparasi
luka episiotomi cukup 0,5 – 1 mg/Kg BB

Indikasi Anestesi Ketamin


Pada opersasi obstetri dan ginekologi yang ringan dan singkat
Induksi anastesia umum
Bila ahli anastesia tidak ada, sedangkan dokter memerlukan tindakan anastesia yang ringan
dan singkat

Kontra indikasi anastesia ketamin (ketalar)


Hipertensi yang melebihi 150 / 100 mmHg
Dekompensasi kordis
Kelainan jiwa
Komplikasi anastesia ketamin
Terjadi disorientasi
Mual / muntah, diikuti aspirasi yang dapat membahayakan pasien dan dapat menimbulkan
pneumonia.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi karena tindakan anastesia sebaiknya dilakukan
dalam keadaan perut / lambung kosong.
Setelah pasien dipindahkan ke ruangan inap, pasien diobservasi dan posisi tidurnya dibuat
miring (ke kiri / kanan), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.

Anastesia analgesia dengan valium1


Valium tergolong obat penenang (tranquilizer), yang bila diberikan dalam dosis rendah
bersifat hipnotis. Obat ini jarang digunakan secara sendiri (tunggal), dan selalu diberikan
secara IV bersama dengan ketamin, dengan tujuan mengurangi efek halusinasi ketamin.

Dosis Valium
10 mg IV atau IM. Bila digunakan untuk induksi anastesi, dosis nyasebesar 0,2 – 0,6 mg/kg
BB.
Diprivan1
Komposisi diprivan adalah sebagai berikut :
10 % minyak kacang kedelai
1,2 % fosfatida telur
2,25 % gliserol
Keseluruhannya merupakan larutan 1% dalam air, dalam bentuk emulsi.
Diprivan sangat baik karena tidak memerlukan obat premedikasi. Disamping itu kesadaran
pasien pulih dengan cepat, tanpa terjadi perubahan apapun. Diprivan juga tidak menimbulkan
depresi pusat pernafasan ataupun gangguan jantung. Oleh karenanya ketika diprivan
digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1977, obat ini langsung menduduki tempat
tertinggi untuk kepentingan operasi-operasi yang ringan dan singkat.

ANESTESI REGIONAL
Pelaksanaan blok epidural (blok spinal) bersifat spesialistik, sehingga sebaiknya diserahkan
kepada dokter ahli anastesia. Sebagai gambaran, berikut ini dikemukakan beberapa hal
tentang anastesia epidural atau spinal.1
Obat anastesia yang banyak dipakai adalah :
Lidonest
Bupivacain (Marcain)
Lidokain
Dalam melakukan tindakan kecil pada obstetri dan ginekologi, seperti : penjahitan kembali
luka episiotomi, dilatasi dan kuretase, atau biopsi dianjurkan untuk melakukan anastesia
secara intravena (lebih mudah dan aman).1
Dinegara yang sudah maju, kebanyakan kasus persalinannya memerlukan tindakan anastesia
lumbal, sakral, atau kaudal.1
Analgesi/blok epidural (lumbal) : sering digunakan untuk persalinan per vaginam.3
Anestesi epidural atau spinal : sering digunakan untuk persalinan per abdominam/sectio
cesarea.3
Keuntungan :3
Mengurangi pemakaian narkotik sistemik sehingga kejadian depresi janin dapat
dicegah/dikurangi.
Ibu tetap dalam keadaan sadar dan dapat berpartisipasi aktif dalam persalinan
Risiko aspirasi pulmonal minimal (dibandingkan pada tindakan anestesi umum)
Jika dalam perjalanannya diperlukan sectio cesarea, jalur obat anestesia regional sudah siap.

Kerugian :3
Hipotensi akibat vasodilatasi (blok simpatis)
Waktu mula kerja (time of onset) lebih lama
Kemungkinan terjadi sakit kepala pasca punksi.
Untuk persalinan per vaginam, stimulus nyeri dan kontraksi dapat menurun, sehingga
kemajuan persalinan dapat menjadi lebih lambat.

Kontraindikasi :3
Pasien menolak
Insufisiensi utero-plasenta
Syok hipovolemik
Infeksi / inflamasi / tumor pada lokasi injeksi
Sepsis
Gangguan pembekuan
Kelainan SSP tertentu

Teknik :3
Pasang line infus dengan diameter besar, berikan 500-1000 cc cairan kristaloid (Ringer
Laktat).
15-30 menit sebelum anestesi, berikan antasida
Observasi tanda vital
Epidural : posisi pasien lateral dekubitus atau duduk membungkuk, dilakukan punksi antara
vertebra L2-L5 (umumnya L3-L4) dengan jarum/trokard. Ruang epidural dicapai dengan
perasaan “hilangnya tahanan” pada saat jarum menembus ligamentum flavum.
Spinal / subaraknoid : posisi lateral dekubitus atau duduk, dilakukan punksi antara L3-L4 (di
daerah cauda equina medulla spinalis), dengan jarum / trokard. Setelah menembus
ligamentum flavum (hilang tahanan), tusukan diteruskan sampai menembus selaput
duramater, mencapai ruangan subaraknoid. Identifikasi adalah dengan keluarnya cairan
cerebrospinal, jika stylet ditarik perlahan-lahan.
Kemudian obat anestetik diinjeksikan ke dalam ruang epidural / subaraknoid
Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum
halus atau kapas.
Jika dipakai kateter untuk anestesi, dilakukan fiksasi. Daerah punksi ditutup dengan kasa dan
plester.
Kemudian posisi pasien diatur pada posisi operasi / tindakan selanjutnya.
Obat anestetik yang digunakan : lidocain 1-5%, chlorprocain 2-3% atau bupivacain 0.25-
0.75%. Dosis yang dipakai untuk anestesi epidural lebih tinggi daripada untuk anestesi
spinal.3

Komplikasi yang mungkin terjadi :3


Jika terjadi injeksi subarakhnoid yang tidak diketahui pada rencana anestesi epidural, dapat
terjadi total spinal anesthesia, karena dosis yang dipakai lebih tinggi. Gejala berupa nausea,
hipotensi dan kehilangan kesadaran, dapat sampai disertai henti napas dan henti jantung.
Pasien harus diatur dalam posisi telentang / supine, dengan uterus digeser ke kiri, dilakukan
ventilasi O2 100% dengan mask disertai penekanan tulang cricoid, kemudian dilakukan
intubasi. Hipotensi ditangani dengan memberikan cairan intravena dan ephedrine.
Injeksi intravaskular ditandai dengan gangguan penglihatan, tinitus, dan kehilangan
kesadaran. Kadang terjadi juga serangan kejang. Harus dilakukan intubasi pada pasien,
menggunakan 1.0 – 1.5 mg/kgBB suksinilkolin, dan dilakukan hiperventilasi untuk mengatasi
asidosis metabolik.
Komplikasi neurologik yang sering adalah rasa sakit kepala setelah punksi dura. Terapi
dengan istirahat baring total, hidrasi (>3 L/hari), analgesik, dan pengikat / korset perut
(abdominal binder).

Anda mungkin juga menyukai