Anda di halaman 1dari 31

NAMA : NOVI ASTI WULANDARI

NIM : 70600117014

Resume tentang obat-obatan dalam sistem indera :

A. OBAT OKULER
1) Anestesi Topikal
a. Jenis obat :
 Preparat :Tetracaine hydrochoride 0,5%,1%,2%(pantokain)
 Paling umum dipakai Salep 0,5% Onset 1 menit, durasi 15-20 menit
 Preparat lain : propacain hydrochloride (ophthaine), benoxinate
hydrochloride (fluress)

b. Farmakokinetik :
Absorpsi, stelah penetesan obat topikal, laju dan besar absorpsi
ditentukan oleh :

- Lamanya waktu obat tersebut berada di dalam cul-de-sac dan lapisan


air mata prakornea (waktu tinggal)
- Eliminasi melalui drainase nasolakrimal
- Ikatan obat pada protein air mata
- Metabolisme obat oleh protein air mata dan jaringan
- Difusi menembus kornea dan konjungtiva

Distribusi :

obat yang diberikan secara topikal dapat distribusi sistemik terutama


melalui absorpsi mukosa hidung dan dapat juga terjadi pada distribusi
okular lokal mll absorpsi transkornea/transkonjungtiva

Mekanisme → setelah melalui absorpsi transkornea, aqueous humor


mengakumulasi obat, kemudian didistribusikan ke struktur intraokular
dan ke sirkulasi sistemik melalui jalur trabecular meshwork.

Metabolisme :
Biotransformasi enzimatik obat-obat mata, terjadi keragaman enzim ;
esterase, oksidoreduktase, enzim lisosom, peptidase, glukuronida, dan
sulfat transferase, enzim pengkonjugasi, glutation.

Esterase: dikembangkan menjadi prodrug untuk meningkatkan


permeabilitas kornea, ex: dipivefrin klorida (prodrug utk epinefrin) dan
latanopros (prodrug utk prostaglandin). Obat2 tersebut digunakan untuk
pengobatan glaucoma.

Obat mata topikal dieliminasi oleh hati dan ginjal setelah diabsorpsi
secara sistemik.

c. Rute pemberian :
Topical → pemberian obat kulit berupa salep/jelly,krim, atau lotion
(kocokan)

d. Indikasi :
- Diagnostik : tonometri, gonioskopi, tes sensibilitas kornea
- Terapeutik : ekstirpasi corpus alienum, spooling bola mata, menurnkan
rasa sakit,
post bedah mata ringan
e. Efek samping :
o Tetracaine hydrochloride 0,5% : sakit saat diteteskan
o Propacain hydrochloride (opthaine) : kadang terjadi iritasi

2) Anestesi local injeksi


a. Jenis obat :
- Lidocain hidroklorida (xylocaine) 1%
- Procaine hidroklorida (novacaine) 1%, 2%, 10%
- Bupivacaine hidroklorida (marcaine, sensorcaine) 0,25%, 0,5%, 0,75%
- Etiocaine hidroklorida (duranest) 1%, 1,5%
b. Farmakokinetik
Lidocain hidroklorida (xylocaine)
o Waktu distribusi : 10 menit
o Waktu eliminasi : 1,6 jam
Procaine hidroklorida (novacaine)
o Waktu distribusi : 5 menit
o Waktu eliminasi : 1,5 jam
Bupivacaine hidroklorida (marcaine, sensorcaine)
o Waktu distribusi : 28 menit
o Waktu eliminasi : 3,5 jam
Etiocaine hidroklorida (duranest)
o Waktu distribusi : 5 menit
o Waktu eliminasi : 1,5 jam
c. Rute pemberian
Parenteral→Diberikan secara intramuskular untuk memblok nervus
facialis dan tetap memperhatikan teknik injeksi serta selalu melakukan
aspirasi untuk mencegah obat masuk secara intravena.
d. Indikasi
Menghilangkan sensasi nyeri pada saat operasi mata.
e. Efek samping
Dengan teknik pemberian injeksi yang benar tidak akan memberikan
efek samping yang berarti melakukan sesuai dengan prosedur.

