HENOCH-SCHONLEN PURPURA
ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, imunisasi (vaksin varisela, rubella, rubeola, hepatitis A dan B) dan obat-obatan
(ampisilin, eritromisin, kina). Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus,
Mycoplasma, Parainfluenza, Legionella, Yersinia, Salmonella dan Shigella) ataupun virus
(adenovirus, varisela).Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk
penggunaan metroteksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun IgA jelas
mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks
imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.
Penyebab
Infeksi : Mononucleosis , Group A streptococcal infection (most common) , Hepatitis,
Mycoplasma, EBV, Varicella-zoster viral , Parvovirus B19, Campylobacter enteritis ,
Hepatitis C–related liver cirrhosis Subacute bacterial endocarditis , Yersinia,
Shigellosis, Salmonellosis.
Vaksin : tifoid, campak, kolera, demam kuning.
Alergen : obat ( ampisillin,eritromisin,penisilin,kuinidin,kuinin), makanan, gigitan
serangga, paparan terhadap dingin.
Penyakit idiopatik : glomerulocystic kidney disease
PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi
komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular
seperti protasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi
dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis.
Beberapa faktor imunologis juga berperan dalam patogenesis PHS, seperti perubahan
produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan daam mediator inflamasi. TNF,
IL-1, dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP.
Secara histologis terlihat berupa vaskulitis leukositoklastik. Pada kelainan ini terdapat
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di pembuluh darah yang menyebabkan nekrosis.
Perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi. Peningkatan faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut PHS dapat
menunjukkan kerusakan atau disfungsi sel endotel, demikian pula dengan faktor
pertumbuhan endotel vaskular.
MANIFESTASI KLINIK
Mula-mula berupa ruam makula eritematosa pada kulit yang berlanjut menjadi
palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Purpura dapat timbul dalam 12-24
jam. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-
bearing surfaces), yaitu bokong dan ekstremitas bagian bawah. Kelainan kulit ini
ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu
berobat.
Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada muka dan tubuh serta dapat pula berupa lesi
petekia atau ekimotik. Lesi ekimotik yang besar dapat mengalami ulserasi. Warna
purpura mula-mula merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat
kekuning-kuningan lalu menghilang. Kelainan kulit yang baru dapat timbul kembali.
Bentuk yang tidak klasik berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.
Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang,
tetapi dapat pula rekuren.
Angioedema pada muka (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan
kaki) ditemukan berturut-turut pada 20% dan 40% kasus.
Edema skrotum juga dapat terjadi pada awal penyakit.
Gejala prodormal dapat terdiri dari demam, nyeri kepala dan anoreksia.
Gejala artralgia atau artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar
ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai
pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan.. Kelainan ini timbul lebih
dahulu (1-2 hari) dari kelainan pada kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak,
nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas.
Kelainan terutama periartikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas yang menetap.
Nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan pada
35-85% kasus dan biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu
setelah onset). Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus dan
intususepsi ileoileal atau ileokolonal yang ditemukan pada 2-3% kasus. Intususepsi
atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural.
Kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Kelainan
ginjal dapat ditemukan pada 20-50% kasus dan yang persisten pada 1% kasus, yang
progresif sampai mengalami gagal ginjal pada <1%. Adanya kelainan kulit yang
persisten sampai 2-3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit
ginjal yang berat. Risiko nefritis meningkat pada usia onset diatas 7 tahun, lesi
purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan aktivitas faktor XIII.
Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.
Kriteria purpura Henoch-Schonlein menurut American College of Rheumatology 1990
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat
(Palpable purpura) diraba, terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset < 20 tahun Onset gejala pertama < 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan, atau diagnosis
iskemia usus, biasanya termasuk
BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai PHS bila memenuhi setidaknya
2 dari kriteria yang ada (sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7%) (Dikutip dari JT Cassidy
dan RE Petty,1990)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik, yaitu ruam purpurik
pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih
gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis,
dan hematuria atau nefritis
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik menyeluruh diindikasikan , sejak HSP dapat mengenai banyak dari sistem
organ lain.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENGOBATAN
PROGNOSIS
HSP adalah penyakit vaskulitis yang sembuh sendiri dengan prognosis semuanya yang
sempurna. Penyakit ginjal kronis dapat menghasilkan morbiditas : studi dasar populasi
mengindikasikan bahwa kebih sedikit dari 1% pasien dengan HSP menjadi penyakit ginjal
persisten dan kurang dari 0.1% menimbulkan penyakit ginjal yang serius. Jarangnya,
kematian dapat timbul selama fase akut penyakit sebagai hasil dari infark usus, keterlibatan
CNS, atau penyakit ginjal. Sesuai keadaan, anak-anak yang menampakkan sindrom seperti
HSP membawa karakteristik dari penyakit jaringan ikat lain
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari atau
minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset).
Rekurensi dapat tejadi pada 50% kasus.
Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan pada 2% kasus menderita gagal ginjal.
Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit.
Sepertiga sampai setengah anak-anak dapat mengalami setidaknya satu kali rekurensi yang
terdiri dari ruam merah atau nyeri abdomen, namun lebih ringan dan lebih pendek
dibandingkan episode sebelumnya. Eksaserbasi umumnya dapat terjadi antara 6 minggu
sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat berhubungan dengan infeksi saluran nafas
berulang.
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset, eksaserbasi
yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal
ginjal dan pada biosi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan
penyakit tubulointerstisial.