Anda di halaman 1dari 8

DEMOKRASI LIBERAL

SISTEM POLITIK

(DEMOKRASI LIBERAL)

I. Pengertian Sistem Politik

A. Pengertian sistem:

a. Menurut Prajudi, “Suatu jaringan daripada prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama
lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakan suatu fungsi yang utama dari suatu
usaha atau urusan. ”

b. Menurut Musanef, “Suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan agar dalam
menjalankan tugas dapat teratur.”

Jadi, menurut kedua ahli tersebut kita dapat mengetahui bahawa sistem itu adalah kesatuan yang
utuh dari sesuatu rangkaian, yang kait mengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari
suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.

B. Pengertian politik:

Asal mula kata politik berasal dari kata ”polis” yang berarti negara kota, adapun politik berarti
ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan,
kewenangan, kelakuan pejabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga
dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan pemerintahan, pengaturan konflik
yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat.

Pendapat G.A. Jacobsen dan W.H. Lipman, dikatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu tentang
negara. Hal itu bertalian dengan:

1. Hubungan-hubungan antara individu dengan individu satu sama lain, yang diatur oleh
negara dengan undang-undang.
2. Hubungan antara individu –individu atau kelompok orang-orang dengan negara.

3. Hubungan antara negara dengan negara.

Sedangkan George Simpsons menyebutkan, Ilmu politik bertalian dengan bentuk-bentuk


kekuasaan, cara memperoleh kekuasaan, studi tentang lembaga-lembaga kekuasaan dan
perbandingan sistim kekuasaan yang berbeda.
C. Pengertian Sistem politik:

a. Robert Dahl menyatakan bahwa sistem poltik merupakan mencakup dua hal yaitu pola yang
tetap dari hubungan antar manusia. Kemudian melibatkan sesuatu yang luas tentang kekuasaan,
aturan dan kewenangan.

b. Almond mengatakan bahwa sistem poltik pada hakekatnya melaksanakan fungsi-fungsi


mempertahankan kesatuan masyarakat, menyesuaikan dan merubah unsur pertautan hubungan,
agama dan sistim ekonomi, melindungi kesatuan sistem politik dan ancaman-ancaman dari luar
atau mengembangkannya terhadap masyarakat lain.

c. Miriam Budiardjo nenyatakan bahwa sistem politik merupakan studi tentang gejala-gejala
politik dalam konteks tingkah laku di dalam masyarakat.

Jadi sistem politik merupakan salah satu dari bermacam-macam sistem yang terdapat dalam
suatu masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial ataupun sistem teknik dan lainnya.

II. Sistem Politik Demokrasi

A. Pengertian Demokrasi

Terdapat berbagai macam istilah demokrasi yang sudah kita kenal, seperti demokrasi liberal,
demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila,
demokrasi rakyat, dan sebagainya. Semuanya mengandung istilah demokrasi, yang menurut
katanya berasal dari bahasa Yunani yaitu, demos berarti rakyat dan kratos/kratein berarti
kekuasaan/berkuasa.

B. Ciri-ciri Sistem Politik Demokrasi

Sistem politik demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Selalu ada pembagian kekuasaan, dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada
pada badan yang berbeda. Apabila ketiga kekuasaan itu berada pada suatu badan atau orang,
kemudian kekuasaan di dalam badan itu disentralisasikan tanpa didistribusikan kembali maka
pelaksanaan kekuasaan akan mengarah atau menjadi sistem kediktatoran.
b. Selalu dipertahankan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang fundamental, yaitu:

a) Hak hidup

b) Hak mengejar kebahagiaan

c) Hak kemerdekaan, yang meliputi:

(a) Kemerdekaan berbicara

(b) Kemerdekaan berfikir

(c) Kemerdekaan untuk bebas dari kelaparan

(d) Kemerdekaan dari rasa takut

(e) Kemerdekaan untuk beragama

c. Selalu terdapat organisasi politik sebagai penyalur aspirasi rakyat dan biasanya lebih dari satu
organisasi politik. Apabila hanya ada satu oraganisasi politik di dalam negara yang bersangkutan,
rakyat tidak punya pilihan untuk menyampaikan aspirasi. Karena hal itu, rakyat tidak mendapat
kebebasan berfikir, berbicara, dan berbuat.

