Anda di halaman 1dari 11

Andreas Fabian Pramuditya

55117120153

Business Ethic and Good Governance

Diampu oleh: Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Forum dan Kuis Minggu Ke-2, 11 September 2018

Kuis Minggu Ke-2

Personal Ethics and Business Ethics

Ketika berbisnis, semua orang atau perusahaan pasti memiliki satu tujuan awal yaitu meraih
keuntungan. Dalam berbisnis, terdapat tiga aspek pokok yaitu aspek ekonomi, aspek Moral dan
aspek hukum.

 Dalam aspek ekonomis, bisnis adalah kegiatan ekonomis, dimana terjadi proses tukar
menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-memperkerjakan dan interaksi
manusia lainnya, dengan tujuannya memperoleh keuntungan. Dalam pandangan ini, bisnis
yang baik adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan.
 Dalam sudut pandang moral, bisnis yang baik adalah bisnis yang baik secara moral.
Perilaku yang baik dalam konteks moral adalah perilaku yang sesuai dengan norma norma
moral. Perilaku dalam konteks ini adalah tindakan dan kegiatan yang dilakukan dalam
bisnis, baik itu keputusan bisnis, kebijakan yang diambil dan interaksi bisnis dengan
lingkungannya. Pada dasarnya, Personal Ethics dan Business Ethics saling mempengaruhi.

Etika berfungsi menggugah kesadaran moral pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis
didasari nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi konsumen, masyarakat dan demi menjaga nama
baik bisnis sendiri dalam jangka panjang. Etika bisnis menjadi acuan bagi pebisnis untuk berbisnis
tanpa merugikan konsumen, buruh, karyawan, dan masyarakat luas. Hak dan kepentingan mereka
tidak boleh diabaikan oleh praktek bisnis. Etika dalam berbisnis didasari oleh ajaran agama,
kepentingan sosial dan perilaku pebisnis yang bernilai utama.

Lebih jauh, menurut Sonny Keraf (1998), prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi: Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia mengambil keputusan
dan bertindak berdasarkan tuntunan hati nuraninya, kesadarannya sendiri mengenai sesuatu
kebaikan untuk diberikan kepada orang lain.
2. Prinsip Kejujuran: Prinsip kejujuran dalam setiap tindakan atau perikatan bisnis
merupakan keutamaan. Kejujuran diperlukan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak. Dalam perikatan perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak saling percaya
satu sama lain, bahwa masing-masing pihak tulus dan jujur membuat perjanjian dan
kontrak, serius, tulus dan jujur melaksanakan perjanjian. Kejujuran sangat penting artinya
bagi kepentingan masing-masing pihak, kejujuran sangat menentukan keberlanjutan relasi
dan kelangsungan bisnis selanjutnya.
3. Prinsip Keadilan: Tindakan memberikan keadilan terhadap keterlibatan semua pihak
dalam bisnis merupakan praktek keutamaan. Prinsip keadilan perlu dilakukan agar setiap
orang dalam kegiataan bisnis secara internal maupun eksternal perusahaan diperlakukan
sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.
4. Prinsip Saling Menguntungkan: Kegiatan bisnis perlu memberikan keadaan saling
menguntungkan kepada keterlibatan setiap pihak dalam bisnis, hal tersebut merupakan
cerminan prinsip.

Morality and Law


Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolok ukur untuk menentukan benar atau tidaknya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku suatu peran tertentu.
Hukum adalah norma-norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena diperlukan demi
keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan untuk
dilanggar. Orang yang melanggar hukum pasti dikenai hukuman sebagai sanksi.

Hubungan erat antara moral dan hukum adalah bahwa keduanya saling mengandaikan dan
sama-sama mengatur perilaku manusia. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak akan berarti
banyak jika tidak dijiwai oleh moralitas. Tanpa moralitas, hukum adalah kosong. Kualitas hukum
sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu, hukum harus selalu diukur dan
dibatasi dengan norma moral.

Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengawang-awang kalau tidak
diungkapkan kepada masyarakat dalam suatu bentuk, yang mana salah satunya adalah hukum.
Dengan demikian, hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.

Kendati pemenuhan tuntutan moral mengandaikan pemenuhan tuntutan hukum, keduanya tidak
dapat disamakan begitu saja. Kenyataan yang paling jelas membuktikan hal itu adalah terjadinya
konflik antara keduanya. Perbedaan antara moral dan hokum antara lain:

1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara kurang lebih
sistematis disusun dalam kitab undang-undang. Sebaliknya norma Moral bersifat lebih subjektif
dan dapat lebih banyak diganggu oleh diskusi-diskusi yang mencari kejelasan tentang apa yang
dianggap etis atau tidak etis.
2. Hukum membatasi seseorang pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut
juga sikap batin seseorang. Niat batin tidak termasuk jangkauan hukum. Sebaliknya dalam
konteks moralitas sikap batin sangat penting. Orang yang hanya secara lahiriah memenuhi
norma-norma moral berlaku “legalistis”.
3. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Juga kalau
hukum tidak secara langsung berasal dari negara seperti hukum adat maka hukum itu harus
diakui oleh negara seupaya berlaku sebagai hukum. Moralitas didasarkan pada norma-norma
moral yang melampaui para individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis ataupun cara
lain masyarakat dapat mengubah hukum tetapi suatu norma moral tidak pernah diubah atau
dibatalkan.

Morality
Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau
adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku (Chaplin, 2006). Pernyataan tadi sejalan dengan
pernyataan dari Sonny Keraf (1996), bahwa Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik
dan buruknya sebuah tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat
(member of society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu.
Sumaryono (1995) mengklasifikasikan moralitas menjadi 2 golongan :
1. Moralitas Objektif: Yaitu melihat perbuatan sebagaimana adanya, misal:
 Menolong sesama manusia = perbuatan baik.
 Mencuri, memperkosa, membunuh = perbuatan buruk.
2. Moralitas Subjektif
Melihat perbuatan sebagai dipengaruhi oleh perhatian dan pengetahuan pelakunya, latar
belakangnya, stabilitas emosionalnya dan perlakuan personal lainnya, misal dalam situasi
khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan yang dapat dibenarkan, karena untuk
mempertahankan hidup atau membela diri. Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia.
Moralitas subjektif sebagai norma berhubungan dengan semua perbuatan yang diwarnai oleh
nilai pelakunya yaitu niat baik / niat jahat moralitasnya terletak pada niat pelakunya.

Etiquette and Professional Law


Etiket dan Etika adalah dua hal yang berbeda secara mendasar. Etiket sendiri berasal dari bahasa
Perancis, yaitu etiquette yang berarti sopan santun.

 Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara
yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta
ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
 Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan
yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
 Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada saksi mata, maka maka etiket tidak
berlaku.
 Etika selalu berlaku meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada dan tidak
adanya seseorang.
 Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
 Etika jauh lebih bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi.
 Etiket hanya memadang mausia dari segi lahiriah saja.
Sehubungan dengan diperlukannya Etiket dalam berbisnis, Etiket sering dikaitkan dengan hukum.
Seperti yang sudah disampaikan diatas, hukum bersifat objektif karena disusun dalam peraturan
perusahaan. Hukum Professional mengatur kinerja dan perilaku karyawan di dalam lingkungan
pekerjaan, dimana didalamnya termasuk etika dan etiket karyawan, yang tentu saja disesuaikan
dengan visi dan misi perusahaan.

Management and Ethics


Etika manajemen berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sehubungan dengan
kegiatan bisnis yang dijalankannya (Kreitner, 1992). Walau etika dapat mempengaruhi pekerjaan
manajerial dengan banyak cara, ada 3 bidang dasar yang menjadi perhatian khusus dari etika
manajerial:
1. Bagaimana perusahaan memperlakukan karyawan mereka.
Upah dan kondisi kerja merupakan hal yang memungkinkan munculnya kontroversi. Fakta
bahwa manajer membayar seorang karyawan lebih sedikit daripada yang layak diterima
karena manajer mengetahui bahwa karyawan tersebut tidak mungkin keluar atau tidak mau
mengambil resiko kehilangan pekerjaannya jika protes, mungkin dianggap tidak etis.
Terakhir, setiap organisasi diwajibkan melindungi kebebasan pribadi karyawannya.
2. Bagaimana perlakuan karyawan terhadap perusahaan.
Sejumlah persoalan etika juga berakar dari bagaimana karyawan memperlakukan
organisasi mereka. Konflik kepentingan muncul ketika suatu keputusan berpotensi
menguntungkan individu tetapi mungkin merugikan organisasi. Mengungkapkan rahasia
perusahaan juga jelas tidak etis. Karyawan yang bekerja di bisnis yang sangat kompetitif
seperti elektronik, software, pakaian, mungkin tergoda untuk menjual informasi mengenai
rencana perusahaan kepada kompetitor. Kejujuran juga masalah yang sering muncul
termasuk menggunakan telepon perusahaan untuk membuat panggilan interlokal pribadi,
mencuri perlengkapan kantor, dan menambahkan pengeluaran.
3. Bagaimana karyawan dan perusahaan memperlakukan agen ekonomi lain.
Agen-agen ekonomi yang berkepentingan seperti konsumen, kompetitor, pemegang
saham, pemasok, dealer dan serikat tenaga kerja. Perilaku antara organisasi dan agen-agen
tersebut yang rentan terhadap ambiguitas etika termasuk iklan, promosi, pengungkapan
finansial, pemesanan dan pembelian, pengiriman dan permohonan permintaan, penawaran
dan perundingan, dan hubungan bisnis lainnya.

Referensi:
 Ali, Hapzi, 2017. Modul Perkuliahan Business Ethic & GG: Principles of Personal Ethics
and Principles of Professional Ethics, Universitas Mercu Buana
 Asikin, Husseini, Faisal, 2010.
https://faisalhusseiniasikin.wordpress.com/2010/04/13/perbedaan-moral-dan-hukum/ (13
September 2018, jam 15.52 WIB)
 Anonym-1, 2017. https://www.zonareferensi.com/pengertian-moral/ , (13 September
2018, jam 16.12 WIB)
 Syifa, Apdila, 2017. https://sciencebooth.com/2013/05/11/perbedaan-etika-dan-
etiket/comment-page-1/ , (13 September 2018, jam 16.45 WIB)
 Indra, 2011. http://indra-etikadancsr.blogspot.com/ , (14 September 2018, jam 08.42 WIB)
 Lutfa, Fitria, 2016. https://www.coursehero.com/file/pdeqfv/12-Konsep-Dasar-Etika-
Manajemen-Etika-manajemen-berbicara-mengenai-nilai-nilai/ (14 September 2018, jam
10.03)

Forum Minggu Ke-2


Business Ethic OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
1. Tentang OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,
dan penyidikan. OJK dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-
LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan
peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen
industri jasa keuangan. (Wikipedia, 2018). OJK juga memiliki satu slogan yaitu Mengatur, Mengawasi
dan Melindungi untuk Indsutri Keuangan yang Sehat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan
tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1.1 Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
1.2 Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
1.3 Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh
dan menguntungkan dalam jangka panjang sekaligus memenangkan persaingan Global. Good
Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh perusahaan
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas mereka, guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

2. Tata Kelola OJK


Dalam praktiknya, OJK menerapkan suatu tata kelola perusahaan yang terdiri dari 4 proses yaitu
(1) Governance Principles, (2) Governance Structure, (3) Governance Process dan (4) Governance
Outcome.
2.1 Governance Principles
OJK memegang teguh 5 prinsip sebagai bentuk implementasi GCG (Good Corporate
Governance), yaitu:
1. Transparansi: Membuka diri terhadap hak pemangku kepentingan untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif, dengan tetap memperhatikan hak
asasi pribadi dan golongan, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam
perundang-undangan. Termasuk di dalamnya Prinsip Demokrasi.
2. Akuntabilitas: Kejelasan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab sehingga
pengelolaan OJK berjalan efektif.
3. Pertanggungjawaban: Pengelolaan OJK sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Termasuk di dalamnya adalah Prinsip Budaya Hukum.
4. Indepensi: Independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas
dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Kewajaran & Kesetaraan: Kewajaran dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak dan
perlakuan terhadap stakeholder.
2.2 Governance Structure

Struktur tata kelola terdiri dari:

a) Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif
kolegial.
b) Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan
komite lainnya;
c) Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan,
prosedur (SOP) dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi
dan tugas, serta menerbitkan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan.

2.3 Governance Process

Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan
obyektif dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan
strategi combined assurance yang memberikan metode praktis untuk
memastikan governance process di OJK berjalan secara efektif.

a) The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis
depan atau ujung tombak OJK;
b) The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk
mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko OJK secara
keseluruhan sebagai bagian dari governance process;
c) The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Audit Internal beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.

Selain itu, OJK juga mengembangkan 3 (tiga ) inisiatif dalam rangka implementasi
dan penguatan governance process, yaitu:
1. Program Pengendalian Gratifikasi

a) Gratifikasi sebagai pintu masuk korupsi perlu dikendalikan.


b) Program pengendalian gratifikasi adalah program nasional yang
dikoordinasikan KPK.
c) Memastikan penerapan code of conduct yang mengatur do's and dont's
perilaku seluruh jajaran OJK

2. Revitalisasi Whistle Blowing System (WBS)

a) Peningkatan efektifitas pengelolaan pengaduan dan tindak lanjutnya.


b) Optimalisasi penggunaan WBS OJK oleh stakeholder.

3. Fungsi Anti-Fraud OJK

a) Unit struktural untuk penyusunan strategi, edukasi, pencegahan, deteksi,


dan penindakan fraud,
b) Koordinasi pengendalian gratifikasi, monitoring LHKPN, data analytic, dan
penuntasan tindaklanjut WBS

2.4 Governance Outcome


Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK
menetapkan Governance Roadmap sebagai berikut:
2013-2014: Good Public Governance. OJK memenuhi semua persyaratan/prinsip dalam
good public governance.
2015-2016: Good Governance Organization. OJK dikelola dengan baik, jauh lebih
govern dibandingkan standard good governance.
2017: Good Governance Citizen. OJK menjadi bagian dari komunitas good
organization, yang secara aktif mengkampanyekan good governance.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Selain itu,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.

Nilai Strategis OJK adalah:

1. Integritas
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
2. Profesionalisme
Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi
yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
3. Sinergi
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal secara produktif dan berkualitas.
4. Inklusif
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta
memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
5. Visioner
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward
Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).

Nilai-nilai diatas adalah yang wajib dilakukan oleh insan-insan OJK mulai dari level teratas sampai
terbawah sekalipun. Kelima poin diatas harus dilakukan demi menciptakan performa perusahaan
yang baik

Kode Etik OJK

 Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib
dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK dalam pelaksanaan tugas.
 Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi
kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
 Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai
Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas,
Sinergi, dan Kesetaraan.

Referensi:

 Anonym-1, 2017. https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Tata-Kelola.aspx, (14


September 2018, jam 15.12 WIB)
 Anonym-2, 2017. http://www.taspen.co.id/?page_id=45 , (14 September 2018, jam 15.23
WIB)

Anda mungkin juga menyukai