Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Bronkhopneumoniae

Disusun oleh:
Amelina Ratih L
1102014018

Pembimbing:
dr. Abdul Waris, Sp.Rad.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

RSUD KABUPATEN BEKASI

PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019


BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah masih terus menjadi masalah


kesehatan utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru
atau lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat anti mikroba telah banyak
ditingkatkan. Selain itu, masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan
pendekatan diagnostik dan penanganannya.
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di
dalam rumah sakit atau pusat perawatan. Mikroorganisme cenderung menyerang
saluran pernafasan bagian bawah melalui aspirasi sekret orofaringeal dan berhubungan
dengan flora bakteri, inhalasi dari aerosol yan terinfeksi dan penyebaran hematogenik.
Kecepatan perkembangan mikroorganisme tergantung pada ukuran, virulensi dan
kerentanan hospes.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Gambaran radiologi berupa, jika udara
dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak
putih pada foto rontgen, pada bronkopneumonia bercak tersebar (difus) mengikuti
gambaran alveoli ditandai dengan adanya daerahdaerah konsolidasi terbatas yang
mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.
BAB II
Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.

Gambar 1. jenis-jenis pneumonia


2. Etiologi

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus Haemophillus influenzae
pneumoniae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Sitomegalo
virus
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
3. Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Bronkhopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus
terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi
dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Dalam
keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam
paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
 Filtrasi partikel di hidung
 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang


interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 2. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 3. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil


4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

4. Manifestasi klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

 Inspeksi : Pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan


mulut, retraksi sela iga.
 Palpasi : Fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi: Redup
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai
ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya


daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada
stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
6. Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh
nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang


Batuk Produktif nonproduktif kering

Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam, Nyeri kepala, otot,


tenggorok
organ bermukosa

Fisik

Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan

Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC

Auskultasi Ronkhi ±, suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,


mengi. 14
Napas melemah Difus, mengi

Takipneu berdasarkan WHO:

a. Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

b. Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit

c. Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

d. Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga
> 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit
> 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih
mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun
hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.

Radiografi dada dapat menegaskan diagnosis, membantu dalam diagnosis


banding kuman pathogen dan deteksi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat mambantu mengetahui keparahan dan respon
terhadap terapi dari waktu ke waktu. Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks
posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan
tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan
atau tanpa suaranapas yang melemah.
Gambaran bronkopneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Rontgen.
Pada bronkopneumonia terdapat bercak yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar.

Bronkopneumonia ditandai oleh multiple nodular opacities yang cenderung


tidak merata (patchy) dan / atau konfluen. Ini merupakan area paru-paru di mana ada
patch inflamasi yang dipisahkan oleh parenkim paru normal. Khas biasanya menyerang
beberapa lobus dan bilateral asimetris, hal ini yang membedakan dengan pneumonia
lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya terjadi di lapangan paru tengah
dan bawah.
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya
menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler
dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses
konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang
menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi
tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat
dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi
biasanya tidak melebihi batas segmen (C).

Gambar. 4 Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

Tampak bercak infiltrat pada


lapangan tengah dan bawah
paru dekstra dan sinistra

Gambar 5. Foto thorax PA pada bronkopneumoni


Tampak bercak-bercak
infiltrat pada paru kanan

Gambar 6. : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris

Tampak bercak infiltrat pada


paru kanan

Gambar 7. : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.


Gambar 8 Patchy Apperance pada bronkopneumoni

Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus
medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa.
b. CT Scan

Beberapa fokus opacity dapat dilihat dalam pola lobular, berpusat di bronkiole
cetrilobular. Hal ini akan menghasilkan penampilan tree-in-bud appearance.

Gambar. 9 Tree-in-bud

Gambar 10. Tree-in-bud appearance


Gambar 11. Tree-in-bud appearance

Gambar 12. Tree-in-bud appearance


Gambar. 13 CT bronkopneumonia

c. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk
evaluasi respon terapi antibiotik.

c. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea,
fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi
teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya
dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.

7. Kriteria diagnosis

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

8. Penatalaksanaan

8.1 Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
8.2 Penatalaksanaan khusus

- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung

- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi


klinis
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang


nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif)

10. Prognosis 1,3

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai


secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi
dan masa kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
BAB III

KESIMPULAN

Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.


Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Gejala dan tanda pada penderita
bronkopneumonia dapat mengalami onset demam akut atau sub akut, batuk dengan
atau tanpa produksi, dan sesak nafas.
Bronkopneumonia ditandai oleh multiple nodular opacities yang cenderung
tidak merata (patchy) dan / atau konfluen. Ini merupakan area paru-paru di mana ada
patch inflamasi yang dipisahkan oleh parenkim paru normal. Khas biasanya menyerang
beberapa lobus dan bilateral asimetris, hal ini yang membedakan dengan pneumonia
lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya terjadi di lapangan paru tengah
dan bawah
Penanganan bronkopneumonia terdiri dari terapi medikamentosa berupa pemberian
antibiotik dan terapi supportif. Hasil pengobatan biasanya bagus, namun tingkat
mortalitas lebih tinggi pada penderita manula.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jones J. Secondary Pulmonary Lobule. Available at: www.radiopaedia.org.


2. Jones J. Bronchopneumoni Lobule. Available ar: www.radiopaedia.org

3. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit


Paru. Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7
4. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan
Terapi 3rd Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8
5. Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.

6. Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di


rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO
Indonesia.th;2008. Hal 86-93

7. WHO. 2015. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai