Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hand, foot, and mouth disease (HFMD) merupakan suatu penyakit infeksi
virus akut yang bersifat self-limited disease yang sering terjadi pada bayi dan
anak-anak, yang ditandai dengan adanya vesikel pada telapak tangan, telapak
kaki, dan mukosa oral.1 Anak-anak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena
penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota keluarga dan kontak erat.
Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang
padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.2
Enterovirus dapat menginfeksi manusia melalui sel gastrointestinal dan
traktus respiratorius. Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar
kasus. Selain itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran
pernafasan atau oral-to-oral route.2
Infeksi hand, foot, and mouth disease dimulai dengan adanya demam dan
sakit tenggorokan lalu timbul lesi di mukosa oral dan lesi kutaneus berupa makula
dan vesikel. Penyakit ini merupakan salah satu infeksi virus yang beberapa kasus
dapat sembuh sendiri dalam waktu tujuh sampai sepuluh hari.8

1.2 Tujuan Penulisan


Refleksi kasus ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
mengenai Hand, foot, and mouth disease, meliputi definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, hingga
penatalaksanaan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Etiologi
Agen mayor dari HFMD adalah human entero viruses species A (HEV-A),

khususnya coxsackie virus A16 (CA16) dan entero virus 71 (EV-71). Merupakan

genus Entero virus dalam keluarga Picornaviridae. HEV-A serotype lainnya, seperti

Coxsackie virus A6 dan Coxsackie virus A10, juga terkait dengan HFMD dan

herpangina. Sementara semua virus ini dapat menyebabkan penyakit ringan pada

anak-anak, EV-71 berkaitan dengan penyakit saraf dan kematian pada wabah besar di

kawasan Asia Pasifik selama dekade terakhir. 10 HFMD mulut sering rancu dengan

penyakit kaki dan mulut (juga disebut penyakit kuku dan mulut). 11

3.2. Epidemiologi
Beberapa tahun terakhir ini epidemi HFMD yang berkaitan dengan EV 71 lebih

banyak ditemukan di Asia Tenggara termasuk Malaysia (1997) Taiwan (1998) dan

Singapura (2000). Epidemi HFMD juga terjadi di Jepang pada tahun 2000, 2005 dan

2007 serta Cina pada tahun 2008. Epidemi terbesar terjadi pada tahun 1998 di Taiwan

yang menginfeksi lebih dari 120.000 orang dan menyebabkan 78 kematian. 2 Di

Indonesia telah menjadi wabah pada tahun 2012, yang dilaporkan terjadi 11 kasus di

wilayah Depok, Jawa Barat5, 12 kasus dikawasan Sampit, Kalimantan Tengah.6

HFMD masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Singapura dengan angka

kejadian meningkat 10 kali lipat dari tahun 2001-2007, yaitu 167 kasus pada tahun

2001 menjadi 1723 kasus pada tahun 2007.12

3.3 Patofisiologi
Patogenesis HFMD sendiri belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun secara

umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah terungkap. Setelah virus

masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan

2
usus, kemungkinan dalam sel M mukosa. Masing-masing serotipe memiliki reseptor

yang merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju

sel inang.
2

Replikasi awal dalam faring dan usus diikuti dalam beberapa hari oleh

multiplikasi dalam jaringan limfoid seperti tonsil, patch Peyer, dan kelenjar getah

bening regional.13 Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24

jam yang diikuti dengan viremia.2 Pada viremia minor, virus menyebar ke sistem

retikuloendotelial yang lebih jauh, termasuk hati, limpa, sumsum tulang, dan kelenjar

limfe yang jauh. 13


Replikasi lebih lanjut mengarah ke viremia mayor, yaitu menuju organ target

seperti sistem saraf pusat, jantung dan kulit. Kecenderungan organ target adalah

ditentukan oleh serotipe penyebab.13

3.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia prasekolah

yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang terinfeksi memiliki kelainan

kulit.8 Umumnya, anak-anak dan orang dewasa yang terinfeksi memiliki gejala yang

berbeda ini. Data dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa 21% dari anak-anak

