Anda di halaman 1dari 18

ORIENTASI PENJARINGAN DAN PKPR

Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara dinamis dan pesat
meliputi aspek fisik, psikologis, intelektual, sosial serta perilaku social yang erat kaitannya dengan pubertas.
Masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menyebabkan rasa keingintahuan yang tinggi
sehingga berpotensi dalam berperilaku beresiko. Remaja adalah perempuan dan laki-laki berusia 10-19
tahun (WHO) dan 10-18 tahun merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 (DepKes, 2008).

Kesehatan remaja merupakan keadaan baik secara fisik, psikologis, spiritual serta sosial yang
memungkinkan remaja tersebut untuk hidup produktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan remaja
yakni perilaku beresiko remaja yang sering ditemui yaitu injury, rokok, alcohol dan obat-obatan, perilaku
seksual, perilaku diet tidak sehat dan tidak ada aktivitas fisik.

PKPR merupakan program yang digalakkan pemerintah sejak tahun 2003 sebagai upaya untuk mengatasi
masalah kesehatan remaja, baik promotif, preventi, kuratif dan rehabilittif di dalam maupun diluar gedung
Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan
terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Tujuan PKPR di Puskesmas

a. Tujuan Umum:

Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.

b. Tujuan Khusus:

a) Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.

b) Meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

c) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus
pada remaja.

d) Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan
remaja.

Ciri khas atau karakteristik PKPR

Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health
Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapatditerima, komprehensif, efektif
dan efisien, memerlukan:

a. Kebijakan yang peduli remaja.

Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk:

1) Memenuhi hak remaja sesuai kesepakatan internasional.

2) Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan rawan.

3) Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status.

4) Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan pelayanan.
5) Menjamin privasi dan kerahasiaan.Mempromosikan kemandirian remaja, tidak mensyaratkan
persetujuan orang tua, dan memberikan kebebasan berkunjung.

6) Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya pembebasan biaya
untuk kunjungan remaja.

b. Prosedur pelayanan yang peduli remaja.

1) Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya.

2) Waktu tunggu yang pendek.

3) Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih dahulu. Bila petugas PKPR
masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah kekecewaan remaja
yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugasyang dikehendaki.

Berdasarkan hasil evaluasi program kesehatan remaja di New Delhi (2009) bahwa persentase klien yang
mengatakan bahwa klinik yang dapat diakses dengan mudah lebih tinggi, waktu menunggu untuk melihat
petugas kesehatan di klinik itu lebih rendah,kerahasiaan yang terjaga serta lingkungan dan kerahamahan
pasien mempengaruhi tingkat kepuasan, faktor-faktor tersebut berpengaruh pada tinggi tingkat kepuasan
pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan remaja (Yadav et al. 2009).

c. Petugas khusus yang peduli remaja.

1) Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat, memiliki kompetensi
teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja, mempunyai keterampilan komunikasai
interpersonal dan konseling.

2) Termotivasi bekerja-sama dengan remaja.

3) Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak menyenangkan.

4) Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.

5) Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.

6) Dapat ditemui pada kunjungan ulang.

7) Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.

8) Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan tepat untuk
mengatasi masalahnya atau memenuhi kebutuhannya.

d. Petugas pendukung yang peduli remaja.

Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas loket, laboratorium dan unit
pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.

1) Mempunyai kompetensi sesuai bidangnya masing-masing.

2) Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja.

e. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja.

1) Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan

2) tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang dan membuat
remaja tidak segan berkunjung kembali.
3) Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri, mudah dicapai
tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga menghilangkan kekhawatiran akan
bertemu seseorang yang mungkin beranggapan buruk tentang kunjungannya (stigma). Fasilitas yang baik,
menjamin privasi dan kerahasiaan. Suasana semarak berselera muda dan bukan muram, dari depan gedung
sampai ke lingkungan ruang pelayanan, merupakan daya tarik tersendiri bagi remaja agar berkunjung. Hal
lain adalah adanya kebebasan pribadi (privasi) di ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dan ruang tunggu, di
pintu masuk dan keluar, serta jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup pada waktu pelayanan
dan tidak ada orang lain bebas keluar masuk ruangan. Kerahasiaan dijamin pula melalui penyimpanan kartu
status dan catatan konseling di lemari yang terkunci, ruangan yang kedap suara, pintu masuk keluar
tersendiri, ruang tunggu tersendiri, petugas tidak berteriak memanggil namanya atau menanyakan identitas
dengan suara keras.

4) Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah menjadi salah satu
faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja
menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap
pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

5) Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan stigma misalnya
tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti mempunyai masalah seksual atau
penyalahgunaan NAPZA.

6) Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling. Perlu
disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini
selain berguna untuk memberikan pengetahuanmelalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang
adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.

Menurut hasil penelitian di India tahun 2015 bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan remaja sangat
penting mengutamakan kerahasiaan, privasi dan ruang tunggu yang tidak sesuai sebagaimana mestinya
untuk membuat layanan yang ramah. Jika kerahasiaan dan privasi tidak terjamin maka remaja akan ragu
untuk memanfaatkan layanan. Kriteria utama untuk fungsi efektif dari klinik PKRR adalah untuk memisahkan
dari pelayanan kesehatan umum dengan pelayanan kesehatan remaja untuk menjaga privasi remaja (Dalal
et al. 2015).

f. Partisipasi/keterlibatan remaja.

1) Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan,
kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar luaskan keberadaannya.

2) Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan. Ide dan
tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan karena mereka
mengerti kebutuhan mereka, mengerti “bahasa” mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya
mereka. Sebagai contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja,
ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja, atau cara rujukan
praktis yang dikehendaki.

g. Keterlibatan masyarakat.

Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:

1) Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.

2) Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.

h. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya.


Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya adalah KIE untuk
konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi pendidik sebaya (peer
educator). atau konselor sebaya (peer counselor).

i. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.

1) Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.

2) Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya. Harus dijamin
kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya keberadaan PKPR di puskesmas pada
institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat
dengan pemberi layanan kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.

3) Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting.

j. Pelayanan yang efektif

1) Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.

2) Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial.

3) Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya.

k. Pelayanan yang efisien

Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan mempunyai sistem
agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan.

Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.

Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan untuk dapat


memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam
pengembangan PKPR di puskesmas, sebagai berikut:

a. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja.

Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi tugas
keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya masalah kesehatan remaja, kemitraan
merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif dan preventif. Penggalangan kemitraan
didahului dengan advokasi kebijakan publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan
oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu, kegiatan di luar gedung,
yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan.
Kegiatan berupa KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills Education (LSE)
seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat dilakukan oleh petugas terlatih di luar
sektor kesehatan dan LSM.

b. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.

Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR dan keterbatasan
kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil dilakukan penyempurnaan dalam
memenuhi kelengkapan sarana dan prasarana.

c. Penyertaan remaja secara aktif.

Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan pelayanan dan evaluasi, remaja secara aktif
diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih kelompok remaja laki-laki dan perempuan
yang dapat “bersuara“ mewakili Puskesmas untuk informasi penyediaan pelayanan kepada sebayanya dan
sebaliknya mewakili sebayanya meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan dengan
penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi pelayanan dapat cepat meluas,
menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan
dan kesetaraan gender.

d. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.

Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau mungkin gratis.

e. Dilaksanakannya kegiatan minimal.

Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk laboratorium dan rujukan,
harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling,
pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya
PKPR.

f. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran, sesuai dengan hasil
kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja sekolah, anak jalanan, karang
taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan sebagainya.

g. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.

Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat serta sesuai
dengan kemampuan puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD
(Focus Group Discussion) diskusi kelompok terarah diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan
penyebarluasan slogan dan keterampilan “bagaimana bilang tidak” untuk seks- pranikah.

h. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.

Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim jaminan mutu puskesmas merupakan
bagian dari upaya peningkatan akses dan kualitas PKPR.

Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas

a. Identifikasi masalah melalui kajian sederhana:

1) Gambaran remaja di wilayah kerja :

a) Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan.

b) Perilaku berisiko: seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan lainnya.

c) Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV/AIDS, penyalah-gunaan NAPZA.

b. Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata-nilai berhubungan dengan perilaku berisiko,
masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang dikehendaki.

c. Jenis upaya kesehatan remaja yang ada.

d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman tentangkesehatan remaja.
Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber, pemerintah dan swasta, dan
wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak langsung (orang tua, guru, pengurus asrama
remaja dan sebagainya).

Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:
1) Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan permasalahan yang
dihadapi.

2) Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah kerja.jenis
pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja di wilayahnya

3) Kelompok sasaran prioritas yang akan diintervensi.

4) Terobosan dan inovasi kegiatan.

5) Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya PKPR.

6) Strategi menjalin kemitraan.

7) Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari.

Advokasi kebijakan public

Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai bentuk komunikasi
persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan, kebijakan dari penguasa (praktek yang
diberlakukan akibat dorongan/kesan yang ditimbulkan penguasa) dengan tujuan mengarahkan dan
mengendalikan institusi, masyarakat, atau individu. Dengan advokasi ini diharapkan akan menghasilkan tim
atau jejaring kerjasama di wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat
mempercepat keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR. Contoh praktis bentuk dukungan
dimaksud misalnya:

1) Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan PKPR (antara lain
pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan, kegiatan di rumah singgah dan lain-lain)

2) Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan misalnya untuk:

a. Pengadaan ruangan konseling

b. Biaya rujukan

c. Pembebasan retribusi atau pelayanan gratis untuk remaja di Puskesmas.

3) Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan, berupa:

a. rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi NAPZA, atau
mempersiapkan remaja pranikah.

b. rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya.

c. rujukan pranata hukum, diperlukan untuk kasus tindak kekerasan.

Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas

Kegiatan pada persiapan ini bertujuan untuk membentuk Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR), berdasarkan urut berikut:

a. Sosialisasi internal:

Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk menyelenggarakan PKPR di
Puskesmasnya.

b. Penunjukan petugas peduli remaja.

Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti dengan
minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang lain dalam
melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih petugas yang masih akan bekerja di Puskesmas selama 3
tahun mendatang.

c. Pembentukan Tim.

Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS, petugas penyuluhan,
petugas Gizi, dan petugas lain yang dibutuhkan.

d. Pelatihan formal petugas PKPR.

Agar dapat melaksanakan PKPR dengan baik perlu ditunjuk petugas tambahan yang bekerja dalam tim, atau
sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri oleh dokter Puskesmas terlatih, sebelum
mendapat kesempatan diikutsertakan dalam pelatihan resmi.

e. Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran.

Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis medis termasuk
laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk memperluas jenis kegiatannya baik di
dalam atau di luar gedung serta menentukan sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta
kebutuhan remaja setempat. Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari. Beberapa
contoh perluasan kegiatan, adalah:

1) Penyediaan pelayanan hot-line di Puskesmas.

Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi PKPR. Penyebaran
informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau juga
dilakukan oleh klien yang puas atas layanan hot-line tersebut.

2) Penanganan anak jalanan di wilayah Puskesmas

3) Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan.

Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga mengungkit dukungan
dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya mempermudah tercapainya peningkatkan kualitas
dan akses PKPR.

4) Vitalisasi/revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di Sekolah Lanjutan.

Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan PKHS melalui UKS di
sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan
meningkat secara berantai dan berkesinambungan, sesuai sifat kelompok remaja, yaitu senang
menyebarkan informasi berantai dan menggulirkan keahlian kepada adik kelasnya.

Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat bervariasi dan dapat menjadi
terobosan untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari.

f. Pemenuhan sarana dan prasarana.

Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi serta menjamin
kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan. Melihat rata-rata kondisi dan
kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini memerlukan upaya khusus. Privasi, kenyamanan,
suasana yang menarik dan fasilitas yang baik saling terkait satu sama lain. Menunggu hal tersebut
terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan harus ada ruang konseling tersendiri yang
nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan dengan fasilitas yang ada
namun diusahakan dimanfaatkan semaksimal mungkin mendekati criteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana
seringkali tidak lagi mempunyai ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat diusahakan
bertahap. Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau ruang lain
seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan menyisihkan ruang untuk
konsultasi dengan memilih lokasi yang kirakira diminati remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta
bernuansa remaja. Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan
masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan prasarana PKPR ini.

g. Penentuan prosedur pelayanan.

Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses pemberian dan
penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta penentuan alur pelayanan.
Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian penting. Prosedur pelayanan menjadi
bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk
kembali, serta mempromosikan PKPR kepada teman-temannya. Remaja yang puas terhadap pelayanan akan
menjadi pelanggan yang puas dan dengan sukarela membantu mempromosikan keberadaan PKPR tersebut.

Sosialisasi eksternal

Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik dalam forum resmi
ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak ataupun elektronik dapat membantu
mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah,
komunitas/organisasi remaja: karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk
pampangan poster, selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan
masalah remaja.

Pelaksanaan PKPR

Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera dilaksanakan, meskipun
pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak melupakan
pelayanan medis dan konseling.

a. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien

Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selal melekat pada
pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien digambarkan pada bagan di bawah ini:

1) Klien datang (kiriman, sendiri), melalui loket umum / loket khusus/langsung deregister diruang
konseling

2) Anamnesa

a) Identitas

b) Apa yang sudah diketahui:

Tentang KRR

1) Perubahan fisik dan psikis

2) Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapiny

Tentang perilaku hidup sehat pada remaja

1) Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)

2) Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, seks bebas)


3) Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan

Tentang persiapan berkeluarga yaitu : kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS, masalah yang dihadapi antara lain:

1) Kekerasan fisik dan psikologis

2) Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,

3) Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda anemi, KEK

2) Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan

4) Pelayanan Konseling

3) Tidak perlu pelayanan teknis medis

pulang atau konseling lanjutan bila diperlukan

4) Perlu pelayanan klinis medis/lab

pemeriksaan infeksi saluran reproduksi, kehamilan, perkosaan, pasca keguguran, kontrasepsi ,konseling
lanjutan bila perlu.

Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam memberikan
pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku, gangguan fisik yang
diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan masingmasing kasus.

Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya, menggambarkan
pelayanan yang terintegratif dari paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial (PKRE) yang terdiri dari
komponen KB, KIA, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi
Remaja, tetap terpelihara.

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Masalah Remaja Seksual Aktif

= = kemungkinan terjadi atau akibat lanjutan

= penanganan

b. Jenis kegiatan dalam PKPR

Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di luar
gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau petugas lain
di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :

1) Pemberian informasi dan edukasi.

a) Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok.

b) Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor terkait
dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) puskesmas.

c) Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi interaktif, yang
dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, pesan
singkat.
d) Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja,
orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui
serta perlu bersikap santai.

2) Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang smas adalah:

a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap
penanganan penyakit tersebut.

b. Petugas dari BP umum, BP gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang, diharapkan dapat
menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila
ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan.

c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang seperti loket dan
laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja, dan
memenuhi kriteria peduli remaja.

d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan

e. kasus per kasus.

3) Konseling

Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga tercapai komunikasi
yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara
berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang
dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek
dari kehidupannya.

Tujuan konseling dalam PKPR adalah:

a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil
keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara


berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam:

1) Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain.

2) Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.

3) Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah.

Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah pelaksanaannya perlu
dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR.

4) Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja dibekali
dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi
kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup
adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebukehidupan se-hari-hari secara efektif.
Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu
kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat
member kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah
perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik.
Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara
berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.

Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:

a) Pengambilan keputusan

1) Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan
masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan menjadi
suram.

2) Pemecahan masalah

3) Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan keputusan
akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.

4) Berpikir kreatif

5) Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena adanya
kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan
yang akan diambil. Meski tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala
situasi dalam keseharian hidup secara fleksibel.

6) Berpikir kritis

7) Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif, dengan
demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya
tata-nilai, tekanan teman sebaya, danmedia.

8) Komunikasi efektif

b) Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun nonverbal, sesuai dengan
budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini
akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.

c) Hubungan interpersonal.

d) Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat meciptakan
persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk kesejahteraan mental. Dapat
meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini
diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.

e) Kesadaran diri

Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, pengenalan akan hal
yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres
dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi dengan
Tuhan dan mengatasi masalah secara efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan
empati terhadap orang lain.

f) Empati

Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu membayangkan
bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang
mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang
menderita.

g) Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat
mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi dengan benar.
Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat
merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.

h) Mengatasi stress

Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu mengontrol stres
dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah
cara hidup (lifestyle), diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stress
yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius. PKHS dapat dilaksanakan
dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll. Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan
sehari-hari adalah cara menolak ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko,
dan menolak ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.

Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk menolak ajakan
tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari cara
penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif
dan mengendalikan emosi, sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.

Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup sehat dapat
juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali
berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan
menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.

5) Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.

Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat
keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik
sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah
sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang
siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya yang berminat,
berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan
pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga
dapat berperan sebagai konselor remaja.

6) Pelayanan rujukan

Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke
pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran
kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada
lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban
perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi
kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali
dengan komitmen antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring PKPR di puskesmas berdasarkan buku pedoman pelayanan PKPR tahun 2008, dilakukan oleh
pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh puskesmas sendiri. Melalui monitoring, petugas akan
dibantu menemukan masalah secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak memerlukan biaya dan
waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas.

1. Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa laporan rutin yang
dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Sistem monitoring
adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat indikator. Sistem akan
menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai:

2. Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah penyimpangan atau
masalah.

3. Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang direncanakan.

4. Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.

5. Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat, dll) dan faktor
internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR.

Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah:

a) Memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan.

b) Mengumpulkan data dan menganalisanya.

c) Memberikan umpan balik hasil monitoring.

Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup fokus sasarannya.
Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan berkesinambungan dengan
demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat dibandingkan dengan hasil yang ditemukan
pada kali berikut. Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap
standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut dengan melihat
jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik di dalam maupun di luar gedung.
Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat,
untuk melihat sejauh mana lingkup kegiatan dilaksanakan.

Standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan akses PKPR :

Kualitas:

a) Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan standar.

b) Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan kenyamanan klien.

c) Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.

d) Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.

Akses

a. Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan klien, klien lama
dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.

b. Frekuensi petugas puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan remaja.

c. Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.

d. Jumlah rujukan masuk dari masyarakat.


11. Pencatatan dan Pelaporan

Meskipun kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam PKPR ini tidak diwajibkan untuk dilaporkan ke
tingkat pusat, tetap perlu dilakukan untuk mencatat hal-hal mendasar. Manfaatnya adalah untuk
mendapatkan data kesehatan remaja di wilayah puskesmas. Selain itu data juga digunakan untuk
kepentingan perencanaan dan menentukan langkah-langkah perbaikan. Register kunjungan sebaiknya
dicatat dan disimpan khusus di ruang pelayanan remaja, demikian juga status kesehatan serta catatan
konseling untuk menjaga kerahasiaannya.

Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat kunjungan umum namun
catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri, contoh rekapitulasi catatan konseling terlampir.
Buku catatan kegiatan dan kunjungan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat diperlukan
dapat diketahui data kegiatan PKPR dengan segera. Format standar pencatatan kegiatan PKPR dan
kewajiban untuk melaporkannya sebaiknya perlu disepakati dan disusun setempat secara bersama antara
pihak Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta perwakilan Puskesmas (Depkes RI, 2008).

Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (SN-PKPR)

Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output), penentuan indikator
(termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervise checklist (daftar tilik) dalam
monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten, beserta dengan pelaku pelayanan,
menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-masing . Instrumen monitoring dapat dipelajari
oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan
akses dan kualitas PKPR. Wawancara pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan
Puskesmas dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan
yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang disediakan,
karena diberikan secara anonimus.

Dalam monitoring PKPR (2008), pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur), proses
(apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).

1. Input:

Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan tersedia untuk
melakukan PKPR

2. Proses

Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang dikumpulkan
meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa, siapa sasarannya, kapan dan
dimana kegiatan dilaksanakan

3. Output

Merupakan hasil kegiatan.

Berdasarkan hasil Bosch 2011, “Managerial supervision to improve primary health care in lowandmiddle-
income countries (Review)” bahwa anya defek pengawasan terhadap masyarakat atau berbaring petugas
kesehatan.

dimana pengawasan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan dengan tidak ada pengawasan,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawasan memiliki manfaat kecil pada praktek petugas
kesehatan dan pengetahuan, sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak ada manfaat (Bosch, 2011).
Pemerintah telah menentapkan berbagai indikator agar puskesmas Kabupaten/Kota memiliki Puskesmas
yang mampu melaksanakan PKPR. Pencapaian akses dan pelaksaanaan pelayanan tentu harus diimbangi
dengan mutu pelaksaannya sehingaa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2014
mengeluarkan pedoman standar nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), sebagai acuan bagi
penanggung jawab program baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota khususnya bagi pengelola
program PKPR di puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Standar Nasional PKPR mengatur lima aspek yang di dalamnya memiliki tiga kriteria yaitu kriteria input,
proses dan output yang berkaitan dengan pelaksanaan PKPR, yaitu :

a. SDM Kesehatan

Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan)
untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.

1) Kriteria masukan (Input)

a) Pengelolanprogram PKPR terlatih, yang mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai
kebutuhan remaja berdasarkan pedoman.

b) Pengelola program terlatih dan mampu memberikan konseling yang peduli, peka, bersahabat dan
tidak menghakimi remaja sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.

2) Kriteria proses

1. Pengelola program melaksanakan pelayanan terhadap remaja sesuai dengan standard an pedoman
yang berlaku dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan (SK)

2. Pengelola program memberikan pelayanan konseling yang peduli peka, bersahabat dan tidak
menghakimi remaja sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.

3) Kriteria keluaran (Output)

Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku

b. Fasilitas kesehatan

Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan kesehatan yang
sesuai kebutuhan remaja, prosedur dan tata laksana yang ramah remaja, serta didukung sarana dan
prasarana, termasuk peralatan dan obat-obatan yang memadai.

1) Kriteria masukan (Input)

a) Tersedianya paket pelayanan kesehatan komperhensif sesuai dengan kebutuhan remaja, tanpa
membedakan karakteristik social dan ekonomi pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, baik dalam
maupun luar gedung, berdasarkan standard an pedoman yang berlaku.

b) Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan sesuai standard pedoman untuk penyelenggaraan
pelayaan kesehatan komperhensif yang memenuhi selera remaja, baik didalam maupun diluar gedung.

c) Tersedianya prosedur, tata laksana dan alur pelayanan yang mampu mencegah terjadinya missed
opportunity dan menjamin kerahasiaan, privasi dan kenyamanan serta kecepatan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan komperhensif bagi remaja, baik didalam maupun diluar gedung fasilitas kesehatan.

2) Kriteria Proses
a) Pengelolaan program menyelenggarakan paket pelayanan kesehatan komprehensif, sesuai standard an
pedoman untuk memenuhi kebutuhan remaja tanpa membedakan karakterisik sosial dan ekonomi, baik di
dalam dan luar gedung.

b) Pengelola program memanfaatkan prasarana dan sarana yang tersedia untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan remaja tanpa membedakan karakterisik
sosial dan ekonomi, baik di dalam dan luar gedung.

c) Pengelolaan program menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi remaja dengan prosedur dan
tatalaksana yang mampu mencegah terjadinya missed opportunity dan menjamin kerahasiaan, privasi,
kenyaman dan kecepatan, baik di dalam dan luar gedung.

3) Kriteria Keluaran (Output)

Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan kesehatan yang
sesuai kebutuhan remaja, serta didukung sarana prasarana, termasuk peralatan dan obat-obatan yang
memadai.

c. Remaja

Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga memahami kebutuhan mereka untuk hidup sehat
dan produktif, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
mereka.

1) Kriteria masukan (Input)

a) Tersedianaya mekanisme prosedur dan sumber daya penyelenggaraan kegiatan pemberian informasi /
pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan
standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai pihak terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing.

b) Tersedianya berbagai alat bantu audio visual untuk kegiatan pemberi informasi/pelayanan KIE, yang
memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait.

c) Adanya pedoman tentang peran hak, tanggung jawab, dan ruang lingkup kegiatan konselor sebaya
pendamping kenselor sebaya.

2) Kriteria Proses

a) Terselenggaranya kegiatan pemberian informasi kepada remaja/ pelayanan KIE yang memenuhi selera
dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai
pihak terkait seseuai dengan kewenangan masing-masing.

b) Diselenggarakan kegiatan pemberian informasi/ pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan
berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait, menggunakan berbagai metode dan alat bantu audio
visual.

c) Konselor sebaya dan pendamping konselor sebaya melaksanakan peran, hak, tanggung jawab serta
kegiatan sesuai pedoman.

3) Kriteria keluaran (Output)

Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga mampu memahami kebutuhan untuk hidup
sehat dan produktif, serta dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat layanan kesehatan sesuai
kebutuhan.

d. Jejaring
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas sector
terkait dan lembaga swadaya masyarakat, dalam penyediaan dan pemanfaatan PKPR

1) Kriteria masukan (Input)

a) Tersedianya metode dan instrument untuk pemetaan peran, kegiatan dan produk berbagai pemangku
kepentingan dalam pembinaan kesehatan remaja (duty bearer analysis)

b) Tersedia mekanisme pembentukan jejaring/forum antar pemangku kepentingan, kejelasan peran,


tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan masyarakat.

c) Tersedianya mekanisme pembinaan berbagai kelompok masyarakat untuk mendukung pemanfaatan


pelayanan kesehatan remaja

d) Tersedianya mekanisme pembinaan, penguatan peran, dan tanggung jawab organisasi remaja yang
memperjuangkan kepentingan remaja

e) Tersedianya mekanisme untuk meningkatkan partisipasi remaja dalam pembinaan kesehatan remaja

2) Kriteria proses

a) Terlaksananya pemetaan dan tersedianya peta peran, kegiatan dan produk berbagai pemangku
kepentingan dalam pembinaan kesehatan remaja

b) Terlaksananya mekanisme pembentukan jejaring/forum antar pemangku kepentingan, kejelasan


peran, tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan
masyarakat

c) Berbagai kelompok masyarakat melaksanakan kegiatan yang mendukung pemanfaatan pelayanan


kesehatan remaja

d) Terlaksananya pembentukan, pembinaan penguatan peran, dan tanggung jawab organisasi remaja
yang memperjuangkan kepentingan remaja

e) Remaja didorong untuk berpartisapasi aktif dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan
menilai kegiatan pembinaan kesehatan remaja

3) Kriteria keluaran (Output)

Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas sector
terkait dan lemabaga swadaya masyarakat dalam oenyediaan dan pemanfaatan PKPR.

e. Manajemen kesehatan

Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin dan meningkatkan kualitas PKPR

1) Kriteria masukan (Input)

a) Tersedianya berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk advokasi terhadap penentu kebijakan/pengambil
keputusan pada berbagai tingkat administratif, dengan tujuan untuk memastikan ketersediaan sumber daya
bagi pelaksanaan PKPR.

b) Tersedianya standar pedoman, dan rencana aksi untuk penyelenggaraan PKPR.

c) Tersedianya sistem pencatatan dan pelaporan program PKPR

d) Tersedianya metode dan instrument untuk melaksanakan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan
pemantauan terhadap penyelenggaraan PKPR.
e) Adanya sistem rujukan medik untuk pelayanan kesehatan remaja, yang terintegrasi dengan rujukan
social maupun rujukan hokum.

2) Kriteria proses

a) Terlaksananya kegiatan advokasi PKPR dengan meggunakan berbagai dokumen terkait pada berbagai
tingkat administrative untuk mendukung lahirnya kebijakan pelaksanaan PKPR.

b) Terselenggaranya PKPR sesuai dengan standar, pedoman, dan rencana aksi.

c) Tersedianya pencatatan dan pelaporan program PKPR.

d) Terlaksananya kegiatan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan pemantauan terhadap penyelenggaraan
PKPR

e) Terlaksananya layanan rujukan dan rujukan baik medic untuk pelayanan kesehatan remaja, dan
berfungsinya rujukan social maupun rujukan hukum.

3) Kriteria keluaran (Output)

Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin peningkatan kualitas PKPR (Kementrian
Kesehatan RI, 2014).

Anda mungkin juga menyukai