Anda di halaman 1dari 35

Bab 3

KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA

3.1 KONSEP PENGEMBANGAN SITU

Pengembangan Situ dalam pekerjaan ini didasarkan pada konsep rencana struktur ruang kota
terkait yaitu Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Konsep pengembangan ini bertujuan
untuk meningkatkan fungsi dan kualitas kawasan lindung yang dalam hal ini adalah situ. Beberapa
kebijakan yang dapat mendukung tercapainya hal tersebut di atas antara lain:

1. Pengukuhan kawasan lindung agar tercapai target luasan kawasan lindung hutan dan non
hutan sesuai dengan rencana struktur ruang kota yang ada;
2. Rehabilitasi lahan konservasi termasuk rehabilitasi lahan-lahan kritis;
3. Pengawasan, pengamanan, dan pengaturan pemanfaatan sumber daya; serta
4. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Lindung.
Berdasarkan kebijakan tersebut di atas, upaya pengelolaan sumber daya air di SWS Ciliwung
Cisadane adalah melalui penataan Situ, waduk, dan sungai sebagai sarana dan prasarana
konservasi, penyedia air baku, dan pengendali banjir, serta melalui konservasi lahan yang
diprioritaskan pada kawasan lindung baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan
melalui rehabilitasi lahan kritis, pengendalian pemanfaatan lahan dan pengendalian kualitas air.

Secara khusus, pengembangan dan pengelolaan infrastruktur sumber daya air diarahkan untuk
mendapatkan sasaran sebagai berikut:

1. Meningkatnya kondisi dan fungsi waduk, Situ, dan sungai sebagai sarana dan prasarana
konservasi, penyedia air baku, dan pengendali banjir,
2. Meningkatnya produktivitas sumber-sumber daya air melalui peningkatan efisiensi dan
efektivitas pemanfaatan air,
3. Meningkatnya kemitraan dan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air,
4. Meningkatnya penerapan insentif dan disinsentif ekonomi dalam kebijakan pengelolaan air
buangan/ limbah baik limbah industri maupun domestik.
Dalam perencanaan, pengelolaan dan atau pengembangan suatu aktifitas diperlukan suatu
perencanaan yang bersifat strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling
mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Sebagai persiapan
perencanaan, agar dapat memilih dan menetapkan strategi dan sasaran sehingga tersusun
program-program dan proyek kegiatan yang efektif dan efisien, maka diperlukan suatu analisis
yang tajam dari para pelaksana.

1
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Salah satu analisis yang biasa dilakukan untuk dapat menghasilkan hal tersebut di atas adalah
dengan menerapkan analisis SWOT.

Istilah SWOT berasal dari perkataan : Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities
(kesempatan) dan Threats (Ancaman). Maksud dari analisis SWOT ini ialah untuk meneliti dan
menentukan dalam hal manakah suatu perencanaan pengembangan Situ-situ di Kabupaten
Tangerang dan Bekasi ini memiliki :

1. Kekuatan (sehingga dapat dioptimalkan )

2. Kelemahan (sehingga dapat segera dibenahi)

3. Kesempatan-kesempatan di luar (untuk dimanfaatkan)

4. Ancaman-ancaman dari luar (untuk diantisipasi)

Tahap awal dalam menjalankan analisa SWOT adalah menginventarisir latar belakang dan
menganalisa situasi dan kondisi sekarang. Adapun komponen yang disusun meliputi komponen
Internal baik berupa potensi kekuatan maupun kekurangan-kekurangan (secara spasial komponen
tersebut diatas meliputi kondisi aktual dari sisi pemerintahan, masyarakat maupun sumber daya
alam) maupun komponen Eksternal berupa peluang maupun ancaman (meliputi aspek lingkungan
lokal dan Lingkungan regional). Analisa ini akan disajikan secara lengkap dalam Laporan Antara
selanjutnya dimana diharapkan telah diperoleh data-data lengkap mengenai kondisi-kondisi
historis dan aktual yang ada.

3.2 PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Danau atau Situ secara alami menjadi penampung air untuk kawasan yang berada di sekitarnya.
Keberadaan Situ menjadi sangat bermanfaat terutama di wilayah urban dan suburban yang
tingkat polusi udaranya tinggi serta ketersediaan sumber airnya terbatas.

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa :“Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Selanjutnya pasal ini dijelaskan lebih lanjut
dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pernyataan pasal-pasal kedua undang-undang di atas mengingatkan kepada pengelola


sumberdaya air tentang pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Hal
tersebut jelas terlihat dalam permasalahan krisis air Jakarta, di mana permasalahan pengelolaan
sumber daya air di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai pemasok air baku bagi Jakarta

2
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

sangat berkorelasi dengan permasalahan ekosistem di wilayah sekitarnya, yaitu Kawasan


Jabodetabek-Punjur.

Untuk itu, strategi yang seharusnya dipilih adalah yang berdasarkan pada pendekatan
perencanaan yang integratif sinergik.

Berdasarkan analisis citra landsat 1994 dan 2001, telah terjadi pergeseran penggunaan lahan
(perubahan tata guna tanah) dari hutan primer sebesar 41,12% di Kawasan Bodebek dan sebesar
6,76% di Kawasan Bopunjur, dari hutan sekunder sebesar 68,94% di Kawasan Bodebek dan
sebesar 1,2% di Kawasan Bopunjur, serta dari penggunaan sawah sebesar 11,98% di Kawasan
Bodebek dan sebesar 4,42% di Kawasan Bopunjur.

Berdasarkan berbagai perkembangan dan kondisi tersebut, terdapat beberapa permasalahan,


baik dalam penataan ruang di Kawasan Bodebek-Punjur tersebut, maupun dalam pengelolaan
Sumber Daya Air di DAS-DAS dalam Kawasan tersebut.

Permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Ketersediaan air di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane secara umum telah sangat kritis,
2. Belum terkendalinya pemanfaatan ruang baik di sepanjang sempadan sungai maupun
pengelolaan di badan sungainya,
3. Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan semakin mahal dan
langka baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar
sektor maupun antar wilayah,
4. Fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat tinggi, sehingga sering terjadi kebanjiran di
musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal tersebut merupakan wujud dari hulu
DAS yang fungsi konservasinya telah jauh berkurang,
5. Belum adanya kesinergian antar wilayah dalam bentuk role sharing antara
Propinsi/Kabupaten/Kota di daerah hulu dengan Propinsi/Kabupaten/Kota di daerah hilir
dalam rangka penanganan hulu DAS.

Jumlah industri yang banyak serta tingginya tingkat urbanisasi di Jabotabek, paling tidak,
menyebabkan tiga hal: meningkatnya kebutuhan lahan untuk pabrik dan permukiman;
meningkatnya kebutuhan air bersih untuk industri serta rumah tangga, yang sebagian besar
diambil dari air tanah; dan meningkatnya sampah industri dan rumah tangga.

Intrusi air garam di kawasan Jabotabek (kini Jabodetabek) semakin hari kian parah. Mungkin
disebabkan jumlah air tanah yang dimanfaatkan jauh lebih banyak ketimbang air tanah yang
terbentuk dan pembentukan air tanah semakin menurun.

3
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Jakarta, sebagian Tangerang, dan Bekasi, secara fisiografi merupakan daerah endapan aluvial--
hamparan lahan basah pesisir yang mudah terkena banjir/air pasang baik dari darat (sungai)
maupun dari laut. Ketiga pemda itu harus menyadari bahwa daerah ini berfungsi sebagai
penyangga yang mampu mencegah erosi pantai dan intrusi air laut jika habitatnya belum banyak
terganggu, misalnya bakau dan rawa-rawa di sekitar masih ada dan tak berkurang.

Tempat yang paling baik menyerap air adalah Situ dan rawa. Masalahnya, luas Situ dan rawa di
Jabodetabek saat ini tinggal setengah dari masa sebelum kemerdekaan. Yang tersisa pun sudah
tak ideal sebagai "saluran" pengisi akuifer air tanah karena telah tertutup lumpur, terisi gulma,
ataupun sengaja ditimbun untuk keperluan lain.

Untuk memulihkan fungsi situ konsultan memandang perlu dilakukannya hal-hal sebagai berikut:

1. Pendataan situ-situ dan melakukan klasifikasi berdasarkan kondisi kekritisannya


2. Melakukan penataan situ berdasarkan PP No. 32/ 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
3. Melindungi situ-situ dari terjadinya pencemaran oleh limbah yang masuk ke situ
4. Melakukan rehabilitasi terhadap situ sehingga tercapai kondisi ideal agar dapat melakukan
fungsinya dengan baik

3.3 LINGKUP PEKERJAAN

Dalam pelaksanaan Pekerjaan Studi Detail Desain Situ-Situ Di Kabupaten Bekasi Dan Kabupaten
Tangerang, secara umum dapat dibagi dalam 5 lingkup kegiatan utama yaitu :

Kegiatan A : Persiapan dan pengumpulan data


Kegiatan B : Survey investigasi dan identifikasi lapangan
Kegiatan C : Analisis hasil survey investigasi dan identifikasi lapangan
Kegiatan D : Desain terperinci, pembuatan laporan, BOQ dan RAB serta
dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan.
Kegiatan E : Pelaporan Pekerjaan

Metode pelaksanaan diuraikan sebagai dasar dan tata cara pelaksanaan pekerjaan, sehingga
dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dan seluruh kegiatan dapat dikoordinir dan
dipantau dengan mudah.

3.4 PERSIAPAN DAN PENGUMPULAN DATA

Pada prinsipnya metode pelaksanaan pekerjaan mengacu pada Kerangka Acuan Kerja /Term Of
Reference (TOR). Sebelum memulai pekerjaan, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan
persiapan-persiapan yang berkenaan dengan pelaksanaan Pekerjaan Studi Detail Desain Situ-Situ
Di Kabupaten Bekasi Dan Kabupaten Tangerang, Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisedane.

4
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

3.4.1 PERSIAPAN ADMINISTRASI

Persiapan administrasi lebih banyak berkaitan dengan penyelesaian administrasi dengan pemberi
tugas, perijinan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan, kerja sama dengan perusahaan dan
instansi lain dan sebagainya. Pekerjaan administrasi yang dipersiapkan adalah:

Legalisasi pelaksanaan pekerjaan.


Penjajakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait.
Persiapan administrasi dan finansial.
Persiapan peralatan dan peminjaman (bila ada).
Pembuatan rencana kerja harian.
Penjadwalan personil dan koordinasi pelaksanaan.

3.4.2 MOBILISASI PERSONIL DAN TENAGA AHLI

Uraian dari kegiatan mobilisasi mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Mobilisasi Personil:

Jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan berdasarkan pengalaman dan pendidikan.
Kemampuan fisik personil terutama untuk personil pada pelaksanaan survey lapangan.
Penyusunan deskripsi tugas dan tanggung jawab personil.

2. Persiapan/Mobilisasi Bahan dan Peralatan yang akan digunakan:

Persiapan peralatan yang akan digunakan.


Persiapan bahan dan data yang akan digunakan.

3.4.3 PENGUMPULAN DATA DAN TINJAUAN STUDI TERDAHULU

Dalam kegiatan ini akan digali variabel-variabel penentu dan permasalahan yang ada di lokasi
pekerjaan, sehingga dapat dijadikan solusi atau dasar dalam menjalankan tugas dan tanggung
Jawab konsultan dalam hal ini yaitu pekerjaan Studi Detail Desain Situ-situ di Kabupaten Bekasi
dan Kabupaten Tangerang.

1. Pengumpulan Data
Adapun data yang akan dikumpulkan tidak terbatas pada hal di bawah ini, antara lain:

Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 50.000, untuk daerah kajian yang diterbitkan oleh
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal).
Peta Geologi Regional oleh Sudjadmiko dkk diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Indonesia, dengan kedalaman skala 1 : 250.000
Informasi Potensi Galian dan Geologi untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah studi
oleh Departemen Pertambangan dan Energi Propinsi DKI Jakarta dan sekitarnya.
Data Pokok Kabupaten atau Kota, analisis data pokok serta Rencana Tata Ruang dan
Program Pembangunan dari Bapedda.

5
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Peta zona zeismik di lokasi penyelidikan berdasarkan KP-06 Irigasi 1986


Peta Kemampuan Wilayah/Tanah Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat oleh Dinas
Kehutanan skala 1:500.000 Tahun 1996 atau revisinya
Peta Jenis Tanah Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat Selatan oleh Dinas
Kehutanan skala 1:500.000 Tahun 1996 atau revisinya
Peta stasiun pencatatan curah hujan, klimatologi, staf gauge dan AWLR di sekitar lokasi
pekerjaan yang berasal dari Dinas PSDA Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat dan
Proyek-proyeknya.
Data-data pencatatan curah hujan yang berasal dari Dinas PSDA Propinsi DKI Jakarta dan
Propinsi Jawa Barat dan Proyek-proyeknya, Dinas Pertanian dan Badan Meteorologi &
Geofisika (BMG).
Pencatatan klimatologi yang berasal dari Dinas PSDA Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi
Jawa Barat dan Proyek-proyeknya, Dinas Pertanian dan Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG).
Data pencatatan tinggi muka air (AWLR atau Automatic Water Level Record) yang berasal
dari Dinas PSDA Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat dan Proyek-proyeknya.
Data pencatatan tinggi muka air (staf gauge) yang berasal dari Dinas PSDA Propinsi DKI
Jakarta dan Propinsi Jawa Barat dan Proyek-proyeknya.
Data pencatatan sedimen melayang (suspended load) yang berasal dari Dinas PSDA
Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat dan Proyek-proyeknya.
Data sosial ekonomi dari BPS (Biro Pusat Statistik) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Selatan
yaitu Direktori Desa Propinsi Tahun 2007, dan data-data Kabupaten atau Kota Dalam
Angka Tahun 2007 atau Kecamatan Dalam Angka Tahun 2007.
Studi terdahulu yang pernah dilakukan
Informasi dari Instansi Terkait
Referensi-referensi yang diperlukan
Dan lain-lain yang terkait dengan isi/item pekerjaan tersebut di atas.

2. Tinjauan Studi Terdahulu


Dalam kegiatan ini, Konsultan akan melakukan studi literatur sekaligus mereview terhadap
studi-studi yang berhubungan maupun Pra Rancangan yang telah ada dan membuat justifikasi
bahwa studi dan Pra Rancangan tersebut masih sesuai dan dapat dipakai sebagai dasar
penyusunan Desain. Pada kegiatan review studi yang ada ini juga dilakukan kegiatan
inventarisasi atau tinjauan terhadap bangunan air yang ada baik tinjauan terhadap struktur
maupun hidraulis bangunan.

6
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

3.5 SURVEY INVESTIGASI DAN IDENTIFIKASI LAPANGAN

Pekerjaan survey investigasi dan identifikasi lapangan ini meliputi beberapa kegiatan yang akan
merupakan satu kesatuan dari pekerjaan ini yang selanjutnya akan merupakan penunjang
penyelesaian pekerjaan. Pekerjaan yang akan dilaksanakan meliputi :

Identifikasi lokasi situ-situ


Pengambilan sample air dan analisis laboratorium
Pengukuran topografi
Penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah

3.5.1 IDENTIFIKASI LOKASI SITU-SITU

Kegiatan identifikasi dilakukan terhadap situ-situ yang diamanatkan dalam Kerangka Acuan Kerja,
yaitu 5 lokasi situ di Kabupaten Tangerang dan 2 lokasi situ di Kabupaten Bekasi.

Identifikasi/ observasi lokasi situ dilakukan untuk mengetahui keberadaan situ dan untuk
mengetahui sarana dan prasarana dasar pengairan yang ada. Selain itu observasi ini juga untuk
mengetahui batas-batas Daerah Pengaliran Sungai (DPS), daerah manfaat dan penguasaan situ
serta melakukan inventarisasi potensi sumber daya air dan berbagai permasalahan mengenai
banjir, erosi, sedimentasi dan kondisi tata guna lahan daerah tersebut.

3.5.2 PEKERJAAN PENGUKURAN TOPOGRAFI

1. PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum melaksanakan pekerjaan pengukuran perlu diadakan persiapan-persiapan yang
meliputi:

a. Penetapan kriteria, pedoman, titik referensi/BM dan jadwal survey


b. Pengumpulan data topografi skala 1 : 50.000 untuk daerah pekerjaan.
c. Peninjauan lokasi pekerjaan
d. Persiapan personil, peralatan survey, patok-patok kayu, BM & CP, buku-buku ukur
surat-surat ijin dan lain-lain
e. Pengecekan alat survey bersama Direksi Pengukuran.
2. RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Secara garis besar pekerjaan pengukuran topografi di lapangan terdiri dari :

a. Pemasangan BM/patok kayu


b. Pengukuran poligon
c. Pengukuran sipat datar
d. Pengukuran situasi detail
e. Pengukuran cross section dan long section
f. Perhitungan data-data ukur
g. Ketelitan gambar
h. Penggambaran
i. Penyusunan laporan yang harus diserahkan

7
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

3. TITIK REFERENSI
Titik referensi yang dipergunakan adalah titik atau BM yang ada di sekitar lokasi pengukuran
(peta dasar), misalnya titik triangulasi, titik NWP atau BM lainnya (lokal) atas persetujuan
Direksi Pekerjaan.
4. PERALATAN
Peralatan yang akan dipergunakan masih dalam keadaan baik (tidak rusak) dan memenuhi
syarat ketelitian yang diminta. Semua alat ukur harus dicek dahulu oleh Direksi Pekerjaan dan
apabila ada kerusakan, Direksi berhak memerintahkan untuk mengganti alat tersebut dengan
yang baik.
5. PENGUKURAN SITUASI DETAIL
Pembuatan peta topografi situasi sungai dengan skala 1 : 1000 adalah untuk
keperluan perencanaan teknis. Peta tersebut baru memuat data ketinggian dan planimetri
yang jelas dan benar sesuai dengan keadaan lapangan yang diukur. Interval kontur 0,50 m
untuk daerah datar dan 1,00 m untuk daerah berbukit. Peta tersebut dibutuhkan untuk
mengetahui gambar detail dari suatu bangunan dan sekitarnya, jadi pemetaan situasi detail
ini dilakukan khusus terhadap obyek tertentu dalam hal ini adalah embung/situ-situ atau
bangunan penyediaan air baku lainnya berikut bangunan pelengkapnya.

a. Secara garis besar pekerjaan akan terdiri dari :


b. Pemasangan Benchmark/patok kayu.
c. Pengukuran poligon (utama dan cabang).
d. Pengukuran sipat datar (water pass).
e. Pengukuran cross section Sungai.
f. Perhitungan.
g. Ketelitian penggambaran.
h. Penggambaran.
i. Penyusunan dan penggambaran hasil yang harus diserahkan.
Pemasangan BM :
BM dipasang pada site usulan bangunan embung/situ-situ sebanyak dua (2) buah terletak di
kiri dan kanan, serta BM dipasang di bagian hilir batas pengukuran dan bagian hulu sampai
elevasi genangan waduk titik pengukuran. Ukuran BM adalah 20x20x100 cm.
Tiap benchmark dipasang baut di atasnya dan diberi tanda silang sebagai titik x, y, z nya.
Sedangkan identifikasi nomor dan elevasinya terbuat dari tegel dipahat dipasang pada salah
satu sisinya. BM dipasang sedemikian rupa sehingga bagian yang muncul di atas tanah
setinggi 20 cm. BM harus dipasang di tempat yang aman, kuat dan mudah dicari kembali.
Pengukuran Polygon :
Pengukuran poligon dijelaskan di bawah ini :

a. Poligon harus merupakan daerah yang akan dipetakan dan merupakan kring tertutup.
b. Kesalahan penutup sudut maksimum 30"N, dimana N banyaknya titik poligon.
c. Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik triangulasi,
benchmark yang sudah ada), titik referensi yang digunakan harus mendapat
persetujuan Direksi Pekerjaan.

8
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

d. Semua BM yang dipasang maupun yang telah ada harus dilalui poligon.
e. Alat ukur sudut yang harus digunakan Teodolite T2 Wild atau yang sejenis (dan
pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berbeda 0, 45, 90 dan
seterusnya).
f. Pengamatan matahari dilakukan setiap titik (maksimal) sepanjang jalur poligon
utama, cabang dan titik siput.
g. Ketelitian linear poligon 1 : 5.000.
Pengukuran Waterpass :
Pengukuran sipat datar (water pass) dijelaskan di bawah ini Alat yang digunakan alat ukur
sipat datar Automatic Level Ni2, ak1, Nak2 atau sejenis.

a. Pengecekan baut-baut tripod (kakitiga) jangan sampai longgar. Sambungan rambu ukur
harus lurus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
b. Sebelum melaksanakan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur
c. Waktu pembidikan rambu harus diletakkan di atas alas besi.
d. Bidikan rambu harus antara interval 0,5 m dan 2,75 m
e. Jarak bidikan alat ke rambu maksimum 50 m.
f. Usahakan pada waktu pembidikan, jarak rambu muka = jarak rambu belakang atau
jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang.
g. Usahakan jumlah jarak (slaag) per seksi selalu genap
h. Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang yakni benang atas, benang
bawah, dan benang tengah.
i. Pengukuran sipat datar harus dilakukan setelah BM dipasang.
j. Semua BM yang ada maupun yang akan dipasang harus melalui jalur sipat datar
apabila berada ataupun dekat dengan jalur sipat datar.
k. Pada jalur yang terikat/tertutup, pengukuran dilakukan dengan cara pergi pulang,
sedang pada jalur yang terbuka diukur dengan cara stan ganda dan pergi pulang.
l. Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum 10  D mm, di mana D = jumlah
jarak dalam km.
Pengukuran Cross Section :
Pengukuran cross section dijelaskan di bawah ini :

a. Pekerjaan ini meliputi pengukuran memanjang dan melintang sungai.


b. Alat yang digunakan Theodolite T0 atau yang sejenis.
c. Interval jarak pada setiap cross sebesar 25 m.
Perhitungan :
Perhitungan pada pekerjaan pengukuran ini meliputi :

a. Semua pekerjaan dihitung sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau ada
kesalahan dapat segera di ulang untuk dapat diperbaiki saat itu juga.
b. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum dalam sketsa.
c. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang
ditentukan oleh Direksi.
d. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil perhitunganya.
1) Salah penutup sudut poligon dan jumlah titiknya.
2) Salah linear poligon beserta harga toleransinya.
3) Jumlah jarak.
 Perhitungan dilakukan dalam proyeksi Polyeder.

9
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Penggambaran :
Penggambaran dijelaskan di bawah ini :

a. Garis silang untuk grid dibuat setiap 50 cm.


b. Gambar konsep harus dilakukan di atas kertas putih yang telah disetujui Direksi.
c. Semua BM dan titik triangulasi (titik pengikat) yang ada di lapangan harus digambar
dengan legenda yang telah ditentukan dan dilengkapi dengan elevasi dan koordinat.
d. Pada tiap interval 5 (lima) garis kontur dibuat tebal dan ditulis angka elevasinya.
e. Pencantuman legenda pada gambar harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
f. Penarikan kontur lembah/alur atau sadel bukit harus ada data elevasinya.
g. Detail penggambaran sungai harus lengkap terutama di sekitar lokasi rencana
embung/situ-situ atau bangunan lainnya.
h. Garis sambungan (overlaap) peta sebesar 5 cm.
i. Titik pengikat/referensi peta harus tercantum pada peta dan ditulis di bawah
legenda.
j. Pada peta skala 1 : 500 untuk pemetaan di lokasi embung/situ-situ, interval
konturnya 0,5 m. Dan peta skala 1 : 2.000 untuk pemetaan genangan.
k. Gambar kampung & sungai harus diberi nama yang jelas.
l. Gambar kampung, sawah, jalan harus diberi batas.
m. Interval kontur cukup tiap 0,5 m untuk daerah datar dan 1 m untuk daerah berbukit
serta 5 m untuk daerah terjal.
n. Lembar peta harus diberi nomor urut yang jelas dan teratur.
o. Format gambar etiket peta harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Direksi Pekerjaan.
p. Sebelum pelaksanaan memulai penggambaran harus asistensi dahulu kepada Direksi
(Bagian Pengukuran).

3.5.3 SURVEY SOSIAL EKONOMI

3.5.3.1 TUJUAN SURVEI

Selain data sekunder, data primer tentang aspek sosial ekonomi yang berkaitan dengan Studi
Detail Desain Situ-situ di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang baik mikro (masyarakat
sekitar) maupun makro (pengguna jasa dan pihak pengelola) perlu dikumpulkan dengan
melakukan survei atau kunjungan langsung di lapangan.

3.5.3.2 RUANG LINGKUP SURVEI

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam survey ini adalah:

Kunjungan ke lokasi dan wawancara dengan masyarakat di sekitar lokasi studi.


Kunjungan dan wawancara dengan Instansi terkait.
Wawancara dengan pihak pengguna jasa yang ada kaitannya dengan pengelolaan situ.

3.5.3.3 METODOLOGI SURVEI

Survei lapangan sosial ekonomi dilakukan dengan cara:

Diskusi dengan nara sumber.

10
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Penyebaran quistioner dan wawancara dengan responden.


Pengamatan langsung di lapangan.

Sebelum survei dilakukan, konsultan akan mempersiapkan quistioner yang berisi daftar
pertanyaan dan format isian data yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya
konsultan akan mengunjungi instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan situ di
Kabupaten Bekasi dan Tangerang. Pada setiap kunjungan tersebut Konsultan akan mengadakan
diskusi dengan pejabat yang bersangkutan sebagai narasumber.

Questioner akan disebarkan kepada para responden yang dipilih baik yang ada di sekitar lokasi
maupun pengguna jasa, yang selanjutnya diikuti dengan wawancara langsung dengan yang
bersangkutan.

3.5.3.4 PERSONIL SURVEI

Personil yang melaksanakan kegiatan ini adalah ahli sosial ekonomi budaya yang dibantu dengan
surveyor.

3.5.3.5 PERALATAN SURVEI

Dalam survei sosial ekonomi dan lingkungan dipergunakan alat bantu berupa alat tulis dan jika
bisa dipergunakan komputer khususnya untuk mengolah data secara langsung di lapangan.

3.5.3.6 HASIL SURVEI

Dari hasil survei sosial ekonomi akan didapatkan data statistik kondisi sosial ekonomi di lokasi
studi.

3.5.4 SURVEY INVENTARISASI PERMASALAHAN SITU

Permasalahan yang sedang dihadapi dalam pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane di antaranya


meliputi jumlah penduduk yang semakin meningkat, perubahan tata lahan yang pesat serta
pencemaran dari lahan pertanian, rumah tangga, dan industri. Selain itu, lemahnya pengawasan
dan penegakan hukum serta konflik antardaerah di era otonomi daerah ini juga meningkat.

Dalam pelaksanaan pekerjaan Studi Detail Desain Situ-situ di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten
Tangerang, konsultan menganggap diperlukannya suatu kegiatan survey inventarisasi
permasalahan situ. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar permasalahan yang
terjadi pada situ-situ tinjauan.

Dari hasil survey inventarisasi permasalahan situ, konsultan akan berusaha untuk mencari solusi
yang terbaik demi kelangsungan situ-situ tersebut.

11
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Konsultan mencoba untuk merumuskan permasalahan yang terjadi pada situ-situ, diantaranya
adalah sebagai berikut:

1) Sedimentasi/ pendangkalan situ


2) Pencemaran pada situ
3) Perubahan fungsi tata guna lahan pada situ
4) Penataan lingkungan yang kurang baik di sekitar situ
5) Berkurangnya debit air yang masuk ke situ

3.6 ANALISIS HASIL SURVEY INVESTIGASI DAN IDENTIFIKASI

3.6.1 ANALISIS HIDROLOGI

Selama atau setelah pekerjaan pengumpulan data dan pekerjaan lapangan selesai, analisis
pekerjaan dapat dimulai. Analisis pekerjaan ini meliputi :

Analisis kebutuhan air


Analisis ketersediaan air
Analisis kesetimbangan air
Analisis pengembangan sumber daya air

3.6.1.1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR

Untuk mengetahui kesetimbangan air saat ini diperlukan kajian mengenai kebutuhan air domistik,
non domistik, pemeliharaan sungai, peternakan, perikanan, industri dan irigasi, dengan
mengestimasi total kebutuhan air maka akan didapat gambaran kesetimbangan air pada wilayah
Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang sebagai dasar optimalisasi potensi sumber air dimasa
mendatang.

Menimbang luasnya wilayah kajian, maka analisis kebutuhan air baik untuk domistik, non
domistik, pemeliharaan sungai, peternakan, perikanan, industri dan irigasi akan dilakukan dengan
pendekatan-pendekatan empiris dan penyederhanaan analisis sejauh tidak bersifat esensial.

6. Kebutuhan Air untuk Domistik dan Non Domistik


Kebutuhan air domistik dan non domistik diperkirakan berdasarkan perkalian antara jumlah
penduduk dengan jumlah (tingkat) pemanfaatan air per kapita, sebagaimana dirumuskan
sebagai berikut :
QDM = 365 hari x [{q(u) / 1.000 x P(u)} + {q(r) /1.000 x P(r)}]
dimana :
QDM = Kebutuhan air domistik dan non domistik (m 3/th)
q(u) = Kebutuhan air domistik dan nondomistik daerah perkotaan
(lt/kapita/hari)
q(r) = Kebutuhan air domistik dan non domistik daerah pedesaan
(lt/kapita/hari)
P(u) = Jumlah penduduk perkotaan (jiwa)

12
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

P(r) = Jumlah penduduk pedesaan (jiwa)


Besarnya kebutuhan air perkapitan per hari untuk penduduk perkotaan dan pedesaan
diperkirakan berdasarkan dari standar Cipta Karya sebagaimana Tabel 6 – 1.

Tabel KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA.1 Standar Kebutuhan Air Domistik dan Non
Domistik
PERKOTAAN
Kebutuhan air domistik 80 % SR = 90 lt/kapita/hari
20 % KU = 50 lt/kapita/hari
Kebutuhan air non domistik P > 500.000 ; 40 % kebutuhan air domistik
100.000  P  500.000 ; 30 % kebutuhan air domistik
P < 100.000 ; 25 % kebutuhan air domistik
Kehilangan 20 % dari kebutuhan air dimistik dan non domistik
Cakupan pelayanan 75 %
PEDESAAN
Kebutuhan air domistik 80 % SR = 60 lt/kapita/hari
20 % KU = 30 lt/kapita/hari
Kebutuhan air non domistik 10 % dari kebutuhan air domistik
Kehilangan 5 % dari kebutuhan air dimistik dan non domistik
Cakupan pelayanan 75 %
Sumber : Direktorat Air Bersih, IWACO

Keterangan : SR = Sambungan Rumah; KU = Kran umum


Dalam perhitungan kebutuhan air untuk domistik dan non domistik, digunakan data proyeksi
jumlah penduduk pada masing-masing kabupaten.
7. Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai
Perkiraan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai didasarkan pada studi yang dilakukan
oleh (FIDP), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk
pemeliharaan atau penggelontoran sungai perkapita. Menurut FIDP, besarnya kebutuhan air
untuk pemeliharaan sungai sekarang diperkirakan adalah 330 lt/kapita/hari, untuk tahun
2000 diharapkan meningkat menjadi 360 lt/kapita/hari dan tahun 2015 diharapkan berkurang
menjadi 300 lt/kapita/hari karena pada saat itu lebih banyak orang diharapkan untuk
terhubung pada sebuah sistim penyaluran limbah Proyeksi kebutuhan air penggelontoran per
kapita diasumsikan sebagai berikut :

Tabel KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA.2 Proyeksi Kebutuhan Air Penggelontoran per
Kapita

Proyeksi Kebutuhan Air (lt/kapita/hari)


1990 – 2000 330
2000 – 2015 360
2015 – 2020 300
Sumber : IWRD

Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai selanjutnya dapat dihitung sebagai berikut:
Qf = 365 hari x {q(f) / 1.000} x P(u)

13
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

dimana :
Qf = Jumlah kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai atau penggelontoran sungai
3
(m /th)
q(f) = Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai atau penggelontoran sungai (330
lt/kapita/hari)
P(u) = Jumlah penduduk kota
Perhitungan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai data yang digunakan adalah jumlah
penduduk kota.
8. Kebutuhan Air untuk Peternakan
Kebutuhan air untuk ternak per hari diasumsikan sebagai berikut :

Tabel KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA.3 Kebutuhan Air untuk Ternak

Jenis Ternak Kebutuhan air (lt/ekor/hari)


Sapi/kerbau/Kuda 40,0
Kambing/Domba 5,0
Babi 6,0
Unggas 0,6
Sumber : Agricultural Compendium (1981), Ilacob.V, Netherlands

Kebutuhan air untuk ternak diestimasikan dengan cara mengalikan jumlah ternak dengan
tingkat kebutuhan airnya berdasarkan persamaam berikut :
Qt = (365/1.000) x {q(c/b/h) x P(c/b/h) + q(s/g) x P(s/g) + q(pi) x P(pi) + q (po) x P(po)}
dimana :
Qt = Kebutuhan air untuk ternak (m3/th)
q(c/b/h) = Kebutuhan air untuk ternak/kerbau/kuda (lt/ekor/hari)
q(s/g) = Kebutuhan air untuk kambing/domba (lt/ekor/hari)
q(pi) = Kebutuhan air untuk babi (lt/ekor/hari)
q(po) = kebutuhan air untuk unggas (lt/ekor/hari)
P(c/b/h) = Jumlah ternak sapi/kerbau/kuda (ekor)
P(s/g) = Jumlah ternak kambing/domba (ekor)
P(pi) = Jumlah ternak babi (ekor)
P(po) = Jumlah ternak unggas (ekor)
Proyeksi kebutuhan air untuk ternak mengikuti kecenderungan pertambahan ternak yang
ada.
9. Kebutuhan Air untuk Perikanan
Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai dengan study yang
dilakukan oleh FIDP, ditetapkan bahwa untuk kedalaman kolam ikan kurang lebih 70 cm,
banyaknya air yang dibutuhkan per hektar adalah 35 mm/hari sampai 40 mm/hari.
Air tersebut nantinya akan digunakan untuk pengaliran/pembilasan, namun karena air
tersebut tidak langsung dibuang, tetapi kembali lagi maka besarnya kebutuhan air untuk
perikanan yang diperlukan hanya sekitar 1/5 sampai 1/6 dari kebutuhan air yang seharusnya,
dan ditetapkan nilainya sebesar 7 mm/hari/ha. Luas kolam/tambak/empang yang ada dalam
wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang berdasarkan penggunaan lahan saat ini

14
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

adalah 126,80 km2 atau 12.680 ha. Kebutuhan air untuk perikanan selanjutnya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Qfp = 365 x {q(fp) / 1.000} x A(fp) x 10.000

dimana :
Qfp = Kebutuhan air untuk perikanan (m3/th)
Q(fp) = Kebutuhan air untuk pembilasan (7 mm/hari/ha)
A(fp) = Luas kolam/tambak/empang ikan (ha)
Untuk perhitungan kebutuhan air perikanan, luas kolam/tambak/empang yang ada dianggap
cenderung tetap tiap tahunnya.
10. Kebutuhan Air untuk Industri
Kebutuhan air industri dihitung berdasarkan jumlah karyawan industri dan konsumsi
pemakaian air per karyawan per hari. Dalam study ini data jumlah karyawan diperoleh dari
data kabupaten dalam angka. Konsumsi kebutuhan air per karyawan industri adalah 500
lt/hari (Nippon Koei, 1995). Perhitungan air untuk industri ini, diasumsikan bahwa jumlah
karyawan industri bertambah sesuai dengan laju pertambahan penduduk yang ada.
11. Kebutuhan Air untuk Irigasi
Kebutuhan air irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas lahan yang diairi dengan
kebutuhan air irigasi. Dengan mempertimbangkan iklim regional yang terdiri dari dua musim
(penghujan dan kemarau), maka perhitungan air irigasi dibuat dalam periode bulanan.
Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

Kebutuhan air konsumtif tanaman (Etc)


Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)
Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW)
Perkolasi (P)
Hujan (ER)
Efisiensi irigasi (IE)
Luas areal irigasi (A)

Besarnya kebutuhan air irigasi dihitung menurut persamaan berikut ini :


(Etc + IR + RW + P – ER)
Kebutuhan air irigasi =  x A
IE

a. Kebutuhan air konsumtif (Etc)


Kebutuhan air tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan
memasukkan faktor koefisien tanaman (Kc). Persamaan umum yang digunakan adalah:

Etc = Eto x Kc

dimana :
Etc = Kebutuhan air konsumtif
Eto = Evapotranspirasi

15
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Kc = Koefisien tanaman

b. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)


Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya adalah menentukan kebutuhan air
maksimum air irigasi. Untuk perhitungan kebutuhan air tersebut digunakan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra yaitu :

IR = M {ek/(ek – 1)}

dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi tingkat sawah
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi
= Eo + P; (Eo = 1,1 ; P = perkolasi)
ek = M x (T/S)
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm
Dalam perhitungan digunakan T = 30 hari dan S = 250 mm untuk penyiapan padi
pertama dan S = 200 mm untuk padi kedua.

c. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW)


Kebutuhan air untuk penggantian ditetapkan berdasarkan KP – 01 Irigasi, yaitu 50
mm/bln selama dua bulan.

d. Perkolasi (P)
Besarnya nilai perkolasi ditetapkan berdasarkan nilai rerata perkolasi di wilayah
Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang yaitu 2 mm/hari.

e. Hujan efektif (ER)


Untuk menghitung kebutuhan air tanaman padi, curah hujan efektif adalah curah
hujan setengah bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum tengah bulan dengan
periode ulang 5 tahun.

Re = 0,7/15 . R(setengah bulan)5

Dimana :
Re = curah hujan efektif (mm/hari), bila diambil curah hujan efektif setengah
bulanan tanpa dibagi 15
R5 = curah hujan minimum tengah bulan dengan periode ulang 5 tahun/mm.

f. Efisiensi irigasi (EI)


Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan
utama, sekunder dan tersier. Estimasi kehilangan air di saluran dihitung berdasarkan
standar yang digunakan di lingkungan pengairan yaitu :
Kehilangan air di saluran utama = 0,90
Kehilangan air di saluran sekunder = 0,90
Kehilangan air di saluran tersier = 0,80

Total= 0,648

g. Luas areal irigasi (A)

16
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Luas areal irigasi dalam study ini diartikan luas lahan sawah yang ada dalam wilayah
Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang yang berpengairan baik itu irigasi teknis,
semi teknis maupun sederhana dan tadah hujan.
Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi diasumsikan bahwa luas lahan irigasi yang ada
tidak mengalami pertambahan atau pengurangan, sedangkan pola tata tanam yang
ada yaitu padi-padi untuk lahan irigasi teknis dan padi-palawija untuk lahan irigasi
tadah hujan tidak mengalami perubahan sebelum adanya penambahan jumlah
ketersediaan air yang diperuntukkan bagi kebutuhan air irigasi.

12. Proyeksi Kebutuhan Air


Dengan menggunakan asumsi dan data-data diatas, maka dapat diketahui kebutuhan air
untuk masing-masing keperluan pada kondisi sekarang dan proyeksi pada beberapa tahun
yang akan dating pada masing-masing kabupaten.

3.6.1.2 ANALISIS KETERSEDIAAN AIR

Perkiraan kuantitatif ketersediaan sumber daya air didasarkan pada data hidrologi dan
meteorologi yang merupakan salah satu nilai pokok dari studi perencanaan dan konstruksi dari
pengembangan suatu wilayah. Oleh karena itu kecukupan dan kehandalan dari data tersebut
sangat penting. Analisis potensi air untuk studi potensi air tanah relatif lebih kompleks dibanding
studi air permukaan.

Permasalahan yang timbul dalam analisis potensi air tanah ini adalah sangat kompleksnya kondisi
hidrogeologi dalam suatu cekungan. Data-data pendukung yang sudah diperoleh sampai saat ini
masih terbatas dari hasil interpretasi dan pendugaan geolistrik di daerah studi.

Potensi ketersediaan air di lokasi studi dapat diuraikan menjadi potensi air permukaan, potensi air
tanah dan analisis banjir. Uraian metodologi dari potensi air tersebut diuraikan di bawah ini.

1. Potensi air permukaan/debit andalan


Debit andalan adalah debit yang tersedia guna keperluan tertentu (irigasi dan air minum)
dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Menurut pengamatan, besarnya andalan
untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam proyek adalah sebagai
berikut :

Penyediaan air minum 99 %


Penyediaan air industri 95 - 98 %
Penyediaan air irigasi, untuk :
Daerah beriklim 1/2 lembab 70 - 85 %
Daerah beriklim kering 80 - 95 %
PLTA (Pusat Listrik Tenaga Air) 85 - 90 %

17
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Ada berbagai cara yang dapat dipakai dalam menganalisis debit andalan. Masing-masing cara
mempunyai ciri khas sendiri, pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman.
Metode untuk perhitungan debit andalan adalah sebagai berikut :

Metode Q rata-rata minimum


Metode flow characteristic
Basic year atau basic month
Simulasi Dr. Mock
Debit aliran masuk embung/situ-situ metode NRECA

a. Metode NRECA
Debit aliran masuk ke dalam embung/situ-situ berasal dari hujan yang turun di dalam
daerah cekungan. Sebagian dari hujan tersebut menguap, sebagian lagi turun
mencapai permukaan tanah. Hujan yang turun mencapai tanah sebagian masuk ke
dalam tanah (resapan), yang akan mengisi pori-pori tanah sebagian mengalir menuju
embung/situ-situ sebagai aliran bawah permukaan; sedangkan sisanya mengalir di
atas tanah berupa aliran permukaan (run of). Jika pori tanah sudah mengalami
kejenuhan, air akan mengalir masuk ke dalam tampungan air tanah.
Gerak air ini disebut perkolasi. Sedikit demi sedikit air dari tampungan air tanah
mengalir ke luar sebagai mata air menuju alur dan disebut aliran dasar (base flow).
Sisa dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan, disebut aliran permukaan
bersama aliran dasar bergerak masuk menuju embung/situ-situ.
Perhitungan debit aliran masuk embung/situ-situ metode NRECA, dilakukan kolom
perkolom dari kolom 1 sampai kolom 18 dengan langkah sebagai berikut :
1) Nama bulan dari Januari sampai Desember tiap-tiap tahun pengamatan.
2) Nilai hujan rerata bulanan (Rb).
3) Nilai penguapan peluh potensial (PET atau ETo) yang dihitung seperti pada bab 3,
mengenai evapotranspirasi acuan (ETo).
4) Nilai tampungan kelengasan awal (Wo), Nilai ini harus dicoba-coba dan percobaan
pertama diambil 600 (mm/bulan) di bulan awal.
5) Tampungan kelengasan tanah (soil moisture storage - Wi), dan dihitung dengan
rumus :

Wo
Wi = 
Nominal

Nominal = 100 + 0,2 Ra


Ra = hujan tahunan (mm)

6) Rasio Rb/PET (kolom 2 : 3)


7) Rasio AET/PET
AET = Penguapan peluh aktual yang dapat diperoleh dari Gambar yang
nilainya bergantung dari rasio Rb/PET (6) dan Wi (5)
8) AET = (AET/PET) x PET x koef. Reduksi (kolom 7 x 3 x koef. reduksi).
9) Neraca air Rb - AET
10) Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sbb :
11) Kelebihan kelengasan = rasio kelebihan kelengasan x neraca air
12) Perubahan tampungan = neraca air - kelebihan kelengasan

18
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

13) Tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan


P1 adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan
(kedalaman 0 - 2) yang nilainya 0,1 untuk tanah kedap air dan 0,5 untuk tanah lulus
air.
14) Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2
15) Tampungan air tanah akhir = tamp. air tanah + tamp. air tanah awal
16) Aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir (kol. 15)
P2 adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan
(kedalaman 2 - 10) yang nilainya 0,9 untuk tanah kedap air dan 0,5 untuk tanah
lulus air.
17) Larian langsung (direct run of) = kelebihan kelengasan - tamp. air tanah
18) Aliran total = aliran langsung + aliran air tanah (kolom 17 + 16) dalam mm/bulan,
dan jika satuan dalam m 3/bulan nilai tersebut dikalikan 10 x luas tadah hujan A
(Ha.).
Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan untuk
bulan berikutnya dan tampungan air tanah bulan berikutnya yang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Tampungan kelengasan = tamp. kelengasan bulan sebelumnya + perubahan tamp.
(kolom 4 + 12), semuanya bulan sebelumnya.
Tamp. air tanah = tamp. air tanah bulan sebelumnya - aliran air tanah (kolom 15 - 16),
semuanya dari bulan sebelumnya.
Sebagai patokan di akhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (Januari)
harus mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan antara
keduanya cukup jauh (> 200 mm) perhitungan perlu diulang mulai bulan Januari lagi
dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal (Januari) - tampungan
kelengasan bulan Desember. Perhitungan biasanya dapat diselesaikan dalam dua kali
jalan.

b. Simulasi Dr. FJ. Mock


Metode ini digunakan dengan mengacu pada pencatatan curah hujan. Sedangkan
persamaan Mock adalah sebagai berikut :

1) Dro = Ws - In

Dimana :
Dro = aliran langsung (mm.hari)
In = infiltrasi (mm/hari)
Ws = kelebihan air = Rn - E.
Rn = curah hujan (mm/hari)
E = evapotranspirasi (mm/hari)

2) q = 2.a.V
Dimana :
q = aliran yang berasal dari air tanah
a = konstanta
V = volume tersimpan

3) qt = qo . K

19
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Dimana :
qt = aliran air tanah sesaat
qo = aliran pada saat 0
K = konstanta (K = qt/qo), untuk t = 1, K = 1.

4) Hubungan antara a dan K


Dimana :
K = (1-a)/(1+a) atau
a = (1-K)/(1+K)

5) Volume tersimpan
Vn = Vn-1 + in.t - 1/2 (qn-1 + qn) t
Dimana :
Vn = volume tersimpan pada periode n
Vn-1 = volume tersimpan pada periode n-1
qn = aliran pada periode n
qn-1 = aliran pada periode n-1

6) Dalam hal qn = 2a Vn dan t-1 didapat :


Vn = K (Vn-1) + 1/2 (1+K) . In

7) Aliran dasar pada periode n (Bn)


Bn = 1/2 (qn-1 - qn) t
= In . t - (Vn-1 - Vn)
= In . t + (Vn - Vn-1)
8) Aliran
qn = Dro + Bn
= Rn - En - In + Bn = aliran dalam mm/satuan
waktu/satuan luas
9) Banyaknya air yang diandalkan
Qn = qn . A (dalam m3/dt)
A = luas daerah pengaliran sungai (DPS), km2

2. Potensi air tanah


Analisis potensi air untuk studi potensi air tanah relatif lebih kompleks dibanding studi air
permukaan . Permasalahan yang timbul dalam analisis potensi air tanah ini adalah sangat
kompleksnya kondisi hidrogeologi dalam suatu cekungan. Data-data pendukung yang sudah
diperoleh sampai saat ini masih terbatas dari hasil interpretasi dan pendugaan geolistrik di
daerah studi.

3. Debit banjir

20
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang
(rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan bangunan
pengairan dan stabilitas bangunan-bangunannya. Prosentase kemungkinan tak terpenuhi
(rata-rata) yang dipakai untuk perencaaan bangunan adalah seperti tabel berikut :

Tabel KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA.4 Prosentase kegagalan pekerjaan irigasi

Obyek perencanaan P T (tahun)

bagian atas pangkal bangunan 0,1 % 1000

bangunan utama dan bangunan-bangunan di sekitarnya 1,0 % 100

jembatan jalan Bina Marga

bangunan pembuang silang, pengambilan di sungai 2,0 % 50

bangunan pembuang dalam proyek 4,0 % 25

bangunan sementara 20 % 5

20% - 4% 5 - 25

Perhitungan debit banjir rencana dilakukan dengan beberapa metode seperti pada tabel
berikut :

Tabel KONSEP PENDEKATAN DAN METODOLOGI KERJA.5 Metode perhitungan debit banjir rencana

No Catatan banjir Metode Parameter perencanaan

1a Data cukup Analisis frekuensi dg distribusi Debit puncak dg kemungkinan


frekuensi ekstrem tak terpenuhi 20% - 4% - 1% -
(20 tahun atau
0,1%
lebih)

1b Data terbatas Analisis frekuensi dg metode debit di seperti pada 1a dgn ketepatan
(kurang dari 20 atas ambang (peak over threshold yang kurang dari itu
tahun) method)

2 Data tidak ada Hubungan empiris antara curah hujan - seperti pada 1a dgn ketepatan
limpasan air hujan yg kurang dari itu

3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran Debit puncak kemungkinan tak
terpenuhi diperkirakan
Hitung banjir puncak dari tinggi air
maksimum, potongan melintang &
kemiringan sungai yg sudah diketahui.

21
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Metode ini tidak tepat, hanya utk


mencek 1b & 2 atau utk memasukkan
data historis banjir dalam 1a.

Beberapa metode perhitungan debit banjir seperti diuraikan di bawah ini.

a. Metode Rasional Singapura


Dalam menentukan debit puncak banjir dengan metode ini dipergunakan beberapa
gambar yang menunjukkan hubungan antara parameter daerah tadah hujan (u),
dengan intensitas hujan efektif (ie5) semuanya untuk hujan dengan kala ulang 5 tahun,
hubungan antara intensitas hujan ( i ) dan waktu (durasi) untuk berbagai kala ulang.
Dalam metode ini karakteristik hujan/banjir dengan kala ulang 5 tahun dipakai sebagai
dasar perhitungan untuk menentukan puncak banjir pada berbagai kala ulang.
Prosedur perhitungan untuk menentukan debit puncak banjir dengan Metode
Rasional Singapura adalah sbb :
1) Parameter daerah tadah hujan (u) dengan rumus :

n.L
u= 
S0.5

Dimana :
u= parameter daerah tadah hujan
n= koefisien kekasaran Manning
L= panjang daerah Overland (m)
S= kemiringan daearh overland (m/m)

2) Dengan memplot parameter (u) dapat diperoleh intensitas hujan efektif 5 tahunan
(ie5) untuk kecepatan resapan 0, 10, 20 dan 30 mm/jam. Nilai f bergantung sifat
lulus air lahan.
3) c.Dari nilai ie5 untuk periode 5 tahun dapat dihitung intensitas hujan (i 5) dengan
rumus :
I5 = ie5 + f

Dimana :
i5 = intensitas hujan selama waktu konsentrasi pada kala ulang 5 tahun
(mm/jam)
ie5 = intensitas hujan efektif 5 tahunan (mm/jam)
f= kecepatan inflitrasi (mm/jam) yang nilainya bergantung sifat lulus air
lahan.
4) Dengan intensitas hujan untuk kala ulanh 5 tahun (i 5) dapat diperoleh durasi hujan
atau waktu konsentrasi dengan menggunakan persamaan berikut :
tc = (an/i5)1/bn
Dimana :

22
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

tc = durasi hujan atau waktu konsentrasi (menit)

5) Koefisien limpasan C yang berlaku untuk semua kala ulang dapat dihitung dengan
rumus :
C= ie5/i5

Dimana :
C = koefisien limpasan
i5 = intensitas hujan selama waktu konsentrasi pada kala ulang 5 tahun
(mm/jam)
ie5 = intensitas hujan efektif 5 tahunan (mm/jam)

6) Untuk menghitung intensitas hujan (i T) dengan kala ulang tertentu, maka durasi
hujan/waktu konsentrasi tc diplot pada sumbu x pada Gambar atau dengan
persamaan di bawah ini :
iT = an tcbn

Dimana :
iT = intensitas hujan pada kala ulang T (mm/jam)
tc = durasi hujan (menit)
an dan bn adalah parameter perhitungan.
7) Debit puncak banjir dengan kala ulang T dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
C . iT . A
QT =
360

Dimana :
QT = debit puncak banjir untuk kala ulang T tahun (m 3/dt)
C= koefisien limpasan
iT = intensitas hujan untuk kala ulang T tahun (mm/jam)
A= luas daerah tadah hujan (Ha)

b. Metode Rasional Australia


Langkah-langkah dalam menentukan debit puncak banjir metode Rasional Australia
adalah sebagai berikut :
1) Menentukan hujan harian maksimum tahunan yang dirata-ratakan (R m) dan jumlah
hari hujan badai (M)
2) Waktu konsentrasi (tc) didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh limpasan
untuk melalui jarak terjauh di daerah tadah hujan, yaitu dari suatu titik di udik
sampai ke titik tinjau paling hilir. Waktu konsentrasi dihitung dengan 2 rumus di
bawah kemudian dirata-ratakan.
a) Rumus Kirpich :
L1.156
tc =0.945 
D0.385
Dimana :

23
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

tc = waktu konsentrasi (jam)


L = panjang sungai utama (Km)
D = beda tinggi antara lokasi embung/situ-situ dan titik tertinggi pada
daerah
tadah hujan (m)
b) Rumus Giandotti :
4 A0.5 + 1.5 L
tc = 
0.8 h0.5

Dimana :
tc = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah pengaliran (Km2)
L = panjang sungai utama (Km)
h = beda tinggi antara tinggi rerata daerah tadah hujan dan tinggi
lokasi embung/situ-situ (m).
Tinggi rerata daerah tadah hujan dihitung dengan merata-ratakan 3 titik di
cekungan (tertinggi, sedang, terendah)
3) Perhitungan curah hujan ( R )
Dalam cara ini durasi hujan diambil sebesar tc (waktu konsentrasi)
a) Untuk menghitung besarnya curah hujan dengan durasi hujan tc 5 sampai 120
menit dengan kala ulang 2 tahun sampai 100 tahun digunakan rumus berikut :
RtT = R602 (0.35 ln T + 0.76)(0.54 tc0.25 - 0.5)

Dimana :
RtT = hujan dalam mm untuk durasi t menit yang sama dengan
waktu konsentrasi tc untuk kala ulang T tahun
R602 = hujan untuk durasi 60 menit dengan kala ulang 2 tahun,
dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
R602 = 0.17 Rm M0.32 untuk 0 < M < 50
b) Untuk menghitung besarnya curah hujan dengan durasi hujan tc > 120 menit
dengan kala ulang 2 tahun sampai 100 tahun digunakan rumus berikut :
RtT = R602 (0.35 ln T + 0.76)(0.54 tc0.25 - 0.5) - (0.18(t - 120)+1)
4) Perhitungan intensitas hujan, dengan rumus :
iT = RtT/tc
5) Perhitungan koefisien limpasan ( C )
Koefisien limpasan (run off) dihitung dengan memperhatikan faktor-faktor iklim
dan fisiografi, yaitu dengan menjumlahkan beberapa koefisien C sebagai berikut:

C = Ci + Ct + Cp + Cs + Cc

Dimana :
Ci = komponen C yang disebabkan oleh intensitas hujan yang
bervariasi
Ct = komponen C yang disebabkan oleh keadaan topografi
Cp = komponen C yang disebabkan oleh tampungan permukaan
Cs = komponen C yang disebabkan oleh inflitrasi
Cc = komponen C yang disebabkan oleh penutup lahan

24
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

6) Perhitungan debit puncak banjir (QT)


Dalam menghitung debit puncak banjir dengan metode Rasional Australia
digunakan rumus sebagai berikut :
C . iT . A
QT = 
3.6
Dimana :
QT = debit puncak banjir untuk kala ulang T tahun (m 3/dt)
C = koefisien limpasan run of total
iT = besar hujan untuk kala ulang T tahun (mm/jam)
A = luas daerah tadah hujan (Km 2)
c. Metode Weduwen dan Hidrograf Satuan Nakayasu
Untuk menghitung debit banjir dengan metode Weduwen dan hidrograf satuan
Nakayasu, sebagai langkah awal dihitung dulu curah hujan rencana. Dari data curah
hujan maksimum harian kemudian dicari besarnya curah hujan rencana dengan kala
ulang tertentu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Perhitungan curah hujan
rencana digunakan metode Log Pearson Type III.
Keistimewaan metode Log Pearson Type III adalah dapat digunakan untuk semua
sebaran data. Adapun langkah-langkah perhitungan curah hujan rencana dengan
metode Log Pearson Type III sebagai berikut :
1) Urutkan data dari kecil ke besar dan ubah data curah hujan (X 1, X2, …., Xn) dalam
bentuk logaritma (log X1, log X2, …., log Xn).
2) Hitung nilai rerata, dengan persamaan :
 1 I=n
log X =   (log Xi)
I=1 n
3) Hitung standart deviasi, dengan persamaan :
I=n 
 (log Xi - log X)2
I=1
S12 = 
n–1

4) Hitung koefisien kepencengan, dengan persamaan :


I = n 
n  (log Xi - log X)3
I=1
Cs = 
(n - 1) (n - 2) (S1)3
5) Hitung logaritma curah hujan dengan persamaan :

Log X = log X + G . S1
6) Hitung anti log X
X= anti log X
Dimana :
log X = logaritma curah hujan yang dicari


25
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

log X = logaritma rerata dari curah hujan


log X1 = logaritma curah hujan tahun ke I
G = konstanta Log Pearson Type III, berdasarkan koefisien
kepencengan
S1 = simpangan baku
Cs = koefisien kepencengan
n = jumlah data

Metode Weduwen :
Dasar perhitungan debit banjir rencana dengan metode Weduwen adalah dengan
mencoba-coba harga t, dengan persamaan sebagai berikut :
Qn =  .  . qn . A
1
= 1 - 
(.qn + 7)

120 + {(t+1)/(t+9)} . A
 = 
120 + A

Rn 67.65
qn =  . 
240 (t + 1.45)

Harga t tersebut dicek dengan persamaan :

t = 0.25 . L . Q-0.125 . I-0.25


Dimana :
Qn = debit banjir dengan periode ulang n tahun (m 3/dt)
Rn = curah hujan maksimum dengan periode ulang n tahun (mm), yang
diperoleh dari analisis frekuensi dengan metode Log Pearson Type III.
 = koefisien limpasan air hujan
 = koefisien pengurangan luas untuk curah hujan di daerah aliran sungai
qn = luasan curah hujan dengan periode ulang n tahun (m 3/dt.km2)
L = panjang sungai (Km)
A = luas DAS sampai 100 Km2
I = kemiringan medan
Hidrograf satuan Nakayasu :
Metode Nakayasu adalah metode yang berdasarkan teori hidrograf satuan yang
menggunakan hujan efektif (bagian dari hujan total yang menghasilkan limpasan
langsung). Parameter-parameter yang mempengaruhi analisis banjir dengan metode
Nakayasu ini adalah :
1) Intensitas curah hujan
Untuk menganalisis intensitas curah hujan digunakan formula dari DR. Mononobe
yaitu :
Rt = R24/24 . (24/T)(2/3)

Dimana :
Rt = rerata hujan dari awal sampai jam ke T (mm/jam)

26
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

T= waktu hujan dari awal sampai jam ke T (jam)


R24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm/jam)
RT = T . Rt - (T - 1) . R(T - 1)
Dimana :
RT = intensitas curah hujan pada jam T (mm/jam)
R(T - 1) = rerata curah hujan dri awal sampai jam ke (T - 1)

2) Hujan efektif
Re = f . RT
Dimana :
Re = hujan efektif (mm/jam)
f= koefisien pengaliran sungai
RT = intensitas curah hujan (mm/jam)

3) Hidrograf satuan (UH)


A . RT
Qmaks = 
3,6 . 0,30 . Tp + T0,3
Dimana :
Qmaks = debit puncak banjir (m3/dt)
RT = intensitas curah hujan (mm/jam)
A= luas daerah pengaliran sungai (km2)
Tp = waktu permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak banjir
(jam)
Tp = Tg + 0,8 Tr
T0,3 =  . Tg
Tg = 0,4 + 0,058 L  untuk L < 15 km
Tg = 0,21 . L0,27  untuk L > 15 km
Tg = waktu kosentrasi pada daerah alirah (jam)
Tr = satuan waktu dari curah hujan (0,5 - 1,0) . T g
= koefisien ( 1,5 - 3,0)
L= ruas sungai terpanjang (km)

4) Banjir rencana
Banjir rencana dihitung dengan prinsip superposisi yaitu sebagai berikut :
Q1 = Re1 . UH1
Q2 = Re1 . UH2 + Re2 . UH1
Q3 = Re1 . UH3 + Re2 . UH2 + Re3 . UH1
Qn = Re1 . UHn + Re2 . UH(n-1) + Re3 . UH(n-2) + …. + Rn . UH1
Dimana :
Qn = debit pada saat jam ke n (m3/dt)
Re1 = hujan rencana efektif jam ke I (mm/jam)
UH1 = ordinat hidrograf satuan
Qi = total debit banjir pada jam ke i akibat limpasan hujan efektif
(m3/dt).

27
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

3.6.1.3 ANALISIS KESETIMBANGAN AIR

Analisis ini merupakan analisis terhadap kesetimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan
air sesuai dengan prediksi atas waktu, jumlah dan mutu. Analisis ini masih terbatas, berdasarkan
analisis ketersediaan air permukaan. Pemanfaatan air tanah merupakan usulan pada lokasi atau
daerah yang mengalami krisis air.

3.6.1.4 ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR

Tujuan dari pengembangan penyediaan air baku Kabupaten Bekasi Dan Kabupaten Tangerang
adalah mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan yang efektif berdasarkan semua informasi
terkait yang tersedia, menganalisis kelayakannya secara umum dan menyajikannya dalam suatu
bentuk yang dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Rencana tersebut
merupakan alat perencanaan dan koordinasi kunci dalam upaya pengembangan penyediaan air
baku yang ada. Rencana yang disusun tersebut haruslah memiliki konsep yang jelas, dapat
dipertanggung jawabkan dan diterima oleh banyak pihak.

Dengan memperhatikan perkembangan wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang,


maka dapat disusun alternatif-alternatif pengembangan penyediaan air baku. Aspek lain yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan penyediaan air baku adalah masalah-masalah
kependudukan, kondisi topografi, geologi, hidrologi dan sosial ekonomi.

Untuk mendapatkan gambaran lokasi yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi prasarana
dan sarana dasar pengairan, dilakukan analisis peta topografi skala 1 : 50.000. Dari hasil analisis
peta topografi yang ada diperoleh sejumlah lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai
lokasi prasana dan sarana dasar pengairan untuk penyediaan air baku, dimana lokasi-lokasi
tersebut dapat berupa lokasi bendung, bendungan, embung/situ-situ dan lain-lain.

Untuk mempertinggi ketersediaan air baku sepanjang waktu, air permukaan perlu dipertahankan
laju alirannya ke laut, sehingga dimusim kemarau airnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan air
bersih dan kebutuhan air tanaman dan dimusim hujan dapat mengurangi resiko banjir.

Kegiatan Water Resources Engineering meliputi :

Pengumpulan data sosio agro ekonomi dan lingkungan dari kabupaten sekitar rencana
bendung, bendungan maupun embung/situ-situ berdasarkan laporan study terdahulu.
Analisis water balance atas kebutuhan dan ketersediaan air.
Analisis Rona Lingkungan Awal

28
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Land Use data status kepemilikan tanah serta cara pembebasan tanah dan pemindahan
penduduk yang dimungkinkan terkena genangan.

3.6.2 ANALISIS DATA TOPOGRAFI

3.6.2.1 TUJUAN ANALISA

Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengukuran topografi mempunyai tujuan untuk
memberikan gambaran permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan
yang ada disekitar lokasi.

3.6.2.2 RUANG LINGKUP ANALISA

Kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan analisa pengukuran topografi ini terdiri dari:

Hitungan kerangka horizontal.


Hitungan kerangka vertikal.
Penggambaran topografi

3.6.3 ANALISA DATA SOSIAL EKONOMI

3.6.3.1 TUJUAN ANALISA

Mendapatkan gambaran tentang tingkat pengembangan kabupaten berdasarkan kondisi sosial


ekonomi dan arahan kebijakan pemerintah serta melakukan prediksi sosial ekonomi guna
penentuan arah kebijakan pengembangan untuk masa yang akan datang.

3.6.3.2 RUANG LINGKUP ANALISA

Jenis Analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Analisa dan prediksi pertumbuhan ekonomi.


Prediksi jumlah penduduk.
Karakteristik kebiasaan masyarakat.

3.6.3.3 METODOLOGI ANALISA

Analisa Data time Series (Statistik dan Probabilitas).

3.6.3.4 PERSONIL ANALISA

Yang terlibat dalam kegiatan ini yaitu ahli sosial ekonomi.

3.6.3.5 PERALATAN ANALISA

Alat bantu yang dipegunakan dalam kegiatan ini yaitu alat tulis dan komputer.

29
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

3.6.3.6 HASIL ANALISA

Dari hasil analisa data sosial ekonomi dan lingkungan akan didapatkan:

Prediksi pertumbuhan ekonomi kawasan.


Prediksi jumlah penduduk.
Sifat dan karakteristik masyarakat.

3.6.4 ANALISIS KONSERVASI SDA

Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, konservasi sumber daya air adalah
upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air
agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

Penjelasan lebih lanjut mengenai konservasi sumber daya air diuraikan lebih lanjut pada pasal 20
sampai dengan pasal 25 dalam UU No. 7 Tahun 2004 yang intinya adalah:

1) Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan


daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
2) Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan
pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber
daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
3) Ketentuan tentang konservasi sumber daya air digunakan sebagai salah satu acuan
dalam perencanaan tata ruang.
Adapun kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air dijelaskan sebagai berikut:

Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air


Ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan
keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam,
termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam perlindungan dan pelestarian sumber air
diantaranya:

 pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;


 pengendalian pemanfaatan sumber air;
 pengisian air pada sumber air;
 pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
 perlindungan sumber air dalam hubungan¬¬nya dengan kegiatan pembangunan
dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
 pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
 pengaturan daerah sempadan sumber air;
 rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
 pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.

30
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil
teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pengawetan Air
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau
kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
Pengawetan air sebagaimana dilakukan dengan cara:

 menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada
waktu diperlukan;
 menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
 mengendalikan penggunaan air tanah

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air


Ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada
pada sumber-sumber air.
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara

 memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
 mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber
daya air.

Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah,
sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan
hutan, dan kawasan pantai.

3.6.5 ANALISIS PEMANFAATAN SITU

Pengembangkan potensi situ yang selama ini tidak dimanfaatkan diharapkan bisa meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat atau bisa membuka peluang bisnis yang menjanjikan.

Kewenangan pengelolaan, pengembangan, pengusahaan dan pemanfaatan situ-situ mencakup


kepentingan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah. Karena itu, dalam pelaksanaannya
memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaatnya.

Titik berat upaya pengelolaan dan pengembangan potensi situ adalah kepada kaidah-kaidah
sosio-teknik, sosio-ekonomi konservasi dan sumberdaya air untuk irigasi dan budidaya

Selama ini pemerintah daerah hanya mengedepankan pemanfaatan situ hanya untuk kepentingan
wisata saja, sehinga fungsi situ mengalami penurunan. Itu terjadi karena karena ada penurunan
ketersediaan air, sedimentasi dan penggundulan hutan. Kekeringan juga sering terjadi baik di
kawasan situ maupun di sekitarnya.

Selain sebagai objek wisata, situ dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan budidaya
pertanian dan irigasi serta untuk konservasi sumber daya air.

31
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Manfaat situ dalam sistem pengendalian banjir belum begitu besar. Tapi secara sistematik dan
sesuai dengan fungsinya, situ mampu memberikan kontribusi dalam pengendalian banjir.

3.7 DESAIN TERPERINCI

Pembuatan layout serta dimensi preliminary desain untuk masing-masing usulan


bangunan pengairan.
Input penyusunan rencana induk pengelolaan watershed sesuai kebijaksanaan daerah
tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) dan instansi terkait.

3.7.1 PERENCANAAN KONSEP PENGEMBANGAN SITU

Konsep Pengembangan Situ yang direncanakan dalam pekerjaan ini didasarkan pada konsep
rencana struktur ruang kota terkait yaitu Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Konsep
pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas kawasan lindung yang
dalam hal ini adalah situ.

Upaya pengelolaan sumber daya air yang ditawarkan Konsultan adalah melalui penataan Situ,
sebagai sarana dan prasarana konservasi, penyedia air baku, dan pengendali banjir, serta melalui
konservasi lahan.

Dalam perencanaan, pengelolaan dan atau pengembangan suatu aktifitas diperlukan suatu
perencanaan yang bersifat strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling
mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Sebagai persiapan
perencanaan, agar dapat memilih dan menetapkan strategi dan sasaran sehingga tersusun
program-program dan proyek kegiatan yang efektif dan efisien, maka diperlukan suatu analisis
yang tajam dari para pelaksana.

Secara garis besar konsep pengembangan situ yang direncanakan selanjutnya dapat diaplikasikan
pada kondisi eksisting dari situ-situ tinjauan sehingga manfaat yang diperoleh dari pengembangan
situ tersebut dapat dirasakan secara langsung ataupun tidak langsung bagi masyarakat setempat.

3.7.2 PERENCANAAN SITU-SITU DAN BANGUNAN PELENGKAP

Perencanaan situ dan bangunan pelengkap tergantung daripada rencana pemanfaatan situ yang
direncanakan. Umumnya situ dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata, namun konsultan
memandang bahwa potensi situ tidak hanya dapat dijadikan sebagai objek wisata saja, tetapi
dapat digunakan antara lain untuk konservasi air, mendukung budidaya pertanian/ perikanana tau
bahkan lebih jauh lagi untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat setempat.

32
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

Situ-situ yang akan direncanakan, akan dilengkapi oleh bangunan penunjang yang sesuai dengan
pemanfaatan fungsi situ tersebut.

3.7.3 PENGGAMBARAN DETAIL DESAIN SITU-SITU

Penggambaran detail desain dilakukan meliputi :

Volume tampungan situ


Bangunan pengaman situ mencakup talud / perkuatan tebing, jalan inspeksi / joging
track, pagar pengaman dan lain-lain
Bangunan utama yang mencakup spillway, pintu pengatur / penguras, inlet / outlet dan
bangunan-bangunan lain sesuai dengan kebutuhan

3.7.4 PENYUSUNAN DOKUMEN TENDER

Dokumen tender disusun untuk pelaksanan fisik dari perencanaan yang dibuat oleh konsultan.

3.7.5 PENYUSUNAN BOQ DAN RAB

Didalam perhitungan biaya disesuaikan dengan desain akhir (design final) dan dengan harga
terbaru sesuai yang berlaku di daerah setempat. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya meliputi :

Perhitungan volume pekerjaan berdasarkan hasil perencanaan + backup data


RAB meliputi perhitungan analisa harga satuan dan rencana anggaran biaya

Sedangkan dalam penyusunan rencana anggaran biaya untuk persiapan desain selanjutnya
disesuaikan dengan laporan akhir dan dengan harga sesuai standar biaya perencanaan (situ-situ,
bendung, reservoir dan bangunan lainnya) meliputi:

Biaya personil (remuneration)


Biaya non personil

3.8 PELAPORAN PEKERJAAN

Seluruh kegiatan yang telah dilakukan oleh konsultan dipertanggunjawabkan kepada direksi
pekerjaan selaku pengguna jasa dalam produk berupa laporan dan gambar . Laporan-laporan ini
terdiri atas:

1. Laporan RMK
Laporan ini merupakan rangkuman dari semua kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
konsultan pelaksana, yang di dalamnya mencakup Informasi yang lengkap terhadap
pekerjaan, rencana kerja, rencana mobilisasi personil / peralatan, rencana inspeksi serta
daftar simak. Laporan ini diserahkan pada minggu ke – 2, setelah terbitnya Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan dibuat rangkap 10 (sepuluh).

33
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

2. Laporan Pendahuluan (Inception Report)


Laporan ini berisi langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan, data yang tersedia,
metode kerja, hasil peninjauan awal di lokasi pekerjaan dan program kerja
selanjutnya.
Laporan ini diserahkan pada akhir bulan I, terhitung dari setelah terbitnya Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan dibuat rangkap 10 (sepuluh).
3. Laporan Bulanan (Monthly Progress Report)
Laporan akan memuat kegiatan mengenai mobilisasi dan demobilisasi tenaga,
kegiatan yang dilaksanakan termasuk kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang dicapai
pada bulan tersebut, masalah teknis dan non teknis yang dihadapi serta rencana
kerja bulan berikutnya.
Laporan ini diserahkan pada tiap akhir bulan bulan pelaksanaan, yang dibuat dalam
rangkap 5 (lima).
4. Laporan antara (Interim Report)
Laporan ini akan memuat hasil pelaksanaan survey lapangan, draft usulan
penanganan serta konsep pengembangan situ termasuk di dalamnya konsep desain
yang mencakup jenis dan tata letak bangunan, saluran pembawa (bila diperlukan).
Laporan ini dibuat rangkap 10 (sepuluh) dan diserahkan pada akhir bulan ke – 3, sejak
dikeluarkannya SPMK.
5. Konsep Laporan Akhir (Draft Final Report)
Laporan ini akan memuat semua hasil pekerjaan studi yang dilaksanakan, kesimpulan
dan rekomendasi mengenai tindak lanjutnya, dibuat rangkap 10 (sepuluh) dan
diserahkan pada akhir bulan ke – 5, sejak dikeluarkannya SPMK.
6. Laporan Akhir
Laporan ini merupakan penyempurnaan dari Konsep Laporan Akhir, dibuat rangkap 5
(lima) dan diserahkan pada akhir masa pelaksanaan pekerjaan.
7. Gambar Perencanaan
Berupa gambar hasil pelaksanaan perencanaan, yang mencakup di dalamnya gambar
situasi, gambar potongan memanjang dan melintang, gambar lay out / tata letak
bangunan, penataan situ, gambar detail bangunan dan gambar-gambar lain yang
mendukung pelaksanaan perencanaan.
Dokumen gambar ini diserahkan bersamaan dengan penyerahan laporan akhir, dibuat
dalam rangkap 5 (lima) dengan format gambar sesuai dengan yang berlaku di
lingkungan BBWS Ciliwung Cisadane.
8. Backup CD berisi semua data-data lapangan dan data hasil analisa, laporan-laporan dan
gambar-gambar dalam format digital.
Back Up CD ini diserahkan rangkap 10 (sepuluh) dengan pelabelan sesuai dengan
petunjuk direksi

34
Studi Detail Desain Situ-situ Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang Pendekatan dan Metodologi

35

Anda mungkin juga menyukai