ABSTRAK
Penampilan karakter morfologi, hasil dan mutu sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakter morfologi, hasil dan mutu enam genotip lengkuas (Alpina galanga) pada tiga agroekologi.
Penelitian dilakukan sejak Januari 2011 sampai Agustus 2012 di Lebak (Banten); Kulon Progo (Yogyakarta), dan Karang
Anyar (Jawa Tengah). Enam genotip lengkuas dan dua nomor lokal ditanam menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Lengkap dengan empat ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi, produksi, dan mutu. Data hasil
pengamatan dianalisis menggunakan ragam gabungan. Mutu dianalisis mengacu kepada Farmakope Herbal Indonesia
(FHI). Terdapat keragaman pada karakter morfologi, hasil, dan mutu antar genotip pada berbagai lokasi. Nomor Lokal-
2 asal Karang Anyar menunjukkan pertumbuhan terbaik dibandingkan nomor lokal yang lain. Lokasi berpengaruh
terhadap bobot dan karakter morfologi rimpang. Hasil terbaik diperoleh dari penanaman di Lebak dan Karang Anyar.
Terdapat variasi pada kadar minyak atsiri antar genotip pada tiga lokasi berkisar antara 0,30-0,50%. Kadar minyak
atsiri tertinggi dan memenuhi standar FHI (0,5%) diperoleh dari genotip lengkuas merah Alga 013 yang ditanam di
Kulon Progo. Kadar air simplisia sesuai dengan standar FHI, sedangkan kadar abu dan abu tak larut asam masih
melebihi batas MMI. Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air lengkuas lebih baik dibandingkan ketentuan FHI.
Kadar serat dan kadar pati berbeda antar lokasi. Kadar serat tertinggi ditunjukkan oleh genotip yang ditanam di Lebak
dan terendah di Kulon Progo.
Kata kunci: Alpinia galanga, hasil, mutu, uji adaptasi
ABSTRACT
Morphological characters, yield and quality were infuenced by the environment. This research aims to study the
morphological characters, yield and quality of six Alpinia galanga genotypes in three agroecologies. The study was
conducted from January 2011 to August 2012 in Lebak, Kulon Progo, and Karang Anyar. Six genotypes and two local
varieties planted in a Randomized Complete Block Design with four replications. The observations were made on
morphological characteristics, yield and quality. Quality parameters analyzed followed the Indonesian Pharmacopeia
(IP). Data were analyzed using combined ANOVA. There were variations in morphological characteristics, rhizome, and
quality among accessions and locations. Local 2 in Karang Anyar showed better growth than another local varieties.
Location influences the rhizome weight and characters, and the highest rhizome weight was obtained from Karang
Anyar and Lebak. Variation was observed in essential oil content between genotypes and locations. The essential oil
content vary 0.30-0.50%. The highest essential oil content was obtained from red galangal genotypes Alga 013 planted
in Kulon Progo and fulfill the IP standard (0.5%). The water content was in conformity, while ash and acid insoluble ash
still exceed the standard. Alcohol and water soluble extracts were better than the standard. Fiber and starch content
were different between genotypes and locations. The highest fiber content was obtained from Banten and the lowest
was from Kulon Progo.
Key words: Alpinia galanga, yield, quality, adaptability test
125
Bul. Littro, Volume 23, Nomor 2, Desember 2012
126
Nurliani Bermawie et al. : Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi
tiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar sari larut etanol mengacu kepada Farma-
karakter morfologi, hasil dan mutu enam genotip kope Herbal Indonesia (Depkes, 2008). Data hasil
lengkuas pada tiga agroekologi. pengamatan dianalisis ragam gabungannya untuk
mengetahui interaksi antara perlakuan (nomor-
BAHAN DAN METODE
genotip) dengan lokasi dan ulangan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lebak, Banten (100 m dpl); Kulon Progo, DI
Yogyakarta (500 m dpl), dan Karang Anyar, Jawa Karakter pertumbuhan
Tengah (800 m dpl), sejak Januari 2011 sampai
Pertumbuhan vegetatif optimum tanaman
Agustus 2012. Bahan tanaman yang digunakan
lengkuas terjadi pada saat tanaman berumur 14
adalah enam genotip lengkuas hasil seleksi dan
BST. Setelah tanaman berumur 14 BST tanaman
dua nomor pembanding lokal untuk masing
sudah menunjukkan fase penuaan yang ditandai
masing lokasi (Tabel 1).
dengan beberapa bagian tanaman telah mengu-
Tabel 1 ning dan kering. Terdapat interaksi antara lokasi
Kode genotip, asal enam genotip lengkuas, dan dua dan genotip pada parameter pertumbuhan yang
varietas lokal pembanding berarti genotip yang ditanam di lokasi berbeda
Code of genotype, origin of six promising numbers, akan menunjukkan hasil yang berbeda pula (Tabel
and two local control varieties of galangal 2).
Genotip Asal daerah Jenis
Berdasarkan data dari tiga lokasi pengu-
Alga 007 Ciburayut, Bogor, Jabar Lengkuas merah
jian, umumnya semua genotip tumbuh baik di
Alga 013 Cisalak, Subang, Jabar Lengkuas merah lokasi penanaman Lebak dan Karang Anyar.
Alga 016 Cianjur, Jabar Lengkuas merah Penanaman di Kulon Progo menunjukkan penam-
Alga 018 Kulon Progo, DIY Lengkuas putih
Alga 020 DI Yogyakarta Lengkuas putih pilan pertumbuhan pada semua aksesi kurang
Alga 023 Subang, Jabar Lengkuas putih baik, kecuali aksesi Lokal 2. Rendahnya tingkat
Lokal 1 Varietas lokal dari tiap lokasi Lengkuas merah pertumbuhan genotip dan nomor lokal di Kulon
Lokal 2 Varietas lokal dari tiap lokasi Lengkuas putih
Progo karena selama penanaman terjadi keku-
rangan air akibat musim kemarau yang mencapai
Rancangan yang digunakan di masing- lebih dari enam bulan. Musim kemarau yang
masing lokasi adalah acak kelompok lengkap yang panjang berpengaruh terhadap pertumbuhan
diulang empat kali. Setiap plot ditanam 30 tanaman. Lengkuas merupakan salah satu jenis
rumpun tanaman dengan jarak tanam 0,75 m x temu-temuan yang membutuhkan cukup air pada
0,75 m dengan prosedur teknik budidaya mengacu masa pertumbuhannya terutama pada pertum-
kepada SOP budidaya (Balittro, 2008). Sampel buhan awal. Bila masa pertumbuhan awal terjadi
yang diamati untuk masing-masing perlakuan dan kekurangan air, maka tanaman mengalami stress
ulangan adalah lima tanaman. Pengamatan per- dan akhirnya pertumbuhan tanaman menjadi
tumbuhan, hasil, dan mutu dilakukan untuk terganggu. Beberapa pengaruh fisiologis yang tim-
mengetahui respon genotip terhadap kondisi bul akibat kekurangan air pada tanaman, antara
lingkungan. Pengamatan dilakukan saat tanaman lain berkurangnya tinggi, ukuran daun, meningkat-
berumur 14 bulan setelah tanam (BST) terhadap nya ketebalan daun, dan kerapatan stomata
karakter kuantitatif, seperti tinggi tanaman, (Sankhla et al., 1985). Nomor Lokal 2 (kontrol dari
panjang batang, diameter batang, jumlah anakan, tiap lokasi) menunjukkan kecenderungan pertum-
jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tebal buhan yang baik di semua lokasi untuk semua
daun, berat rimpang per rumpun, panjang parameter pertumbuhan. Nomor Lokal 1 yang
rimpang per rumpun, dan lebar rimpang per ditanam di Karang Anyar memiliki pertumbuhan
rumpun mengacu kepada prosedur pengamatan yang paling rendah untuk hampir semua para-
tanaman jahe (Bermawie et al., 2006) yang meter pertumbuhan.
dimodifikasi untuk lengkuas. Analisa mutu,
meliputi kadar minyak atsiri, kadar air, kadar abu,
kadar abu tak larut asam, kadar sari larut air, dan
127
Bul. Littro, Volume 23, Nomor 2, Desember 2012
Tabel 2
Pengaruh interaksi antara lokasi dan genotip yang diuji terhadap karakter pertumbuhan umur 14 BST
Effect of interaction between location and the tested genotypes on the character of growth at 14 MAP
Panjang batang pada hampir seluruh 129,4 cm (Verma et al., 2011). Tanaman lengkuas
nomor yang diuji yang ditanam di masing-masing yang ditanam di Indonesia lebih tinggi daripada
lokasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang ditanam di India dan Thailand, kemungkinan
yang nyata, kecuali nomor Lokal 1 yang ditanam di perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan genotip
Karang Anyar. Lokal 2 yang ditanam di Karang dan lingkungan (Figueiredo et al., 2008).
Anyar tidak berbeda nyata dengan Lokal 2 yang Panjang daun semua nomor tidak berbeda
ditanam di Kulon Progo, serta Alga 023 dan Lokal 1 nyata ketika ditanam di Karang Anyar kecuali pada
yang ditanam di Lebak. nomor Lokal 1. Nomor Lokal 1 yang ditanam di
Tanaman lengkuas tertinggi pada umur 14 Karang Anyar tidak berbeda nyata dengan nomor
BST mencapai lebih dari 270 cm. Tinggi tanaman Alga 007, Alga 016, Alga 020, dan Lokal 1 yang
pada semua nomor yang diuji di seluruh lokasi ditanam di Kulon Progo, serta Alga 023 yang
pengujian tidak berbeda nyata kecuali pada ditanam di Lebak. Daun terlebar ditunjukkan oleh
nomor Lokal 1 yang ditanam di Karang Anyar dan Alga 018 yang ditanam di Lebak. Genotip ini tidak
Lokal 2 yang ditanam di Kulon Progo dan semua berbeda nyata dengan nomor lainnya yang
nomor yang ditanam di Lebak, kecuali nomor Alga ditanam di Lebak dan Karang Anyar, kecuali
023 dan Lokal 1. Tinggi tanaman tertinggi umur dengan genotip Alga 020, Alga 023, dan Lokal 1
delapan BST di Thailand hanya mencapai 149,5 cm yang ditanam di Kulon Progo.
(Tonwitowat, 2008), sedangkan tinggi tanaman di Diameter batang terbesar ditunjukkan
India pada umur panen 42 BST hanya mencapai oleh genotip Alga 016 dan Lokal 2 yang ditanam di
128
Nurliani Bermawie et al. : Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi
Karang Anyar tetapi tidak berbeda nyata dengan tanaman-1 (Tonwitowat, 2008). Hasil panen rim-
nomor lainnya kecuali dengan Lokal 1 yang pang di Indonesia umur delapan BST hampir sama
ditanam di Karang Anyar, Alga 007, Alga 023, Lokal dengan di Thailand. Di Indonesia, umur delapan
1 yang ditanam di Kulon Progo, dan nomor Lokal 2 BST menghasilkan rimpang lengkuas dengan
yang ditanam di Banten. Jumlah daun terbanyak bobot rata-rata sekitar 1,9 kg rumpun-1 (Bermawie
ditunjukkan oleh genotip Alga 018 yang ditanam et al., 2011). Di India, pada umur 12 BST mengha-
di Karang Anyar, tetapi tidak berbeda nyata silkan 23,93 ton ha-1 rimpang segar atau setara
dengan nomor lainnya, kecuali dengan nomor dengan 5,65 ton ha-1 rimpang kering simplisia,
Lokal 1 yang ditanam di Karang Anyar, Alga 007, sedangkan pada umur 24 BST mencapai 82,91 ton
Alga 013, dan Alga 016 yang ditanam di Kulon ha-1 (NMPB, 2008). Umur panen optimum untuk
Progo serta, Alga 018 dan Alga 023 yang ditanam lengkuas di India adalah 42 BST yang menghasil-
di Lebak. Jumlah daun lengkuas yang ditanam di kan produksi rimpang maksimum yaitu 45,4 ton
India pada umur 42 BST adalah 13 buah (Verma et ha-1 (Verma et al., 2011). Hasil panen rimpang
al., 2011), sedangkan kadar minyak atsiri pada lengkuas di Indonesia jauh lebih tinggi dari panen
tanaman umur 18 BST adalah lebih dari dua di India. Menurut Sakdren et al. (1994) perbedaan
persen dengan kadar cineole lebih dari 27% pada karakter morfologi belum menentukan bah-
(Verma et al., 2011). Lengkuas di Indonesia wa secara genotip berbeda dan sebaliknya kesa-
menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dari maan pada karakter morfologi juga belum bisa
pada di India. Potensi ini perlu dimanfaatkan disimpulkan bahwa secara genetik sama karena
sebagai sumber minyak atsiri sehingga memiliki penampilan suatu karakter bisa dipengaruhi atau
nilai tambah yang sebelumnya hanya merupakan dimodifikasi oleh lingkungan.
limbah. Perbedaan pada hasil dan karakter
Jumlah anakan tertinggi ditunjukkan oleh morfologi lengkuas Indonesia dengan India dan
Alga 023 yang ditanam di Banten. Genotip ini tidak Thailand kemungkinan dipengaruhi oleh interaksi
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan antara genotip dan lingkungan serta perlakuan
nomor Lokal 2 yang ditanam di Kulon Progo serta teknik budidaya di masing masing negara. Faktor
nomor Alga 007, Alga 013, Alga 018, Alga 023, lingkungan (lokasi penanaman) berperan lebih
Lokal 1, dan Lokal 2 yang ditanam di Karang Anyar. dominan dibandingkan faktor genetik (nomor
India pada umur panen maksimum 42 BST meng- yang diuji) terhadap karakter bobot rimpang
hasilkan jumlah anakan mencapai 48 buah (Verma (Tabel 3). Bobot rimpang tertinggi diperoleh dari
et al., 2011). Jumlah anakan lengkuas di Indonesia hasil penanaman di Karang Anyar dan tidak ber-
lebih banyak daripada di India. Perbedaan ini beda nyata dengan penanaman di Lebak. Rimpang
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lengkuas yang ditanam di Kulon Progo lebih kecil.
genotip yang digunakan dan lingkungan tumbuh Hal ini disebabkan pada awal pertumbuhannya
(Figueiredo et al., 2008). mengalami kekurangan air akibat musim kemarau
panjang. Keterbatasan air yang ekstrem di Kulon
Komponen hasil
Progo jika dibandingkan dengan di Lebak dan
Bobot rimpang lengkuas saat panen umur Karang Anyar pada waktu musim kemarau
14 BST rata-rata dapat mencapai delapan kilogram diperkirakan menjadi penyebab rendahnya bobot
per rumpun atau setara dengan 80 ton ha-1 rimpang lengkuas di Kulon Progo. Pertumbuhan
(Bermawie et al., 2012). Sampai saat ini, belum dan perkembangan tanaman sangat membutuh-
ada informasi mengenai umur panen yang tepat kan air (Turner, 1991; Yeo, 1998). Apabila
pada lengkuas. Petani memanen lengkuas mulai kekurangan air terjadi pada periode pertumbuhan
dari umur delapan hingga lebih dari 24 BST (sesuai vegetatif maka akan berpengaruh terhadap
kebutuhan) sehingga mutunya sangat beragam. Di komponen pertum-buhan dan hasil (Spice Board
Thailand, lengkuas dipanen umur delapan BST dan of India, 2012).
menghasilkan rimpang dengan bobot 1,8 kg
129
Bul. Littro, Volume 23, Nomor 2, Desember 2012
Tabel 3
Pengaruh lokasi terhadap karakter rimpang umur 14 BST
Effect of location on the character of rhizomes at 14 MAP
Tabel 4
Pengaruh interaksi antara lokasi dan nomor yang diuji terhadap karakter rimpang
Effect of interaction between location and the tested genotypes on the rhizomes character
Terdapat keragaman pada karakter mor- Secara umum, ukuran propagul yang ditanam di
fologi rimpang dari berbagai aksesi yang ditanam lokasi pengujian di Lebak dan Karang Anyar lebih
pada tiga lokasi. Terdapat interaksi nomor-nomor baik dibandingkan yang ditanam di Kulon Progo.
yang diuji dengan lokasi pengujian (Tabel 4). Rimpang tertinggi adalah genotip Alga 007 yang
130
Nurliani Bermawie et al. : Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi
ditanam di Karang Anyar, sedangkan terendah cemaran bahan anorganik atau fisik seperti
ditunjukkan oleh nomor Lokal 1 yang ditanam di partikel tanah dan pasir atau gambaran terhadap
Lebak. Bobot propagul terbesar ditunjukkan oleh proses penyiapan simplisia atau bahan yang tidak
Alga 016 dan Alga 007 yang ditanam di Lebak. sempurna (Wahyono, 1996).
Genotip Alga 023 yang ditanam di Karang Anyar Minyak atsiri merupakan senyawa meta-
menghasilkan propagul terpanjang. Propagul bolit sekunder. Keberadaan, kadar, dan komposisi
terlebar ditunjukkan oleh genotip Alga 016 dan metabolit sekunder sangat dipengaruhi banyak
nomor Lokal 1 yang ditanam di Lebak. Diameter faktor, antara lain oleh kondisi fisiologis tanaman,
propagul terbesar ditunjukkan oleh genotip Alga genetik, lingkungan, kondisi geografi, teknik
007 yang ditanam di Lebak sedangkan jumlah budidaya, dan umur panen (Figueiredo et al.,
propagul terbanyak ditunjukkan oleh genotip Alga 2008; Ramakrishna dan Ravishankar, 2011). Kadar
013 yang ditanam di Karang Anyar dan Lokal 2 minyak atsiri lengkuas umur 14 BST berkisar
yang ditanam di Lebak. Diameter propagul enam antara 0,22-0,50%. Kadar minyak atsiri minimum
genotip lengkuas berkisar antara 24-74 mm. Ini menurut FHI (Depkes, 2008) untuk simplisia
menunjukkan keragaman yang tinggi pada ukuran lengkuas 0,5%. Genotip yang memenuhi standar
propagul mulai dari rimpang kecil sampai besar. Di untuk kadar minyak atsiri hanya genotip lengkuas
Thailand, plasma nutfah lengkuas dibagi tiga kelas merah Alga 013 yang ditanam di Kulon Progo
berdasarkan diameter propagul. Rimpang besar (Tabel 5).