Adanya organisasi politik yang lebih dari satu, mendorong rakyat untuk menjadi lebih kreatif,
berprestasi, dan produktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga negara akan
didorong lebih maju untuk kepentingan semua.

d. Terdapat pemilu yang berasaskan Luber (Langsung, Bebas, Rahasia). Dengan asas ini
diharapkan akan terpilih calon-calon pemimpin yang terbaik dalam pendidikan, pengalaman,
disiplin, loyal, dan sebagainya. Selain itu, asas ini diharapkan juga dapat mencegah tindakan
penyelewengan yang dilakukan oleh partai pemerintah atau yang sering disebut korupsi.

e. Adanya open/democratic management terbuka (ikut serta rakyat dalam pemerintahan melalui
pemilu yang bebas), adanya social responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap
rakyat sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam undang-undang), adanya social control
(pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya pemerintahan baik melalui supra struktur atau
infra struktur), dan adanya social support (dukungan rakyat terhadap pemerintahan yang
bertanggung jawab terhadap terselenggaranya kesejahteraan rakyat secara nasional).

f. Adanya rule of law (pemerintahan berdasarkan hukum), dengan menjalankan asas supremacy
of law (hukum yang tertinggi), equality before the law (persamaan di muka hukum), dan
protection of human right (perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia).

g. Adanya pers yang bebas untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat, baik kepentingan
politik, sosial, ekonomi, budaya, maupun kepentingan yang bertalian dengan hak-hak asasi
manusia.
h. Adanya social control (kontrol masyarakat) yang dilakukan oleh supra struktur maupun infra
struktur terhadap pemerintah/partai yang memerintah untuk selalu menaati UUD dan UU
sehingga pemerintah itu tetap korektif, kreatif, produktif, dan inovatif serta memihak keadilan
bagi seluruh rakyat.

III. Sistem Politik Liberalisme

A. Pengertian Liberalisme

Kata Liberalisme berasal dari kata libre yang berarti bebas dari perbudakan, perkosaan, dan
penganiyaan.

B. Ciri-ciri Sistem Politik Liberalisme

Sistem politik liberalisme memiliki beberapa ciri, yaitu:

a. Sangat menekankan kebebasan/kemerdekaan individu.

b. Sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak
kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan, dan lain-lain.

c. Dalam sistem pemerintahan, terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.

d. Menganggap sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara
karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi.

e. Infra struktur/struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi dan
tumbangnya sistem kediktatoran.

f. Adanya homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan
individu.

g. Melahirkan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan agama.
Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangakan negara adalah
urusan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal agama.
h. Menentang ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak asasi
manusia banyak dirampas dan diperkosa.

i. Melahirkan kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini sedang
diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk menghilangkan jurang pemisah
antara golongan kaya dan golongan miskin.

j. Berusaha dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota masyarakat
atau seluruh warga negara. Mengingat penderitaan dan kesengsaraan dapat menyebabkan
perbuatan-perbuatan yang bertentang dengan konstitusi negara.

k. Adanya budaya yang tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas, efektifitas,
dan inovasitas warga negaranya.

l. Mengusahakan di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga
pergantian pemerintahan berjalan secara normal.

m. Menentang sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia.

IV. Sistem Politik Demokrasi Liberal

Di Indonesia demokrasi liberal berlangusng sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem multi-
partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat
instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode
pertama.

Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, karena berlangsung dalam sistem
pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS, dan
UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli
1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan.

Dalam periode demokrasi liberal terdapat beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan telah
melekat dan mewarnai prosesnya, yaitu:

1. Penyaluran Tuntutan

Tuntutan terlihat sangat intens (frekuensinya maupun volumenya tinggi) dan melebihi kapasitas
sistem yang hidup, terutama kapasitas atau kemampuan mesin politik resmi. Melalui sistem
multi-partai yang berlebihan, penyaluran input sangat beasr, namun kesiapan kelembagaan
belum seimbang untuk menampungnya. Timbullah krisis akibat meningkatnya partisipasi dalam
wujud labilitas pemerintahan/politik.

Selektor dan penyaring aneka warna tuntutan itu kurang efektif berfungsi, karena gatekeeper (elit
politik) belum mempunyai konsensus untuk bekerja sama, atau pola kerjasama belum cukup
tersedia.

1. Pemeliharaan dan Kontinuitas Nilai

Keyakinan atas Hak Asasi Manusia yang demikian tingginya, sehingga menumbuhkan
kesempatan dan kebebasan luas dengan segala eksesnya. Ideologisme atau aliran pemikiran
ideologis bertarung dengan aliran pemikiran pragmatik. Aliran pragmatik diilhami oleh paham
sosial-demokrat melalui PSI, sedangkan yang beraliran ideologik diilhami oleh nasionalisme-
radikal melalui PNI.

1. Kapabilitas

Pengolahan potensi ekstraktif dan distributif menurut ekonomi bebas dilakukan oleh kabinet
yang pragmatik, sedang kapabilitas simbolik lebih diutamakan oleh kabinet ideologik. Keadilan
mendapat perhatian kabinet ideologik, sedang kemakmuran oleh kabinet pragmatik.

1. Integrasi Vertikal

Terjadi hubungan antara elit dengan massa berdasarkan pola integrasi aliran. Integrasi ini tidak
selalu berarti prosesnya dari atas (elit) ke bawah (massa) saja, melainkan juga dari massa ke
kalangan elit berdasarkan pola paternalistik.

1. Integrasi Horisontal

Antara elit politik tidak terjalin integrasi yang dapat dibanggakan. Walaupun pernah terjalin
integrasi kejiwaan antarelit, tetapi akhirnya berproses ke arah disintegrasi. Di lain pihak,
pertentangan antar elit itu bersifat menajam dan terbuka.

Kategori elit Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity makers) lebih menampak
dalam periode demokrasi liberal. Walaupun demikian, waktu itu terlihat pula munculnya
kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselang-selingan pergantian kepemimpinan
seperti kelompok administrators yang dapat memegang peranan.

1. Gaya Politik

Bersifat idiologis yang berarti lebih menitikberatkan faktor pembeda. Karena ideologi cenderung
bersifat kaku dan tidak kompromistik atau reformistik.
Adanya kelompok-kelompok yang mengukuhi ideologi secara berlainan, bahkan bertentangan,
berkulminasi pada saat berhadapan dengan penetapan dasar negara pada sidang Konstituante.

Gaya politik yang ideologik dalam Konstituante ini oleh elitnya masing-masing dibawa ke
tengah rakyat, sehingga timbul ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.

1. Kepemimpinan

Berasal dari angkatan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang lebih cenderung, belum permisif
untuk meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap aliran, agama, suku, atau
kedaerahan.

1. Perimbangan Partisipasi Politik dengan Kelembagaan

a) Massa

Partisipasi massa sangat tinggi, sampai-sampai tumbuh anggapan bahwa seluruh lapisan rakyat
telah berbudaya politik partisipasi.

b) Veteran dan Militer

Adanya pengaruh demokrasi barat yang lebih dominan, maka keterlibatan militer dalam dunia
politik tidak terlalu terlihat, sehingga supremasi sipil yang lebih menonjol.

1. Pola Pembangunan Aparatur Negara

Berlangsung dengan pola bebas, artinya ditolerir adanya ikatan dengan kekuatan-kekuatan
politik yang berbeda secara ideologis. Akibatnya, fungsi aparatur negara yang semestinya
melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung melayani kepentingan
golongan menurut ikatan primordial.

1. Tingkat Stabilitas

Terjadi instabilitas politik yang berakibat negatif bagi usaha-usaha pembangunan.

Sistem Pemerintahan di Indonesia :

1. Presidensial (1945–1950)

PM : Sutan Syahir

Presiden : Simbol Kepala Negara


1. Parlementer (1950-1959)

PM : Bertanggungjawab pada parlemen

Presiden : Kepala Negara

1. Terpimpin (1959-1970)

Presiden : Seumur Hidup

1. Pancasila

Kekurangan Demokrasi Liberal :

1. Multipartai, yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan


baik.
2. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada
pertanggungjawabannya.

Anda mungkin juga menyukai