Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan Disminore

Untuk memenuhi tugas Sistem Reproduksi

Dosen Pengampu : Ns. Dwi Kustryanti, M.Kep

Disusun oleh :

1. Amila Hannan Sadida (1503008)


2. Anisa Putri Mela K (1503012)
3. Roberto Jerri (1503078)
4. Sekar Risty Lambang (1503080)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MENTRUASI DISMENORE
I. PENGERTIAN
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian
kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk
yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder.
Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi
ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda, Adhi.dkk, 2008).

II. ETIOLOGI
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan
satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah,
bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenorea Primer
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds,
hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon
estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organic
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma
submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik
dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi antara
dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
Selain faktor diatas ada juga penyebab dari dismenorre primer dan dismenore sekunder.
Dismenorre primer yaitu nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis alat
kelamin. Dismenore primer timbul beberapa waktu setelah menarche [ > 12 tahun] dengan
gejala mules pada perut bawah, menyebar kepinggang, paha, mual, muntah, sakit kepala,
diare.
Dismenorre sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan kelainan anatomi yang
jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi, endometriosis, mioma
uteri, polip endometrial, polip servik, pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim). Dismenore sekunder merupakan dismenore yang disebabkan oleh kelainan
ginekologis, oleh karena endometriosis, salpingitis, mioma uteri dll.

III. FAKTOR RESIKO


Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
a. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
b. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
c. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
d. Merokok (smoking)
e. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat sedikitnya terdapat 15 faktor risiko pada
dismenorea primer dan sekunder, dengan rincian sebagai berikut:
1. Faktor Risiko Dismenorea Primer:
a. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
c. Haid memanjang (heavy or prolonged menstrual flow)
d. Merokok
e. Riwayat keluarga positif
f. Kegemukan
2. Faktor Risiko Dismenorea Sekunder:
a. Endometriosis
b. Adenomyosis
c. Leiomyomata (fibroid)
d. Intrauterine device (IUD)
e. Pelvic inflammatory disease
f. Kanker endometrium (endometrial carcinoma)
g. Kista ovarium (ovarian cysts)
h. Congenital pelvic malformationsi.
i. Cervical stenosis
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinis (clinical features) dismenorea primer termasuk:
a. Onset segera setelah menarche (haid pertama).
b. Biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam (sering mulai beberapa jam sebelum atau
sesaat setelah haid (menstrual flow).
c. Nyeri perut (cramping) atau nyeri seperti saat melahirkan (laborlike pain).
d. Seringkali ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau unremarkable pelvic
examination findings (termasuk rektum).
Menurut Laurel D Edmundson (2006) dismenorea primer memiliki ciri khas sebagai
berikut:
a. Onset dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama).
b. Nyeri pelvis atau perut bawah (lower abdominal/pelvic pain) dimulai dengan onset
haid dan berakhir selama 8-72 jam
c. Low back pain
d. Nyeri paha di medial atau anterior
e. Headache (sakit kepala).
f. Diarrhea (diare).
g. Nausea (mual) atau vomiting (muntah)
2. Berikut ini merupakan manifestasi klinis dismenorea sekunder (Smith, 1993; Smith,
1997), yaitu :
a. Dismenorea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah menarche (haid
pertama), yang merupakan indikasi adanya obstruksi outflow kongenital. Dismenorea
dimulai setelah berusia 25 tahun.
b. Terdapat ketidaknormalan (abnormality) pelvis dengan pemeriksaan fisik:
pertimbangkan kemungkinan endometriosis, pelvic inflammatory disease, pelvic
adhesion (perlengketan pelvis), dan adenomyosis.
c. Sedikit atau tidak ada respon terhadap NSAIDs, kontrasepsi oral,atau
keduanya.

V. PATOFISIOLOGI
1. Dismenorea Primer (primary dysmenorrhea)
Biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah
siklus ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan.Selama menstruasi, sel-
sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin,
yang menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid)
pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat
terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama.
Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena
prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent
myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman,
1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung
pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated).
Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang
(prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar
prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita
dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler
menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi (Speroff,
1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan
progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan
kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima
(postulated) untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa,
1992). Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium
wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan
antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam,
1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas miometrium,
mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea
primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan
sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea)
Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering
muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively
painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder,
namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic
pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata
(fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan
penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim Anton Calis (2006)
mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa bagi
penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul diantaranya :
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang
relatif rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Berdasarkan MIMS Indonesia (2008) penatalaksanaan untuk Dismenorea,
sebagai berikut :
1. Keperawatan
a. Kompres bagian bawah abdomen dengan botol berisi air panas atau bantal pemanas
khusus untuk meredakan nyeri
b. Minum banyak air, hindari konsumsi garam dan minuman yang berkafein untuk
mencegah pembengkakan dan retensi air
c. Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurasi dismenore karena akan
memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai pembunuh alamiah untuk rasa
nyeri
d. Makan makanan yang bergizi, kaya akan zat besi, kalsium, dan vitamin B kompleks.
Jangan mengurangi jadwal makan
e. Istirahat dan relaksasi dapat membantu meredakan nyeri
f. Lakukan aktivitas yang dapat meredakan stres, misalnya pijat,yoga, atau meditasi,
untuk membantu meminimalkan rasa nyeri
g. Pada saat berbaring terlentang, tinggikan posisi pinggul melebihi posisi bahu untuk
membantu meredakan gejala dismenore
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI
(DISMENORE)

I. PENGKAJIAN
1. Biodata klien:
Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama,
Alamat, Tanggal Pengkajian.
2. Alasan MRS

a. Keluhan utama :

Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual
muntah, pusing dan merasakan badan lemas.
1. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus
haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus
2. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan, hasil laboraturium : USG , darah, urine, keluhan
selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan,
tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini
atau kambuh berulang – ulang.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.

DATA BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
Pola nutpada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan,
frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.
Pola istirahat dan tidur : klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut
sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
Personal Hygien : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia,pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah Aktifitas: Kemampuan
mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat Rekreasi
dan hiburan: Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan
relaks.
Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan kesadaran klie, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
b. Head To Toe
I. Rambut : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi / lecet
II. Mata : sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak, apakah
palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik / tidak, apakah klien
menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva
anemis
III. Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen / tidak,
apakah klien menggunakan alt bantu pendengaran / tidak, bagaimana fungsi
pendengaran klien baik / tidak
IV. Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah terdapat
serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien baik / tidak
V. Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau
kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada
karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien
berbau / tidak. Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan
karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium
VI. Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
VII. Paru – paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada
terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran
dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
VIII. Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat / tidak
P : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS% Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
IX. Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk PAP / belum
P : bunyi abdomen
A : bising usu klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
X. Payudara : puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola, kondisi mamae,
kondisi ASI pasien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
XI. Ekstremitas
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema / tidak
Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak
Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada daerah
genitalia klien
Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a.Dx 1 : Nyeri akut b/d gangguan menstruasi
b. Dx 2 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual,muntah,diare sekunder
c. Dx 3 : Intoleransi aktifitas b/d nyeri dismenore
d. Dx 4 : Ansietas b/d ineffektif koping individu

III. PERENCANAAN
Dx 1
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang dengan
kriteria hasil : Nyeri berkurang/dapat diadaptasi, Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri, skala nyeri ringan.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Ajarkan penggunaan kompres hangat
Rasional: Meringankan kram abdomen. Panas bekerja dengan pedoman meningkatkan
vasodilatasi dan otot relaksasi,saat menurnnya iskemic uterus.
3. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
4. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
5. Lakukan pijatan punggung bawah.
Rasional: Mengurangi nyeri dengan relaksasi otot vertebra dsn menigkatkan suplai darah.
Banyak perempuan yang mengdapatkan hal positif dengan yoga, biofeedback, meditasi, dan
relaksasi therapy.
6. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
7. Anjurkan menurunkan masukan sodium selama seminggu sebelum mens
Rasional: Mengurangi resiko retensi cairan.
8. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
9. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 – 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
10. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik. Kolaborasi pemberian obat seperti
penghambat sintesa prostaglandin ( PGSI), ibuprofen ( Motrin), naproxen sodium ( Anaprox)
dan ibuprofen setidaknya 48 jam sebelum terjadi menstruasi.
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Kontrasepsi oral
dapat diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi sebagai pembebas nyeri.OC’s mencegah
ovulasi, menurunkan jumlah darah haid, yang mengurangi jumlah prostaglandin dan
dysmenorrhea.
Dx 2
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan perbaikan
nutrisi dengan kriteria hasil mual muntah teratasi.
Intervensi
1. Timbang BB setiap hari
Rasional : agar dapat mengetahui perubahan berat badan setiap harinya
2. Pantau hasil lab
Rasional : memntau perubahan nilai hasil lab
3. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan berat badan
4. Beri suasana menyenangkan saat makan
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan
5. Beri porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan muntah yang timbul saat makan
6. Beri makanan dengan protein dan kalori yang tinggi
Rasional : meningkatkan asupan energi

Dx 3
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan pasien menunjukan perbaikan
intoleransi aktifitas dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan aktivitas
Intervensi
1. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat
membuat lelah, berikan istirahat yang cukup
Rasional: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
2. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
Rasional: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan
resistensi terhadap infeksi
3. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 – 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
Dx 3
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan kecemasan menurun
dengan kriteria hasil Ps tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
5. Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan sering
Rasional : Informasi memperkecil rasa takut dan ketidaktauan
6. Anjurkan orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan
Rasional: Meningkatkan perasaan berbagi
7. Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan
Dan menyatakan masalah
Rasional: membuat perasaan terbuka dan bekerja sama
8. Singkirkan stimulus yang berlebihan
Rasional: memberi lingkungan yang lebih tenang
9. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
Rasional: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan
ketakutan dan kecemasan
10. Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan
Rasional: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya
11. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
12. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
13. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor dismenore.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
14. Kolaborasi dengan psikiatri

Dx 4
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan Pasien tahu, mengerti, dan
patuh dengan program terapeutik dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang penyakitnya
dan apa yang mempengaruhinya.
Intervensi :
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka panjang
Rasional : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta
memperbaiki kualitashidup
2. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional : Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu aspek
yang paling penting dari perawatannya
3. Berikan dukungan emosional
Rasional : Memudahkan klien agar bersikap positif
4. Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi pengajaran
/instruksi tertulis
Rasional: Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan sumber
5. tambahan untuk referensi perawatan di rumah

IV. PELAKSANAAN
Adalah pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendy, 1995), dan implementasi disini disesuaikan dengan intervensi.

V. EVALUASI
1. Pasien dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan
nyeri, skala nyeri ringan.
2. Pasien dapat melakukan aktifitas
3. Pasien tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
4. Pasien tahu, mengerti, dan patuh dengan program terapeutik dengan kriteria
Hasil Ps mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai