Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Keseimbangan cairan dan elektrolit

1.1 Proporsi Cairan di Tubuh

Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan perlarut bagi semua
yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat
air dibagi dengan berat badan total, yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan
kandungan lemak yang ada di dalam tubuh.2 Air membuat sampai sekitar 60 persen
pada laki laki dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen dari total
berat badan. Pada neonates dan anak-anak, presentase ini relatif lebih besar
dibandingkan orang dewasa.3

Cairan tubuh dibagi menjadi dua kompartemen menurut anatomi dan fisiologisnya,
yakni cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Dua pertiga bagian (67%) merupakan
cairan tubuh yang berada di dalam sel disebut dengan cairan intraseluler. Sepertiganya
(33%) berada diluar sel yakni cairan ekstraseluler.4

Compartment Fluid as Percent Total Body Fluid Volume


Body Weight Water (L)

(%) (%)
Intracellular 40 67 28

Extracellular
Interstitial 15 25 10.5
Intravascular 5 8 3.5
Total 60 100 42

Gambar 1 Proporsi Cairan di Tubuh

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi 3 bagian lagi yaitu cairan interstitial yang
merupakan cairan limfatik yang menempati ruang di sel tersebut. Cairan interstitial
menempati 80 persen dari cairan ekstraseluler atau 5 persen dari total berat badan.

1
Cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20 persen cairan ekstraseluler
atau 15 persen dari total berat badan.5 Selain itu, ada juga cairan transelular yang
termasuk cairan gastrointestinal (GI), cairan empedu, urin, cairan serebrospinal,
aqueous humour, cairan sendi, cairan pleura, cairan peritoneum, dan cairan perikardial.4

Pada cairan intraseluler, membran sel bagian luar memegang peranan yang sangat
penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Oleh karena membran sel
relatif tidak permeabel terhadap ion Na dan K, Potassium akan lebih terkonsentrasi di
intraseluler, sedangakan Sodium akan dikonsentrasikan di ekstraseluler. Potasium
merupakan kation utama pada cairan intraseluler, dan pada anion utamanya merupakan
fosfat.

Zat terlarut yang ada didalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan listrik yang terdiri
dari protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik lainnya.
Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium
(Mg2+), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), dan sulfat (SO42-). Ion yang
bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut anion.3

Extracellular

Intracellular Intravascular Interstitial

Cations

Na+ 10 142 145

K+ 157 4 4

Ca2+ 0.5 2.5 2.5

2
Mg2+ 20 0.8 0.7

Anions

Cl- 10 103 117

HCO3- 7 25 27
SO42- 1 0.5 0.5

Protein 4 1.2 0.2

Gambar 2. Komposisi Cairan Elektrolit

1. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.

Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kebutuhan setiap hari= 2-3 mEq/kgBB/hari. Natrium dapat bergerak cepat


antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila
tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan

3
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari
cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.

2. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan


penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-2 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.

3. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%


dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

4. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan


+ 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

4
5. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

a. Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

1.2 Konsentrasi Cairan Tubuh

a. Osmolaritas

Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut per liter larutan,diukur
dalam miliosmol. Osmolaritas ditentukan oleh jumlah partikel terlarut per kilogram
air. Dengan demikian osmlaritas menciptakan tekanan osmotik sehingga
mempengaruhi pergerakan cairan. Jika terjadi penurunan osmolaritas CES maka terjadi
pergerakan air dari CES ke CIS,sebaliknya jika terjadi penurunan osmolaritas CES
maka terjadi pergerakan dari CIS ke CES. Partikel yang berperan dalam osmolaritas
adalah sodium atau natrium,urea,dan glukosa.

b. Tonisitas

Tonisitas merupakan osmolaritas yang menyebabkan pergerakan air dari kompartemen


ke kompartemen yang lain. Ada beberapa istilah yang tekait dengan tonisitas yaitu :

1) Larutan isotonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas sama efektifnya


dengan cairan tubuh.

2) Larutan hipertonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas efektif lebih besar
dari cairan tubuh.

3) Larutan hipotonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas efektiflebih kecil


dari cairan tubuh,mengandung lebih sedikit natrium dan klorida daripada di plasma.

5
1.3 Perpindahan Substansi antar Kompartemen

Cairan tubuh dan zat elektrolit yang terlarut didalamnya, berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan secara terus menerus.2 Setiap
kompartemen akan dipisahkan oleh barrier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barrier tersebut. Bila substansi zat
tersebut dapat menembus berarti membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut.
Jika substansi zat tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel
terhadap zat tersebut. Jika membran disebut dengan semi permeabel (permeabel
selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya.4

Perpindahan cairan dan elektrolit dibagi menjadi tiga fase yaitu pertama, cairan yang
terkandung oleh nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan saluran gastrointestinal
akan dibawa melalui pembuluh darah berpindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem
sirkulasi, dimana cairan tersebut merupakan bagian dari cairan intravaskular. Kedua,
cairan intravaskular dan zat-zat yang terlarut didalamnya akan saling bertukar dengan
cairan interstitial melalui membran kapiler yang semipermeabel dan cairan interstitial
tersebut bertukar tempat dengan cairan intraseluler melalui membran sel yang
permeabel selektif.3

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transportasi aktif dan pasif. Mekanisme transportasi aktif memerlukan energi,
sedangkan mekanisme transportasi pasif tidak. Ada empat mekanisme perpindahan
cairan dan elektrolit tubuh yakni terdiri dari difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif.2
Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebabkan energi kinetik yang
dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan dan zat
terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat
melewati sebuah membran tergantung pada permeabilitas zat terhadap membran,
perbedaan konsentrasi antar dua sisi, perbedaan tekanan antara masing-masing sisi
karena tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar dan yang terakhir
potensial listrik yang menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut.5

6
Pada mekanisme osmosis, jika ada suatu substansi larut di dalam air, konsentrasi air
dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi air dalam larutan
air murni dengan volume yang sama. Hal ini terjadi karena tempat molekul air telah
ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut
meningkat, konsentrasi air akan menurun. Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu
membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda
konsentrasi dengan zat yang terlarut, maka akan terjadi perpindahan cairan atau zat
pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi.6

Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi menuju ke
daerah yang bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar akan sebanding dengan
besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran, dan permeabilitas membran.
Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut dengan tekanan hidrostatik.4 Transport
aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari
daerah yang konsentrasinya lebih rendah ke daerah yang memiliki konsentrasi yang
lebih tinggi. Transport aktif memerlukan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) untuk
melawan perbedaan konsentrasi. Salah satu contohnya adalah transportasi pompa
kalium dan natrium.

1.4 Keseimbangan Cairan

a. Intake cairan dan output cairan3

Keseimbangan cairan terjadi apabila kebutuhan cairan atau pemasukan cairan sama
dengan cairan yang dikeluarkan.

1) Intake cairan
Dalam keadaan normal, masukan cairan akan dipenuhi melalui minum atau
makanan yang masuk ke dalam tubuh secara peroral, serta air yang diperoleh
sebagai hasil metabolisme.

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh
stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera
pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,

7
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat

Minum : 1300 ml
Pencernaan makanan : 1000 ml
Oksidasi metabolik : 300 ml
Jumlah : 2600 ml
Kebutuhan Intake cairan berdasarkan umur dan berat badan:

No Umur BB(KG) Kebutuhan Cairan


1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun 54 2200-2700

2) Output Cairan

Air yang keluar dari tubuh, termasuk yang dikeluarkan sebagai urin, air didalam
feses, isensibel dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru. kehilangan cairan
rata-rata 100 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan
yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

Ginjal : 1500 ml
Melalui keringat : 0-500 ml
Insensible water loss (IWL):

Kulit : 600-900 ml
Paru-paru : 400 ml
Feses : 100 ml

8
Jumlah : 2600-2900 ml

b. Pengaturan Keseimbangan Cairan

Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, ada beberapa mekanisme tubuh


diantaranya:

1) Rasa Haus

Pusat rasa haus berada pada hypotalamus dan diaktifkan oleh peningkatan osmolaritas
cairan ekstarsel. Dapat juga disebabkan karena hipotensi, poliuri atau penurun volume
cairan. Rasa haus merupakan manifestasi klinik dari ketidakseimbangan cairan,
sehingga merangsang individu untuk minum.

2) Pengaruh Hormonal

Cairan tubuh relatif juga sering mengalami fluktuasi. Apabila terjadi ketidakseibangan
cairan tubuh, terdapat mekanisme kendali yang akan segera bekerja supaya cairan di
tubuh selalu berada di ambang normal.2 Pengaturan keseimbangan cairan perlu
memperhatikan dua parameter penting yaitu volume cairan ekstrasel dan
osmolaritasnya. Ginjal mengatur volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garam dan cairan, dengan cara mengatur keluaran garam dan air dalam
bentuk urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal
dari air dan garam tersebut.4 Mekanisme pengaturannya dilakukan mlalui dua cara
yaitu kendali osmolar dan kendali non osmolar. Pada kendali osmolar sangat dominan
dan efektif dalam mengatur cairan ekstraseluler. Kendali osmolar dibagi menjadi dua
sistem yakni, sistem osmoreseptor Hipothalamus-Hipofisis-ADH.3,

a) Hormon ADH

Pada daerah hipotalamus bagian anterior, terdapat neuron khusus yang dikenal sebagai
osmoreseptor. Sel ini mengandung vesikel-vesikel besar yang mengandung cairan.2
Vesikel ini dapat mengembang atau mengeriput sesuai dengan osmolaritas cairan
ekstraseluler. Apabila cairan ekstraseluler pekat, maka osmolaritasnya akan meningkat
dan akan menyebabkan vesikel mengeriput. Hal tersebut akan merangsang hipofise
anterior lebih banyak melepaskan ADH (anti diuretic hormone) yang akan
menurunkan produksi urin dan membuatnya lebih pekat. Sebaliknya, jika osmolaritas
cairan ekstraseluler menurun, vesikel akan mengembang dan akan merangsang

9
hipofise anterior untuk menurunkan produksi hormon ADH. Hal ini akan membuat
produksi urin meningkat. Puncak diuresis muncul dalam sekali sirkulasi metabolisme
ADH (90120 min). Dengan supresi komplit ADH, ginjal dapat mengeksresi 10-20 L
air/hari.

b) Hormon aldosteron

Hormon ini dihasilkan oleh korteks adrenal dengan fungsinya meningkatkan reabsorpsi
sodium dan meningkatkan sekresi dari ginjal. Sekresi aldosteron distimulasi yang
utama oleh sistem renin-angotensin I. angiotensin I selanjutnya akan diubah menjadi
angiotensin II. Sekresi aldosteron juga distimulasi oleh peningkatan potasium dan
penurunan konsentrasi sodium dalam cairan interstisial dan adrenocortikotropik
hormon (ACTH) yang diproduksi oleh pituitary anterior. Ketika menjadi hipovolemia,
maka terjadi tekanan darah arteri menurun, tekanan darah arteri pada ginjal juga
menurun, keadaan ini menyebabkan tegangan otot arteri afferent ginjal menurun dan
memicu sekresi renin. Renin menstimulasi aldostreon yang berefek pada retensi
sodium, sehingga cairan tidak banyak keluar melaui ginjal.

c) Non osmolar sekresi ADH

Pada kendali non osmolar, terdapat beberapa mekanisme neural yang berperan
dalam pengaturan volume cairan untuk mendapatkan keseimbangan. Pertama terdapat
mekanisme refleks “Stretch Receptor”.2 Pada dinding atrium terdapat “Stretch
Receptor” yang dirangsang oleh perubahan kapasitas atrium kiri. Bila atrium kiri
mengalami distensi, reseptor ini akan merangsang hipotalamus untuk menimbulkan
impuls aferen melalui jalur simpatis dan merangsang hipofisis untuk mensekresikan
ADH. Mekanisme kendali non osmolar kedua terdapat refleks Baroreseptor.
Baroreseptor akan terangsang apabila terjadi perubahan tekanan darah, lalu akan
diteruskan pada sistem hipotalamus-hipofisis yang akan memberikan respons melalui
penahanan atau pelepasan ADH kedalam sirkulasi.2 Terdapat dua jenis refleks
baroreseptor yakni baroreseptor Karotid dan baroreseptor lengkung Aorta. Refleks
baroreseptor karotid akan terangsang jika terjadi penurunan tekanan darah arteri, yang
menyebabkan impuls pada jalur parasimpatis menurun, sehingga membuat hambatan
efek hipotalamus terhadap hipofisis. Hal ini membuat sekresi ADH akan meningkat.
Sebaliknya pada refleks baroreseptor lengkung Aorta, jika tekanan darah arteri

10
meningkat, impuls aferen di hipotalamus akan menginhibisi hipofisis posterior untuk
menurunkan sekresi ADH.3,4

2. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


2.1 Gangguang Keseimbangan Cairan

Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan
cairan yang mengakibatkan perubahan volume 3.

1. Overhidrasi

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di
konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.1

Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah
menjadi sangat rendah.3 Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air
lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan,
masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban
tenggelam.1

Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena


jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai
hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal
baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi
yang darurat.3,4,5

2. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk,
yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik),
hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak

11
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume
intravaskular minimal).

Derajat %kehilangan air Gejala


Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligo uri, suhu tubuh
meningkat
Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma,
hipernatremi, viskositas
plasma meningkat

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan


hematokrit.

Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan
elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis
kristaloid RL atau NaCl.5,6

2.2 Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada


kasuskasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut
adalah3:

• Hiponatremia dan hypernatremia

• Hipokalemia dan hyperkalemia

12
• Hipokalsemia3

1. Hiponatremia

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak


dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam
relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer
dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka
untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan
yang luar biasa ini, hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat
kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c
gravitasi> 1,003).1

Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika


< 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas,
lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.2,3,4

Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut:

NaCl = 0,6( N-n) x BB

N = Kadar Na yang
diinginkan

n = Kadar Na sekarang
BB = berat badan dalam
kg

Gradasi Gejala Tanda


Ringan ( Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi

13
Pertimbangan Anestesi

Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari


sebuah penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti.
Konsentrasi natrium plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman
untuk pasien yang menjalani anestesi umum. Dalam sebagian besar keadaan, plasma
[Na +] harus diperbaiki untuk lebih dari 130 mEq / L untuk prosedur elektif, tanpa
adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang lebih rendah dapat menyebabkan edema
serebral signifikan yang dapat dimanifestasikan secara intraoperatif sebagai penurunan
konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi sebagai agitasi, kebingungan, atau
mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari prostat dapat menyerap
jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL / menit) dan berada pada
risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam keracunan air akut.1

Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik


negatif dari anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin (morfin,
meperidine). Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk
mengimbangi penurunan volume distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif
terhadap blokade simpatik dari anestesi spinal atau epidural. Jika anestesi harus
diberikan sebelum koreksi yang memadai hipovolemia, etomidate atau ketamin
mungkin agen induksi pilihan untuk anestesi umum.1

2. Hipernatremia

Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut


meningkatkan relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan
dengan hipernatremia ([Na +]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia
dapat dilihat selama hiperglikemia ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif
normal dalam plasma. Konsentrasi natrium plasma dapat benar-benar berkurang
karena air diambil dari intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg
peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa plasma, natrium plasma menurun sekitar
1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian relatif
air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar natrium.
Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya sangat
efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering terlihat

14
pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien
dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten
natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.1

Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi
dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi
selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan
akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar
dari sel-sel otak daripada tingkat absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak
akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan
intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius yang umum,
terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi
158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan
bentuk akut.1

Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh


diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang,
asupan natrium berlebihan.1,3,4,5,7 Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk
mengembalikan osmolalitas plasma normal serta mengoreksi penyebab yang
mendasari. Defisit air umumnya harus diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan
hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan pada volume ekstraseluler juga
harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat mengakibatkan
kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian. Justeru
pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara umum,
penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada tingkat yang lebih
cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.1,3,4,5,7

15
Pertimbangan anestesi

Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi


alveolar minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi
klinisnya lebih mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih
terlihat pada setiap vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi
hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusi untuk obat
memerlukan pengurangan dosis untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan
penurunan cardiac output meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif
harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang signifikan (> 150 mEq / L)
sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi. Air dan defisit cairan
isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.1

3. Hipokalemia

Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia


apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium
tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal,
poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor
presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obatobatan), infuse potasium klorida sampai
10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai
40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai
perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).1,4,5,6,7

Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)

K = kalium yang dibutuhkan


K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

16
Pertimbangan anestesi

Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk


melanjutkan dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih rendah [K +]
antara 3 dan 3,5 mEq / L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus didasarkan pada
tingkat perkemkembangan hipokalemia serta ada atau tidak adanya disfungsi organ
sekunder. Secara umum, hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan
EKG tidak meningkatkan risiko anestesi. Namun ini mungkin tidak berlaku untuk
pasien yang menerima digoksin, yang mungkin mempunyai peningkatan risiko
mengembangkan lagi toksisitas digoxin dari hipokalemia tersebut. Maka nilai plasma
[K +] di atas 4 mEq / L yang diinginkan pada pasien tersebut. Manajemen intraoperatif
hipokalemia membutuhkan pemantauan EKG yang teliti dan berwaspada. Kalium
intravena harus diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia terjadi. Solusi intravena
glukosa bebas harus digunakan dan hiperventilasi harus dihindari untuk mencegah
penurunan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan sensitivitas terhadap blocker
neuromuskuler (NMBS) akan dapat dilihat pada status hipokalemia, oleh karena itu
dosis NMBS harus dikurangi 25-50%, dan stimulator saraf harus digunakan untuk
mengikuti tingkat kelumpuhan dan kecukupan reversinya.

4. Hiperkalemia

Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel
serta karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya
tergantung pada rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi
kalium intraseluler diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium
ekstraseluler biasanya sekitar 4 mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+
antara cairan ekstraselular dan kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan
perubahan yang nyata dalam ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium
tubuh.1

Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi
karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs,
ACEinhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan
susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,

17
perubahan EKG).3 Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan
jantung. Kelemahan otot rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +]
lebih besar dari 8 mEq / L, dan karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi
kanal Na + membran otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.3

Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering
dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval
P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang → depresi
segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang sinus,
sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas dapat
relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif.

Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis menonjolkan efek jantung hiperkalemia.1

Kadar K plasma Gambaran EKG


5,5-6 mEq/L Gelombang T tinggi
6-7 mEq/L P-R memanjang dan QRS melebar
7-8 mEq/L P mengecil & takikardi ventrikel
>8 mEq/L Fibrilasi ventrikel
Bila kadar K plasma <6,5mEq/L diberikan: Diuretik, Natrium bikarbonat, Ca
glukonas, glukonas-insulin, Kayekselate. Bila dalam 6 jam belum tampak perbaikan,
dilakukan hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan hemodialisis lebih
dini. Pada kadar K plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.6,7

Pertimbangan Anestesi

Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia


signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia diarahkan pada
menurunkan konsentrasi kalium plasma dan mencegah kenaikan lebih lanjut. EKG
harus hati-hati dipantau. Suksinilkolin merupakan kontraindikasi, seperti penggunaan
setiap solusi intravena yang menagndungi kalium seperti injeksi Ringer laktat.
Menghindari asidosis metabolik atau respiratorik sangat penting untuk mencegah
kenaikan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi

18
umum, dan hiperventilasi ringan mungkin diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular
harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia dapat menonjolkan efek NMBS.1

5. Hipokalsemia

Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan


konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion
kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot,
pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang,
dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan derangements
fisiologis yang mendalam.

Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan


kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium
juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan
independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang
dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Ratarata
ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d ke
lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali.
Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop
menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada
hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada
sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan
dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin.1

90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya


terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan karena
hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada
gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia.3 Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit
kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor
(spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme
(Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme.1,3 EKG dapat
mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan yang mungkin tidak

19
berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan
kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya.

Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.1

Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat
karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml
preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian
sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat
dilanjutkan dengan terapi per oral.1,5,6,7

Pertimbangan anestesi
Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium
terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia.
Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+.
Kalsium intravena mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi
albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan
anestesi volatile harus diintipasi. Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan
memerlukan pemantauan ketat dengan stimulator saraf.1

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.

2. Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. 2010. Buku Ajar Ilmu
Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.

3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.

4. Miller RD. 2015. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders.

5. Longnecker DE. 2012. Anesthesiology. 2nd Edition. Virginia: The


McGrawHills Companies.

6. Stoelting RK. 2015. Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic


Practice. 3rd Edition. Indiana: Wolters Kluwer Health.

7. Laksana, Eri. 2015. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. SMF Anestesi dan
Terapi Intensif RSUP dr. Kariadi. Semarang

21

Anda mungkin juga menyukai