Anda di halaman 1dari 4

Nama: FITROH

Kelas : HPI/III//A

Nim : 1163060031

Matkul : HAN

BAB 6

PENGAWASAN

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, administrasi negara mempunyai beberapa


keleluasaan demi terselenggaranya kesejahtraan masyarakat tanpa meninggalkan asas legalitas. Hal ini
berarti bahwa sikap tindak administrasi negara tersebut haruslah dapat di pertanggungjawabkan, baik
secara moral maupun secara hukum.

Lord Acton mengatakan bahwa setiap kekuasan sekecil apa pun cenderung untuk
disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang
memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi
masyarakat itu sendiri. Maka, wajarlah bila diadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan,
yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus ke arah diktator tanpa batas,
yang berarti bertentangan dengan ciri negara hukum.

Cara-cara pengawasan dalam penyelenggaraaan pemerintahan dapat dirinci sebagai berukut ini.

a. Ditinjau dari segi kedudukan badan/orang yang melaksanakan pengawasan :


a. Pengawasan internal
b. Pengawasan eksternal.
b. Ditinjau dari segi saat/waktu dilaksanakannya :
a. Pengawasan preventif / pengawasan apriori
b. Pengawasan represif / pengawasan aposteriori.
c. Pengawasan dari segi hukum.

6.1. Pengawasan Intern dan Ekstern

6.1.1. Pengawasan Intern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu badan yang secara organisatoris/
struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri.

Biasanya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hierarkis.
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri atas :
a. pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin/ atasan langsung baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah.

b. pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasn.

Pengawasn pada Butir a lebih lanjut diatur dalam Bab II yang berjudul “pengawasan atasan
langsung”, sedangkan pengawasan yang dimaksud dalam Butir b diatur dalam Bab III yang berjudul
“pengawasn fungsional.”

Mengenai pengawsan atasan langsung (Bab II Pasal 3 Inpres No. 15 Tahun 1983) berbunyi
sebagai berikut :

1) Pimpinan satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan


departemen / lembaga instansi lainnya di dalam lingkungan tugasnya masing-masing.
2) Pengawasan melekat dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan melalui :
a. Melalui penggaris struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi serta
uraiannya yang jelas pula.
b. Melalui perincian kebijaksanaan yang di tuangkan secara tertulis yang dapat menjadi
pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang
dari atasan.
c. Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan.
d. Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasannya
kepada bawahannya.
e. Melalui pencatatan hasil kerja serta pelporannya yang merupakan alat dari atasan untuk
mendapatkan informasiyang diperlukan bagi pengambilan keputusan.
f. Melalui pembinaan personilyang terus-menerus agar pelaksanaan menjadi unsur yang
mampumelaksanakan dengan baik.

Sedangkan pengawsan fungsional menurut Pasal 4 Ayat (4) Bab II Inpers No. 15 Tahun 1983
dilakukan oleh :

a. Badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKB)


b. Inspektorat Jendral Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintahan
nondepartemen/ Instansi Pemerintahan lainnya
c. Inspektorat wilayah provinsi
Inspektorat wilayah kabupaten/kotamadya.

Khusus terhadap perbuatan pemerintahan di bidang freies ermessen, terhadap pengawasan, baik
oleh instansi yang berbuat sendiri atau oleh instansi atasannya. Dalam hal ini, terdapat beberapa
kemungkinan sebagai berikut :
a. Kemungkinan pengawasan formal, misalnya prosedur keberatan, hak petisi, banding
administratif.
b. Kemungkinan pengawas informal seperti langakah-langakah evaluasi dan penangguhan.

6.1.2. Pengawasan Ekstern

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ/ lembaga secara organisatoris / struktural berada di
luar pemerintahan (dalam arti eksekutif).

Contoh :

BPK (Badan Pengawas Keuangan) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern terhadap
pemerintah karena ia berada di luar susunan organisasi pemerintah (dalam arti ekstentif). Ia tidak
mempertangguangjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden), tetapi
kepada Dewan Perwakialn Rakyat ( Pasal 23 UUD 1945). Bila BPK mengadakan pengawasan di
bidang keuangan negara, maka lembaga pengawasan ekstern lainnya mencakup perbuatan
pemerintah yang disebut freies ermessen adalah DPR. Pengawasan oleh DPR yang juga tergolong
pengawasan informal, dilakukan dalam dengar pendapat (hearing), di mana DPR dapat menanyakan
apa saja tentang kebijakan-kebijakan yang telah di ambil oleh pemerintah.

6.2. Pengawsan Preventif dan Represif

6.2.1. Pengawasan Preventif

Yakni pengawasan yang di lakukan sebelum di keluarkannya suatu keputusan / ketetapan


pemerintah, dinamakan juga pengawasan apriori. Dalam Undang-Undang No. 22/1999, pengawasan
preventif tercantum dalam Pasal 112 yang akan di tetapkan dengan peraturan pemerintah.

6.2.2. Pengawasan Represif

Yakni pengawasan yang dilakukan sesudah di keluarkannya keputusan / ketetapan pemerintah,


sehingga bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru, di sebut juga pengawasan
aposteriori. Dalam Undang-Undang No. 22/1999, pengawasan represif tercantum dalam Pasal 70.

6.3. pengawasan dari segi Hukum

Pengawasan dari segi hukum terdapat perbuatan pemerintah, merupakan pengawasan dari segi
rechtmatigheid, jadi bukan hanya dari rechtmatigheid-nya saja.

Pengawasan dari segi hukum merupakan penilaian tentang sah/tidaknya suatu perbuatan
pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Pengaesan demikian biasanya dilakukan oleh hukum
peradilan.

Sampai di manakah wewenang hakim untuk mengadakan pengawasan ?


Hakim hanya berwenang menilai segi hukumnya dari kepentingan-kepentingan yang saling
berbenturan. Dengan kata lain, hakim mengadakan pengawasan / kontrol terbatas terhadap perbuatan
poemerintah mengenai aspek-aspek hukumnya, artinya mengadakan pengawasan apakah pada
penentuan tentang kepentingan umum oleh pemerintah itu tidak mengurangi hak-hak individu yang adil
secara tidak seimbang. Dapat disimpulkan bahwa hakim hanya memberikan penilaian/pengawasan
apakah tindakan administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan itu termasuk sebagai
perbuatan yang disebut onrechtmatige overheidsdaad (Indroharto, 1984:6).

Suatu hal yang diterima sebagai suatu asas umum bahwa pengawasan atas bijaksana tidaknya
suatu tindakan pemerintah (doelmatigheidscontrole) tidak dapat di serahkan kepada hakim, tetapi tetap
ditangan administrasi negara sendiri. Dengan kata lain, dalam hal beleid pemerintah, hakim tidak dapat
mengadak penilaian, karena hal itu akan mendudukkan hakim pada kursi eksekutif (Utrecht, 1986:127).

Anda mungkin juga menyukai