Anda di halaman 1dari 6

Aksitektur Nusantara Joglo

Sejarah Arsitektur
Universitas Duta Wacana

Rumah Adat Jawa Tengah / Masyarakat suku Jawa mengenal


beragam desain hunian dalam budayanya. Salah satu yang
laing dikenal adalah desain rumah adat bernama Joglo.
Desain ini lebih dikenal karena selain lebih banyak digunakan
juga dianggap memiliki gaya arsitektur yang unik serta sarat
dengan nilai filosofis kemasyarakatan.

Bentuk rumah Joglo pada umumnya adalah segi empat,


seringkali berbentuk bujur sangkar yang diletakkan pada
orientasi Utara/Selatan. Dalam perkembangannya, arsitektur
Joglo dapat dibedakan menjadi 12 jenis.
Joglo Hageng.
Bangunan joglo hageng mempunyai proporsi atap utama serta atap dua
dibawahnya lebih pendek dan landai dibandingkan joglo mangkurat
maupun jogja pangrawit. Joglo ini memiliki bidang atap yang relatif lebih
luas. Jogla hageng memiliki ciri atap tritisan keliling yang luas dan SKEMA
bangunan pun lebih besar serta luas. Joglo hageng mempunyai atap
bersusun 3. Masing-masing atap memiliki lis plank atap diujungnya.
SEDERHANA
SISTEM

STRUKTUR
ARSITEKTUR
JOGLO

Sistem Struktur Arsitektur Joglo


Bentuk Joglo mempunyai sistem struktur penahan beban lateral yang berbeda
dengan rumah tradisional Jawa lainnya. Perbedaan itu terletak pada struktur
penahan gaya lateral melalui pembebanan pusat bangunan yang berupa soko
guru dan tumpang sari (Frick, 1998, Tjahjono 1999 dalam Prihatmaji, 2007),
dengan tujuan agar bangunan menjadi berat dan stabil bila terkena gaya lateral.
Jumsai (1988) dalam Prihatmaji (2007), menyatakan bahwa rumah- rumah
tradisional di Siam dan Pasifik Barat cenderung berkonstruksi dan berbahan
ringan (lightweight construction-organic). Pada bentuk Joglo sebaliknya,
terkesan berkonstruksi berat walaupun berbahan ringan (kayu). Hal ini menjadi
ISOMETRI pertanyaan, karena salah satu usaha untuk mengurangi efek gaya inersia adalah
dengan meringan lenturkan struktur konstruksi, sedangkan pada rumah Joglo
berlawanan.
Sistem Struktur Atap

Struktur atap Joglo seperti payung (umbrella system)


(Pont, 1923 dalam Prihatmaji, 2007) sehingga
diperkirakan beban ini selaku pendulum untuk
balancing system terhadap gaya gempa. Penggunaan
umpak diasumsikan sebagai selected base isolation
agar mengurangi getaran tanah pada bangunan
keseluruhan. Hal ini karena bangunan Jawa
merupakan organisme yang utuh dan menerapkan
sistem meru (kepala; atap, badan : tiang, kaki:
umpak) (Frick, 1997 dalam Prihatmaji, 2007),
sehingga bangunan terbagi 3 bagian yang

Sistem Joint A.
Istilah Guru digunakan untuk menunjukan bagian utama (inti) dari sebuah konstruksi Joglo.
Soko Guru menopang sebuah konfigurasi balok yang terdiri dari Blandar dan Pengeret yang
disebut sebagai Pamidhangan atau Midhangan. Menurut naskah "Kawruh Kalang" konfigurasi
Blandar-Pengeret inilah yang menjadi patokan, acuan, rujukan bagi perhitungan struktur
keseluruhan Joglo. Semua ukuran dan dimensi struktur serta bangunan mengacu pada ukuran
dan dimensi Blandar-Pengeret tersebut, berdasarkan standar perhitungan tertentu yang disebut
sebagai Petungan.
Sifat keutamaan dari kolom utama itulah yang membuat konfigurasi Blandar-Pengeret
diistilahkan sebagai Guru. Sedangkan 4 buah tiang penopangnya disebut sebagai Soko Guru
B.
atau Sakaning Guru (tiang yang menyangga Guru).
Hal-hal tersebut di atas mencerminkan manusia Jawa yang dapat digolongkan sebagai
golongan masyarakat archaic yang menempatkan kosmologi sebagai sesuatu yang penting
dalam hidupnya. Yang meyakini kehidupan ini dipengaruhi kekuatan yang muncul dari dirinya
sendiri (Jagad Alit atau Mikrokosmos) dan kekuatan yang muncul dari luar dirinya atau alam
sekitarnya (Jagad Gede atau Makrokosmos). Sehingga perwujudan dari konsep bentuk Rumah
Joglo merupakan refleksi dari lingkungan alamnya yang sangat dipengaruhi oleh geometric ,
yang sepenuhnya dikuasai oleh kekuatan dari dalam diri sendiri; dan pengaruh geofisik, yang
C.
sangat tergantung pada kekuatan alam lingkungannya.
Sistem Struktur Utama
Rumah Joglo memiliki struktur utama berupa struktur Rongrongan,
yang terdiri dari :
1. Umpak
2. Soko Guru
3. Sunduk
4. Sunduk Kili
5. Pengeret
6. Blandar
Tumpangsari merupakan pengakhiran dari struktur Rongrongan
ditopang oleh Beladar dan Pengeret. Tumpangsari merupakan
susunan balok menyerupai piramida, dan bisanya dihiasi oleh ukiran
yang sangat indah dan berfungsi menopang bagian langit-langit Joglo
(pamindhangan).

Tumpangsari merupakan susunan balok bertingkat pada bangunan Joglo.


Sistem Tumpang Secara struktural berfungsi sebagai penopang atap Joglo. Sedangkan fungsi
arsitektural -merupakan bagian dari langit-langit utama struktur Rongrongan
Sari (Umpak-Soko Guru-Sunduk-Belandar). Tumpangsari ditopang langsung oleh
balok Blandar dan Pengeret.Biasanya Tumpangsari dipenuhi oleh ukiran yang
sangat indah dan merupakan center pointbagi interior bangunan Joglo.
Tumpangsari terbagi menjadi 2 bagian yaitu Elar dan Elen, dijabarkan sebagai
berikut :
A. Elar
Berada diposisi lingkar luar konfigurasi Blandar-Pengeret ;
Berfungsi sebagai penopang usuk dan struktur atap lainnya ;
Berjumlah ganjil yaitu 3 (tiga) atau 5 (lima).
B. Elen
Berada diposisi lingkar dalam konfigurasi Blandar-Pengeret;
Berfungsi sebagai langit-langit struktur Rongrongan dan menopang papan
penutup langit-langit (Pamindhangan);
Berjumlah ganjil yaitu 5 (lima), 7 (tujuh), atau 9 (sembilan).
Sistem Tumpang
Sari
Tumpangsari pada bangunan Joglo terbagi
menjadi 2 grid persegi empat yang sama dan Kesimpulan
simetris, yang dipisahkan dan ditopang tepat
ditengah-tengah oleh balok Dadapeksi.
Hubungan antara Soko Guru - Sunduk - Dari analaisis di atas dapat disimpulkan bahwa
Sunduk Kili menggunakan sistim Purus. potensi knock down pada arsitektur Joglo ada pada
Sedangkan antara Soko Guru - Pengeret & saka guru dengan sistem sambungan 3 dimensi
Blandar menggunakan sistim Cathokan. tersebut. Sistem ini dapat dikembangkan untuk
desain arsitektur masa kini, terutama untuk arsitektur
yang dapat dipindahkan dengan cepat, seperti pada
arsitektur pasca gempa.

Sistem Persendian
Referensi
1. Frick, Heinz, 1997, Pola Struktural dan Teknik
Bangunan di Indonesia (Suatu Pendekatan
Arsitektur Indonesia melalaui Pattern
Language secara Konstruktif dengan contoh
Arsitektur Jawa Tengah), Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

2 Mangunwijaya Y. B,Wastu Citra (Pengantar ke Ilmu


Budaya Bentuk Arsitektur, Sendi-sendi Filsafatnya Beserta
Contoh-contoh Praktis), Penerbit PT Gramedia Pustaka
Sistem persendian antara Umpak dan Soko Utama, Jakarta.
Guru dapat berfungsi untuk mengurangi
getaran pada saat bencana gempa bumi.
Sedangkan sistem Purus & Canthokan yang
bersifat jepit terbatas menjadikan atap
berlaku sebagai bandul yang menstabilkan
bangunan saat menerima gaya gempa
(berlaku seperti pendulum).

Anda mungkin juga menyukai