memiliki diameter 4-6 cm, sedang 2-4 cm, dan Umur panen mempenggruhi kadar minyak
kecil 1-2 cm (Saritnum dan Sruamsiri, 2003). atsiri lengkuas. Di India, rimpang yang dipanen
Diameter propagul untuk semua genotip umur 12 BST mengandung minyak atsiri 0,32-
dan pembanding lokal nilainya di atas 60 mm 0,35%. Rimpang muda segar mengandung 0,04%
untuk lokasi Banten, yang merupakan kategori minyak atsiri (galangal oil) yang terdiri atas
rimpang besar, sedangkan di Kulon Progo dan methyl-cinnamate (48%), sineol (20-30%),
Karang Anyar diameter propagul menurun camphor, dan d-pinene, sedangkan rimpang kering
menjadi di bawah 40 mm, maksimum 34,35 mm mengandung 0,12% minyak atsiri dengan kadar
(katogeri rimpang sedang). Hasil ini menunjukkan asarone rendah (NMPB, 2008). Kadar minyak atsiri
diameter propagul sangat dipengaruhi oleh pada umur panen maksimal 42 BST di India adalah
lingkungan dan faktor lingkungan lebih dominan 0,56% (Verma et al., 2011), sedangkan kadar
dibandingkan faktor genetik untuk karakter minyak atsiri lengkuas di Thailand yang dipanen
tersebut. Oleh sebab itu, pengujian pada berbagai umur delapan bulan berkisar antara 0,27-0,33%
lingkungan diperlukan untuk mengetahui stabilitas dengan komponen utama 1,8-sineol 52,4-66,4%
karakter yang berhubungan dengan hasil (Tabel 4). (Tonwitowat, 2008). Berbagai pustaka menyata-
kan bahwa tanaman lengkuas mengandung satu
Mutu rimpang
persen minyak atsiri berwarna kuning kehijauan
Analisa mutu dilakukan pada beberapa yang terdiri dari metil-sinamat 48%, sineol 20-
parameter, seperti kadar air, abu, abu tak larut 30%, eugenol, kamfer satu persen, seskuiterpen,
asam, sari larut air, sari larut alkohol, serat, dan ∂-pinen, dan galangin (Darwis et al., 1991; Sinaga,
pati mengacu kepada standar yang telah 2005). Selain kondisi geografi dan nomor yang
ditetapkan FHI (Depkes, 2008). Kadar air sudah digunakan, umur panen berpengaruh terhadap
memenuhi standar yang telah ditetapkan FHI kadar minyak atsiri dan komposisi senyawa aktif
(maksimal 12) sedangkan kadar abu dan abu tak dalam minyak atsiri. Hal ini sesuai dengan Fernie
larut asam masih melebihi batas maksimum yang et al. (2006), Figueiredo et al. (2008), dan
ditetapkan FHI (maksimal 3,7 dan 3,9) (Tabel 5). Fransisco et al. (2012) bahwa poduksi metabolit
Tingginya kadar abu dan abu tak larut diduga sekunder dipengaruhi banyak faktor, antara lain
karena kandungan senyawa anorganik bahan fisiologi tanaman, lingkungan, geografi, dan
cukup tinggi atau tersisa kotoran dalam rimpang genetik.
lengkuas akibat pencucian tidak sempurna. Kadar
abu merupakan indikator terhadap adanya
131
Bul. Littro, Volume 23, Nomor 2, Desember 2012
Komponen penting lain yang menentukan dalam air dan alkohol merupakan petunjuk
mutu lengkuas untuk keperluan industri, adalah terhadap kualitas tanaman yang dipengaruhi oleh
kadar sari larut air dan sari larut alkohol (BPOM, daerah tumbuh atau baik tidaknya proses
2007; Depkes, 2008). Kadar sari larut air dan larut agronomi terhadap tanaman tersebut (Soemantri,
alkohol pada seluruh nomor yang diuji di tiga 1993). Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air
lokasi tidak menunjukkan adanya perbedaan. selain mengandung zat berkhasiat yang spesifik,
Kadar sari yang larut dalam alkohol dan sari larut biasanya juga mengandung senyawa-senyawa
air lebih tinggi dari ketentuan dalam FHI (minimal yang kurang spesifik atau disebut sebagai zat
5,7 dan 1,7). Hal ini menunjukkan bahwa balas, seperti tanin, gum, amilum, gula, lendir,
kandungan zat berkhasiat yang terlarut cukup lemak, dan damar (Sinambela, 2003; Soemantri,
tinggi (Hernani et al., 2007). Penetapan kadar 1993).
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Kadar serat berbanding terbalik dengan
merupakan salah satu bentuk uji kemurnian kadar pati, dimana semakin tinggi kadar serat
ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah maka kadar pati yang dihasilkan akan semakin
terendah bahan kimia kandungan ekstrak yang rendah. Kadar serat dan kadar pati yang
terlarut dalam pelarut tertentu (Soetarno dan terkandung di dalam masing-masing genotip pada
Soediro, 1999). Selain itu, kadar sari yang larut lokasi penanaman yang berbeda menunjukkan
Tabel 5
Karakter mutu enam genotip lengkuas
Quality characteristics of galangal genotypes
Kadar (%)
Lokasi Genotip Minyak Abu tak Sari Sari larut Karbohidrat/
Air Abu Serat
atsiri larut asam larut air alkohol pati
A 6,90 0,30 7,70 1,50 27,71 22,23 23,17 26,89
B 7,75 0,47 8,09 0,75 26,97 25,31 24,03 24,24
C 6,60 0,30 9,63 1,42 27,88 21,32 22,05 23,80
D 5,84 0,40 9,64 1,16 26,89 20,68 24,25 23,35
Lebak
E 5,82 0,30 9,53 0,52 28,39 22,28 25,17 24,54
F 7,43 0,23 10,81 0,68 27,11 18,45 23,34 22,70
G 5,71 0,30 9,89 0,58 27,66 22,37 27,20 22,69
H 6,88 0,30 8,61 0,98 24,90 21,58 31,04 24,47
A 4,99 0,40 7,01 3,85 24,96 14,79 23,38 41,75
B 5,96 0,50 8,14 5,59 24,84 11,68 22,66 40,33
C 7,79 0,30 6,08 3,70 28,03 16,75 21,71 42,50
Kulon D 5,76 0,43 7,18 3,47 22,26 12,17 22,70 40,18
Progo E 6,60 0,30 7,04 4,04 22,89 13,24 21,05 45,63
F 5,80 0,30 7,52 4,12 23,42 12,01 23,31 40,68
G 7,78 0,30 7,65 4,22 25,41 13,55 22,21 38,11
H 6,78 0,39 6,58 6,70 20,14 10,65 20,94 44,11
A 6,83 0,39 4,99 3,54 21,72 12,58 19,74 48,69
B 5,91 0,37 4,92 4,48 23,47 15,39 20,41 46,26
C 5,81 0,29 6,81 5,32 24,36 14,47 21,36 43,66
Karang D 6,54 0,31 5,75 4,87 26,29 18,67 20,11 45,24
Anyar E 4,80 0,40 5,23 3,19 21,05 13,48 18,04 48,39
F 5,55 0,30 7,91 4,87 29,15 18,34 23,12 34,90
G 7,61 0,34 7,79 5,32 25,13 15,42 23,89 37,01
H 4,92 0,40 5,54 2,99 22,88 13,26 20,50 45,42
Standar FHI < 12 >0,5 <3,7 <3,9 >1,7 <5,7
Keterangan : A = Alga 007 D = 018 G = Lokal 1
B = Alga 013 E = 020 H = Lokal 2
C = Alga 016 F = 023
132
Nurliani Bermawie et al. : Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi
adanya perbedaan. Kadar serat tertinggi Suryatna dan Ramdhan Arismaya, Marta dari
ditunjukkan oleh genotip yang ditanam di Lebak Lebak (Banten), Suparman dari Karang Anyar
dan terendah adalah yang ditanam di Kulon Progo. (Jawa Tengah) dan Sugiyo dari Kulon Progo (DI
Sebaliknya, kadar pati semua nomor aksesi yang Yogyakarta), yang telah membantu pelaksanaan
ditanam di Lebak Banten lebih rendah daripada penelitian ini di lapangan.
yang di tanam di Kulon Progo dan Karang Anyar
(Tabel 5). DAFTAR PUSTAKA
Kandungan serat yang merupakan kadar Balittro. 2008. SOP lengkuas. Balai Penelitian Tanaman
serat kasar adalah serat pada tumbuhan yang Rempah dan Obat.
tidak larut dalam asam encer (H2SO4 1,25%) dan
Bermawie, N., B. Martono, and S. Purwiyanti. 2006.
basa encer (NaOH 3,25%). Serat kasar ini tidak
Description development and information docu-
dapat dicerna secara enzimatis sehingga bukan mentation. Report Project. Collaboration between
sebagai sumber zat makanan. Semakin tua rim- Indonesian Medicinal Crops Research Institute
pang lengkuas maka kandungan seratnya akan (IMACRI) and International Plant Genetic
semakin tinggi, namun kadar patinya semakin Resources Institute (IPGRI).
rendah. Kandungan serat dan pati pada rimpang
Bermawie, N., S. Purwiyanti, Melati, N.L.W. Meilawati,
temu-temuan berkaitan dengan tingkat ketuaan Suryatna, dan R. Arismaya. 2011. Uji adaptasi 6
rimpang dan berhubungan dengan syarat mutu nomor lengkuas di tiga lokasi. Laporan Akhir
benih. Persyaratan SNI kadar pati pada benih jahe Penelitian Tahun Anggaran 2011. Balai Penelitian
42-55% dan kadar serat 6,61-10,58% (BSN 2006). Tanaman Rempah dan Obat. (Tidak dipubli-
Kadar pati dan serat pada rimpang lengkuas dapat kasikan).
dimanfaatkan sebagai indikator umur panen yang Bermawie, N., S. Purwiyanti, Melati, N.L.W. Meilawati,
tepat untuk standarisasi mutu benih lengkuas. Suryatna, dan R. Arismaya. 2012. Uji adaptasi 6
nomor lengkuas di tiga lokasi. Laporan Akhir
KESIMPULAN Penelitian Tahun Anggaran 2012. Balai Penelitian
Terdapat keragaman pada karakter Tanaman Rempah dan Obat. (Tidak dipublika-
morfologi, hasil, dan mutu antar genotip pada sikan).
berbagai lokasi. Varietas Lokal 2 (lokal merah) BPOM. 2007. Monografi Ekstrak Tanaman Obat
yang memiliki pertumbuhan terbaik adalah Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan.
varietas lokal yang berasal dari Karang Anyar. Jakarta. hlm. 105-107.
Lokasi berpengaruh terhadap bobot dan karakter BSN. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7153-
morfologi rimpang. Hasil terbaik diperoleh dari 2006): Benih Jahe (Zingiber officinale Rosc) Kelas
genotip yang ditanam di Lebak dan Karang Anyar. Benih Pokok (BP) dan Kelas Benih Sebar (BR).
Terdapat variasi pada kadar minyak atsiri antar Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
genotip yang diuji dan antar lokasi penanaman, Chudiwal, A.K., D.P. Jain, and R.S. Somani. 2010. Alpinia
yaitu berkisar antara 0,30-0,50%. Kadar minyak galangal Willd.-An overview of phyto-
atsiri tertinggi dan memenuhi standar FHI (0,5%) pharmacological propertis. Indian Journal of
diperoleh pada genotip lengkuas merah Alga 013 Natural Products and Resources. 1(2): 143-149.
yang ditanam di Kulon Progo. Kadar air simplisia
Darwis , S.N., M. Indo, dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan
sesuai dengan standar FHI, sedangkan kadar abu Obat Famili Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan
dan abu tak larut asam masih melebihi batas MMI. Pengembangan Tanaman Industri. Bogor.
Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air lebih
tinggi dari ketentuan FHI. Kadar serat dan kadar Depkes. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
pati berbeda antar lokasi. Kadar serat tertinggi
Jakarta. 187 hlm.
ditunjukkan oleh genotip yang ditanam di lokasi
Lebak dan terendah di lokasi Kulon Progo. Ezatollah, F., H. Zali, and R. Mohammadi. 2011.
Evaluation of phenotypic stability in chickpea
UCAPAN TERIMA KASIH genotypes using GGE-Biplot. Annals of Biological
Research. 2(6): 282-292.
Penulis mengucapkan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar besarnya kepada Sdr. Fernie, A.R., Y. Tadmor, and D. Zamir. 2006. Natural
genetic variation for improving crop quality.
133
Bul. Littro, Volume 23, Nomor 2, Desember 2012
Current Opinion in Plant Biology. 9: 196-202. Singh, R.K., and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical
Methods inQuantitative Genetic Analysis. Kalyani
Figueiredo, A.C., J.G. Barroso, L.G. Pedro, and J.J.C.
Publishers, Ludhiana-New Delhi. Pp. 80-101.
Scheffer. 2008. Factors affecting secondary
metabolite production in plants: volatile Soemantri. 1993. Masalah pengembangan teknologi
components and essential oils. Flavour and sediaan fitofarmaka. Warta Tumbuhan Obat
Fragrance Journal. 23(4): 213-226. Indonesia. 2(4): 4-7.
Fransisco, M., M.E. Cartea, A.M. Burton, T. Satelo, and Soetarno, S. dan I.S. Soediro. 1999. Standardisasi mutu
P. Velasco. 2012. Environmental and genetic simplisia dan ekstrak bahan obat tradisional.
effects on yield and secondary metabolite Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.
production in Brassica rapa crops. J Agric Food
Spice Board of India. 2012. Spice Product. Ministry of
Chem. 60(22): 5507-14.
Commerce and Industry.Goverment of India.
Hernani, T. Marwati, dan C. Winarti. 2007. Pemilihan
Tonwitowat. 2008. Cultivar, agronomic charactreritics,
pelarut pada pemurnian ekstrak lengkuas (Alpinia
and chemical composition of Alpinia galanga from
galanga) secara ekstraksi. J. Pascapanen. 4(1): 1-8.
various regions of Thailand. Proceedings of
Kang, M.S. 1998. Using genotype by environment inte- International Workshop of Medicinal and
raction for crop cultivar development. Advances in Aromatic Plants, Chiang May, Thailand.
Agronomy. 62: 199-252.
Turner, K.M. 1991. Water salvage from Mediterranean-
NMPB. 2008. Agrotechniques of selected medicinal type ecosystems. pp. 83-90. In: H.E. Bailey, C.
plants. Volume 1. National Medicinal Plants Board Forrest, and L. Snow (Eds.) Symposium
Department of AYUSH. Ministry of Health and Proceedings-Water Supply and Reuse. San Diego
Family Welfare. Government of India. 111 p. CA, June 2-6. Amer. Water Res. Assn.
Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan permintaan tanaman Tyagi, S.D. and M.H. Khan. 2010. Studies on genetic
obat Indonesia serta arah penelitian dan pengem- variability and interrelationship among the
bangannya. Perspektif. 8(1): 52-64. different traits in Microsperma lentil (Lens
culinaris Medik). J. Agric. Biotechnol. Sustain. Dev.
Ramakrishna, A. and G.A. Ravishankar. 2011. Influence
2: 15-20.
of abiotic stress signals on secondary metabolites
in plants. Plant Signal Behav. 6(11): 1720-31. Vankar, P.S., V. Tivari, I.W., Singh, and N. Swapana,
2006. Antioxidant properties of some exclusive
Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas Antikanker Ekstrak
species of Zingiberacea family of Manipur.
Lengkuas Lokal (Alpinia galanga (L) Sw). Disertasi.
Electronic Journal of Environmental, Agriculture
Institut Pertanian Bogor.
and Food Chemistry (EJEAFChe). 5(2): 1318-1322.
Sakdren, N., P. Srifa, and W. Rintjaichon. 1994. Using of
Verma, A., T. Khurana, and S.K. Bharti. 2011.
random amplified polymorphic DNA technique for
Pharmacogeomics in clinical research and
classification of the elephant grass varieties in
practice: an ethical cosideration.
Thailand. Progress report of developing of the
Pharmacologyonline. 1: 453-461.
elephant grass to use in Royal Project. Kasetsart
University of Thailand. 50 p. Voravuthikunchai, S.P, S. Limsuwan, O. Supapoland,
and S. Subhadhirasakul. 2006. Antibacterial
Sankhla, N., T.D. Davis, A. Upadhayaya, D. Sankhla, R.H.
activity of extracts from family Zingiberaceae
Walser, and B.N. Smith. 1985. Growth and
against foodborne pathogens. Journal of Food
metabolism of soybean as affected by
Safety. 26: 325-334.
paclobutrazol. Plant. Cell. Physiol. 26: 913-921.
Wahyono, S. 1996. Pengaruh cara pengeringan dan
Saritnum, O. and P. Sruamsiri. 2003. Random Amplified
wadah penyimpan terhadap kualitas simplisia
Polymorphic DNA Analysis of Galanga (Alpinia
bunga sidowayah (Woodfordia floribunda Salisb.).
spp.) Accessions. CMU Journal. 2(3): 159-164.
hlm. 126-129. Prosiding Seminar dan Pameran
Sinaga, E. 2005. Alpinia galanga (L.) Willd.http:// Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIV. Pusat
www.iptek.apjii.or.id. [28 Februari 2012]. Studi Biofarmaka. IPB.
Sinambela, J.M. 2003. Standarisasi sediaan obat herba. Weidner, M.S., M.J. Petersen, and N.W. Jensen. 2007.
Prosiding Seminar dan Pameran Nasional US Patent 7252845-Synergistic compositions
Tumbuhan Obat Indonesia. 23: 36-43. containing aromatic compounds and terpenoids
present in Alpinia galanga. US Patent Issued on
134
Nurliani Bermawie et al. : Karakter Morfologi, Hasil, dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi
135