Anda di halaman 1dari 32

TOKOH FILSAFAT ISLAM

Disusun oleh:

Viona Reza Maulinda 152110101125


Dwiana Karomatul Magfiroh 152110101135

Dosen Pengampu:
Wajihudin, S.Pd., M.Hum
Filsafat Ilmu Pengetahuan Kelas B

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2015/2016
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat-Nya, penulis
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua serta
bapak Wajihudin S.Pd., M.Hum selaku dosen mata kuliah Filasafat Ilmu
Pengetahuan sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan mengenai


tokoh – tokoh pemikir filsafat islam yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Makalah ini penulis susun
dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Jember. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu, penulis meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jember, 19 November 2015

Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berfilsafat adalah bagian dari kehidupan peradaban manusia. Filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dengan konsep mendasar. Filsafat Islam adalah
filsafat yang seluruh cendekianya adalah seorang muslim. Dalam
perkembangan filsafat, peradaban islam banyak melahirkan ahli filsafat
yang ternama dan penemuannya akan ilmu - ilmu memiliki pengaruh yang
kuat pada hampir semua bidang ilmu pengetahuan yang ada saat ini.
Namun, keberadaan para filosof islam tidak banyak diketahui atau
cenderung terkalahkan oleh keberadaan filosof yunani kuno seperti Plato
dan Aristoteles.

Meskipun pemikiran para filosof islam ini merupakan pengembangan


dari pemikiran para filosof yunani kuno, namun sebagai seorang yang
berilmu, setidaknya harus mengetahui dan mempelajari hal – hal yang telah
ditemukan oleh para filosof islam. Oleh karena itu, penulis akan
memaparkan tokoh – tokoh filsafat islam beserta pemikirannya dan karya –
karya yang dihasilkan pada masa peradaban islam.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah filsafat islam?


1.2.2 Siapa saja tokoh – tokoh yang lahir dalam perkembangan filsafat islam?
1.2.3 Bagaimana dasar pemikiran para tokoh filsafat islam?
1.2.4 Apa saja karya yang dihasilkan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui filsafat islam


1.3.2 Mengetahui tokoh – tokoh filosof islam
1.3.3 Mengetahui dasar pemikiran filosof islam
1.3.4 Mengetahui karya – karya filosof islam
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Filsafat Islam


Filsafat memiliki banyak pengertian. Sejak zaman Yunani Kuno sampai
sekarang, banyak para ahli filsafat yang menyumbangkan pemikirannya
tentang definisi filsafat. Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Arab
yaitu falsafah. Kata falsafah inipun berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
philosophia. Philosophia tediri dari dua akar kata yaitu Philos berarti cinta,
suka dan Sophia berarti pengetahuan, ilmu, kebijaksanaan. Jadi, Philosophia
berarti cinta pengetahuan atau cinta pada kebijaksanaan. Dilihat dari segi
praktis filsafat berarti alam berpikir atau alam pikiran. Filsafat adalah suatu
ilmu yang merupakan hasil akal manusia yang memikirkan dan mencari
hakikat kebenaran segala sesuatu.
Filsafat Islam menurut Mustofa Abdul Razik, adalah filsafat yang
tumbuh di negeri Islam dan di bawah kekuasaan negara Islam. Sedangkan
menurut Ibrahim Madkur, Filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam
dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman yang meliputi Allah dan alam
semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat. Sedangkan menurut beberapa
filosof, Filsafat Islam adalah didefinisikan sebagai berikut :
a. Filsafat Islam adalah filsafat yang diajarkan oleh orang Islam.
b. Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang dicelup ajaran Islam dalam
membahas hakikat kebenaran sesuatu.
c. Filsafat Islam adalah suatu hasil pemikiran para filsuf tentang ketuhanan,
kenabian,manusia, dan alam yang disinari ajaran ajaran islam dalam suatu
aturan pemikiranyang logis dan sistematis.
d. Filsafat islam adalah filsafat orang Arab.
2.2 Tokoh – Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya
2.2.1 Al KINDI

2.2.1.1 Sejarah Hidup

Nama lengkap Al Kindi adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq


ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais
al-Kindi. Seorang filosof islam yang lahir pada tahun 801 M dan wafat
pada tahun 873 M. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H
(801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ayahnya, Ishaq ibnu Al-
Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan
Ar-Rasyid. Al Kindi sendiri hidup pada masa pemerintahan lima
khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-
Wasiq, dan Al-Mutawakkil.

Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah,


sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Dan ia pernah menetap di
Baghdad, ibukota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung
kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari
berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak heran jika ia dapat
menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti,
ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat,
dan politik.

Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah


menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan
Arab dalam jajaran filosof terkemuka. Oleh karena itu, ia dinilai pantas
menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab ( filosof berkebangsaan Arab).

2.2.1.2 Filsafat atau pemikirannya


a. Talfiq (Pemaduan Filsafat dan Agama)

Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan


filsafat. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang benar
(knowledge of truth). Al-Quran membawa argumen-argumen yang
lebih meyakinkan dan benar, tidak mungkin bertentangan dengan
kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Oleh karena itu,
mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi
bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari
teologi.
Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan
sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping wahyu,
juga mempergunakan akal serta filsafat pun juga mempergunakan
akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat
dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama lah yang
menjadi dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang
Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu
menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia
menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, pengetahuan
tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang
ke-Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga
sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk
menghindari hal-hal sebaliknya.
Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun
datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari
kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak wajar
merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan
mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab
kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena
kebenaran.
Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran
tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama,
dan pada hakikatnya orang itu tidak lagi beragama. Pengingkaran
terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang
bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak
digariskan Al-Qur’an.
Hal semacam ini menurut Al-Kindi, tidak dapat dijadikan alasan
untuk menolak filsafat.

b. Filsafat Jiwa

Al-Kindi mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun,


tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting ,
sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah.
Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan
cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah,
dan berbeda dengan jasad atau badan.
Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai
hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya, jiwa menentang
keinginan hawa nafsu dan kemarahan.Pada jiwa manusia terdapat
tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di perut), daya marah
(terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala).

c. Filsafat Moral dan Akal

Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan


manusia tentang diri dan bahwa seorang filosof wajib menempuh
hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri
(Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam
para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri
dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk
mempertahankan kedudukannya dalam Negara.
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan
diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah
akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang
bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan
akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.

2.2.1.3 Hasil Karya


a. Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-
Ula (tentang filsafat pertama).
b. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah
wa al Muqtashah wa ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat
yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil,
serta metafisika).
c. Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-
Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan
ilmu pengetahuan dan matematika).
d. Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-
maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya).
e. Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu
pengetahuan dan klasifikasinya).
f. Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi
benda-benda dan uraiannya).
g. Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-
substansi tanpa badan).
h. Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al Fikriyah (tentang ungkapan-
ungkapan mengenai ide-ide komprehensif).
i. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan
filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual).
j. Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn
wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang
aktif terhadap alam dan kerusakan).
2.2.2 AL FARABI

2.2.2.1 Sejarah Hidup

Nama lengkap Al Farbi adalah Abu Nashr Muhammad ibn


Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh. Dikalangan orang-orang latin
abad tengah, Al Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr. Ia lahir di
Wasij, Distrik Farab (sekarang kota Atrar), Turkistan pada tahun 257 H.
Pada tahun 330 H, ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif
al-Daulah al-Hamdan, sultan dinasti Hamdan di Allepo.

Sultan memberinya kedudukan sebagai seorang ulama istana


dengan tunjangan yang sangat besar, tetapi Al-Farabi memilih hidup
sederhana dan tidak tertarik dengan kemewahan dan kekayaan. Al-
Farabi dikenal sebagai filosof Islam terbesar, memiliki keahlian dalam
banyak bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan
menyeluruh serta mengupasnya secara sempurna, sehingga filosof yang
datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibn Rusyd banyak mengambil
dan mengupas sistem filsafatnya.

2.2.2.2 Filsafat atau Pemikirannya


a. Pemaduan filsafat

Al Farabi telah memadukan beberapa aliran filsafat yang telah


berkembang pada masa sebelumnya yaitu pemikiran Plato,
Aristoteles dan Plotinus. Pemikiran Plato, Aristoteles dan Plotinus
digunakan Al Farabi untuk mendasari pemikirannya, diantaranya
ilmu logika dan fisika, ia dipengaruhi oleh Aristoteles, dalam
masalah akhlak dan politik, ia dipengaruhi oleh Plato, sedangkan
dalam hal matematika, ia dipengaruhi oleh Plotinus. Aristoteles
berfikiran bahwa idea bukanlah hakikat, namun Plato
mengemukakan bahwa idea adalah hakikat dari segala-galanya.
Untuk mempertemukan dua filsafat yang berbeda seperti dua
halnya Plato dan Aristoteles mengenai idea, Al Farabi
menggunakan interpretasi batini, yakni dengan menggunakan
ta’wil bila menjumpai pertentangan pikiran antara kedanya.
Menurut Al-Farabi, sebenarnya Aristoteles mengakui alam rohani
yang terdapat diluar alam ini. Jadi kedua filosof tersebut sama-
sama mengakui adanya idea-idea pada zat Tuhan.

b. Filsafat Jiwa

Dalam pemikirannya ini, Al Farabi juga dipengaruhi oleh Plato,


Aristoteles dan Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi,
terwujud setelah adanya badan dan tidak berpindah-pindah dari
suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad
merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya
mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak
membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafs al-
nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari
alam khalq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa
diciptakan tatkala jasad siap menerimanya. Mengenai keabadian
jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana.
Jiwa khalidah yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat
baik, serta dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak
hancur dengan hancurnya badan.

c. Filsafat Politik
Pemikiran filsafat politik oleh Al Farbi banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Plato yang menyamakan poltik dengan bagian tubuh
manusia yang memiliki fungsi masing – masing. Yang paling
penting dalam tubuh manusia adalah kepala, karena kepalalah
(otak) segala perbuatan manusia dikendalikan, sedangkan untuk
mengendalikan kerja otak dilakukan oleh hati.
Demikian juga dalam negara. Menurut Al-Farabi yang amat
penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya,
bersama-sama dengan bawahannya sebagaimana halnya jantung
dan organ-organ tubuh yang lebih lain saling bekerja sama.
Pengusa ini harus orang yang lebih unggul baik dalam bidang
intelektual maupun moralnya.
Disamping daya profetik yang dikaruniakan Tuhan kepadanya,
pemimpin harus memilki kualitas berupa: kecerdasan, ingatan yang
baik, pikiran yang tajam, cinta pada pengetahuan, sikap moderat
dalam hal makanan, minuman, dan seks, cinta pada kejujuran,
kemurahan hati, kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran dan
keberanian, serta kesehatan jasmani dan kefasihan berbicara.

2.2.2.3 Hasil Karya


a. Al- Jami’u Baina Ra’yani Al Hikman Afalatoni Al Hahiy wa
Aristho-thails (pertemuan/penggabungan pendapat antara Plato
dan Aristoteles)
b. Tahsilu as Sa’adah (mencari kebahagiaan)
c. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan)
d. Fususu Al Taram (hakikat kebenaran)
e. Arro’u Ahli Al Madinati Al Fadilah (pemikiran – pemikiran
utama pemerintahan)
f. As Syiasyah (ilmu politik)
g. Fi Ma’ani Al Aqli (makan berfikir)
h. Ihsha’u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu)
i. Isbatu Al Mufaraqat (ketetapan berpisah)
j. Al Ta’liqat (ketergantungan)
2.2.3 IBNU SINA

2.2.3.1 Sejarah Hidup

Ibnu Sina dikenal sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah


seorang filosof, ilmuwan dan juga dokter. Nama lengkapnya Abu Ali
al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan di
desa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai
kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun
telah mampu menghafal Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga
hafal kitab metafisika karangan Aristoteles setelah dibacanya empat
puluh kali.