yang terinfeksi EV71 mengalami komplikasi berat termasuk komplikasi sistem saraf

pusat (SSP) dan kegagalan kardiopulmoner. Sebaliknya, 53% dari orang dewasa yang

terinfeksi adalah asimtomatik, atau simtomatik pada orang dewasa sepenuhnya bias

pulih. Namun, ada beberapa laporan juga tentang komplikasi berat yang dialami orang

dewasa yang terinfeksi dengan HFMD, seperti ensefalitis akut. 15 (Li et al., 2011)
Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat mengeluh panas badan

yang biasanya tidak terlalu tinggi (38°C hingga 39°C), malaise, nyeri perut, dan

gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk, nyeri tenggorok dan nyeri sendi.

Dapat dijumpai pula adanya limfadenopati leher dan submandibula. 8

Gejala klinis nampak 1 atau 2 hari setelah demam dimulai, ditandai dengan

adanya ulserasi berupa lesi di sekitar mulut yang sangat pedih sehingga menyebabkan
3
anak tidak mau makan. Lesi pada mulut terjadi pada sekitar 90% kasus yang

merupakan tanda khusus penyakit ini. Sekitar sepuluh atau lebih Aphtae-like erosi

dapat terlihat di kavitas oral. Lesi di mulut berupa makula yang dapat berkembang

menjadi vesikel dengan dikelilingi dasar yang kemerahan (eritem). Vesikel cepat

mengalami erosi yang dikelilingi halo yang kemerahan. Lesi sembuh tanpa

meninggalkan jaringan parut. Daerah tersering timbul yaitu di palatum durum, lidah,

serta mukosa pipi (buccal).8


Lesi kutaneus pada dua pertiga pasien terlihat kurang dari 24 jam setelah

enanthem. Lesi berukuran 3-7 mm, timbul makula yang cepat berubah warna menjadi

kepucatan dan timbul vesikel. Vesikel kecil, dinding tipis, berwarna seperti mutiara,

yang dikelilingi eritema berbentuk oval atau linear.16


Vesikel timbul di telapak tangan, kaki, bagian dorsal jari dan ibu kaki, dan

dapat menyebar ke wajah, bokong, daerah genital dan tungkai. Gejala ini dapat hilang

kisaran 7 hari, biasanya tanpa meninggalkan jaringan parut atau krusta. Ruam

biasanya pada telapak tangan dan telapak kaki; itu juga dapat muncul pada lutut, siku,

bokong atau daerah genital.11, 17

Gambar 1. Multipel erosi dangkal dan kecil, lesi vesikular dikelilingi oleh halo

eritematosa pada mukosa labial inferior; gingiva normal.9

4
Gambar 2. Multipel diskrit, kecil, lesi vesikular pada jari dan telapak tangan 9

(a)
Gambar (b) telapak kaki, (b) Vesikel pada telapak
3 (a). vesikel “football-shaped” pada

tangan pasien penderita HFMD8


Pada penyakit yang berat, biasanya disebabkan oleh EV 71, dapat

menyebabkan adanya gangguan pada sistem kardiorespirasi dan neurologis. Adanya

gangguan kardiopulmoner, yaitu berupa takikardi, dispnea, takipnea, dan pernurunan

perfusi perifer mengindikasikan adanya keparahan penyakit dan dapat menyebabkan

kematian. Disfungsi jantung dan edema paru yang fulminan dapat menyebabkan

kematian mendadak.3 Anak yang terinfeksi EV71 memiliki risiko yang lebih tinggi

mengalami edema paru / perdarahan dan ensefalitis dibandingkan mereka yang

terinfeksi enterovirus lainnya.18

Berdasarkan beberapa penilitian, gejala infeksi EV71 dapat berkembang melalui


empat stadium, yaitu HFMD / herpangina (Stadium 1), keterlibatan SSP (Stadium 2),
kegagalan kardiopulmoner (Stadium3), dan convalescence / pemulihan (Stadium 4).18

3.6. Pemeriksaan Penunjang

5
Tidak ada tes laboratorium yang menjadi indikasi. Jika diduga terjadi epidemi,

maka kultur feses dan tenggorokan sangat membantu untuk determinasi strain dan

menemukan komplikasi yang mungkin terjadi.8


Diagnosis infeksi enterovirus seringkali berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Diagnosis laboratoris dapat ditegakkan melalui tes serologis,

isolasi virus dengan kultur dan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Usaha

untuk membedakan HFMD yang disebabkan coxsackie atau EV 71 memiliki arti

prognostik. PCR adalah teknik yang sangat efektif dan memberikan hasil yang cepat

dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe entero virus.2


Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan adanya degenerasi retikular

epidermis yang menyebabkan terjadinya vesikel intraepidermal yang berisi netrofil,

sel mononuklear, dan eosinofilik. Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi

adanya neutralizing antibodies. Pada fase akut, neutralizing antibodies dapat

terdeteksi tapi menghilang secara cepat. Pada fase konvalesens, terdapat peningkatan

titer komplemen-antibodi. Pada pemeriksaan Tzank tidak ditemukan multinucleated

giant cell dan inclusion bodies. Biakan virus dilakukan dengan mengisolasi virus di

vesikel, dahak, ataupun feses. Feses dianggap sebagai sampel yang paling tepat karena

kemampuannya untuk menjaga virus untuk tetap hidup dalam waktu yang lebih lama

karena EV71 bereplikasi dalam saluran usus biasanya antara dua dan empat minggu,

dan kadang-kadang selama 12 minggu pasca-infeksi. Biakan organisme ini

memungkinkan identifikasi spesifikasi virus melalui observasi efek cytopathic dalam

sel atau pembentuk plak pada sel monolayer (plaque assay).9,10


3.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk HFMD yang paling mendekati yaitu Herpangina.

Penyakit lain yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding diantaranya

yaitu varisela, stomatitis Aphthous, erupsi obat, dan eritema multiform.8

a. Herpangina

6
Herpangina, manifestasi lain oleh penyebab virus yang sama. Herpangina

berupa enantema tanpa lesi kulit dengan lokasi yang tersering di plika anterior
2,3
fossa tonsilaris, uvula, tonsil, palatum molle. Sedangkan predileksi HFMD

pada mulut tersering adalah: palatum durum, lidah, mukosa buccal, jarang

terjadi di orofaring.8

Gambar 4 Multipel, vesikel kecil dan erosi dengan eritema halo pada palatum

mole9

b. Eritema multiforme minor

Pada eritema multiforme bentuknya lesi target, sedangkan pada HFMD lesi

kulitnya yang bentuknya oval dan berwarna abu-abu.2

c. Herpes ginggivostomatitis

Biasanya mengalami lesi yang lebih nyeri dengan limfadenopati leher dan

ginggivitis yang lebih menonjol. Lesi pada`kulit biasanya terbatas perioral

namun dapat mengenai jari tangan yang dimasukkan ke mulut.2

d. Stomatitis aphthosa

Ditandai dengan lebih besar, lesi ulseratif dari bibir, lidah dan mukosa ukal

yang menyakitkan.10 Dibedakan dengan HFMD dengan tidak adanya demam

dan tanda sistemik lainnya serta riwayat kekambuhan.2

7
Gambar 6 (a) Aphthous ulcers: minor Multipel, dasar ulkus berwarna abu-abu
dikelilingi halo eritema. (b) Aphthous ulcer: major Ulkus yang dalam pada lateral
lidah9

e. Varicella

Lesi kulit HFMD jarang mengenai badan. Hal ini yang membedakan dengan

infeksi varisela.2 Lesi vesikel pada varisela sembuh dengan membentuk krusta,

sedangkan vesikel pada HFMD terjadi reabsorpsi cairan vesikel.10

Bentuk vesikel varisela adalah dew drop on rose petal, yang artinya vesikel

berisi cairan jernih pada dasar eritema, sedangkan vesikel pada HFMD

membentuk football shape, yaitu berbentuk oval dengan warna seperti

mutiara.

Gambar 5 multipel papul dan vesikel pada dasar eritema dengan pola beragam

pada badan 9

3.8. Penatalaksanaan

8
HFMD ini merupakan suatu penyakit yang bersifat self-limited disease yang

dapat sembuh dalam waktu 7-10 hari. Tujuan pemberian farmakoterapi adalah

mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Pengobatan HFMD bersifat

suportif dan ditujukan untuk meredakan gejala. 2 Hingga sekarang belum ada antivirus

yang spesifik untuk menyembuhkan HFMD.14,13

a. Tatalaksana umum

Tatalaksana umum meliputi edukasi untuk mencegah penularan dan

penyebaran virus yaitu edukasi bahwa virus yang menyebabkan HFMD tetap

ada di feses pasien selama satu bulan. Edukasi pentingnya teknik mencuci

tangan yang baik dan benar untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit.

Edukasi untuk tidak memecahkan lepuhan atau bintil untuk mengurangi

penyebaran virus. Anjurkan pasien untuk lebih sering minum untuk mencegah

dehidrasi. Ganti diet menjadi makanan lunak jika terjadi lesi di mulut.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat di rumah sampai keadaan umum

pasien membaik dan seluruh lesi pecah dan kering untuk mempercepat proses

penyembuhan HFMD yang bersifat self limited disease.19

b. Tatalaksana khusus

Tatalaksana khusus meliputi topikal dan sistemik. Tatalaksana topikal

diantaranya yaitu dengan pemberian obat topikal anestesi pada lesi sebelum

makan berupa larutan dyclonine hydrochlorida 0,5% dalam bentuk

mouthwash atau spray atau gel lidokain untuk mengurangi rasa tidak nyaman

pada lesi di mulut saat penderita makan. Tatalaksana sistemik diantaranya

berupa terapi simptomatik yaitu pemberian antipiretik untuk mengatasi demam

dan analgesik untuk mengatasi arthralgia.9

9
Pada penderita HFMD yang tidak mau minum, dapat diberikan terapi cairan

secara intravena untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan syok. Nyeri dapat

diobati dengan dosis standar asetaminofen atau ibuprofen. Lesi kulit pada

penderita HFMD tidak memerlukan perawatan khusus. Antibiotik topikal atau

oral dapat diberikan terutama jika terjadi infeksi sekunder.2

Kasus yang menunjukan tanda dan gejala yang berat harus dipertimbangkan

untuk rawat inap, berikut adalah warning sign :20


a) Anak < 3 tahun, demam persisten (>3 hari), demam tinggi (>39oC)
b) Tanda dan gejala adanya komplikasi neorologis dan kardiologis, seperti:
 Gelisah, insomnia, serangan panik.
 Abdominal distension, muntah berulang, fotofobia, ngantuk, kejang

mioklonik, halusinasi.
 Nafas pendek, keringat dingin, sirkulasi perifer menurun, takikardi

(>160/menit)
 Lemah tungkai, unsteady gait, conjugated ocular disturbance, paresis

nervus kranialis.
Beberapa penelitian klinis infeksi EV 71 simtomatik dapat berkembang

melalui empat stadium seperti dijelaskan dalam table di bawah ini.18


Tabel.1 Stadium klinis dan penatalaksanaan infeksi EV71

Stadium Manifestasi klinis Penatalaksanaan


1 HFMD/herpangina Pengobatan simtomatis
2 Keterlibatan SSP Pembatasan cairan, diuretic osmotic untuk tekanan

intracranial yang meningkat dan furosemid untuk

kelebihan cairan (CVP>8cmH2O), immunoglobulin

intravena untuk ensefalitis dan atau polio-like

syndrome serta pemantauan ketat denyut jantung,

tekanan darah, oksigenasi, skala koma dan glukosa

darah.
3 Cardiopulmonary failure
3A Hipertensi/ edema pulmoner Phospodiesterase inhibitor, milrinone, untuk

meningkatkan cardiac output, intubasi dini dengan

ventilasi mekanik tekanan positif dan ekspirasi yang

meningkat untuk edema pulmonum, serta high

10
frequency oscillatory ventilation jika edema

pulmonum/perdarahn menetap atau terjadi hipoksemia

berat.
3B Hipotensi Tambahkan inotropik seperti dopamin dan epinefrin
4 Convalescence Rehabilitasi untuk kelemahan alat gerak, disfagia,

apnea atau hipoventilasi sentral dan perawatan dada

yang cukup untuk menghindari pneumonia rekuren


HFMD= hand, foot and mouth disease ; SSP= Susunan saraf pusat; CVP= Central venous pressure

3.9. Komplikasi
Komplikasi HFMD sangat jarang ditemui. Beberapa komplikasi yang mungkin

timbul meliputi11:
a) Virus atau "aseptik" meningitis dapat terjadi tetapi sangat jarang. Hal ini

menyebabkan demam, sakit kepala, leher kaku, atau sakit punggung.


b) Radang otak (ensefalitis) dapat terjadi, tapi ini lebih langka.
c) Kehilangan kuku pernah dilaporkan, terjadi sebagian besar pada anak-anak

dalam waktu 4 minggu. Pada saat ini, tidak diketahui apakah kehilangan kuku

adalah hasil dari penyakit. Namun, dalam laporan hilangnya kuku adalah

sementara dan kuku tumbuh kembali tanpa perawatan medis.


d) Neurogenic pulmonary edema, komplikasi paling sering menyebabkan

kematian.3

Salah satu komplikasi yang sangat jarang terjadi lainnya adalah eczema

coxsackium yang terjadi pada seseorang dengan riwayat atopi sebelumnya. Dehidrasi

juga dapat terjadi pada penderita HFMD. Epidemi HFMD yang diakibatkan

enterovirus 71 menyebabkan komplikasi kasus yang berat diantaranya ensefalitis,

ensefalomielitis, polio-like syndrome, miokarditis, edema paru, perdarahan paru, dan

kematian. Didapatkan hasil bahwa komplikasi yang cukup serius lebih sedikit terjadi

pada kasus yang berhubungan dengan coxsackievirus A16 dibandingkan akibat

enterovirus 71.1,8,16

3.10. Prognosis

11
Dubia ad bonam, karena HFMD merupakan penyakit yang bersifat self-limited
disease yang sembuh dalam kisaran 7-10 hari. tapi pada beberapa pasien tertentu
seperti pengguna imunosupresan atau neonatus, infeksi dapat berkembang menjadi
komplikasi yang mengancam jiwa.8

BAB 3
KESIMPULAN

Hand, foot, and mouth disease (HFMD) merupakan suatu penyakit infeksi

virus akut yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak, yang ditandai dengan adanya

vesikel pada telapak tangan, telapak kaki, dan mukosa oral. Distribusi penyebaran

penyakit ini terjadi di seluruh belahan dunia dan sering menimbulkan outbreak

(wabah). Penyebab tersering disebabkan oleh coxsackievirus A16 (CVA 16) dan

human enterovirus 71 (HEV71).8,10

Transmisi terjadi melalui kontak langsung melalui droplet, sekresi oral atau

feses dalam rute fekal-oral atau oral-oral. Diagnosis infeksi enterovirus seringkali

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis ditandai dengan adanya

ulserasi berupa lesi di sekitar mulut serta lesi mukokutaneus lainnya yang timbul di

telapak tangan dan telapak kaki terutama pada bagian jari-jari dan ibu jari. Lesi

12
mukokutaneus yang terjadi berupa timbul makula sampai papula yang berkembang

cepat menjadi vesikel dengan dikelilingi dasar yang kemerahan (eritem). 8

Tatalaksana umum meliputi edukasi untuk mencegah penularan dan penyebaran

virus. Tatalaksana khusus meliputi topikal dan sistemik yang bersifat simptomatis

diantaranya pemberian anestesi topikal dyclonine hidrochlorida 0,5% untuk

mengurangi rasa tidak nyaman di mulut, pemberian antipiretik untuk mengurangi

demam, dan analgetik untuk meredakan nyeri.2,19

HFMD ini merupakan suatu penyakit yang bersifat self-limited disease yang

dapat sembuh dalam waktu 7-10 hari dengan prognosis umumnya baik, tapi pada

beberapa pasien tertentu seperti pengguna imunosupresan atau neonatus, infeksi dapat

berkembang menjadi komplikasi yang mengancam jiwa. Pasien jarang mengalami

komplikasi akibat HFMD. Salah satu komplikasi yang cukup serius yang sering

menyebabkan kematian adalah neurogenic pulmonary edema, sering disebabkan oleh

entero virus 71.3,8

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Han, J.-F. et al., 2011. Antibody dependent enhancement infection of Enterovirus


71 in vitro and in vivo. Virology Journal, 8(:106), pp.1-7.
2. Andriyani, C., Heriwati, D.I. & Sawitri, 2010. Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut
(Hand-Foot-and-Mouth Disease). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
Agustus. pp.143-50.
3. Sarma, N., 2013. Hand, foot, and mouth disease: Current scenario and Indian
perspective. Indian Journal of Dermatology, Venerology and Leprology, 79(2),
pp.165-75
4. Gendrowahyuno, Sinta Purnamawati, K., Rulina & Sukarman, 2003. Status
Antibodi Anak Balita terhadap Virus Entero-71 di Kota Wisata Denpasar Bali.
Media Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor 2 , pp.45-8.
5. PT Niskala Madia Tenggara, 2012. The Jakarta Post. [Online] Available at:
http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/08/singapore-flu-threatens-depok-
residents.html
6. Bharata News, 2012. Bharata News. [Online] Available at:
http://bharatanews.com/berita-1943-gawat-flu-singapura-mewabah-di-kotim.html
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI, 2012. Penyakit Tangan Kaki Mulut (PTKM / HFMD)
di Jawa Timur dan Jawa Barat.
8. Ahmed, A.M. et al., 2008. Hand Foot Mouth Disease. In Wolf, K. et al.
Fitzpatric's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill.
pp.1868-69.
9. Wolff, K., Johnson, R.A. & Suurmond, D., 2007. Viral Infections of Skin and
Mucosa - Hand Foot and Mouth Disease. In Fitzpatrick's Color Atlas and

14
Synopsis of Clinical Dermatology. 7th ed. New York: Mc Graw Hill
Companies.pp.803-05
10. WHO, 2011. A Guide to clinical management and public health response for
hand, foot and mouth disease (HFMD). [Online] WHO Library Cataloguing in
Publication Data: WHO Library Cataloguing in Publication Data Available at:
http://www.wpro.who.int/publications/docs/Guidancefortheclinicalmanagementof
HFMD.pdf.
11. Centers for Disease Control and Prevention, 2014. Hand, Foot and Mouth
Disease. [Online] Available at: http://www.cdc.gov/hand-foot-mouth/index.html
12. Ang LW et al. Epidemiology and control of hand, foot and mouth disease in
Singapore, 2001-2007. Ann Acad Med Singapore 2009; 38: 106-12.
13. Park, K.S., Choi, Y.J. & Park, J.S., 2012. Enterovirus infection in Korean children
and antienteroviral potential candidate agents. Korean Journal Pediatric, 55(10),
pp.359-66.
14. Roy, N. & Halder, N., 2010. Compartmental Modeling of Hand, Foot and Mouth
Infectious Disease (HFMD). Research Journal of Applied Sciences, 5(3), pp.177-
82.
15. Li, Y. et al., 2011. Comparing Enterovirus 71 with Coxsackievirus A16 by
analyzing nucleotide sequences and antigenicity of recombinant proteins of VP1s
and VP4s. BMC Microbiology, 11(246), pp.1-10.
16. Sterling, J.C., 2010. Virus Infections - Hand foot and mouth disease. In T. Burns,
S. Breathnach & C.G. ths, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed.
Chichester, UK: Willey-Blakwell. p.33.72.
17. Rao, P.K. et al., 2012. Hand, Foot and Mouth Disease: Changing Indian Skenario.
International Journal of Clinical Pediatric Dentistry, 5(3), pp.220-22.
18. Chang, L.-Y., 2008. Enterovirus 71 in Taiwan. Pediatric Neonatology, 49(4),
pp.103-12.
19. Health Promotion Board, 2015. Hand, Foot & Mouth Disease: Prevention and
Protection. [Online] Available at: http://www.hpb.gov.sg/HOPPortal/dandc-
article/792

15

Anda mungkin juga menyukai