com/2012/06/08/sistem-tiga-komponen-diagram-fasa-sistem-
terner/
https://creamydogs.wordpress.com/2014/10/25/13/
http://diansetyawati11.blogspot.co.id/2014/04/sistem-tiga-komponen.html
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :
F = C – P + 2.........................................(1)
dimana,
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan
sebagai :
F = 3 – P...................................................(2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan
sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem
terdapat dua fasa dalam kesetimbangan,maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus
ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram
fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai
jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam
satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar zat cair
tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian.
Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut
A dan B.
Ditinjau dari sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B
dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu
tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam
diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.
Satu fasa membutuhkan dua derajat kebebasan untuk menggambarkan sistem secara
sempurna, dan untuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu derajat kebebasan. Jadi, dapat digambarkan
diagram fasa dalam satu bidang. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah
dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga (Dogra, 2009: 473).
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol. Bila komposisi masing-
masing dinyatakan dalam persen berat masing-masing komponen, maka perlu diketahui massa jenis
tiap komponen untuk menghitung beratnya masing-masing.
m = ρ X V............................................(3)
keterangan :
m = massa
ρ = massa jenis
V = volume
Bila berat masing-masing komponen sudah dihitung, hitung persen berat masing-masing
komponen (fraksi dari masing-masing komponen). Alas segitiga menggambarkan komposisi campuran
air-kloroform. Oleh karena itu, sistem tiga komponen pada temperatur dan tekanan tetap mempunyai
jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam
fasa bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram Terner (Oktaviana, 2012).
Gambar 8.18. Diagram fasa, pada temperatur dan tekanan tetap Untuk
sistem terner NH4Cl / (NH4)2SO4
DIAGRAM TERNER SISTEM ZAT CAIR TIGA
KOMPONEN
25 OKTOBER 2014 JUNGDESY TINGGALKAN KOMENTAR
PENDAHULUAN
Suatu fase didefinisikan sebagai bagian system yang seragam atau homogen diantara
keadaan submakroskopiknya, tetapi benar-benar terpisah dari bagian system yang lain
oleh batasan yang jelas dan baik. Campuran padatan atau dua cairan tidak dapat
bercampur, tetapi dapat membentuk fase terpisah, sedangkan campuran gas-gas adalah
satu fase karena sistemnya yang
Berbicara tentang komponen, komponen merupakan suatu hal yang biasanya terdapat
didalam suatu campuran, baik cairan, padat maupun gas. Jumlah komponen-komponen
dalam suatu system didefinisikan sebagai jumlah minimum dari “variable bebas pilihan”
yang dibutuhkan untuk menggambarkan komposisi tiap fase dari suatu system. Jumlah
komponen didalam suatu campuran dilambangkan dengan C.
Jumlah minimum variable intensif yang harus dipilih agar keberadaan variable intensif
dapat ditetapkan, disebut dengan Derajat Kebebasan. Jumlah minimum variable intensif
dapat berupa temperature, tekanan, konsentrasi. Untuk derajat kebebasan yang invariant
dilambangkan dengan V=0, bila univarian dilambangkan dengan V=1, dan bila bivarian
dilambangkan dengan V=2. Namun, secara umum derajat kebebasan dilambangkan dengan
V atau F.
Aturan fase Gibb memberikan suatu hubungan antar derajat kebebasan dalam suatu
system dengan C komponen dan P fase. Hubungan tersebut dapat dinyatakan ke dalam
sebuah rumus umum, yaitu:
V=C–P+2
Di dalam buku S.Dogra rumus untuk derajat kebebasan Gibb dinyatakan ke dalam: F = C – P
+ 2.
Menurut aturan fase, derajat kebebasan untuk system 3 komponen diberikan dengan
rumus:
F=C–P+2
=5–P
Dan jikalau system tersebut berada dalam suhu dan tekanan yang konstan maka
persamaan tersebut akan menjadi: F = 3 – P
Untuk suhu dan tekanan yang tetap, system dengan 3 komponen akan memiliki jumlah
derajat kebebasan Gibb maksimum = 2. Hal ini dikarenakan jumlah fase minimum yang
terbentuk adalah 1 fase (saling melarutkan dan homogen). Diagram fase ini dapat kita
gambarkan dalam sebuah diagram fase satu bidang. Dimana dalam menggambarkan
system 3 komponen dapat dilakukan dengan mendapatkan sebuah kertas grafik segitiga
atau yang kita kenal dengan istilah “Diagram Terner”.
Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas,katakanlah
X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat
cartesius dengan X2pada salah satu sumbunya, dan X3 pada sumbu yang lain dengan
dibatasi garis X2+X3=1.Karena X tidak simetris terhadap ketiga komponen, komposisi
dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan setiap sudutnya menggambarkan suatu
komponen murni.Bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik didalam
segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke
tengah – tengah sisi dibagi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi
dalam persen. Untuk memperoleh titik tertentu dilakukan dengan mengukur jarak terdekat
ketiga sisi segitiga.[4]
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol. sistem tiga komponen
pada temperatur dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling
banyak.Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling larut
antar zat cair tersebut dan temperatur.Dalam eksperimen ini, metode titrasi digunakan
untuk memisahkan campuran yang terdiri dari dua cairan yang saling melarut sempurna.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah air (aquades), aseton, dan
benzene.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah labu bertutup 100 ml, labu
Erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, neraca Westphal, thermometer (10-100oC).
Prosedur Pengerjaan
Kedalam labu Erlenmeyer yang bersih, kering dan bertutup, dibuat 5 macam campuran
cairan A (akuades) dan C (aseton) yang saling larut. Dengan komposisi sebagai berikut :
Labu
ke -…
Aquades Aseton
1 1 ml 9 ml
2 3 ml 7 ml
3 5 ml 5 ml
4 7 ml 3 ml
5 9 ml 1 ml
Tahap 1.
Semua pengukuran dilakukan dengan buret.Untuk setiap labu, ditimbang dengan kondisi
kosong terlebih dahulu.Kemudian ditambahkan cairan A (Air) dan ditimbang lagi,
kemudian ditambahkan dengan cairan C (aseton) dan ditimbang lagi. Dengan demikian,
massa cairan A dan C diketahui untuk setiap labu.
Tahap 2.
Setiap campuran dalam labu 1 sampai dengan 5 dititrasi dengan zat B (benzene) sampai
tepat timbul kekeruhan dan volume jumlah zat B yang digunakan dicatat.Titrasi dilakukan
dengan perlahan-lahan.Setiap labu ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan
B dalam setiap labu.
Tahap 3.
Tahap 1 dan 2 diulangi dengan menggunakan cairan B (benzene) dan C (aseton) dengan
penambahan cairan A (air) sebagai titran.
Tempat Pengerjaan
Keseluruhan eksperimen yang dilakukan ini dilakukan dalam Laboratorium Kimia Fisik
Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Udayana.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menggambarkan kurva kelarutan suatu cairan
yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Prinsip fundamental eksperimen ini
adalah pemisahan suatu campuran yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut
dengan sempurna.Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak
larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen
(solute) dalam campuran tersebut. Teknik pemisahan ini juga berkaitan dengan kepolaran
dari komponen-komponen zat itu, seperti halnya prinsip like-dissolve-like.Suhuawal dan
suhu ruangan laboratorium kimia fisika universitas udayana sebesar 30oC.
Analisis Data Pengamatan
Dalam eksperimen ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan pertama cairan yang
digunakan adalah ampuran air (aquadest) dan aseton sebagai titrat dititrasi hingga keruh
dengan benzene sebagai titran. Adapun hasil pengamatan dari percobaan 1 dapat dilihat
pada tabel 1 berikut :
Melalui tabel 1 terlihat bahwa dilakukan variasi perbandingan volume antara air dengan
aseton. Ditemukan suatu kecendrungan bahwa semakin banyak volume air yang
dimasukkan kedalam Erlenmeyer maka semakin sedikit volume titran (benzene) yang
diperlukan untuk mentitrasi campuran air dengan aseton hingga menjadi keruh.
Sedangkan semakin banyak volume aseton yang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer maka
semakin banyak volume titran (benzene) yang diperlukan untuk mentitrasi campuran air
dengan aseton menjadi keruh.
Kesetimbangan selain dipengaruhi oleh suhu dan tekanan juga dipengaruhi komposisi
sistem. Dalam hal ini, air dan aseton memiliki daya saling larut yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena
sifat kepolaran antara masing-masing komponen zat tersebut. Yaitu air bersifat polar dan
aseton bersifat semi polar. Sesuai prinsip like disolve like komponen dengan sifat kepolaran
serupa akan melarutkan sesamanya. Penambahan benzene yang memiliki sifat kepolaran
non-polar, mengakibatkan perubahan komposisi sistem tersebut.
Hasil tersebut diperoleh karena antara air (H2O) dengan aseton dapat saling
berikatan.Molekul air pada bagian gugus –OH membentuk ikatan hidrogen yang kuat
dengan molekul aseton dari gugus karbonilnya. Ketika titrasi dengan benzene dilakukan,
terjadi pemisahan diantara campuran air dengan aseton, hal ini dikarenakan aseton dengan
benzene dapat saling berikatan. Dimana akan menyebabkan sebagian besar benzene
berikatan sendiri dan akan terpisah dari campuran air dengan asam asetat serta
membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang
keruh.
Pada percobaan kedua cairan yang digunakan adalah campuran benzene dan aseton yang
digunakan sebagai titrat dan ditrasi dengan air sebagai titran. Adapun hasil pengamatan
dari percobaan 2 dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Berdasarkan tabel 2 dilakukan variasi perbandingan volume antara benzene dengan aseton
seperti halnya pada percobaan 1. Ditemui suatu kecendrungan bahwa semakin banyak
volume benzene dan semakin sedikit volume aseton yang dimasukkan kedalam erlenmeyer
maka semakin sedikit volume titran (akuades) yang diperlukan untuk mentitrasi campuran
benzene dengan aseton menjadi keruh. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
kepolaran yakni akuades bersifat polar sedangkan aseton bersifat semipolar. Dari
percobaan, cairan B dan C mampu melarut dengan baik. Ketika titrasi
dilakukan, terjadi pemisahan diantara campuran benzene dengan aseton, hal ini
dikarenakan aseton membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat dengan molekul air pada
bagian –OH. Hal ini menyebabkan benzene yang mulanya berikatan dengan aseton akan
terlepas dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan
terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut dengan
benzene dan juga air, maka aseton dikenal sebagai pelarut yang bersifat semipolar.
Pengolahan Data
Dari hasil percobaan dapat ditentukan presentase fraksi mol ketiga komponen cairan dapat
dicari dengan persamaan berikut:
;;
;;
Keterangan :
KESIMPULAN
1. Campuran air – aseton – benzene dan campuran benzene – aseton – air merupakan
sistem 3 komponen yang dapat campur sebagian dan dapat digambarkan dalam
diagram terner.
2. Tingkat kepolaran suatu zat dapat mempengaruhi kelarutan zat tersebut dengan zat
lainnya
3. Titik akhir titrasi air dan aseton dengan benzene serta titik akhir titrasi benzene dan
aseton dengan air di tandai dengan timbulnya kekeruhan.
4. Semakin banyak volume air dan semakin sedikit volume aseton pada percobaan 1 maka
semakin sedikit volume titran (benzene) yang diperlukan untuk mentitrasi campuran
tersebut. Serta semakin banyak volume benzene dan semakin sedikit volume aseton
pada percobaan 2 maka semakin sedikit volume titran (air) yang diperlukan untuk
mentitrasi campuran tersebut.
5. Penambahan benzene pada larutan air dan aseton serta penambahan air pada larutan
benzene dan aseton pada komposisi yang berbeda menyebabkan perubahan daya saling
larut antara kedua zat tersebut.