Disusun Oleh:
Topik Kegiatan : Pendidikan Kesehatan Mengenai Manajemen Stres pada Ibu J dengan
Hipertensi
Tanggal : 9 Maret 2018
I. Latar Belakang
1. Teori yang mendasari masalah
Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya
adalah stres. Stres merupakan suatu respon nonspesifik dari tubuh terhadap setiap
tekanan atau tuntutan yang mungkin muncul, baik dari kondisi yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan (Sadock & Sadock, 2003). Berdasarkan pada survey
pendahuluan yang dilakukan oleh Islami dan Herawati (2015) di Puskesmas Rapak
Mahang Kalimantan Timur, bahwa banyak penderita hipertensi mengeluhkan adanya
tuntutan pekerjaan, tuntutan ekonomi, dan sebagainya yang membuat mereka pada
akhirnya mengalami stres. Stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivitas
sistem saraf simpatis yang mengakibatkan naiknya tekanan darah dan secara intermitten
(tidak menentu) (Andria, 2013). Pada saat seseorang mengalami stres, hormon
adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui
kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung (South, 2014).
Keluarga Bapak Y dengan tipe keluarga inti (nuclear family), yang terdiri dari Bapak
Y (49 tahun), Ibu J (43 tahun), An. NK (23 tahun), An. NA (17 tahun), An. TS (15
tahun), dan An. SA (11 tahun). Tahap perkembangan keluarga Bapak A adalah keluarga
dengan dewasa awal. Ibu J dengan riwayat kesehatan hipertensi, terkadang mengeluh
terasa pusing, penglihatan kunang-kunang, dan tengkuk terasa berat. Keluhan tersebut
biasanya ia rasakan saat kelelahan. Kedua orang tua Ibu J saat ini juga mengalami
hipertensi. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, TD: 130/100 mmHg, N: 88 x/mnt, RR:
18x/mnt, S: 36,4oC, berat badan (BB) Ibu J 52,1 kg, tinggi badan (TB) 150 cm, dan
IMT yaitu 23,15 kg/m2. Status gizi ibu J tergolong normal dengan berada pada rentang
18-25 kg/m2.
Aktivitas sehari-hari Ibu J tergolong sangat padat. Dimulai dari mengurusi pekerjaan
rumah tangga dan membantu anak-anaknya untuk persiapan sekolah di pagi hari,
bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) hingga pukul 14.00 dan harus berperan
sebagai kader di wilayah RT 4 sekaligus ibu rumah tangga. Pola tidur Ibu J umumnya
mulai dari jam 22.00 – 04.00. Letak rumah Ibu J yang berada di pinggir jalan raya
sehingga suara kendaraan terdengar hingga ke dalam rumahnya. Status sosial keluarga
Ibu J termasuk ke dalam menengah kebawah dengan penghasilan keluarga dibatas
UMR daerah bogor, yaitu Rp 3.600.000,-.
Ibu J menyadari bahwa dirinya memiliki hipertensi, dengan perannya sebagai kader, ia
dapat rutin memeriksakan tekanan darahnya saat kegiatan posyandu dan posbindu
diadakan. Ibu J memutuskan untuk mengonsumsi obat amlodipine hanya saat ada
keluhan saja. Ibu J mengetahui bahwa ia harus mengurangi kadar garam, sehingga ia
mengonsumsi garam dalam jumlah secukupnya saja. Saat obatnya habis, ia
memeriksakan kembali kondisi kesehatannya di klinik kesehatan dimana ia dan
keluarganya mendapatkan jaminan kesehatan dari tempat kerja Bapak A. Ibu J
mengikuti olahraga seminggu sekali di daerah cimanggis karena dapat lebih mengikuti
gerakannya dibandingkan dengan yang diadakan di RW 11.
1. Definisi Hipertensi
Menurut Tambayon (2000) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh, umur, dan
tingkat stres yang dialami. Klasifikasi berdasarkan rata-rata dua kali pengukuran atau lebih,
pengukuran tekanan darah pada setiap dua atau lebih kunjungan.
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah Modifikasi gaya
darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg) hidup
Normal < 120 Dan < 80 Dianjurkan
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89 Ya
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99 Ya
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100 Ya
Sumber: Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure VII (2003).
Konsep Stress
1. Definisi
Menurut pendekatan psikologi stres adalah suatu stimulus atau penyebab adanya respon
yang berada di luar individu dan sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang
meningkatkan individu terhadap penyakit (Barnfather, 1993; Lyon & Werner, 1987
dalam Smeltzer & Bare, 2005).
2. Etiologi stres
Stres dapat terjadi karena terdapat suatu perubahan dalam ruang lingkup pekerjaan,
tanggung jawab, pengambilan keputusan, tempat tinggal, hubungan pribadi, dan
kesehatan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan stres disebut sebagai stresor. Setiap
individu dapat mengalami stres, baik stres jangka panjang maupun stres jangka pendek.
3. Respon stres
Mekanisme protektif dan adaptif untuk memelihara keseimbangan homeostatis tubuh.
Jalur neural dan neuroendokrin dibawah kontrol hipotalamus akan diaktifkan.
Kemudian akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti oleh sekresi
simoatis-adrenal-moduler, dan akhirnya bila stres masih ada dalam sistem hipotalamus-
pituitari akan diaktifkan (Smeltzer & Bare, 2008). Sistem saraf pusat mensekresikan
norepinefrin dan epinefrin untuk meningkatkan respon simpatis-adrenal-moduler pada
kondisi stres. Respon ini menimbulkan efek atau reaksi yang berbeda di setiap sistem
tubuh. Pada kondisi tersebut terdapat organ tubuh yang meningkat maupun menurun
kinerjanya.
4. Tingkatan stres
a. Stres normal, dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari kehidupan.
Seperti dalam situasi: kelelahan, perasaan takut akan sesuatu, merasa detak jantung
berdetak lebih keras setelah aktivitas (Crowford & Henry, 2003)
b. Stres ringan, dihadapi secara teratur yang dapat berlangsung beberapa menit atau
jam. Situasi seperti banyak tidur dan kemacetan. Gejala yang timbul: bibir sering
kering, kesulitan bernafas (sering terengah-engah), kesulitan menelan, merasa
goyah, merasa lemas, berkeringat berlebihan, takut tanpa alasan yang jelas, tremor
pada tangan, dan merasa sangat lega ketika situasi berakhir (Psychology Foundation
of Australia, 2010).
c. Stres sedang, terjadi lebih lama antara beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya
perselisihan yang tiddak dapat diselesaikan dengan teman atau keluarga. Stresor ini
dapat menimbulkan gejala: mudah marah, bereaksi berlebihan terhadap situasi, sulit
untuk beristirahat, merasa lelah karena cemas, tidak sabar mengalami penundaan dan
mudah tersinggung (Psychology Foundation of Australia, 2010).
d. Stres berat, situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun, seperti perselisihan dengan teman atau seseorang secara terus-
meneurs, kesulitan finansial yang berkepanjangan dan penyakit fisik jangka panjang.
Gejala yang ditimbulkan: merasa tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa
tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada harapan di masa
depan, sedih dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak
berharga sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat.
e. Sangat berat, situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan dalam
waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami stres sangat berat
tidak memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah.
Referensi:
Baradero, M. (2008). Klien gangguan kardiovaskular: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Chobanian, et al. (2003). The seventh report of the joint national committee (JNC). Journal Of
The American Heart Association, 19, 2560-70.
Dalimartha, Setiawan. (2008). Care your self, hypertension. Jakarta: Penerbit Plus.
Kementerian Kesehatan. (2011). Diet hipertensi. Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik.
Tambayon, J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.