Pada usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu pengetahuan,


sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu
kedokteran dipelajarinnya sendiri. Ibnu Sina merupakan seorang filsuf,
ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir di zaman
keemasan Peradaban Islam.

2.2.3.2 Filsafat atau Pemikirannya


a. Kenabian

Sejalan dengan teori kenabian, Ibnu Sina membagi manusia


kedalam empat kelompok mereka yang kecakapan teoretisnya
telah mencapai tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa
sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia,
sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang
demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka yang
tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan
tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang.
Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi
tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoretisnya
sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang
mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis
mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan
seorang Nabi, yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup,
bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu
mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga
seluruh materi pada umumnya.
Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi,
melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah
kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-
imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga
orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi
percaya tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu.
Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-
imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan dan
pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi,
menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun
yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa Nabi, ia benar-benar
mendengar dan melihatnya.

b. Tasawuf

Tasawuf, menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud,


beribadah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang
dilakukan orang-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf
dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan
pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-fa’al.
Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda
lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah,
tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk
berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya
Tuhan dihati diri manusia tidak diterima oleh ibnu Sina, karena
manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui
prantara untuk menjaga kesucian Tuhan.
Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai,
kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena manusia
mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran
dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’al.

2.2.3.3 Hasil Karya


a. As Syifa (buku tentang penyembuhan)
b. Nafat (ringkasan dari buku As Syifa)
c. Qanun (buku ilmu kedokteran)
d. Sadidiyya (buku ilmu kedokteran)
e. Al Musiqa (buku tentang music)
f. Al Mantiq (untuk Abul Hasan Sahli)
g. Qamus el Arabi (buku filsafat)
h. Uyun ul Hikmah (buku filsafat)
i. Danesh Nameh (buku filsafat)
j. Mujiz kabir wa Shaghir (dasar ilmu logika)
k. Hikmah el Masyriqiyyin (falsafah timur)
l. Al Inshaf (buku keadilan sejati)
m. Al Hudud (memuat istilah dalam ilmu filsafat)
n. Al Isyarat wat Tanbiehat (peringatan mengenai prinsip
ketuhanan dan keagamaan)
o. An Najah (buku tentang kebahagiaan jiwa)
2.2.4 AL RAZI

2.2.4.1 Sejarah Hidup

Nama lengkap Al Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu


Zakaria ibnu Yahya Al-Razi, dikenali sebagai Rhazes di dunia barat
merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 -
930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada
tahun 313 H/925.

Ar Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika


dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepadaHunayn
bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk
memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin
Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.

Ia pernah menjadi tukang intan pada mudanya, penukar uang, dan


pemain kecapi. Lalu beliau memusatkan perhatiannya pada ilmu kimia
dan meninggalkannya akibat eksperimen-eksperimen yang
dilakukannya yang menyebabkan mata terserang penyakit. Setelah itu,
beliau mendalami ilmu kedokterang dan filsafat yang ada pada masa
itu.

Ayahnya berharap Al Razi menjadi seorang pedagang besar,


maka dari itu ayahnya membekali Al Razi ilmu-ilmu perdagangan.
Akan tetapi, Al-Razi lebih memilih kepada bidang intelektual
ketimbang dengan perdagangan karena menurutnya bidang intelektual
merupakan perkara yang lebih besar ketimbang urusan dengan materi
belaka.

2.2.4.2 Filsafat atau Pemikirannya


a. Lima Kekal (Al Qadim)

Al Razi memiliki banyak pemikiran filsafat, namun yang paling


terkenal adalah filsafat lima kekal. Lima kekal tersebut yaitu Al-
Baary Ta’ala (Allah Ta’ala), Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa universal),
Al-Hayuula al-Uula (materi pertama), al-Makaan al-Muthlaq
(tampat/ruang absolut), dan al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut).
Al-Baary Ta’ala (Allah Ta’ala), menurutnya Allah itu kekal
karena Dia-lah yang menciptakan alam ini dari bahan yang telah
ada dan tidak mungkin dia menciptakan ala mini dari ketiadaan
(creatio ex nihilo).
Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa universal), menurutnya jiwa
merupakan sesuatu yang kekal selain Allah, akan tetapi
kekekalannya tidak sama dengan kekekalan Allah.
Al-Hayuula al-Uula (materi pertama), disebut juga materi
mutlak yang tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa dibagi
lagi, dan menurutnya mengenai materi pertama, bahwasanya ia
juga kekal karena diciptakan oleh Pencipta yang kekal.
Sebelumnya dia berpendapat bahwa materi bersifat kekal dan
karena materi ini menempati ruang, maka Al-Makaan al-Muthlaq
(tampat/ruang absolute) juga kekal. Ruang dalam pandangannya
dibedakan menjadi dua kategori, yakni ruang pertikular yang
terbatas dan terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya,
dan ruang universal yang tidak terikat dengan maujud dan tidak
terbatas.Seperti ruang, dia membedakan pula Al-Zamaan al-
Muthlaq (masa absolut) pada dua kategori yakni; waktu yang
absolut/mutlak yang bersifat qadiim dan substansi yang bergerak
atau yang mengalir (jauhar yajri), pembagian yang kedua yaitu
waktu mahsur. Waktu mahsur adalah waktu yang berlandaskan
pada pergerakan planet-planet, perjalanan bintang-bintang, dan
mentari. Waktu yang kedua ini tidak kekal. Menurutnya,
bahwasanya waktu yang kekal sudah ada terlebih dahulu sebelum
adanya waktu yang terbatas.

2.2.4.3 Hasil Karya


Al Razi memiliki banyak karya yang berupa buku – buku dalam
bidang kedokteran, fisika, logika, matematika dan astronomi.
Adapun buku – buku itu diantaranya sebagai berikut:
a. At Thibb Al Ruhani
b. Al Shirath Al Dawlah
c. Amarah Al Iqbal Al Dawlah
d. Kitab Al Ladzdzah
e. Maqalah Fi Ma Ba’d Al Thabi’iyyah
f. Al Shukuk ‘ala Proclus

2.2.5 IBNU MISKAWAIH

2.2.5.1 Sejarah Hidup

Ibnu Miskawaih adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang


berkonsentrasi pada bidang filsafat akhlak. Nama lengkapnya adalah
Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih. Dia lahir di Iran
pada tahun 330 H/932 M dan meninggal tahun 421 H/1030 M. Ibnu
Miskawaih melewatkan seluruh masa hidupnya pada masa
kekhalifahan Abassiyyah yang berlangsung selama 524 tahun, yaitu
dari tahun 132 sampai 654 H /750-1258 M.

Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filosof akhlak daripada


sebagai cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang kedokteran,
ketuhanan, maupun agama. Dia adalah orang yang paling berjasa dalam
mengkaji akhlak secara ilmiah. Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia
diangkat menjadi sekretaris dan pustakawan. Dulu sebelum masuk
Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni
percaya kepada bintang-bintang.

2.2.5.2 Filsafat atau Pemikirannya


a. Konsep Tentang Tuhan

Tuhan menurut Ibnu Maskawaih adalah zat yang tidak berjisim,


Azali, dan Pencipta, tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya. Menurut
Ibnu Miskawaih, Tuhan adalah zat yang jelas atau tidak jelas. Jelas
karena Tuhan memiliki sifat yang haq (benar), sedangkan tidak
jelas berarti karena kelemahan akal manusia untuk menangkap
keberadaan Tuhan serta banyaknya kendala kebendaan yang
menutupinya.

b. Konsep Tentang Akhlak

Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang


yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan – perbuatan
tanpa memikirkan pertimbangan terlabih dahulu. Sikap mental
terbagi menjadi dua yaitu mental/akhlak yang berasal dari watak
dan yang berasal dari latihan dan kebiasaan. Akhlak yang berasal
dari watak biasanya akan menghasilkan akhlak yang jelek
sedangkan akhlak yang berasal dari latihan atau kebiasaan akan
menghasilkan akhlak yang baik. Oleh karena itu, Ibnu Maskawaih
menekankan pentingnya pendidikan akhlak pada masa kanak –
kanak.

c. Konsep Tentang Manusia

Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang konsep manusia tidak jauh


berbeda dengan pemikiran para filosof yang lain. Menurutnya,
manusia memiliki tiga daya yang saling saling berhubungan satu
sama lain, diantaranya yaitu daya nafsu (al-nafs al-bahimiyyat)
sebagai daya yang paling rendah; daya berani (al-nafs al-
sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan dan daya berpikir (al nafs al
nathiqah) sebagai daya yang paling tinggi. Sama halnya dengan Al
Razi, Ibnu Maskawaih juga memadukan pemikiran dari Plato,
Aristoteles, Phytagoras, Galen dan para filosof lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat kekal dan tidak hancur dengan
kematian jasad. Jiwa berbeda dengan jasad. Ibnu Miskawaih
mengemukakan argumennya mengenai perbedaan jiwa dengan
jasad, yaitu sebagai berikut:

a) Indera sebagai penerima suatu rangsangan


b) Kelemahan Fisik yang disebabkan usia tua tidak
mempengaruhi kekuatan mental
c) Jiwa memahami proposisi – proposisi tertentu yang tidak
berhubungan dengan data – data inderawi.

2.2.5.3 Hasil Karya


Dalam buku The History of the Muslim Philoshopy disebutkan
bahwa karya tulisannya yaitu sebagai berikut :
a. Al-Fauz al-Akbar, al-Fauz al-Asghar, Tajaarib al-Umaan
( sebuah sejarah tentang banjir besar yana ditulis pada tahun
369 H/ 979 M)
b. Uns al-Fariid ( yakni koleksi anekdot, syair, peribahasa, dan
kata-kata hikmah )
c. Tartiib al-Sa’adat ( isinya ahlak dan politik )
d. al-Mustaufa ( isinya syair-syair pilihan )
e. al-Jaami’, al-Siyaab, On the Simple Drugs ( tentang
kedokteran )
f. On the composition of the Bajats ( tentang kedokteran )
g. Kitaab al-Ashribah ( tentang minuman )
h. Tahziib al-Akhlak ( tentang akhlak )
i. Risaalat fi al-Lazza wa al-Aalam fil jauhar al-Nafs
j. ajwibaat wa As’ilat fi al-Nafs wa al-‘Aql
k. Al-Jawaab fi Al-Masaa’il al-Salas
l. Risaalat fi Jawaab fi Su’al Ali ibnu Muhammad Abuu Hayyan
al-Shufii fi HAqiiqat al-‘Aql
m. Tharathat al-Nafs

2.2.6 IBNU RUSYD

2.2.6.1 Sejarah Hidup

Ibnu Rusyd atau dikenal dengan Averroes adalah seorang filosof


dari Spanyol (dulunya bernama Andalusia). Nama asli dari Ibnu Rusyd
adalah Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu
Rusyd, dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/ 1126 M, 15
tahun setelah kematiannya Imam Ghazali. Ibnu Rusyd adalah seorang
dari keturunan keluarga terhormat yang terkenal juga sebagai seorang
tokoh keilmuwan. Ayah dan Kakek Ibnu Rusyd adalah seorang mantan
hakim di Andalus.

Pada Tahun 565 H/1169 M, Ibnu Rusyd diangkat menjadi


seorang hakim di Seville dan Cordova dan diangkat menjadi ketua
mahkamah agung di Qadhi al-Qudhat di Cordova pada tahun 1173 M.
Faktor yang menjadikan Ibnu Rusyd menjadi seorang ilmuwan adalah
karena Ibnu Rusyd dilahirkan di dalam kalangan keluarga ilmuwan.
Disamping itu, yang menjadi faktor utama adalah karena kecerdasan
dalam berpikir dan kejeniusan otaknya. Semenjak kecil Ibnu Rusyd
menghabiskan waktunya untuk belajar, membaca dan berpikir.

Dalam karir kehakimannya, Ibnu Rusyd mengalami masa kelam


yaitu dituduh kafir. Sebagai hukumannya, Ibnu Rusyd dibuang ke
Lucena dan jabantannya sebagai hakim mahkamah agung dicopot serta
semua buku karyanya dibakar. Pada tahun 1197 M, Khalifah mencabut
semua hukumannya dan mengembalikan posisi jabatan Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd wafat pada tanggal 10 Desember 1198 M/ 9 Shafar H di
Marakesh.

2.2.6.2 Filsafat atau Pemikirannya


a. Pemikiran Epistemologi Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd bependapat bahwa berfilsafat bisa dihukumi wajib


karena filsafat mempelajari hal – hal yang wujud, lalu orang akan
berusaha menarik pelajaran/hikmah/’ibrah darinya, sebagai sarana
pembuktian adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin
sempurna pengetahuan seseorang tentang ciptaan Tuhan, maka
semakin ia mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Setiap
manusia memiliki kemampuan dalam menerima kebenaran dan
bertindak dalam mencari pengetahuan yang berbeda – beda, Ibnu
Rusyd memaparkan tiga cara manusia dalam memperoleh
pengetahuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Metode Al – Khatabiyyah (retorika)
b. Metode Al- Jadaliyah (dialektika)
c. Metode Al – Burhaniyyah (demonstrative)
Menurut Ibnu Rusyd, ketiga metode tersebut telah dipergunakan
oleh Allah sebagaimana yang terdapat dalam Al – Qur’an. Allah
memperkenalkan ketiga metode tersebut karena tingkat
pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia yang berbeda –
beda. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa adanya lafaz dhahir
(eksoteris) dalam nash perlu dita’wil agar diketahui makna
bathiniyyah (esoteris) yang bertujuan untuk menyelaraskan
keberagaman kemampuan penalaran manusia dan perbedaan
karakter dalam menerima kebenaran.

b. Metafisika

Ibnu Rusyd berependapat bahwa Allah adalah penggerak


pertama (muharrik al-awwal). Wujud Allah ialah esa (satu).
Konsep Ibnu Rusyd tentang ketuhanan diambil dari pemikiran
Aristoteles, Plotinus, Al Farabi dan Ibnu Sina. Bukan berarti
plagiat, tetapi sebagai referensi pemikirannya tentang konsep
ketuhanan. Dalam pembuktian adanya Tuhan, Ibnu Rusyd
memaparkan beberapa dalil sebagai berikut:
a. Dalil Wujud Allah (Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil
yang menurutnya sesuai dengan Al – Qu’an)
b. Dalil ‘Inayah Al – Ilahiyah (pemeliharaan Tuhan). Dalil ini
mengkaitkan bahwa segala sesuatu dijadikan untuk
kelangsungan hidup manusia.
c. Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan). Dalil ini berpijak pada segala
makhluk ciptaan Allah. Siapapun yang ingin mengetahui
ciptaan Allah, maka ia wajib mengetahui hakikat semua
ciptaan Allah.
d. Dalil Harkah (gerak). Dalil ini menjelaskan bahwa gerak
adalah keadaan tidak tetap terhadap suatu keadaan. Ibnu
Rusyd berkesimpulan sama dengan Aristoteles bahwa gerak
itu qadim.
Sifat – sifat Allah. Untuk mengenal sifat - sifat Allah, Ibnu
Rusyd mengatakan bahwa orang harus menggunakan tasybih dan
tanzih.

c. Tanggapan Terhadap Al – Ghazali

Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosof yang menentang Al


– Ghazali. Ibnu Rusyd menuliskan beberapa pendapatnya yang
menentang pemikiran Al – Ghazali dalam buku – buku karyanya
diantaranya yang berjudul Tahafut Al-tahafut. Karena hal inilah,
maka menimbulkan perdebatan diantara Al – Ghazali dan Ibnu
Rusyd. Ada 20 persoalan yang menjadi yang menjadi perdebatan
yaitu sebagai berikut:
a) Alam qadim
b) Keabadian alam , masa dan gerak
c) Konsep Tuhan sebagai sang pencipta dan alam sebagai
produk
d) Pembuktian eksistensi penciptaan alam
e) Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu
f) Penolakan akan sifat – sifat Tuhan
g) Kemustahilan konsep genus kepada Tuhan
h) Wujud Tuhan adalah sederhana, murni, tanpa kuiditas
atau esensi
i) Argumen nasional bahwa Tuhan bukan tubuh
j) Argumen nasional tentang hokum alam tak dapat
berubah
k) Pengetahuan Tuhan selain diri-Nya
l) Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri
m) Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu
melainkan secara umum
n) Langit adalah makhluk hidup
o) Tujuan yang menggerakkan
p) Jiwa – jiwa langit mengetahu particular – particular
yang bermula
q) Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa –
peristiwa
r) Jiwa manusia adalah subtansi spiritual yang ada dengan
sendirinya, tidak menempati ruang, tidak terpateri pada
tubuh dan bukan tubuh
s) Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur
t) Penolakan terhadap kebangkitan jasmani

2.2.6.3 Hasil Karya


a. Al – Kasyf’an Manahij al-Adillat fi’Aqaid al-Millat (kiitikan
terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi)
b. Fashl al-maqal fi mabain al-Hikmah wa al-Syariah min al-
Ittishal (metodelogi terhadap pemikiran agama dan filsafat)
c. Tahafut al-tahfut (Kritikan terhadap Al-Ghazali)
d. Bidayat al-Mujahid wa Nihayat al-Muqtashid (fiqih)
e. De Animae Beatitudine (komentar – komentar terhadap teks
Aristoteles)
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Melalui penjelasan diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa setelah
berakhirnya atau tidak adanya peletak filsafat ilmiah, muncullah beberapa
para filosof islam yang menemukan banyak pengetahuan dengan karyanya
yang memuat berbagai ilmu – ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
pendidikan. Bidang tersebut adalah bidang ilmiah, bidang astronomi, bidang
fisika, bidang ilmu pengetahuan alam, bidang matematika, bidang
kedokteran, bidang farmasi, dan lain sebagainya.

3.2 Saran
Dari penjelasan yang penulis paparkan diatas mengenai tokoh-tokoh
filsafat islam serta pemikiran dan karyanya, penulis telah menarik kesimpulan
mengenai isi dari makalah ini. Isi dan kesimpulan yang penulis paparkan bisa
saja berubah apabila ditemukan data yang lebih akurat dan valid dari yang
telah ada dalam makalah kami ini. Karena itu janganlah terlalu berpegang
pada makalah ini yang tentunya memiliki banyak kekurangan, baik yang
diketahui ataupun tidak diketahui, maka bacalah juga makalah, buku, artikel
ataupun bacaan lain yang berhubungan dengan materi yang penulis bahas ini
yang tentunya akan menambah pengetahuan kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Zar, Sirajuddin.2001.Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya.Jakarta: Rajawali.

http://mahasiswa.ung.ac.id/291413017/home/2014/4/1/makalah-dasar-
pemikiran-dan-karya-tokoh-filsafat-islam.html diakses pada tanggal 19 November
2015 pukul 21.09 WIB

http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/5/universitas%20negeri%20makassar-
digilib-unm-abdulhakim-206-1-al-kindi.pdf diakses pada tanggal 19 November
2015 pukul 22.01 WIB

https://makinbill.files.wordpress.com/2012/10/filsafat-dunia-timur-islam-2-al-
farabi.pdf diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 09.20 WIB

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Prof.%20Dr.%20Ajat%20Su
drajat,%20M.Ag./3-SEJARAH%20PEMIKIRAN%20-
%20FILSAFAT%20DALAM%20ISLAM.pdf diakses pada tanggal 20 November
2015 pukul 11.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai