Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT ILMU

PERALIHAN PEMIKIRAN GEOSENTRIS KE HELIOSENTRIS DAN


PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN

Dosen Pengampuh

Dr. Muhammad Arsyad, M.T

KELOMPOK 7
OLEH :

MUHAMMAD YUSUF 181050801003


MIRNAWATI DEWI SUTIAWATI 181050801017
JUMRIATI 181050801039

PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul

“Peralihan Pemikiran Geosentris Ke Heliosentris Dan Pengaruhnya Terhadap

Perkembangan Ilmu Pengetahuan”. Semoga makalah ini dapat dipergunakan

sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini

disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Dr. Muhammad

Arsyad, M.T selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat ilmu.

Harapan kami Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan

apabila ada penulisan kata yang tidak sesuai, kami minta maaf yang sebesar-besarnya

karena kami sebagai penulis tidak luput dari kesalahan. Dan tak lupa pula kami

ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut memberikan sumbangsi

pemikiran dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan dan kelemahan, karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Makassar, 9 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
A. Ontologi ............................................................................................................. 3
B. Epistemologi ...................................................................................................... 4
C. Aksiologi ............................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 10
B. SARAN ............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-

prinsip dan penyebab-penyabab dari realita yang ada (Maksum, 2016). Struktur

fundamental ilmu terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Pada abad pertengahan ilmu pengetahuan mengalami kemandekan

disebabkan dogma-dogma agama pada masa itu, manusia tidak lagi memiliki

kebebasan untuk mengembangkan potensi dirinya. Ilmu pengetahuan atau pemikiran

manusia dibatasi dan hanya yang berkaitan atau sejalan dengan kepentingan agama

yang dibiarkan berkembang.

Salah satu pemikir pada abad pertengahan yang terkenal adalah Photolomeus

yang berpendapat bahwa pusat tata surya adalah Bumi yang kemudian dibantah oleh

Copernicus yang menyatakan bahwa pusat tata surya bukanlah bumi melainkan

matahari. Tetapi pada masa itu pihak gereja menentang pemikiran Copenicus karena

tidak sejalan dengan kitab yang dia percaya. Sebaliknya pemikiran photolomeuslah

yang diterima karena sejalan dengan kepentingan gereja, tetapi seiring dengan

berjalannya waktu pemikiran Copernicus lah yang dianggap benar dan diterima

secara umum. Dengan diterimanya pemikiran Copenicus maka lahirlah banyak

ilmuan yang mengkaji tentang tata surya.

1
2

Untuk memahami lebih jauh kedua pemikiran tersebut, dalam Makalah ini

akan diperjelas mengenai pemikiran kedua tokoh tersebut serta pengaruhnya terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah Bagaimana perkembangan

pemikiran geosentris ke heliosentris dan pengaruhnya terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan ditinjau dari aspek ontologi, epistomologi dan aksiologinya?


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Ontologi

Pada dasarnya bangsa Yunani dan orang-orang yang hidup pada abad

pertengahan memiliki pegangan yang kuat sebagai pandangan mereka tentang alam

semesta. Pada zaman Mesir kuno ditemukan lingkaran batu-batu di Nabta Playa dari

Milenium ke- 5 SM diduga ditata menurut hasil perhitungan astronomi. Bahkan pada

zaman prasejarah, pengamatan Ortus Heliacus, yakni penampakan perdana kasatmata

dari bintang-bintang saat fajar menyingsing telah dipraktikan oleh orang mesir kuno,

khususnya untuk memperkirakan waktu terjadinya banjir tahunan sungai Nil.

Sumber: Wikipedia

Gambar 2.1 Denah tatanan lingkaran bebatuan di Nabta Mesir

Beberapa ribu tahun sebelum Copernicus, bangsa Babilonia (1696-1654) SM

telah menyadari bahwa bumi dan planet-planet lain berbentuk bulat dan bahkan

3
4

mereka berputar mengelilingi Matahari. Dengan pengetahuan tersebut, mereka dapat

secara akurat memprediksi gerhana matahari dan bulan.

Dewasa ini pengetahuan akan astronomi masih sangat diperlukan seperti

pada penanggalan, waktu untuk mulai menabur benih dan panen, penganut agama

Islam juga menggunakan astronomi untuk menentukan awal puasa dan waktu lebaran.

B. Epistemologi

Sebagian besar bangsa Yunani kuno percaya bahwa bumi adalah pusat alam

raya. Pada sekitar tahun 140 Masehi muncul teori Ptolemaeus tentang sistem tata

surya di alam semesta yang didasari oleh konsep geosentrisme. (Firdaus & sinensis,

2017)

Gerak semu (apparent motions) planet, bulan, dan matahari relatif terhadap

bintang dan terhadap satu sama lain dijelaskan secara lengkap dalam teori geosentris

Hipparchus yang dikembangkan sekitar tahun 140 sebelum masehi. Hipparchus

adalah ahli astronomi terbesar di masa Yunani Kuno (Ancient Greece). Selanjutnya

teori tersebut dikembangkan oleh Claudius Ptolemaeus (Ptolemy) sekitar tahun 150

TM (Tarikh Masehi) dan disebut sebagai teori Ptolemaic. (Tjasyono, 2003)

Gambar 2.2 Model Tata Surya Geosentris (Tjasyono, Geosains, 2003)


5

Setelah teori Geosentris bertahan selama kira-kira 14 abad lamanya, pada

sekitar tahun 1543 terjadi revolusi ilmiah besar-besaran yang dilakukan oleh Nicolaus

Copernicus, seorang astronom Polandia, yang dengan berani mengajukan

penggantian model geosentris dengan model heliosentris yang lebih sederhana.

Bagaimana susunan alam semesta menurut model heliosentris ini? Dalam model ini,

selain oleh planet-planet, Matahari juga dikitari oleh benda-benda antar planet lainnya

seperti Komet, Asteroid, dan Meteoroid. Sistem dengan Matahari sebagai pusat yang

dikitari oleh planet-planet dan benda-benda antar planet lain dinamakan Tata Surya.

(Tjasyono, 2006).

Gambar 2.3 Model Tata Surya Heliosentris (Tjasyono, 2006)

Sekalipun Copernus membuat model, namun alasan utamanya bukanlah

sistemnya, melainkan keyakinaannya bahwa prinsip Heliosentrisme akan sangat

memudahkan perhitungan. Copernus sendiri tidak berniat untuk mengumumkan

penemuannya, terutama mengingat keadaan dan lingkungan gereja waktu itu.

Menurut gereja, prinsip geosentris dianggap yang lebih benar daripada prinsip

Heliosentris (Bakhtiar, 2013).


6

Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama

astronomi. Model heliosentris Copernicus ini kemudian disempurnakan oleh Kepler

melalui tiga hukum yang dipublikasikannya, yairu

a. Hukum pertama Kepler dipublikasikan pada sekitar tahun 1609, yang disebut

juga hukum elips, menyatakan bahwa semua Planet bergerak dalam lintasan elips

mengitari Matahari dengan Matahari berada di salah satu titik fokus elips. Titik

Fokus lainnya berada di ruang angkasa. Bentuk orbit Planet menurut hukum

pertama Kepler ditunjukkan pada 2.4 berikut :

Gambar 2.4. Bentuk orbit Planet menurut hukum pertama Kepler

Persamaan elips dari hukum pertama Kepler dirumuskan seperti berikut :

( 𝑥 + 𝑎𝑒)² 𝑦²
+ =1
𝑎² 𝑏²

dimana e adalah eksentrisitas yang merupakan perbandingan antara jarak dua

fokus dengan diameter panjang elips. Nilai eksentrisitas menentukan bentuk elips

apakah makin lonjong atau makin mendekati bentuk lingkaran. Jika e = 0, maka

orbit planet akan berupa lingkaran. Eksentrisitas bumi, ebumi = 0,017, hampir

mendekati nol, jadi orbit bumi hampir mendekati lingkaran.

b. Hukum kedua Kepler dipublikasikan pada tahun 1609 yang disebut juga sebagai

hukum kesamaan luas, menyatakan bahwa luas (S) yang disapu oleh garis
7

penghubung antara Planet dan Matahari dalam selang waktu (t) yang sama adalah

sama (S1 = S2 = S3), Dalam notasi matematis , hukum ini dapat dirumuskan

sebagai :

𝑑𝑆
−𝐶
𝑑𝑡

dengan C adalah konstanta. Persamaan ini dapat dibaca laju perubahan luas

yang disapu garis penghubung planet-Matahari terhadap waktu adalah tetap,

S1 = S2 =S3

Gambar 2.5. Hukum Kepler ke 2 yang menggambarkan kecepatan planet


di sekitar Matahari, S1 = S2 = S3

c. Hukum ketiga Kepler dipublikasikan pada tahun 1618 yang disebut juga sebagai

hukum harmonik, menyatakan bahwa perbandingan kuadrat periode revolusi (T2)

terhadap pangkat tiga dari jarak rata-rata Planet ke Matahari (R3) adalah sama

untuk semua Planet. (Tjasyono, 2006)

𝑇²
=𝐶
𝑅²
8

Disini C adalah suatu konstanta yang memiliki nilai yang sama untuk semua

Planet. Hukum ini secara eksplisit menyatakan hubungan antara periode revolusi

suatu Planet dengan jaraknya terhadap matahari. Makin jauh jarak Planet ke

matahari (makin besar diameter orbit Planet), makin lama periode revolusinya.

Planet yang memiliki diameter orbit paling kecil adalah Merkurius dan yang

paling besar adalah Pluto. Sehingga Merkurius memiliki periode revolusi paling

kecil, yaitu sekitar seperempat periode revolusi Bumi (0,25 tahun Bumi),

sedangkan Pluto memiliki periode revolusi paling besar yaitu sekitar 248 tahun

Bumi.

Terdapat suatu metode sederhana yang dapat digunakan atau menentukan

jarak rata-rata antara sebuah Planet dengan Matahari dalam satuan astronimis,

yaitu hukum Titius Bode. Terdapat kesesuaian antara hukum Kepler dan hukum

Gravitasi Newton. Planet-Planet dan benda-benda antar Planet lainnya harus

berputar mengelilingi Matahari dengan laju putaran tertentu agar tidak jatuh

tertarik oleh Matahari. (Bakhtiar, 2013)

C. Aksiologi

Pada sekitar tahun 1543 terjadi revolusi ilmiah besar-besaran yang dilakukan

oleh Nicolaus Copernicus, seorang astronom Polandia, yang dengan berani

mengajukan penggantian model geosentris dengan model heliosentris yang lebih

sederhana.
9

Teori heliosentris oleh Copernicus berhasil membuka cakrawala berpikir

orang-orang besar setelanya seperti Keppler, Galilleo, dan Newton. Tanpa lahirnya

teori Heliosentris Copernicus tidak akan lahir hukum Keppler dan penemuan-

penemuan setelahnya.

Setelah Keppler, muncul Galileo (1546-1642) dengan penemuan lintas

peluru, penemuan hukum pergerakan, dan penemuan tata bulan planet Jupiter.

Penemuan tata bulan planet Jupiter memperkokoh keyakinan Galileo bahwa tata

surya berbentuk Heliosentris. Galileo menerima prinsip tata surya heliosentris serta

hukum-hukum yang ditemukan Keppler. Galileo dapat pula menemukan teropong

bintang. Dengan teropong itu ia dapat melihat beberapa peristiwa angkasa secara

langsung. Yang terpenting dan terakhir ditemukannya adalah planet Jupiter yang

dikelilingi oleh empat buah bulan.

Karya Copernicus dan Keppler memberikan sumbangan yang besar bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dibidang astronomi. Dalam tangan Copernicus, baru

merupakan sebuah model untuk perhitungan. Dalam tangan Keppler, astronomi

menjadi penentuan gerakan benda-benda angkasa dalam suatu lintasan. Akhirnya,

dalam tangan Newton pergerakan ini diberi keterangan lengkap, baik mengenal

ketetapan maupun bentuk elipsnya.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori geosentris tentang tata surya yang menempatkan Bumi sebagai pusat

alam semesta yang dikitari oleh planet-planet, matahari, serta benda-benda langit

lainnya telah menjadi pegangan kuat bangsa Yunani dalam rentang yang sangat

lama. Teori ini akhirnya gugur setelah terjadi revolusi ilmiah besar-besaran yang

dilakukan oleh Nicolaus Copernicus, yang dengan berani mengajukan penggantian

teoril geosentris dengan teori heliosentris. Dalam model ini, Matahari ditempatkan

sebagai pusat tata surya yang selain dikitari oleh Planet- Planet, juga dikitari benda-

benda antar Planet lainnya seperti Komet, Asteroid, dan Meteoroid. Kelemahan

model heliosentris Copernicus adalah anggapan bahwa lintasan orbit Planet-Planet

bergerak mengelilingi Matahari berupa lingkaran (sirkular). Peralihan teori ini

membuka cakrawala berpikir, melahirkan ilmuan-ilmuan baru sehingga membuat

peradaban ilmu pengetahuan menjadi maju.

B. SARAN

Dalam membuat makalah dengan topik yang serupa baiknya memahami secara

mendalam tentang aspek filsafat ilmu yaitu, aspek ontologi, epistemologi, dan

aksiologi. Karena permasalahan terbesar yang kami hadapi dalam penulisan makalah

ini terletak pada pembagian ketiga aspek tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal.2013. “Filsafat Ilmu”.Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Firdaus, Thoha & Arini Rosa Sinensis. 2017. “Perdebatan Paradigma Teori Revolusi
Matahari atau Bumi Sebagai Pusat Tata Sirya”. Jurnal. Volume 1. Nomor 1.
Halaman :23-32.

Lusiana Fitriana, dkk. 2017 “Perkembangan Pemikiran tentang Pembentukan Alam


Raya”. Jakarta.

Maskum, Ali. 2016. “Pengantar Filsafat dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme”.
Yogyakarta. Ar-Ruzz Media.

Tjasyono, Bayong. 2003. “Geosains”. Bandung. ITB.

Tjasyono, Bayong. 2006. “Ilmu Kebumian dan Antariksa”. Bandung. Remaja


Rosdakrya.

11

Anda mungkin juga menyukai