TINJAUAN PUSTAKA
1. Difficult Airway
1.1 Definisi
Tabel 1. Sindrom yang berperan sebagai penyulit dalam tatalaksana jalan napas.
1
Kongenital
Sindroma Treacher Collins Defek telinga dan mata, hipoplasi malar dan mandibula,
(dysostosis mandibulofacial) mikrostomia, atresia choane
Sindroma Goldenhar’s Defek telinga dan matal; hipoplasia malar dan mandibula;
(okulo-aurikula-vertebral) oksipitalisasi tulang atlas
Sindrom Meckel
Mikorsepalus, mikrognasia, celah pada epiglotis
2
Sindrom Hurler Meningkatnya kejadian pheochromocytoma; tumor dapat
muncul di laryng dan
Sindrom Pompe Sama dengan sindrom Hurler, tetapi lebih berat; pneumonia
Infeksi
Supraglotis
Rheumatoid arthritis
3
Tumor Ganas
Obesitas
Leher pendek dan tebal, lidah yang besar
Akromegali
Makroglossia, prognatismus
Combustio
Edema saluran napas 2,3
1.4 Diagnosis
Anamnesis
4
Pemeriksaan Fisik
Penilaian Kesulitan Ventilasi: (OBESE)
Over weight (body mass index > 26 kg/m2)
Beard
Elderly (> 55 tahun)
Snoring
Edentulous
5
L = Look externally
E = Evaluate 3 – 3 – 2 rule
i. Jarak antar gigi seri: mulut pasien dibuka cukup untuk memungkinkan penempatan
tiga jari di antara gigi atas dan bawah
ii. Jarak hyomental: 3 jari dimensi mandibula (jarak antara mentum dan tulang hyoid)
iii. Jarak tyromental: Jarak kartilago tiroid adalah 2 jari di bawah tulang hyoid
Interincisor Gap (≥3 jari lebar = 0 poin, ≤2 jari lebar = 1 point), Jarak Hyomental
(≥ 3 jari lebar = 0 titik, ≤2 luas jari = 1 poin), jarak Thyromental (Lebar 2 jari = 0 poin, 1
lebar jari = 1 poin).
M = Mallampati score
Mallampati score digunakan sebagai alat klasifikasi untuk menilai visualisasi hipofaring,
6
• Nilai lidah, palatum durum, palatum molle, uvula, dan pilar tonsil.
O = Obstruction/Obesity
7
Obstruksi ke leher: Absen = 0 poin, Sekarang = 1 poin
N = Neck deformity
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi , CT-scan , fluoroskopi dapat mengidentifikasi berbagai keadaan yang
didapat atau bawaan pada pasien dengan kesulitan jalan napas.
8
- Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets semirigid dengan atau tanpa lubang
tengah untuk jet ventilasi, senter panjang, dan mangil tang dirancang khusus untuk
dapat memanipulasi bagian distal endotrakeal tube.
- Peralatan Intubasi fiberoptik.
- Peralatan Intubasi retrograd.
- Perangkat ventilasi jalan nafas darurat nonsurgical. Contohnya sebuah jet
transtracheal ventilator, sebuah jet ventilasi dengan stylet ventilasi, LMA, dan
combitube.
- Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan napas darurat (misalnya,
cricothyrotomy).
- Sebuah detektor CO2 nafas (kapnograf). 10
(2) Menginformasikan kepada pasien atau keluarga tentang adanya atau dugaan kesulitan
jalan nafas, prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan kesulitan jalan nafas, dan risiko
khusus yang kemungkinan dapat terjadi
(3) Memastikan bahwa setidaknya ada satu orang tambahan sebagai asisten dalam
manajemen kesulitan jalan nafas,
(4) Melakukan preoksigenasi dengan sungkup wajah sebelum memulai manajemen kesulitan
jalan nafas,
(5) Secara aktif memberikan oksigen tambahan di seluruh proses manajemen kesulitan jalan
nafas. Dapat menggunakan nasal cannule, facemask, LMA. 8
1. Intubasi sadar.
Intubasi endotraea dalam keadaan pasien sadar dengan anestesi topikal, pilhan
teknik untuk mencegah bahaya aspirasi pada kasus trauma berat pada muka, leher,
perdaraha, usus, serta kesulitan jalan napas. Intubasi sadar dilakukan dengan pertolongan
obat penenang seperti diazepam, fentanyl atau petidin untuk mempermudah kooperasi
pasien tanpa harus menghilangkan refleks jalan napas atas (yang harus mencegah apirasi).
Boleh spray lidokain 2% pada lidah dan farings, tetapi jangan kena plika vocalis. Diazepam
9
0,1- 0,2 mg/kg iv dapat diberikan untuk mengurangi stres penderita dan
memudahkanintubasi. 10
Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa intubasi sadar pada pasien yang
menderita kesulitan jalan napas memberikan hasil yang memuaskan 88-100%. 10
10
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian proksimal
dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal
terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan
dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah
dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring. Pemasangannya
memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk memasukan oral airway.