3) Midriatika dan Sikloplegik


a. Jenis obat
- Phenylephrine hydrochloride (efrisel) sediaan 5% dan 10% Satu-
satunya bersifat midriatik
- Tropicamide (Mydriacyl) sediaan 0,5%, 1%
- Cyclopentolate hydrochloride (cyclone) sediaan 0,5%, 1%, 2%
- Homatropine hydrochloride (homatro) sediaan 2%, 5%
b. Farmakokinetik
 Phenylephrine hydrochloride (efrisel) sediaan 5% dan 10% Satu-satunya
bersifat midriatik
Onset 30 menit Bertahan 2-3 jam
 Tropicamide (Mydriacyl) sediaan 0,5%, 1%
Onset 15 menit Bertahan 6 jam

 Cyclopentolate hydrochloride (cyclone) sediaan 0,5%, 1%, 2%


Onset 0,5-1 jam Bertahan 24 jam
 Homatropine hydrochloride (homatro) sediaan 2%, 5%
Onset 15 menit Bertahan 24 jam

c. Rute pemberian
Topical→pemberian Tetes Mata

d. Indikasi
Phenylephrine hydrochloride (efrisel) sediaan 5% dan 10% Satu-satunya
bersifat midriatik

- Ekstraksi katarak dan sinekiolisis

Tropicamide (Mydriacyl) sediaan 0,5%, 1%

- Ekstraksi lensa

Cyclopentolate hydrochloride (cyclone) sediaan 0,5%, 1%, 2%

- Pemeriksaan uji refraksi


 Antikolinergik
 Dilatasi pupil mata
 Melemaskan otot mata sementara
 Tidak nyeri di mata, cocok untuk bayi dan anak-anak
Homatropine hydrochloride (homatro) sediaan 2%, 5%

- Pra pemeriksaan (seperti refraksi)


- Pra dan post operasi
- Mengobati uveitis

e. Efek samping
Phenylephrine hydrochloride (efrisel) sediaan 5% dan 10% Satu-satunya
bersifat midriatik :
 Pusing,
 ruam kulit,
 gatal,
 bengkak

Tropicamide (Mydriacyl) sediaan 0,5%, 1% :


 Penglihatan kabur
 pusing

Cyclopentolate hydrochloride (cyclone) sediaan 0,5%, 1%, 2%:

 Penglihatan kabur
 iritasi ringan/kemerahan
 edema kelopak mata
 fotofobia

Homatropine hydrochloride (homatro) sediaan 2%, 5%:


 Penglihatan kabur
 mata gatal
 rasa terbakar
4) Sulfat atropine
a. Jenis obat
- Sulfas atropine (cendotropin) sediaan 0,5-3%

b. Farmakokinetik
Onset 30 menit→Bertahan 2 minggu

c. Indikasi
- Efektif untuk peradangan bola mata (ulkus kornea)
- Terapi strabismus

d. Efek Samping
- Kesulitan memfokuskan pandangan
- pandangan kabur
- iritasi mata

5) Obat Glaukoma
a. Jenis Obat
- Timolol maleat (timol) sediaan 0,25%, 0,5%, 2%
- Betaxolol hydrochloride (tonor)
b. Farmakokinetik
Timolol dan metabolitnya diekskresikan dalam urin. Waktu distribusi
dalam plasma ± 4 jam.
c. Rute Pemberian
Lokal→ tetes mata dan dapat jugan diberikan secara oral.
d. Indikasi
Diindikasikan dalam pengobatan tekanan intraocular meningkat pada
pasien dengan hipertensi ocular atau glaucoma sudut terbuka.
e. Efek samping
- Denyut jantung lambat atau tidak teraba
- Pingsan
- Sesak napas
- Mual
- nyeri perut
- demam
- Tangan dan kaki terasa dingin

6) Artifisial Tear
a. Jenis obat
- Natrium hyaluronat
- benzalkonium (cenfresh,eyefresh,lytters)
b. Farmakokinetik
c. Rute pemberian

topical→pemberian menggunakan tetes mata

d. Indikasi
Sebagai pembasah/lubricant pada mata kering dan berfungsi untuk
mempertahankan agar permukaan mata tetap basah
e. Efek samping
Tidak memberikan efek samping apabila pemberian

7) Kortikosteroid
a. Jenis obat
- Betamethasone dihydrogenphosphatt dinatrium sediaan 1 mg/ml atau
0,1% pada sediaan tetes mata
- Fluorometholone sediaan 0,1%
b. Farmakokinetik
- Waktu distribusi 10-15 menit
- Waktu eliminasi 5-6 jam
c. Rute pemberian
Dapat diberikan dalam topical/salep, dan tetes mata
d. Indikasi
Diindikasikan pada peradangan dan alergi
e. Efek samping
Pada pemberian dalam bentuk salep dan tetes mata tidak
memberikan efek yang banyak.namun, pada penggunaan yang lama
dapat menyebabkan penumpukan lemak di pipi (moon face).

8) Anti alergi
a. Jenis obat
 TERFENIDIN

Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi


sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian.

 ASTEMIZOL

Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin


benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak
dalam darah dicapai setelah 1 jam pemberian.

 MEQUITAZIN

Merupakan suatu derivat fenotiazin. Absorbsinya cepat pada pemberian


oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu
paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2
X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).

 LORATADIN
Adalah suatu derivat azatadin. Penambahan atom C1 meninggikan potensi
dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai
setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat
dan lama kerja adalah panjang.

b. Farmakokinetik
AH1 non sedatif mempunyai efek menghambat kerja histamin
terutama diperifer, sedangkan di sentral tidak terjadi karena tidak dapat
melalui sawar darah otak. Antihistamin bekerja dengan cara kompetitif
dengan histamin terbadap reseptor histamin pada sel, menyebabkan
histamin tidak mencapai target organ. Pada reaksi wheal dan flare,
pemberian per oral terfenidin 60 mg menunjukkan efek hambatan 1
jam setelah pemberian, efek maksimum 3-4 jam dan lama kerja 8-12
jam sesudah pemberian. Pada loratadin respon wheal akan ditekan
pada pemberian 1-2 jam. Untuk pemberian jangka panjang dan untuk
penderita yang pekerjannya memerlukan kewaspadaan misalnya
pengemudi mobil lebih sesuai diberi AH1 non sedatif, karena efek
sedasi dan atltikolinergik dari AH1 klasik akan mengganggu penderita.

c. Rute pemberian

Oral→pemberian obat melalui mulut

d. Indikasi
Antihistamin berfungsi untuk menghentikan atau membatasi
aktivitas histamin dalam tubuh. Namun, obat gatal alergi tidak
bisa digunakan untuk mencegah reaksi alergi atau mengobati
reaksi alergi yang parah seperti anafilaktik
e. Efek samping
- toksisitas yang rendah
- sedasi
- meningkatkan nafsu makan dan menambah berat badan

9) Antibiotika topical
Anti bakteri
 Tetrasiklin
a. Farmakokinetik
Absorpsi: Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna.
Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus.
Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali
minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu
oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin
dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid,
garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida,
dan juga ferum.
Distribusi: Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein
plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal
(CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum.
Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis.
Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik.
Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI
dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin
lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan
lebih baik.
Metabolisme: Obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di
hati, sehingga kurang aman pada pasien gagal ginjal.
Ekskresi: Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi
glomerolus dan melalui empedu. Golongan tetrasiklin yang diekskresi
oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum.
Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini
mengalami sirkulasi enterohepatik, maka obat ini masih terdapat
dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi
obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami akumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi
melalui tinja.
b. Indikasi
Penggunaan topikal hanya dibatasi untuk infeksi mata dan kulit
saja. Salep mata golongan tetrasiklin efektif untuk mengobati trakoma
dan infeksi lain pada mata oleh bakteri gram-positif dan gram negatif
yang sensitif. Selain itu juga untuk profilaksis oftalmia neonatorum
pada neonatus akibat Neisseria gonorrhoe atau Chlamydia
trachomatis.
c. Efek samping
Sensasi terbakar pada mata.

 Kloramifenikol
a. Farmakokinetik
Setelah pemberian kloramfenikol melalui mata, absorpsi obat
melalui kornea dan konjunctiva, selanjutnya menuju humor aquos.
Absorpsi terjadi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi atau
trauma. Absorpsi sistemik dapat terjadi melalui saluran nasolakrimal.
Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urin. Obat ini
mengalami inaktivasi di hati. Proses absorpsi, metabolisme dan
ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya
pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat. Difusi kedalam
jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam
empedu. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini
dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan
belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah
mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal,
terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh.

b. Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata yang disebabkan
oleh bakteri, blepharitis, post operasi katarak, konjungtivitis bernanah,
traumatik keratitis, trakoma dan ulceratif keratitis.
c. Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi
kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi
termasuk mata merah, dan edema. Neuritis optikus, penglihatan kabur
selama beberapa menit setelah penggunaan. Pada terapi jangka
panjang ditemukan kasus anemia aplastik.

 Gentamicin
a. Farmakokinetik
Gentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga
sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam
bentuk garam sulfat yang diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar
puncak dicapai dalam waktu ½ sampai 2 jam. Sifat polarnya
menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan
jaringan rendah, kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan
perilimf telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut.
Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama
dengan filtrasi glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal
menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari dosis yang
diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui
ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam
jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-
200 g/mL, sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat
diberikan.
Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi gentamisin,
menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat
mencapai kadar toksik. Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah
pada penyakit ginjal, tetapi perlu diperhatikan pula pada bayi terutama
yang baru lahir atau prematur, pada pasien yang usia lanjut dan pada
berbagai keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya fungsi
ginjal. Pada gangguan faal ginjal t ½ gentamisin cepat meningkat.
Karena kekerapannya terjadi nefrotoksisitas dan ototoksitas akibat
akumulasi gentamisin, maka perlu penyesuaian dosis pada pasien
gangguan ginjal.
b. Indikasi
Konjungtivitis, Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis,
Dakriosistitis, Ulkus Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut,
Blefarokonjunctivitis.
10 mg dapat disuntikan secara subkonjungtiva untuk infeksi mata yang
berat.

c. Efek Samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, iritasi.

 Tobramicin
a. Farmakokinetik
Absorbsi: Diabsorpsi dengan baik setelah pemberian IM. Absorpsi
minimal setelah pemberian topikal.
Distribusi: Didistribusikan secara luas ke cairan ekstrasel setelah
pemberian IM atau IV. Menembus plasenta. Penetrasi buruk ke CSS.
Metabolisme dan Ekskresi: Ekskresi terutama melalui ginjal (>90%).
Penyesuaian dosis diperlukan untuk setiap penurunan fungsi ginjal.
Dimetabolisme oleh hati dalam jumlah minimal.
b. Indikasi
Pengobatan infeksi mata superficial, seperti konjungtivitis,
Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus
Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut, Blefarokonjunctivitis.
IM, IV : Pengobatan infeksi basiler gram negatif dan infeksi akibat
stafilokokus bila penisilin atau obat yang kurang toksik lainnya
dikontraindikasikan atau telah terjadi resistensi terhadap gentamisin.
c. Efek Samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, rasa
terbakar atau tersengat pada mata. Ginjal : Nefrotoksik.

 ciprofloxacin
a. Farmakokinetik
Absorbsi: Ciprofloxacin cepat dan terserap dengan baik pada saluran
pencernaan. Ketersediaan bioavailabilitas ciprofloxacin adalah sekitar
70-80% (oral). Waktu untuk konsentrasi plasma puncak: 1-2 jam
(oral). Setelah pemberian infus intravena 200 mg dan 400 mg IV,
konsentrasi serum maksimum rata-rata yang dicapai adalah 2,1 dan 4,6
mcg / mL; Konsentrasi pada 12 jam adalah 0,1 dan 0,2 mcg / mL.
Farmakokinetik ciprofloxacin linier di atas dosis 200 mg sampai 400
mg diberikan secara intravena. Perbandingan parameter
farmakokinetik mengikuti dosis intravena ke-1 dan ke-5 pada setiap
rejimen 12 jam tidak menunjukkan bukti adanya akumulasi obat.
Ketersediaan bioavailabilitas oral ciprofloxacin mutlak berada dalam
kisaran 70-80% tanpa kehilangan substansial pada metabolisme yang
pertama. Infus intravena 400 mg yang diberikan selama 60 menit
setiap 12 jam telah terbukti menghasilkan area di bawah kurva waktu
konsentrasi serum (area under the curve/AUC) setara dengan dosis
oral 500 mg yang diberikan setiap 12 jam.
Distribusi: Ciprofloxacin hadir dalam bentuk aktif dalam cairan
ludah, sekret hidung dan bronkus, mukosa sinus, dahak, cairan blister
kulit, getah bening, cairan peritoneum, empedu, dan sekresi prostat.
Ciprofloxacin juga telah terdeteksi di paru-paru, kulit, lemak, otot,
tulang rawan, dan tulang. Ciprofloxacin menyebar ke cairan
serebrospinal; Namun, konsentrasi cairan serebrospinal umumnya
kurang dari 10% konsentrasi serum puncak. Jumlah rendah
ciprofloxacin telah terdeteksi di dalam kantung air mata dan cairan
vitreous. Pengikatan protein plasma: 20-40%.

Metabolisme dan Eksresi: Ciprofloxacin diekskresikan terutama


melalui kira-kira 40-50% (oral) dan sampai 70% (parenteral); feses 20-
35% (oral) dan 15% (IV). Waktu paruh eliminasi kira-kira 3-5 jam.
Setelah pemberian intravena, tiga metabolit siprofloksasin telah
diidentifikasi dalam urin manusia yang bersama-sama adalah sekitar
10% dosis intravena, yaitu oxociprofloxacin, sulfociprofloxacin dan
metabolit aktif lainnya. Metabolitnya memiliki aktivitas antimikroba,
namun kurang aktif. Ciprofloxacin adalah penghambat sitokrom P450
1A2 (CYP1A2) yang memediasi metabolisme manusia. Pemberian
ciprofloxacin dengan obat lain yang terutama dimetabolisme oleh
CYP1A2 menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma obat ini dan
dapat menyebabkan efek samping klinis yang signifikan dari obat
yang diberikan bersama. Waktu paruh eliminasi serum kira-kira 5-6
jam dan total klirens sekitar 35 L / jam. Setelah pemberian intravena,
sekitar 50% sampai 70% dosis dikeluarkan dalam urin sebagai obat
yang tidak berubah. Setelah dosis intravena 200 mg, konsentrasi dalam
urin biasanya melebihi 200 mcg / mL 0-2 jam setelah pemberian dosis
dan umumnya lebih besar dari 15 mcg / mL 8-12 jam setelah
pemberian dosis. Setelah pemberian dosis intravena 400 mg,
konsentrasi urin umumnya melebihi 400 mcg / mL 0-2 jam setelah
pemberian dosis dan biasanya lebih besar dari 30 mcg / mL 8-12 jam.
Klirens ginjal sekitar 22 L / jam. Ekskresi ciprofloxacin urin selesai
dalam 24 jam setelah pemberian dosis. Meskipun konsentrasi empedu
ciprofloxacin beberapa kali lipat lebih tinggi daripada konsentrasi
serum setelah pemberian intravena, hanya sejumlah kecil dosis yang
diberikan (<kurang dari 1%) diperoleh dari empedu sebagai obat yang
tidak berubah. Sekitar 15% dari dosis intravena dieksredikan melalui
feses dalam 5 hari setelah pemberian dosis.
b. Indikasi
Kegunaan Cifloxan (Ciprofloxacin) adalah untuk mengobati infeksi
pada mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka, seperti ulkus
kornea dan konjungtivitis (radang selaput ikat mata).

c. Efek Samping

Efek samping yang pernah ditemukan adalah:

1. Mual
2. Nyeri perut
3. Diare
4. Peningkatan enzim hati
5. Sakit kepala
6. Kemerahan pada kulit
7. Rasa lelah
8. Reaksi alergi
9. Rasa tidak enak di mulut
10. Sulit tidur (insomnia)
Anti viral
a. Jenis obat
Idoxuridine (cendrid)  Acyclovir (hervis) sediaan salep 1%
b. Farmakokinetik
Dimulai acyclovir dimulai saat acyclovir masuk ke dalam sel, kemudian
dikonversi menjadi acyclovir monofosfat oleh enzim thymidine kinase
yang diproduksi virus
c. Rute pemberian
Topikal  permukaan dalam bentuk salep
d. Indikasi
Diindikasikan untuk mengobati luka yang disebabkan oleh herpes
simplex keratitis
e. Efek samping
Gangguan penglihatan pada pengguna

Anti fungal
a. Jenis obat
Natamycin (natacen) sediaan 5%
b. Farmakokinetik
Waktu distribusi 1-2 jam
Waktu eliminasi 25 jam
c. Rute pemberian
diberikan secara topikal
d. Indikasi
Efektif pada jamur filamen dan ragi, biasanya pada penyakit ulkus
kornea dan keratitis
e. Efek samping
Umumnya iritasi ringan (kemerahan, perih, atau rasa terbakar)
10) Obat kombinasi kortikosteroid + anti biotika
a. Jenis obat
Cendo xitrol sediaan 5 ml dan 15 ml
b. Farmakokinetik
Waktu paruh 11,8 jam
c. Rute pemberian
topical→pemberian menggunakan tetes mata
d. Indikasi
- Infeksi mata akibat bakteri, seperti blefaritis
- Konjungtivitis
- Keratitis
- Endoftamitis
e. Efek samping
Pada penggunaan dosis lebih dapat memberikan efek :
- Alergi
- Tekanan intraocular mengalami peningkatan
- Terbentuknya katarak subkapsularposterior

B. OBAT THT
Obat topical tetes telinga

1) Kloramfenikol 3%
a. Farmakokinetik

kloramfenikol adalah antibiotic yang mempunyai aktifitas bakteri


ostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas
antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan
mengikat ribosom subunit 50s yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptide. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri
aerob gram positif, termasuk Streptococcus pneumonia dan beberapa
gram negative termasuk Haemophilus influenza.

b. Rute pemberian obat

Topikal ( obat tetes)

c. Indikasi pemberian

infeksi superficial pada telinga luar oleh kuman gram positi/negative


yang peka terhadap kloramfenikol.

d. Efek samping
- Diskrasi adarah terutama aplastic anemia yang dapat menjadi serius
dan fatal.
- Reaksi hipersesitif lainnya seperti anafilaktik dan urtikaria.
- Syndrome gray pada bayi premature atau bayi yang baru lahir.
- Gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare.

2) Erlamycetan
a. Farmakokinetik

sebagai broad spectrum antibiotic, bekerja sebagai bakteriostatik


terhadap beberapa spesies dan pada keadaan tertentu bekerjanya
sebagai bakterisid.

b. Rute pemberian obat

Topikal ( obattetes)

c. Indikasi pemberian
infeksi superficial pada telinga luar oleh bakteri gram positif atau
bakteri gram negative.

d. Efek samping :
- Iritasi local seperti gatal, panas.
- Dermatitis vesikuler dan mukolopapular.

Obat pada hidung

1) Afrin Nasal Spray


a. Farmakokinetik

afrinsemprot/ tetes hidung mengandung bahan aktif


simpatomimetikoksi metazolin hidroklorid yang memiliki efek
dekongestan yang tahan lama.

b. Rutepemberianobat

Topikal (spray)

c. Indikasi pemberian

pengobatan simtomatik kongesti( kesembaban) hidung dan nasofaring


yang disebabkan oleh flu, sinusitis, hay fever, atau alergi saluran napas
bagian atas lainnya. Pengobatan tambahan pada infeksi telinga pada
bagian tengah. Dapat digunakan pada tampon hidung untuk
mempermudah pemeriksaan intranasal atau sebelum operasi hidung.

d. Efek samping :
- Rasa terbakar, tersengat
- Bersin
- Bertambahnya mucus/ lender

2) Afrin periatik tetes


a. Farmakokinetik

afrinsemprot/ tetes hidung mengandung bahan aktif


simpatomimetikoksi metazolin hidroklorid yang memiliki efek
dekongestan yang tahan lama.

b. Rute pemberian

Topikal (obattetes)

c. Indikasi pemberian

hidung tersumbat, memudahkan pemeriksaan intranasal, persiapan


operasi dan juga bisa digunakan untuk pengobatan dan pencegahan
infeksi pada telinga.

d. Efek samping
- Ada kalanya timbul rasa panas di hidung atau tenggorokan, iritasi
lokal, mual, sakit kepala, mukosa hidung kering.
- Hidung tersumbat kembali pada penggunaan jangka panjang
- Kesulitan bernapas, kolaps pada bayi.

Obat Inhalasi

1) β2 agonis
β2 agonis adalah bronkodilator yang sangat efektif yang bekerja dengan
meningkatkan aktifitas adenyl cyclase sehingga meningkatkan produksi
intraseluler siklik AMP (adenosine mono fosfat). Peningkatan siklik AMP
menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi sel mast dan stimulasi otot
rangka. Pemberian β2 agonis melalui aerosol akan meningkatkan
bronkoselektivitas, mempercepat efek yang timbul serta mengurangi efek
samping sistemiknya. Beberapa β2 agonis (terutama yang kurang selektiv)
dapat merangsang reseptor β1 yang berakibat peningkatan kontraksi dan
frekuensi denyut jantung.

1) Agonis Reseptor β-Adrenergik Kerja Singkat


Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain albuterol,
levalbuterol, metaproterenol, terbutalin dan pributeril.
a. Farmakokinetik

Mekanisme kerja agonis reseptor β-adrenergik kerja singkat sebagai


anti asma berkaitan dengan relaksasi langsung otot polos saluran napas
dan bronkodilatasi yang diakibatkannnya.

b. Rute pemberian : inhalasi


c. Indikasi

Albuterol dan β2 agonis selektif inhalasi short acting diindikasikan


untuk terapi intermiten bronkospasme dan pilihan pertama untuk asma
akut.

d. Efek samping

Efek samping yang berkaitan dengan β2 adrenergik (albuterol,


terbutalin) mencakup tremor, sakit kepala, kecemasan, meningkatnya
denyut jantung, jantung berdebar (dosis tinggi) dan sedikit
menurunkan tekanan darah. Agonis β2 dapat meningkatkan kadar gula
darah, penderita diabetes yang memakai obat agonis β2 harus
dianjurkan untuk memantau kadar gula serumnya secara cermat.

2) Agonis Reseptor β-Adrenergik Kerja Lama


Formoterol dan salmoterol suatu β2 agonis long acting diindikasikan
sebagai terapi tambahan pada pasien yang telah mendapatkan
kortikosteroid untuk mengontrol asma jangka panjang. Kombinasi
dengan kortikosteroid inhalasi bersifat komplementer karena bekerja
terhadap sistem sel berlainan sehingga memiliki mekanisme kerja
yang juga berlainan. Kombinasi ini juga bekerja sinergis berdasarkan
daya kerjanya yang positif terhadap masingmasing reseptor.
a. Farmakokinetik :
Agonis reseptor β-Adrenergik kerja lama merelaksasi otot polos
saluran napas dan menyebabkan bronkodilatasi melalui mekanisme
yang sama dengan agonis durasi singkat. Stimulasi reseptor β-
adrenergik menghambat fungsi banyak sel radang, termasuk sel
mast, basofil, eosinofil, netrofil dan limfosit.
b. Rute pemberian : inhalasi
c. Indikasi :
Diindikasikan sebagai terapi tambahan pada pasien yang telah
mendapatkan kortikosteroid untuk mengontrol asma jangka
panjang.
d. Efek samping
Pengobatan jangka panjang menggunakan agonis reseptor β-
adrenergik kerja lama telah menunjukkan adanya perbaikan fungsi
paru-paru, penurunan gejala asma, berkurangnya penggunaan
agonis β2 adrenergik inhalasi kerja singkat dan berkurangnya
asma nokturnal.

2) Metilxantin
Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah derivat
metilxantin yang mencakup teofillin, aminofillin dan kafein. Xantin juga
merangsang sistem syaraf pusat dan pernapasan, mendilatasi pembuluh
pulmonar dan koronaria dan menyebabkan diuresis.
a. Farmakokinetik
Obat golongan metilxantin bekerja dengan menghambat enzim
fosfodiesterase sehingga mencegah peruraian siklik AMP,
sehingga kadar siklik AMP intrasel meningkat. Hal ini akan
merelaksasi otot polos bronkus dan mencegah pelepasan mediator
alergi seperti histamin dan leukotrien dari sel mast. Selain itu
metilxantin juga mengantagonis bronkokontriksi yang disebabkan
oleh prostaglandin dan memblok reseptor adenosin.
Teofilin banyak dijumpai dalam bentuk kompleks dengan
etilendiamin yang dinamakan aminofilin. Teofillin memiliki
indeks terapeutik yang rendah dan kadar terapeutik yang sempit
yaitu dari 10 sampai 20 mikrogram/ ml. Obat yang memiliki
rentang terapi sempit antara dosis terapi dan dosis toksik adalah
obat yang sering terlibat dalam interaksi.
b. Rute pemberian : inhalasi
c. Indikasi
Untuk mengobati asma
d. Efek samping
Obat golongan metilxantin memiliki efek pada sistem syaraf pusat
dan stimulasi jantung. Mereka meningkatkan curah jantung dan
menurunkan tekanan pembuluh vena sehingga menimbulkan
berbagai reaksi samping yang tidak diinginkan. Karena itu teofilin
digolongkan sebagai obat ke tiga untuk terapi asma. Teofilin juga
dapat berinteraksi dengan banyak obat lain sehingga kurang aman
diberikan pada pasien lanjut usia maupun wanita hamil.

3) Antikolinergik
a. Farmakokinetik
Ipatropium bromid dan atropin sulfat adalah inhibitor kompetitif
yang dapat berefek bronkodilatasi. Bronkodilatasi yang dihasilkan
oleh ipratropium pada penderita asma berkembang lebih lambat
dan biasanya tidak sekuat bronkodilatasi yang dihasilkan oleh
agonis adrenergik. Beberapa pasien asma dapat mengalami respons
bermanfaat yang berlangsung hingga 6 jam. Pengobatan kombinasi
ipratropium dan agonis β2 adrenergik menghasilkan bronkodilatasi
yang sedikit lebih besar dan lebih lama dibandingkan jika masing-
masing senyawa itu diberikan sendiri dalam pengobatan asma
dasar.
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem
adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab
reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem
kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokontriksi.
Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf
kolinergik di otot polos bronki, hingga aktifitas saraf adrenergis
menjadi dominan dengan bronkodilatasi.
b. Rute pemberian : inhalasi
c. Indikasi :
Penderita asma
d. Efek samping :
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang
mengentalkan dahak dan takikardia yang tak jarang mengganggu
terapi. Begitu pula efek atropin lainnya seperti mulut kering,
obstipasi, sukar berkemih dan penglihatan kabur akibat gangguan
akomodasi. Pengobatannya sebagai inhalasi meringankan efek
samping ini.
4) Glukokortikoid
Obat-obat ini mempunyai khasiat antiinflamasi dan diindikasikan jika
asma tidak responsif terhadap terapi bronkodilator. Anggota dari
kelompok obat ini adalah beklometason, triamsinolon, deksametason,
hidrokortison dan prednison. Obat ini dapat diberikan dengan inhaler
aerosol (beklometason) atau dalam bentuk tablet (triamsinolon,
deksametason, prednison) atau dalam bentuk injeksi (deksametason,
hidrokortison).
a. Farmakokinetik

Glukokortikoid tidak merelaksasi otot polos saluran napas sehingga


memiliki efek yang kecil pada bronkokontriksi akut. Sebaliknya
senyawa ini efektif dalam menghambat radang saluran napas jika
diberikan secara tunggal. Mekanisme yang turut menyebabkan efek
antiradang terapi glukokortikoid pada asma meliputi modulasi
produksi sitokin dan kemokin, penghambatan sintesis eikosanoid,
penghambatan akumulasi basofil, eosinofil dan leukosit lain secara
nyata di jaringan paru-paru serta penurunan permeabilitas pembuluh
darah.

b. Rute pemberian : inhalasi


c. Indikasi
Glukokortikoid anggota keluarga kortikosteroid dipakai untuk
mengobati banyak gangguan pernapasan, terutama asma.
d. Efek samping
Obat-obat ini dapat mengiritasi selaput lendir lambung dan harus
dimakan bersama makanan untuk menghindari terbentuknya tukak.
Jika ingin menghentikan glukokortikoid dosis harus diturunkan
secara bertahap dengn perlahan-lahan untuk mencegah insufisiensi
adrenal. Dosis tunggal biasanya tidak menimbulkan supresi
adrenal. Pemakaian inhaler oral mengurangi resiko terjadinya
supresi adrenal yng berkaitan dengan terapi glukokortikoid
sistemik oral.

5) Antagonis leukotrien
a. Farmakokinetik :
Ada beberapa obat yang bekerja sebagai antagonis LT yaitu :
1) Zafirlukas (accolade) adalah LT reseptor antagonis yang
menghambat terbentuknya ikatan LT dengan reseptornya.
2) Zileuton (Zyflo) adalah obat yang bekerja menghambat enzim
5- lipooksigenase yang diperlukan untuk sintesis LT. Pemakaian
yang terlalu sering dapat meningkatkan enzim hepar (SGPT dan
SGOT) sehingga menyebabkan obat ini jarang digunakan.
b. Rute pemberian : inhalasi
c. Indikasi
Antagonis leukotrien bekerja spesifik dan efektif pada terapi
pemeliharaan terhadap asma
d. Efek samping
Menimbulkan bronkokontriksi dan sekresi mukus

Obat Oral

 ANTIBIOTIK
1) PENISILIN
 AMPISILIN
a. Farmakodinamik:

Mekanisme kerja: derivat penicilin yang menginhibisi sintesis dinding


sel pada mikroorganisme yang sensitif

Farmakokinetik
o -Absorbsi: diabsorbsi di GIT
o -Distribusi: ikatan protein 28-38%. Didistribusi luas
o -Metabolism: sebagian di hepar
o -Ekskresi: diekskresi melalui urine
b. Rute pemberian: dapat diberikan secara oral
c. Indikasi: eksaserbasi bronchitis kronis dan infeksi telinga bagian tengah,
pneumonia, sudah jarang ditemukan pada infeksi THT
d. Efek samping; Gangguan GI, reaksi alergi, anafilaksis, gangguan
hematologi

 AMOXISILIN
a. Farmakodinamik:
Mekanisme kerja: Derivat penicilin yang menginhibisi sintesis
dinding sel.
Farmakokinetik:
o -Absorbs: diabsorbsi di GIT
o -Distribusi: ikatan protein 28-38% didistribusikan luas
o -Metabolism: sebagian dihepar
o -Ekskresi: diekskresi melalui urine
b. Rute pemberian: dengan pemberian oral
c. Indikasi: terapi kuman Gr+ atau Gr- yang peka terhadap amoxisilin,
infeksi THT, saluran napas atas dan bawah. Lebih disukai digunakan
dibidang THT dibanding ampicilin
d. Efek samping: mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus, demam

2) SEFALOSPORIN
a. Jenis obat:
-Cefadroksil, cafaleksin, cefazolin, cefalotin
-Cefaklor, cefixim, cefpodoksim
-Cefmetazol, cefrozil, cefuroksim
b. Farmakodinamik:

Mekanisme kerja: sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri


dan bertindak dengan sintesis mucopeptide penghambat pada dinding
sel sehingga penghalang rusak dan tidak stabil. Mekanisme yang
paling tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi antibiotika
beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim
(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran
sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas
yang berbeda bahwa berbagai antibiotica beta-laktam memiliki enzim
tersebut. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya
dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.

c. Rute pemberian: dengan pemberian oral


d. Efek samping

mual atau muntah, diare, gatal-gatal pada ruam kulit, infeksi jamur,
penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit.

3) MAKROLIDA
a. Jenis obat

Azithromycin, Erythromycin, Clarithromycin, spiramycin,


roxithromycin.

b. Farmakokinetik

preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran


gastrointestinal

c. Farmakodinamik

eritromisin menekan sintesis protein bakteri


d. Rute pemberian: dengan pemberian oral
e. Indikasi:
- Guna utama sebagai pengganti penisilin pada pengobatan THT
- Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilia (penyakit
legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae
f. Efek samping : mual, muntah, diare dan kejang abdome

4) MINOGLIKOSIDA
a. Jenis obat

Amikacin, Gentamicin, Kanamycin

b. Farmakodinamika
Mekanisme kerja: golongan aminoglikosida yang secara irreversible
berikatan pada protein ribosom bakteri
c. Farmakokinetik
-Absorbs: absorbs cepat dan sempurna setelah injeksi IM
-Distribusi: protein binding <30%
-Ekskresi: melalui urine
d. Rute pemberian: dengan pemberian oral
e. Indikasi

drugs of chise infeksi saluran nafas atas pada anak, dengan pemberian
kombinasi bersama amoksisilin

f. Efek samping

gangguan vestibular dan pendengaran, nefrotoksisitas,


hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, colitis karena
antibiotik

Anda mungkin juga menyukai