TINJAUAN PUSTAKA
Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan perlarut bagi semua
yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat
air dibagi dengan berat badan total, yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan
kandungan lemak yang ada di dalam tubuh.2 Air membuat sampai sekitar 60 persen
pada laki laki dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen dari total
berat badan. Pada neonates dan anak-anak, presentase ini relatif lebih besar
dibandingkan orang dewasa.3
Cairan tubuh dibagi menjadi dua kompartemen menurut anatomi dan fisiologisnya,
yakni cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Dua pertiga bagian (67%) merupakan
cairan tubuh yang berada di dalam sel disebut dengan cairan intraseluler. Sepertiganya
(33%) berada diluar sel yakni cairan ekstraseluler.4
(%) (%)
Intracellular 40 67 28
Extracellular
Interstitial 15 25 10.5
Intravascular 5 8 3.5
Total 60 100 42
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi 3 bagian lagi yaitu cairan interstitial yang
merupakan cairan limfatik yang menempati ruang di sel tersebut. Cairan interstitial
menempati 80 persen dari cairan ekstraseluler atau 5 persen dari total berat badan.
1
Cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20 persen cairan ekstraseluler
atau 15 persen dari total berat badan.5 Selain itu, ada juga cairan transelular yang
termasuk cairan gastrointestinal (GI), cairan empedu, urin, cairan serebrospinal,
aqueous humour, cairan sendi, cairan pleura, cairan peritoneum, dan cairan perikardial.4
Pada cairan intraseluler, membran sel bagian luar memegang peranan yang sangat
penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Oleh karena membran sel
relatif tidak permeabel terhadap ion Na dan K, Potassium akan lebih terkonsentrasi di
intraseluler, sedangakan Sodium akan dikonsentrasikan di ekstraseluler. Potasium
merupakan kation utama pada cairan intraseluler, dan pada anion utamanya merupakan
fosfat.
Zat terlarut yang ada didalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan listrik yang terdiri
dari protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik lainnya.
Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium
(Mg2+), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), dan sulfat (SO42-). Ion yang
bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut anion.3
Extracellular
Cations
K+ 157 4 4
2
Mg2+ 20 0.8 0.7
Anions
HCO3- 7 25 27
SO42- 1 0.5 0.5
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.
- Central baroreseptor
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
3
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari
cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.
2. Kalium
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-2 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
3. Kalsium
4. Magnesium
4
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
a. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
a. Osmolaritas
Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut per liter larutan,diukur
dalam miliosmol. Osmolaritas ditentukan oleh jumlah partikel terlarut per kilogram
air. Dengan demikian osmlaritas menciptakan tekanan osmotik sehingga
mempengaruhi pergerakan cairan. Jika terjadi penurunan osmolaritas CES maka terjadi
pergerakan air dari CES ke CIS,sebaliknya jika terjadi penurunan osmolaritas CES
maka terjadi pergerakan dari CIS ke CES. Partikel yang berperan dalam osmolaritas
adalah sodium atau natrium,urea,dan glukosa.
b. Tonisitas
2) Larutan hipertonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas efektif lebih besar
dari cairan tubuh.
5
1.3 Perpindahan Substansi antar Kompartemen
Cairan tubuh dan zat elektrolit yang terlarut didalamnya, berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan secara terus menerus.2 Setiap
kompartemen akan dipisahkan oleh barrier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barrier tersebut. Bila substansi zat
tersebut dapat menembus berarti membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut.
Jika substansi zat tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel
terhadap zat tersebut. Jika membran disebut dengan semi permeabel (permeabel
selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya.4
Perpindahan cairan dan elektrolit dibagi menjadi tiga fase yaitu pertama, cairan yang
terkandung oleh nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan saluran gastrointestinal
akan dibawa melalui pembuluh darah berpindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem
sirkulasi, dimana cairan tersebut merupakan bagian dari cairan intravaskular. Kedua,
cairan intravaskular dan zat-zat yang terlarut didalamnya akan saling bertukar dengan
cairan interstitial melalui membran kapiler yang semipermeabel dan cairan interstitial
tersebut bertukar tempat dengan cairan intraseluler melalui membran sel yang
permeabel selektif.3
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transportasi aktif dan pasif. Mekanisme transportasi aktif memerlukan energi,
sedangkan mekanisme transportasi pasif tidak. Ada empat mekanisme perpindahan
cairan dan elektrolit tubuh yakni terdiri dari difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif.2
Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebabkan energi kinetik yang
dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan dan zat
terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat
melewati sebuah membran tergantung pada permeabilitas zat terhadap membran,
perbedaan konsentrasi antar dua sisi, perbedaan tekanan antara masing-masing sisi
karena tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar dan yang terakhir
potensial listrik yang menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut.5
6
Pada mekanisme osmosis, jika ada suatu substansi larut di dalam air, konsentrasi air
dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi air dalam larutan
air murni dengan volume yang sama. Hal ini terjadi karena tempat molekul air telah
ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut
meningkat, konsentrasi air akan menurun. Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu
membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda
konsentrasi dengan zat yang terlarut, maka akan terjadi perpindahan cairan atau zat
pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi.6
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi menuju ke
daerah yang bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar akan sebanding dengan
besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran, dan permeabilitas membran.
Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut dengan tekanan hidrostatik.4 Transport
aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari
daerah yang konsentrasinya lebih rendah ke daerah yang memiliki konsentrasi yang
lebih tinggi. Transport aktif memerlukan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) untuk
melawan perbedaan konsentrasi. Salah satu contohnya adalah transportasi pompa
kalium dan natrium.
Keseimbangan cairan terjadi apabila kebutuhan cairan atau pemasukan cairan sama
dengan cairan yang dikeluarkan.
1) Intake cairan
Dalam keadaan normal, masukan cairan akan dipenuhi melalui minum atau
makanan yang masuk ke dalam tubuh secara peroral, serta air yang diperoleh
sebagai hasil metabolisme.
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh
stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera
pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,
7
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat
Minum : 1300 ml
Pencernaan makanan : 1000 ml
Oksidasi metabolik : 300 ml
Jumlah : 2600 ml
Kebutuhan Intake cairan berdasarkan umur dan berat badan:
2) Output Cairan
Air yang keluar dari tubuh, termasuk yang dikeluarkan sebagai urin, air didalam
feses, isensibel dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru. kehilangan cairan
rata-rata 100 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan
yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Ginjal : 1500 ml
Melalui keringat : 0-500 ml
Insensible water loss (IWL):
Kulit : 600-900 ml
Paru-paru : 400 ml
Feses : 100 ml
8
Jumlah : 2600-2900 ml
1) Rasa Haus
Pusat rasa haus berada pada hypotalamus dan diaktifkan oleh peningkatan osmolaritas
cairan ekstarsel. Dapat juga disebabkan karena hipotensi, poliuri atau penurun volume
cairan. Rasa haus merupakan manifestasi klinik dari ketidakseimbangan cairan,
sehingga merangsang individu untuk minum.
2) Pengaruh Hormonal
Cairan tubuh relatif juga sering mengalami fluktuasi. Apabila terjadi ketidakseibangan
cairan tubuh, terdapat mekanisme kendali yang akan segera bekerja supaya cairan di
tubuh selalu berada di ambang normal.2 Pengaturan keseimbangan cairan perlu
memperhatikan dua parameter penting yaitu volume cairan ekstrasel dan
osmolaritasnya. Ginjal mengatur volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garam dan cairan, dengan cara mengatur keluaran garam dan air dalam
bentuk urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal
dari air dan garam tersebut.4 Mekanisme pengaturannya dilakukan mlalui dua cara
yaitu kendali osmolar dan kendali non osmolar. Pada kendali osmolar sangat dominan
dan efektif dalam mengatur cairan ekstraseluler. Kendali osmolar dibagi menjadi dua
sistem yakni, sistem osmoreseptor Hipothalamus-Hipofisis-ADH.3,
a) Hormon ADH
Pada daerah hipotalamus bagian anterior, terdapat neuron khusus yang dikenal sebagai
osmoreseptor. Sel ini mengandung vesikel-vesikel besar yang mengandung cairan.2
Vesikel ini dapat mengembang atau mengeriput sesuai dengan osmolaritas cairan
ekstraseluler. Apabila cairan ekstraseluler pekat, maka osmolaritasnya akan meningkat
dan akan menyebabkan vesikel mengeriput. Hal tersebut akan merangsang hipofise
anterior lebih banyak melepaskan ADH (anti diuretic hormone) yang akan
menurunkan produksi urin dan membuatnya lebih pekat. Sebaliknya, jika osmolaritas
cairan ekstraseluler menurun, vesikel akan mengembang dan akan merangsang
9
hipofise anterior untuk menurunkan produksi hormon ADH. Hal ini akan membuat
produksi urin meningkat. Puncak diuresis muncul dalam sekali sirkulasi metabolisme
ADH (90120 min). Dengan supresi komplit ADH, ginjal dapat mengeksresi 10-20 L
air/hari.
b) Hormon aldosteron
Hormon ini dihasilkan oleh korteks adrenal dengan fungsinya meningkatkan reabsorpsi
sodium dan meningkatkan sekresi dari ginjal. Sekresi aldosteron distimulasi yang
utama oleh sistem renin-angotensin I. angiotensin I selanjutnya akan diubah menjadi
angiotensin II. Sekresi aldosteron juga distimulasi oleh peningkatan potasium dan
penurunan konsentrasi sodium dalam cairan interstisial dan adrenocortikotropik
hormon (ACTH) yang diproduksi oleh pituitary anterior. Ketika menjadi hipovolemia,
maka terjadi tekanan darah arteri menurun, tekanan darah arteri pada ginjal juga
menurun, keadaan ini menyebabkan tegangan otot arteri afferent ginjal menurun dan
memicu sekresi renin. Renin menstimulasi aldostreon yang berefek pada retensi
sodium, sehingga cairan tidak banyak keluar melaui ginjal.
Pada kendali non osmolar, terdapat beberapa mekanisme neural yang berperan
dalam pengaturan volume cairan untuk mendapatkan keseimbangan. Pertama terdapat
mekanisme refleks “Stretch Receptor”.2 Pada dinding atrium terdapat “Stretch
Receptor” yang dirangsang oleh perubahan kapasitas atrium kiri. Bila atrium kiri
mengalami distensi, reseptor ini akan merangsang hipotalamus untuk menimbulkan
impuls aferen melalui jalur simpatis dan merangsang hipofisis untuk mensekresikan
ADH. Mekanisme kendali non osmolar kedua terdapat refleks Baroreseptor.
Baroreseptor akan terangsang apabila terjadi perubahan tekanan darah, lalu akan
diteruskan pada sistem hipotalamus-hipofisis yang akan memberikan respons melalui
penahanan atau pelepasan ADH kedalam sirkulasi.2 Terdapat dua jenis refleks
baroreseptor yakni baroreseptor Karotid dan baroreseptor lengkung Aorta. Refleks
baroreseptor karotid akan terangsang jika terjadi penurunan tekanan darah arteri, yang
menyebabkan impuls pada jalur parasimpatis menurun, sehingga membuat hambatan
efek hipotalamus terhadap hipofisis. Hal ini membuat sekresi ADH akan meningkat.
Sebaliknya pada refleks baroreseptor lengkung Aorta, jika tekanan darah arteri
10
meningkat, impuls aferen di hipotalamus akan menginhibisi hipofisis posterior untuk
menurunkan sekresi ADH.3,4
Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan
cairan yang mengakibatkan perubahan volume 3.
1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di
konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.1
Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah
menjadi sangat rendah.3 Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air
lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan,
masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban
tenggelam.1
2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk,
yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik),
hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak
11
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume
intravaskular minimal).
Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan
elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis
kristaloid RL atau NaCl.5,6
12
• Hipokalsemia3
1. Hiponatremia
N = Kadar Na yang
diinginkan
n = Kadar Na sekarang
BB = berat badan dalam
kg
13
Pertimbangan Anestesi
2. Hipernatremia
14
pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien
dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten
natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.1
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi
dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi
selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan
akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar
dari sel-sel otak daripada tingkat absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak
akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan
intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius yang umum,
terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi
158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan
bentuk akut.1
15
Pertimbangan anestesi
3. Hipokalemia
16
Pertimbangan anestesi
4. Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel
serta karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya
tergantung pada rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi
kalium intraseluler diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium
ekstraseluler biasanya sekitar 4 mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+
antara cairan ekstraselular dan kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan
perubahan yang nyata dalam ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium
tubuh.1
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi
karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs,
ACEinhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan
susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
17
perubahan EKG).3 Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan
jantung. Kelemahan otot rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +]
lebih besar dari 8 mEq / L, dan karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi
kanal Na + membran otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.3
Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering
dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval
P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang → depresi
segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang sinus,
sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas dapat
relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif.
Pertimbangan Anestesi
18
umum, dan hiperventilasi ringan mungkin diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular
harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia dapat menonjolkan efek NMBS.1
5. Hipokalsemia
19
berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan
kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya.
Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.1
Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat
karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml
preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian
sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat
dilanjutkan dengan terapi per oral.1,5,6,7
Pertimbangan anestesi
Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium
terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia.
Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+.
Kalsium intravena mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi
albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan
anestesi volatile harus diintipasi. Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan
memerlukan pemantauan ketat dengan stimulator saraf.1
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
2. Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. 2010. Buku Ajar Ilmu
Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.
3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.
4. Miller RD. 2015. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders.
7. Laksana, Eri. 2015. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. SMF Anestesi dan
Terapi Intensif RSUP dr. Kariadi. Semarang
21