Walaupun pemasangannya relatif mudah, perhatian yang detil akan memperbaiki
keberhasilan. Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme
dilateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di rim
balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi. Variasi anatomi mencegah
fungsi LMA yang adekuat pada beberapa pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi
semestinya dan setelah mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi
mencoba dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena penutupan
oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka
11
memasukkan LMA dengan penglihatan secara langsung dengan laringoskop atau
bronchoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit. Demikian juga,
sebagian balon digembungkan sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di plester
seperti halnya TT. LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap
regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek
jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut
sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet
silikon (bebas latek) dan tersedia dalam berbagai ukuran. 3
LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT.
Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses),
sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau komplians
paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi
puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari pada pasien dengan
bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi, akan tetapi, bukti-bukti baru
menunjukkan bahwa karena tidak ditempatkan dalam trakea, penggunaan LMA
dihubungkan dengan kejadian bronkospasme lebih kurang dari pada dengan TT.
12
Walaupun hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk trakeal intubasi, LMA membuktikan
sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat
diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka
keberhasilannya relatif besar (95-99%). LMA telah digunakan sebagai pipa untuk jalur
stylet ( gum elastik, bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0
mm). 3
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi trakea.
Handle biasanya berisi baterai untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi
13
fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju langsung
dan tidak tersebar.
Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang MRI. Blade
Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade tergantung dari
kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak ada blade yang cocok untuk
semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan bentuk blade yang beragam.
Dalam beberapa situasi, misalnya pasien dengan tulang servikal yang tidak stabil,
pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular joint, atau dengan kelainan kongenital atau
kelainan didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan penggunakan rigid
laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan atau tidak dimungkinkan. Suatu FOB yang feksibel
14
mungkin visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi
dimana direncanakan intubasi sadar (awake intubation). FOB yang dibuat dari fiberglass ini
mengalirkan cahaya dan gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan terjebak
dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel
dari fiber, masing-masing berisi 10.000 – 15.000 fiber. Satu bundel menyalurkan cahaya dari
sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat diluar alat atau berada dalam handle yang
memberikan gambaran resolusi tinggi. 3
Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang kaku.
Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi O2 atau penyemprotan
anestesi lokal. Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi, sebagai sumber infeksi
sehingga memerlukan kehati-hatian pada pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.
15
2.5 Algoritma Kesulitan Jalan Napas
1. Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari masalah pada penanganan dasar:
• Kesulitan dengan kerjasama atau persetujuan pasien
• Kesulitan ventilasi sungkup
• Kesulitan penempatan Supraglottic Airway
• Kesulitan laringoskopi
• Kesulitan intubasi
• Kesulitan akses bedah jalan napas 8
2. Aktif memberikan oksigen tambahan selama proses manajemen kesulitan jalan napas
Kotak A dipilih bila kesulitan jalan nafas diantisipasi, sedangkan kotak B untuk situasi
dimana kesulitan jalan nafas tidak diantisipasi. AAA tidak pada retardasi mental, intoksikasi,
kecemasan, penurunan derajat kesadaran, atau usia. Pasien ini mungkin masih memasuki kotak A,
tetapi intubasi “awake” mungkin membutuhkan modifikasi teknik yang mempertahankan ventilasi
spontan (cth, induksi inhalasi) 8
16
a) Pilihan lain termasuk: operasi menggunakan masker wajah atau supraglottic airway (SGA) (Misalnya,
LMA, ILMA, laringeal tube), infiltrasi anestesi lokal atau blokade saraf regional.
b) Akses jalan napas invasif meliputi bedah atau jalan napas percutaneous, jet ventilation, dan intubasi
retrograde.
c) Pendekatan alternatif : laringoskopi dengan video, bilah laringoskop alternatif, SGA (LMA atau
ILMA) sebagai saluran intubasi (dengan atau tanpa bimbingan serat optik), intubasi dengan serat optik
, intubasi dengan stylet atau tabung changer, light wand, dan blind oral or nasal intubation.
d) Pertimbangkan kembali persiapan pasien untuk intubasi sadar atau membatalkan operasi.
Pemasangan face mask, jika “facemask” adekuat, masuk jalur nonemergensi ASA-DAA. Jika
face mask gagal, lanjutkan dengan ventilasi supraglotis dengan LMA. Jika berhasil, dilanjutkan jalur
nonemergensi ASA-DAA dan dilakukan intubasi trakea.
Bila ventilasi LMA gagal, dilanjutkan dengan jalur emergency. ASA-DAA menyarankan
penggunaan Esophageal-Tracheal Combitube, rigid bronkoskopi, oksigenasi transtrakeal, atau jalan
nafas bedah.
Kegagalan penggunaan LMA, karena; sudut oral-faring sempit, sumbatan pada level hipofaring
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE et al. Clinical Anesthesiology. 4th edition. New York: Lange Medical Book. 2006
2. Mangku G, Senapathi T. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks, Jakarta, 2009.
3. ASA. 2013. Practice Guidelines for Management of the Difficult Airway. The American Society of
Anesthesiology. V 118. No. 2. P. 1-20
18