Anda di halaman 1dari 3

A.

Koma Hepatikum

KOMA HEPATIKUM
Definisi
Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan penting dalam mengatur
metabolisme tubuh, yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting seperti
sintesis protein, pembentukan glukosa serta proses katabolisme yaitu dengan melakukan
detoksifikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis hormone, obat-obatan, dan sebagainya.
Selain itu hati juga berperan sebagai penyimpan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin serta
memelihara keseimbangan aliran darah splanknikus.
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga dapat
menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat toksik. Keadaan
klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati tersebut merupakan gangguan neuropsikiatri
yang disebut sebagai koma hepatik atau ensefalopati hepatik.
Perjalanan klinis koma hepatik dapat subklinis, apabila tidak begitu nyata gambaran
klinisnya dan hanya dapat diketahui dengan cara-cara tertentu. Angka kekerapan (prevalensi)
ensefalopati subklinis berkisar antara 30% sampai 88% pada pasien sirosis hati.

Patogenesis
Patogenesis koma hepatikum sampai saat ini belum diketahui secara pasti hal ini
disebabkan karena :
1. Masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/neurofisiologis
2. Heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun biokimia yang berbeda dalam jaringan
otak
3. Ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mental dan penemuan biokimia saling
berkaitan satu dengan lainnya
Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa koma hepatik terjadi akibat akumulasi dari
sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sistemik.
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada patogenesis koma hepatik antara lain
adalah :
1. Hipotesis Amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan
dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia diubah menjadi urea pada sel hati
periportal dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke
sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan
otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara invitro akan mengubah loncatan (fluk)
klorida melalui membran neural dan akan mengganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Di
samping itu, amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi transmiter asam amino,
aspartat, dan glutamate.

2. Hipotesis Toksisitas Sinergik


Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam
lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain.
Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan menghambat
NaK-ATP-ase.
Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolik seperti gangguan
oksidasi, fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase
sehingga dapat mengakibatkan koma hepatik reversibel.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan
enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase
yang berpotensi dengan zat lain seperti amonia yang mengakibatkan koma hepatikum. Senyawa-
senyawa tersebut akan memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari amonia.

3. Hipotesis Neurotransmiter Palsu


Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan noradrenalin,
sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotransmiter otak akan diganti oleh
neurotransmiter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibanding
dopamin atau noradrenalin.
Beberapa faktor yang memengaruhi adalah :
a. Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin
yang melalui aliran pintas masuk ke sirkulasi otak
b. Pada gagal hati seperti pada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang
(BCAA) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena
penurunan ambilan hati.
Rasio antara BCAA dan AAA normal antara 3-3,5 akan menjadi lebih kecil dari 1,0.
Keseimbangan kedua kelompok asam amino tersebut penting dipertahankan karena akan
menggambarkan konsentrasi neurotransmiter pada susunan saraf.

4. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin


Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang dan yang
menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatic. Terjadi
penurunan transmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamate, aspartat dan dopamin
sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama aminobutirat (GABA) yang menghambat transmisi
impuls.
Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak tapi
akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin.

Anda mungkin juga menyukai