Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN DIABETES MELITUS

Berikut adalah berbagai definisi tantang Diabetes Melitus yang dikemukakan oleh para pakar, antara lain
:

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya
peningkatan kadar gula darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif
maupun kualitatif (Topan E, 2005)

Menurut Darwis Yullizar dalam buku Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit Diabetes
(2005), dijelaskan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu kelainan metabolisme kronik yang terjadi
karena berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi gula darah melebihi normal disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi hormon
insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya.

Diabetes mellitus merupakan kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemik
kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. Keberadaan diabetes dalam klinik dapat
berupa komponen metabolik dan komponen vaskular atau angiopati. Kedua komponen ini dapat tampak
bersama atau yang satu mendahului yang lain, yang satu memperberat yang lain (Asdie,2000)

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat,
yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa, dan ditemukan glukosa tersebut melalui urin. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan produksi insulin pada pankreas, yang berupa berkurang atau tidak
dapatnya memproduksi insulin dengan baik. Dengan munculnya kelainan-kelainan tersebut, dapat
menimbulkan gejala-gejala klinis yang bervariasi, dari kelainan biokemis ringan, disertai dengan gejala
atau tanpa gejala, sehingga menimbulkan gejala yang khas seperti : hiperglikemia, glukosuria, dan juga
TRI POLI yang dikenal dengan poliuria, polidipsi, dan polifagi, yang dapat menyebabkan menurunnya
berat badan tanpa sebab. Selain itu, ada juga keluhan-keluhan lain yang dialami oleh pasien diantaranya
: kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi pada pria. Gejala-gejala khas diatas, ditemui pada kelompok
orang beresiko tinggi terhadap Diabetes Melitus yang antara lain :

Kelompok usia dewasa (> 35 tahun).

Kegemukan.

Riwayat keluarga DM.

Riwayat kehamilan dengan berat badan bayi yang lahir > 4000 gr.

Riwayat DM pada kehamilan.

Hipertensi ( >140/90 mmHg)


KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan modifikasi PERKENI 2006 adalah:

Diabetes Mellitus tipe I

Diabetes Mellitus tipe I atau yang disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dicirikan dengan
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan
insulin pada tubuh. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe I adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas.

Diabetes tipe Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus tipe II atau yang disebut dengan non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM).
Terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin (adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang
melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam
darah

DM tipe lain : Diabetes Melitus pada masa kehamilan (gestasional)

SEJARAH

Penyakit Diabetes Melitus pertama kali diuraikan oleh Aretaeus dari Coppadocia. Definisi Diabetes
Melitus adalah suatu penyakit akibat adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan
kadar gula darah tinggi dan ditemukannya glukosa dalam urin, hal ini terjadi oleh karena adanya
gangguan produksi insulin oleh pankreas berupa kurang atau tidak adanya produksi insulin. (Ilyas, E. I,
1998).

Diabetes Melitus (dari bahasa yunani, diabainein yang artinya pancuran air, dan bahasa latin latin
mellitus yang berarti rasa manis) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus menerus dan bervariasi,
terutama setelah makan (Priana, 2002 : 33). Dan menurut Mansdjoer, dkk (2001:580) Diabetes Melitus
adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolisme kronik akibat gangguan hormonal,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis.

PATOFISIOLOGI

Karbohidrat yang dikonsumsi dicerna oleh tubuh menjadi monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam
duodenum dan jejunum proksimal (schteingart,1995 : 1109)

Karbohidrat utama dalam makanan (kanji,laktosa dan sakarosa) dicerna untuk menghasilkan
monosakarida (glukosa,fruktosa, dan galaktosa) masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke jaringan
tempat zat tersebut dimetabolisme. Semua jenis sel manusia menggunakan glukosa untuk memproleh
energi. Setelah dibawa ke sel glukosa mengalami fosforilasi oleh suatu heksokinase menjadi glukosa-6-
fosfat. Glukosa-6-fosfat kemudian dapat masuk ke sejumlah jalur metabolik. Tiga jalur yang biasa
terdapat pada semua jenis sel adalah glikolisis, jalur pentose fosfat, sintesis glikogen (Marks, 2000:381)

ETIOLOGI

Kasus Diabetes Melitus terbanyak dijumpai adalah Diabetes Melitus tipe 2, yang umumnya mempunyai
latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Kasus Diabetes Melitus tipe 1 yang mempunyai latar
belakang kelainan berupa kurang insulin secara absolute akibat proses autoimun tidak begitu banyak di
Indonesia ( Waspdji, 2005 : 29)

Perjalanan penyakit Diabetes Melitus dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :

Faktor resiko melekat yang sulit dan mungkin tidak dapat berubah yaitu umur, jenis kelamin, keturunan,
status sosial seperti suku dan budaya atau adat istiadat.

Faktor resiko perilaku yang bisa dirubah yaitu merokok, mengkonsumsi alkohol, kurang aktifitas fisik,
kurang konsumsi serat, konsumsi lemak tinggi dan konsumsi kalori tinggi.

Faktor resiko lingkungan yaitu kondisi ekonomi rendah, lingkungan sosial seperti modernisasi, status
sosio-ekonomi serta lingkungan fisik.

Faktor resiko fisik dan biologi berupa obesitas dan hipertensi, serta faktor resiko biologis berupa
hiperglikemia, toleransi glukosa terganggu dan bisiplidemia. (Depkes RI, 2006 : 8-9).

Gejala Klinis Diabetes Melitus


Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita Diabetes diantaranya:

Rasa haus yang berlebihan (Polidipsia)

Sering kencing terutama malam hari (Poliuria)

Banyak makan (Polifagia)

Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas

Lemah badan

Kesemutan

Gatal

Mata kabur

Disfungsi ereksi pada pria

Gatal disektiar daerah kemaluan

KOMPLIKASI

Penderita Diabetes Melitus dapat mengalami berbagai komplikasi khususnya bagi mereka yang kadar
gula darahnya tidak terkontrol. (Immanuel , 2003 : 23)

Komplikasi Akut

Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah dibawah nilai normal. Hipoglikemia pada
penderita Diabetes Melitus terjadi karena terapi insulin atau sulfonuria. Faktor yang memudahkan
terjadinya hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus adalah pemasukan makanan yang terlambat dan
latihan jasmani yang berlebihan.

Hiperglikemia

Hiperglikemia menjadi :
Diabetes Keto Asidosis

Pada umumnya sel beta pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa keadaan yang menyebabkan
sekresi insulin menjadi tidak kuat. Defisiensi insulin menyebabkan peningkatan hormon glukagon dan
perubahan rasio ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati.
Lipolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat
bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati di dalam sel mitokondria di hati terjadi ojksidasi beta
yang mengubah asam lemak ini menjadi keton. Ketogenesis ini menghasilkan asam aseto asetat yang
bersifat tidak stabil dan akan mengalami dehidrogenasi menjadi asam beta hidroksibutirat dan
dekarboksilat spontan menjadi aseton.

Non Ketotik Hiperosmolar

Pada pasien NKH insulin masih cukup untuk mencegah ketosis, tetapi tidak dapat mempertahankan
homeostasis glukosa. Adanya keadaan hiperosmolar dan dehidrasi mengurangi pelepasan asam lemak
bebas. Peran hormon lipotik seperti glukagon pada NKH kecil sehingga asam lemak bebas berkurang.

Asidosis Laktat (AL)

Asidosis Laktat adalah suatu akibat adanya kenaikan kadar asam laktat dalam otot skelet dan jaringan
lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya glikolisis anaerob yang mengahasilkan peningkatan asam laktat.
Pada AL didapat penurunan PH darah (Immanuel, 2003 : 22).

Komplikasi kronik

Kompliksi yang berhubungan dengan DM kronik sangat kompleks dan multifaktor. Mekanisme yang
tepat bagaimana keadaan defisiensi insulin ini dapat memicu terjadinya gangguan metabolik dan
vaskuler serta jaringan yang rentan masih merupakan dugaan yang sangat spekulatif. kronik ini dibagi
menjadi :

Mikrovaskuler (mikroangiopati)

Mikroangiopati merupakan lesi spesifik Diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic), dan saraf-saraf perifer ( neuropati diabetic), otot dan
kulit. Akibat defisiensi insulin akan terjadi hiperglikemia, yang bila terjadi dalam waktu lama
mengakibatkan berkurangnya kadar monositol yang akan mengganggu osmoregulasi sel hingga sel itu
rusak.

Makrovaskuler

Komplikasi makroangiopati lebih berkaitan dengan resistensi insulin hiperinsulinemia, disiplidemia,


peningkatan agregasi trombosit dan gangguan fibrinilisis. Resistensi insulin ternyata berkaitan sejumlah
gangguan metabolisme yang semuanya akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (PJK).
Gambaran makroangiopati berupa arterokierosis. Pada akhirnya makroagiopati diabetik akan
mengakibatkan penyumbatan vaskuler.

PEMERIKSAAN LAB

Jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium DM adalah urin dan
darah. Mekipun dengan menggunakan urin dapat dilakukan, namun hasil yang didapat kurang efektif.
Darah vena adalah spesimen pilihan yang tepat dianjurkan untuk pemeriksaan gula darah. Apabila
sampel yang digunakan adalah darah vena maka yang diperiksa adalah plasma atau serum, sedangkan
bila yang digunakan darah kapiler maka yang diperiksa adalah darah utuh. Pada pengambilan darah
kapiler, insisi yang dilakukan tidak boleh lebih dari 2,5 mm karena dapat mengenai tulang. Pada
pengambilan darah kapiler juga tidak boleh memeras jari dan tetesan pertama sebaiknya dibuang.

Jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk Diabetes Melitus adalah sebagai berikut :

Gula darah puasa

Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan dilakukan. Spesimen darah
yang digunakan dapat berupa serum atau plasma vena atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah
puasa dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan, memastikan diagnostik atau memantau
pengendalian DM. Nilai normal 70-110 mg/dl.

Gula darah sewaktu

Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu diperhatikan waktu terakhir pasien
pasien. Spesimen darah dapat berupa serum atau plasma yang berasal dari darah vena. Pemeriksaan
gula darah sewaktu plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan
diagnosa Diabetes Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.
Gula darah 2 jam PP (Post Prandial)

Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlah yang
sukar disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama 2 jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga
selama menunggu pasien perlu duduk, istirahat yang tenang, dan tidak melakukan kegiatan jasmani
yang berat serta tidak merokok. Untuk pasien yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat untuk memantau
DM. Nilai normal <140 mg/dl.

Glukosa jam ke-2 TTGO

TTGO tidak diperlukan lagi bagi pasien yang menunjukan gejala klinis khas DM dengan kadar gula darah
atau glukosa sewaktu yang tinggi melampaui nilai batas sehinggasudah memenuhi kriteria diagnosa DM.
(Gandasoebrata, 2007 : 90-92).

Nilai normal :

Puasa : 70 – 110 mg/dl

½ jam : 110 – 170 mg/dl

1 jam : 120 – 170 mg/dl

1½ jam : 100 – 140 mg/dl

2 jam : 70 – 120 mg/dl

Pemeriksaan HbA1c

HbA1c atau A1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antar glukosa dan hemoglobin
(glycohemoglobin). Jumlah HbA1c yang terbentuk, tergantung pada kadar gula darah. Ikatan A1c stabil
dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usai sel darah merah), kadar HbA1c mencerminkan
kadar gula darah rata-rata 1 sampai 3 bulan. Uji digunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan terapi
diabetik. Kadar gula darah puasa mencerminkan kadar gula darah saat pertama puasa, sedangkn
glikohemoglobin atau HbA1c merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian Diabetes Melitus.

Nilai normal HbA1c 4-6%, Peningkatan kadar HbA1c > 8 % mengindikasi hemoglobin A (HbA) terdiri dari
91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total.

Molekul glukosa berikatan dengan HbA yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Pembentukan
HbA1c terjadi dengan lambat yaitu 120 hari yang merupakan rentang hidup eritrosit, HbA1c terdiri atas
tiga molekul hemoglobin HbA1c, HbA1b dan HbA1c. Sebesar 70 % HbA1c dalam bentuk 70 %
terglikosilasi pada jumlah gula darah yang tersedia. Jika kadar gula darah meningkat selama waktu yang
lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa dan menghasilkan glikohemoglobin.
Menurut Widman (1992:470), bila hemoglobin bercampur dengan larutan glukosa dengan kadar yang
tinggi, rantai beta hemoglobin mengikat glukosa secara reversible. Pada orang normal 3 sampai 6 persen
hemoglobin merupakan hemoglobin glikosilat yang dinamakan kadar HbA1c. Pada hiperglikemia kronik
kadar HbA1c dapat meningkat 18-20 % . glikolisasi tidak mempengaruhi kapasitas hemoglobin untuk
mengikat dan melepaskan oksigen, tetapi kadar HbA1c yang tinggi mencerminkan adanya diabetes yang
tidak terkontrol selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah keadaan normoglikemia dicapai, kadar HbA1c
menjadi normal kembali dalam waktu kira-kira 3 minggu.

Berdasarkan nilai normal kadar HbA1c pengendalian Diabetes Melitus dapt dikelompokan menjadi 3
kriteria yaitu :

DM terkontrol baik / kriteria baik : <6,5%

DM cukup terkontrol / kriteria sedang :6,5 % - 8,0 %

DM tidak terkontrol / kriteria buruk : > 8,0 %

(Yullizar D, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit Diabetes Melitus ; 2005)

Pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan kadar gula darah pada saat diabetes diperiksa, tetapi
tidak menggambarkan pengendalian diabetes jangka panjang (± 3 bulan). Meski demikian, pemeriksaan
gula darah tetap diperlukan dalam pengelolaan diabetes, terutama untuk mengatasi permasalahan yang
mungkin timbul akibat perubahan kadar gula darah yang timbul secara mendadak. Jadi, pemeriksaan
HbA1c tidak dapat menggantikan maupun digantikan oleh pemeriksaan gula darah, tetapi pemeriksaan
ini saling menunjang untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai kualitas pengendalian diabetes
seseorang.

UPAYA PENCEGAHAN

Adapun upaya-upaya pencegahan terhadap DM menurut PERKENI (1998) ada tiga tahap, yakni :

Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan salah satu upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk
kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita
Diabetes Melitus dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar gula darahnya.

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah atau menghambat terjadinya penyakit
menahun, pada orang yang telah didiagnosa menderita Diabetes Melitus, dengan melakukan
pemeriksaan dan evaluasi laboratorium secara continue atau terus menerus dan teratur.

Pencegahan tersier

Jika kemudian penyakit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut, dan merehabilitas pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap, dengan cara pengendalian terhadap kadar gula darah, melalui olahraga dan diet, bukan saja
untuk mencegah kestabilan kadar gula darah, tetapi juga untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai