PENDAHULUAN
Leukemia adalah tipe kanker yang ditemukan pada darah dan sumsum tulang yang
disebabkan oleh peningkatan produksi abnormal sel darah putih sehingga sel darah
putih tidak mampu untuk melawan infeksi dan menyebabkan gangguan pada
sumsum tulang untuk memproduksi sel darah putih dan platelet (American Society
of Hematology, 2018). Menurut University of Rochester Medical Center (2018),
penyebab terjadinya leukemia pada anak adalah mutasi gen pada sumsum tulang
yang disebabkan oleh paparan radiasi tinggi dan penyakit kongenital yang dapat
terjadi saat anak bayi atau bahkan sebelum kelahiran. Tanda dan gejala yang
muncul pada anak dengan leukemia adalah anemia, neutropenia dan
trombositopenia (American Cancer Society, 2017). Anemia ditandai dengan
ditandai dengan kelelahan, kedinginan, kelemahan, sakit kepala dan pucat.
Neutropenia ditandai dengan adanya demam akibat infeksi di dalam tubuh karena
sel darah putih tidak mampu bekerja normal. Trombositopenia ditandai dengan
mudahnya muncul memar dan terjadi perdarahan, rhinorea serta gusi berdarah.
Leukemia yang sering terjadi pada anak dan remaja adalah acute lymphoblastic
leukemia (ALL) & acute myeloid leukemia (AML). Dibandingkan dengan AML,
ALL merupakan jenis leukemia yang paling sering terjadi pada anak dan remaja
(Siegel et al., 2017).
Prevalensi leukemia di dunia mengalami peningkatan yang signifikan. Tahun 2016,
terdapat 53.000 kasus leukemia di dunia (Solomon, Parihar, Ayodele & Hughes,
2017). Kasus leukemia pada anak di Indonesia pada tahun 2013 mencapai angka
30% (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan
faktor risiko, diperkirakan pada tahun 2020 prevalensi leukemia akan meningkat
menjadi 56.000 kasus di dunia (Solomon, Parihar, Ayodele & Hughes, 2017).
Lebih dari 70% anak yang didiagnosa kanker dapat disembuhkan selama menjalani
proses penyembuhan (Huether & McCance, 2016). Perawatan yang diberikan untuk
mengatasi leukemia adalah dengan kemoterapi. Kemoterapi adalah perawatan
dengan menggunakan obat anti kanker atau agen sitostatik yang diberikan ke dalam
pembuluh darah, ke dalam otot, ke dalam cairan serebrospinal ataupun dikonsumsi
secara oral (American Cancer Society, 2016). Tujuan dari kemoterapi adalah untuk
menghentikan perkembangan sel kanker yang berkembang tidak terkontrol
(Institute for Quality and Efficiency in Health Care, 2016). Perawatan kemoterapi
membutuhkan waktu 30 - 36 bulan dengan kemungkinan kambuh sebesar 20%
(Sherief et al., 2015).
Keefektivan kemoterapi untuk menghentikan perkembangan sel kanker memiliki
efek samping fisik yang ditakuti oleh keluarga yang memiliki anak dengan
leukemia. Agen sitostatik yang diberikan untuk menyerang sel kanker ternyata juga
menyerang sel tubuh yang sehat yang berkembang cepat, seperti sel darah, sel
rambut dan sel membran mukosa pada mulut, tenggorokan dan sistem pencernaan
(Institute for Quality and Efficiency in Health Care, 2016). Hal ini menyebabkan
anak dapat kehilangan rambut, sariawan, kebas pada ekstremitas, kelelahan, nyeri
perut dan mual muntah (NYU Langone Health, 2018). Efek samping ini berbeda
pada setiap anak dan berbeda pula bergantung pada agen sitostatik dan dosis yang
digunakan. Efek samping yang dirasakan oleh hampir seluruh anak yang
mendapatkan perawatan kemoterapi adalah mual dan muntah pada waktu 24 jam
setelah kemoterapi dimulai.
Menurut National Cancer Institute (2018), mual dan muntah merupakan salah satu
efek samping yang perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan gangguan
psikologis pada anak yang menjalani kemoterapi. Perawat memiliki peran penting
dalam mengatasi mual dan muntah setelah kemoterapi. Penanganan mual dan
muntah harus dilakukan agar anak dapat melanjutkan pengobatan dan memiliki
kualitas hidup yang lebih baik. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
frekuensi lebih sering untuk berkomunikasi dengan anak dan keluarga bertanggung
jawab untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi pada anak. Salah satu
cara yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi mual dan muntah akibat
efek kemoterapi pada anak adalah dengan metode non farmakologis, yaitu
intervensi akupresur.
Intervensi akupresur adalah metode non farmakologis yang memiliki peran penting
dalam mengurangi atau mengontrol mual dan muntah setelah kemoterapi (Yousef,
Zaki & Sayed). Akupresur dilakukan dengan memberikan tekanan dengan jari pada
titik yang berada di permukaan tubuh yang disebut acu-point (Yousef, Zaki &
Sayed, 2018). Acu-point yang digunakan adalah Point 6 (P6) yang berlokasi pada
permukaan anterior lengan bawah, 3 jari di atas pergelangan tangan dan di antara
tendon palmaris longus dan otot flexor carpiradialis.Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Byju, Pavithran & Antony (2018) bahwa intervensi
akupresur dapat menurunkan mual menjadi ringan sebanyak 65% dan mual sedang
sebanyak 35% pada responden yang diberikan intervensi akupresur. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ghezelbash &
Khosravi (2017) bahwa pemberian intervensi akupresur satu waktu dapat
mengurangi intensitas mual yang terjadi sesaat setelah kemoterapi dan kelelahan
serta mual yang terjadi satu jam setelah kemoterapi dilakukan. Berdasarkan hal
tersebut, penulis tertarik untuk membahas mengenai intervensi akupresur untuk
mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi pada anak dengan leukemia di
Gedung A lantai 1 RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Tujuan umum dari karya ilmiah ini ialah untuk menganalisis implementasi asuhan
keperawatan terkait intervensi akupresur untuk mengatasi mual pada muntah
dengan pendekatan Keperawatan Kesehatan masyarakat Perkotaan (KKMP) pada
anak dengan leukemia yang sedang menjalani kemoterapi di Gedung A Lantai 1
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan, terutama keperawatan anak mengenai asuhan keperawatan
leukemia dan intervensi akupresur untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien
anak yang menjalani kemoterapi.
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konsep pernyakit
serta asuhan keperawatan yang dapat diterapkan pada psien dengan leukemia yang
sedang menjalani kemoterapi. Selain itu hasil penulisan ini juga diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan keperawatan terkait penerapan intervensi akupresur untuk
mengatasi mual dan muntah pada pasien anak yang sedang menjalani kemoterapi.
1.4.3 Manfaat Metodologis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain yang
ingin menelti tentang pemberian asuhan keperawatan terkait penerapan intervensi
akupresur untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien anak yang sedang
menjalani kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA