Anda di halaman 1dari 5

PPHN

ISTILAH PPHN
Istilah PPHN digunakan untuk menyebut bayi yang lahir cukup bulan atau aterm atau
pretermatur akhir (late preterm) yang tidak memiliki kelainan kongenital dan muncul dalam
beberapa jam kelahiran dengan kegagalan respirasi berat yang memerlukan intubasi dan ventilasi
mekanik (Delaney and Cornfield, 2012).

EPIDEMIOLOGI
Kejadian PPHN terdapat pada setiap 1 – 2 anak per 1000 populasi. Pelahiran sesar dapat
meningkatkan kejadian PPHN setiap 1 anak per 270 populasi (Araujo, Albertoni and Lopes,
2008).

ETIOLOGI
Etiologi PPHN dikelompokkan menjadi 7, yaitu idiopatik, transisi abnormal saat lahir,
penyakit parenkim paru, perkembangan paru abnormal, obstruksi intravaskuler akibat
hiperviskositas, hipertensi vena pulmonalis, dan hipertensi pulmonal pada anak preterm di fase
inisial sindrom distres napas (Steinhorn and Abman, 2017).

MANIFESTASI KLINIS
PPHN muncul dalam beberapa derajat yang bervariasi. Ciri pada PPHN yang ditemukan
adalah adanya hipoksemia labil dan gradien saturasi baik pre dan post-ductal (bermanifestasi
sebagai sianosis dengan hasil lebih dari sama dengan 10%). Anak dengan PPHN mengalami
perubahan saturasi oksigen arteri dengan cepat dan cakupannya luas (wide swing) akibat
terjadinya perubahan akut pada aliran darah pulmo dan adanya shunt dari kanan ke kiri yang
berhubungan dengan perubahan episodik resistensi vaskuler pulmo sebagai respons terhadap
stimulus yang kecil atau minimal. Dalam temuan pemeriksaan fisik terdapat suara jantung kedua
yang keras dan murmur sistolik yang merupakan efek dari adanya regurgitasi trikuspid
(Steinhorn and Abman, 2017).
Gambar 1. Diagnosis Diferensial Persisten Pulmonary Hypertension in Neonates (PPHN)
(Steinhorn and Abman, 2017).

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan sinar x dada untuk melihat penyebab yang
mendasari dan untuk mengevaluasi perkembangan atau perubahan setelah diberikan manajemen
pemberian ventilasi mekanik (Steinhorn and Abman, 2017).

MORBIDITAS
PPHN tergolong jarang terjadi, namun dapat menyebabkan hal yang cukup signifikan
untuk terjadinya distres pernapasan pada neonatus seperti takipneu transien neonatus, sindrom
distres respirasi, dan lain – lain. Selain itu, dalam keadaan perfusi pulmo yang tidak adekuat
dapat meningkatkan risiko berkembangnya hipoksemia refrakter, distres respirasi, dan asidosis
(Razzaq, Quddusi and Nizami, 2013).
Pada penelitian ini, anak dengan PPHN yang menetap di NICU rata – rata selama 16 hari.
Sebanyak 26 anak (60,4%) memerlukan ventilasi mekanik invasif dengan rata – rata 4,8 hari dan
19 anak (44,1%) menerima terapi NO dengan rata – rata pemberian 3,6 hari. Obat – obatan
vasoaktif diberikan pada 25 anak (58,1%) dengan rata – rata terapi 4,4 hari. Terdapat 1 anak
meninggal ketika berusia 2 bulan, setelah bolak – balik menuju RS dengan keluhan pneumonia
dan pulmonary sequelae (Araujo, Albertoni and Lopes, 2008).
(tambahan) MORTALITAS
Apabila PPHN tidak ditangani, seringnya akan berakhir fatal. 3 Rentang mortalitas
berada pada kisar 4 – 33% (Razzaq, Quddusi and Nizami, 2013).

(tambahan) PATOGENESIS
Adanya tekanan atau tahanan paru yang tinggi disebabkan oleh peningkatan
vasokonstriktor pulmo seperti penurunan tekanan oksigen (tekanan oksigen rendah), endotelin 1,
leukotrien, rinokinase, dan penurunan vasodilator seperti NO dan prostasiklin (Razzaq, Quddusi
and Nizami, 2013).
Berhubungan dengan faktor risiko, misalnya intrauterine growth retardation (IUGR).
IUGR terjadi atas dasar 2 mekanisme, yaitu hipoksia janin kronis dan oligohiramnion. Keadaan
hipoksia janin kronis menyebabkan peningkatan sintesis vasokonstriktor endotel dan mitogen
otot polos seperti endotelin 1, platelet-derived growth factor (PDGF), dan vascular endothelial
growth factor (VEGF). Selain itu, keadaan hipoksia juga menghambat eNOS (Hansmann, 2009).

(tambahan) TERAPI/ MANAJEMEN/ TATALAKSANA


Pengobatan dengan obat – obatan seperti slidenafil, prostasiklin, NO, extracorporeal
membrane oxygenation, dan ventilasi mekanis dengan metode canggih, masih terdapat kematian
pada sekitar 4 dari 33% anak dengan PPHN. Sedangkan anak yang lolos dari kondisi tersebut,
tetap memiliki risiko penyakit pulmo kronis, kejang, dan gangguan perkembangan saraf.1 hal
tersebut muncul sebagai dampak dari adanya hipoksemia dan seringnya membutuhkan terapi
agresif (Delaney and Cornfield, 2012).
Pada penelitian yang lain juga disebutkan bahwa dengan pemberian NO, extracorporeal
membrane oxygenation (seperti bypass jantung paru), dan ventilasi mekanis dengan teknologi
canggih masih didapatkan kematian anak dengan PPHN sekitar 10 – 20% (Delaney and
Cornfield, 2012).
Tujuan terapi PPHN adalah dapat dilakukannya vasodilatasi pada pulmoner, peningkatan
oksigenasi dan distribusi oksigen yang adekuat secara merata pada tubuh, penurunan stres
oksidatif dan trauma radikal bebas, serta terciptanya rekrutmen pulmo (terjadinya ekspansi
pulmo) (Steinhorn and Abman, 2017).
Tanda adanya kegagalan yang sering terjadi dalam rekrutmen pulmo yang adekuat adalah
ketidaksesuaian oksigenasi dan ventilasi. Hal ini dapat dioptimalisasikan dengan penggunaan
PEEP untuk mencapai ekspansi pulmo terhadap kapasitas fungsi residu (functional residual
capacity = FRC) kira – kira mencapai iga kedelapan sampai kesembilan yang dapat dipantau
melalui foto atau sinar x dada (Steinhorn and Abman, 2017).
Beberapa terapi suportif juga dapat dilakukan seperti mempertahankan suhu tubuh,
glukosa tubuh, dan ion kalsium tetap normal serta pemberian sedasi atau analgesik yang penting
untuk menghasilkan luaran yang optimal pada anak dengan PPHN (Steinhorn and Abman, 2017).

FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang diketahui memiliki peran dalam terjadinya PPHN adalah
faktor risiko janin, maternal, dan antenatal. Faktor risiko janin meliputi postmaturitas, presentasi
selain verteks, distres janin, aspirasi mekonium atau cairan amnion bewarna seperti mekonium,
pelahiran sesar, sepsis neonatus, dan pneumonia. Sedangkan faktor risiko maternal adalah
rendahnya edukasi maternal, etnis berkulit hitam, demam, penggunaan tembakau, penyakit
pulmo, infeksi saluran kemih, perdarahan vagina, dan diabetes (Razzaq, Quddusi and Nizami,
2013; Delaney and Cornfield, 2012). Lalu yang terakhir, faktor risiko antenatal berupa janin
dengan jenis kelamin laki – laki (Delaney and Cornfield, 2012).
Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko PPHN memang sudah dijabarkan, akan
tetapi mekanisme yang mendasari masih mengaburkan. Faktor risikonya termasuk intrauterine
growth retardation (IUGR), paparan SSRI pada maternal, paparan obat NSAID dalam rahin, dan
faktor genetik (Hansmann, 2009).

HUBUNGAN PPHN DENGAN PELAHIRAN SESAR


Pada penelitian dengan jumlah subjek sebanyak 9452 wanita, didapatkan 8388 (88,7%)
responden melahirkan dengan metode sesar dan sisanya sejumlah 1064 (11,3%) dengan
pelahiran normal (melalui vagina). Apabila dibandingkan dengan wanita yang melahirkan secara
normal, anak dengan usia kehamilan lebih dari sama dengan 36 minggu yang dilahirkan secara
sesar memiliki risiko 5 kali lebih tinggi mengalami PPHN (42 kasus pada kelompok dengan
pelahiran sesar, 1 kasus pada kelompok pelahiran normal) (Araujo, Albertoni and Lopes, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Araujo, O., Albertoni, A. de C. and Lopes, V. (2008) ‘Cesarean deliveries and other risks for
persistent pulmonary hypertension of the newborn’, Rev Bras Ter Intensiva, 20(4), pp.
394–397.
Delaney, C. and Cornfield, D. N. (2012) ‘Risk Factors for Persistent Pulmonary Hypertension of
the Newborn’, Pulmonary Circulation, 2(1), pp. 15–20. doi: 10.4103/2045-8932.94818.
Hansmann, G. (2009) ‘Persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN)’, in Neonatal
Emergencies: A Practical Guide for Resuscitation, Transport and Critical Care of
Newborn Infants. Elsevier Taiwan LLC, pp. 392–403. doi:
10.1017/CBO9781139010467.057.
Razzaq, A., Quddusi, A. I. and Nizami, N. (2013) ‘Risk factors and mortality among newborns
with persistent pulmonary hypertension’, Pakistan Journal of Medical Sciences, 29(5),
pp. 1099–1104. doi: 10.12669/pjms.295.3728.
Steinhorn, R. H. and Abman, S. H. (2017) ‘Persistent Pulmonary Hypertension’, in Avery’s
Diseases of the Newborn: Tenth Edition, p. 768–778.e3. doi: 10.1016/B978-0-323-40139-
5.00052-8.

Anda mungkin juga menyukai