Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Transfusi darah merupakan suatu rangkaian proses pemindahan darah dari
seseorang donor kepada resipien. Proses ini terkait dengan beberapa usaha untuk
memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis
darah atau komponennya agar bermanfaat bagi pasien.1
Darah adalah materi biologis yang bersifat multiantigenik sehingga secara
potensial dapat menimbulkan berbagai reaksi imunologik pada resepien.
Berdasarkan asal darah yang diberikan transfusi dikenal homologous transfusi
yang berasal dari darah orang lain dan autologous transfusi yang berasal dari
darah sendiri.1 Autologous transfusi biasanya diaplikasikan pada operasi elelektif
dengan syarat donor harus sehat dan operasi elektif dilakukan 6 minggu
kemudian. Hb donor harus ≥ 11 g/dL dan diambil tiap minggunya, namun darah
tidak boleh diambil beberapa hari sebelum operasi dilakukan. Autologous
transfusi pada anak jarang dilakukan karena tidak mendapatkan izin dari orang
tua.2

2.2 Tujuan transfusi darah


Tujuan transfusi darah adalah mengembangkan dan mempertahankan volume
yang normal pada peredaran darah, mengganti kekurangan komponen seluler atau
kimia darah, meningkatkan oksigen jaringan, memperbaiki fungsi hemostasis, dan
tindakan terapi khusus.1
Komponen darah digunakan untuk memperbaiki kelainan pada darah,
yang tidak dapat dikoreksi dengan cara lain. Alasan umum untuk transfusi darah
adalah kehilangan darah karena kecelakaan atau operasi, anemia, gangguan
perdarahan atau pembekuan.3

2.3 Aplikasi dan manfaat transfusi komponen darah.


Setiap unit darah lengkap memililki setidaknya empat komponen dasar termasuk
sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan plasma. Setiap komponen darah
ini memiliki fungsi yang berbeda serta merupakan materi biologis yang bersifat
4
multiantigenik sehingga pemberiannya harus memenuhi syarat-syarat variasi
antigen minimal dan kompatibitilitas yang baik. Penggunaan komponen darah
dipilih karena lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi dan lebih
rasional, selain itu tindakan transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi
juga replacement therapy sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood.1,4

Kelebihan terapi komponen dibandingkan terapi darah lengkap:1


1. Disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume
transfusi.
2. Risiko reaksi imunologik lebih kecil.
3. Pengawetan.
4. Penularan penyakit lebih kecil.
5. Agregat trombosit dan leukosit dapat dihindari.
6. Pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja.
7. Masalah logistik lebih mudah.
8. Pengawasan mutu lebih sederhana.

2.4 Macam-macam sediaan darah


1. Darah lengkap (whole blood)
a. Darah segar (fresh blood)
b. Darah simpan (preserved blood)
2. Sel darah merah:
a. Sel darah merah pekat (packed red cell/ PRC)
b. Suspensi sel darah merah (red cell suspension)
c. Sel darah merah yang dicuci (wash red cell)
3. Trombosit:
a. Plasma kaya trombosit (platelet rich plasma/ PRP)
b. Trombosit konsentrat (platelat concentrate)
4. Leukosit konsentrat/glanulosit konsentrat/ buffy coat
5. Plasma darah:
a. Plasma biasa tunggal
b. Plasma segar tunggal
c. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
5
d. Plasma kering ( lyophylized pooled plasma)
e. Krioresipitat factor VIII
f. Human albumin
g. Imun serum globin
h. heated plasma

2.4.1 Darah lengkap (whole blood)


Darah lengkap darah yang berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma,
pada satu unit kantong darah berisi 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan.
Kandungan satu unit kantong darah utuh berisi 1,2 g/dL dan 34-35% hematokrit
tanpa trombosit fungsional atau faktor pembekuan V dan VIII jika disimpan pada
suhu 2-6°C.5
Darah lengkap memiliki semua komponen darah hanya pada 6 – 8 jam
pertama setelah penyimpanan pada suhu ruangan. Trombosit merupakan
komponen pertama yang hilang pada 4 – 48 jam pertama, diikuti faktor
pembekuan V dan VII dan semua faktor pembekuan. Penyimpanan yang lama
dapat meningkatkan kadar potassium, menurunkan kadar pH, 2-3 DGP dan ATP.
Transfusi darah lengkap untuk transfusi tukar digunakan darah lengkap yang
berusia kurang dari 7 hari.4
Whole blood hanya digunakan saat transfusi masif dibutuhkan seperti pada
transfusi tukar, dan kehilangan darah lebih dari 15% dan pasien beresiko
mengalami syok akibat perdarahan. Selain itu juga diindikasikan pada pasien yang
1,4-6
membutuhkan transfusi sel sarah merah, namun darah tidak tersedia. Darah
lengkap tidak diberikan pada pasien dengan risiko overload yaitu pada pasien
anemia kronik dan pasien dengan gagal jantung.4

Cara pemberian darah lengkap yaitu:5


- Penggunaan darah lengkap 10 cc/Kg berat badan akan meningkatkan
hematokrit sebanyak 5% dan Hb 1-1,5 mg %.3
- Golongan darah donor harus ABO dan Rh kompatibel dengan resipien.
- Tidak boleh menambahkan obat-obatan pada unit darah.
- Satu unit darah lengkap harus selesai diberikan dalam waktu 4 jam.

6
Darah lengkap disimpan pada suhu 1 – 4 °C. Waktu penyimpan tergantung
tipe antikoagulan dan bahan tambahan (additive) yang digunakan. ACD tidak
digunakan lagi. Darah sitrat fosfat dekstrose (CPD) dapat disimpan sampai 21
hari. Darah CPDA1- A2 dapat disimpan sampai 35 hari. Jika ditambah dengan
additives seperti Nutrisol atau Adsol, darah dapat disimpan sampai 42 hari.4

2.4.2 Sel darah merah


Tujuan terapi sel darah merah terutama untuk memperbaiki oksigenasi jaringan.
Kebutuhan oksigen jaringan ditentukan oleh kadar hemoglobin dan hematokrit.
Faktor-faktor yang terlibat didalam oksigenisasi diantaranya adalah tingkat
pengambilan oksigen, aliran darah, masa hemoglobin, afinitas Hb terhadap O2,
tingkat kebutuhan jaringan, dan kondisi pasien.1

Indikasi pemberian transfusi sel darah merah berdasarkan usia:7


a. Anak – anak usia < 4 bulan
 Kehilangan darah masif atau kehilangan darah akut yang disebabkan oleh
trauma, operasi, atau penyebab lain yang terkait dengan syok hipovolemik
 Hemoglobin < 8 g/dl (Hematokrit <24%) pada neonatus dalam keadaan
stabil dengan manifestasi klinis anemia (takikardi, takipneu, nafsu makan
turun, berat badan turun, apneu)
 Hemoglobin < 10g/dl (hematokrit <30%) pada neonatus dengan:
 Kebutuhan oksigen < 35% dengan kanul nasal
 Terpasang CPAP (Continues Positive Airway Preasure) atau
pengaturan ventilator stabil (tekanan aliran udara rata-rata< 6
cmH2O)
 Apneu atau bradikardi yang signifikan dan takipneu atau takikardi
yang signifikan
 Penurunan berat badan (nafsu makan turun)
 Hemoglobin <12 g/dl (hematokrit <35%) pada neonatus dengan:
 Kebutuhan Fi02 >35%
 Terpasang CPAP atau IMV (Intermittent Mandatory Ventilation)
dengan tekanan aliran udara rata-rata ≥ 6-8 cmH20
 Status respiratori yang buruk

7
 Hipotensi atau syok yang membutuhkan vasopressor
 Post operasi besar
 Cedera otak traumatik yang berat
 Hemoglobin < 15 g/dl (Hematokrit <45%) pada neonatus:
 Penyakit jantung kongenital sianosis
b. Anak – anak usia > 4 bulan
 Kehilangan darah masif atau kehilangan darah akut yang disebabkan oleh
trauma, operasi, atau penyebab lain yang terkait dengan syok hipovolemik
(>15% volume darah total)
 Hemoglobin ≤ 8 g/dl dengan operasi emergensi/urgensi, anemia
simptomatik (takikardi, takipneu), radioterapi/kemoterapi, pasien PICU
yang stabil secara hemodinamik.
 Anemia preoperatif yang signifikan ketika terapi koreksi lainnya tidak
tersedia
 Hemoglobin ≤ 10 g/dL dan cedera otak berat
 Hemoglobin ≤ 13 g/dL dengan penyakit jantung sianotik, ECMO, penyakit
paru berat
 Pasien dengan hemoglobinopati dan / atau anemia hemolitik kronik
(seperti pada sickle cell anemia, talasemia).

2.4.2.1 Sel darah merah pekat (packed red blood cell)


Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel
darah merah didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma dari darah
lengkap, sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai hematokrit 60-70%.
Volume diperkirakan 150-300 ml tergantung besarnya kantong darah yang
dipakai, dengan masa sel darah merah 100-200 ml.6

Sel darah merah pekat disimpan pada suhu antara 1°-6°C. Bila
menggunakan antikoagulan CPDA maka masa simpan sel darah merah ini adalah
35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%. Bila menggunakan antikoagulan CPD
maka masa simpan sel darah merah ini adalah 21 hari. Bila disimpan dalam
larutan tambahan (buffer, dekstrosa, adenin, manitol) maka masa simpan sel darah

8
merah ini adalah 42 hari dengan nilai hematokrit 52-60%. Penyimpanan pada
suhu 1 - 40°C.4
Indikasi dari pemberian PRC adalah pada keadaan kehilangan darah akut
>15% dari total volume darah dan konsentrasi Hb <7 gr/dL.5 Transfusi sel darah
merah diberikan untuk mengatasi keadaan anemia karena keganasan, anemia
aplastik, thalassemia, anemia hemolitik, anemia defisiensi yang berat dengan
ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat.1
Setiap unit PRC akan menaikkan Hb kira-kira 1 g/dL atau kenaikan
hematokrit sekitar 3%. Hampir semua anak-anak mentoleransi dosis 5-10 mL/kg.
Dosis neonatus adalah 10-15 mL/kg. Digunakan dosis 5 ml/kg apabila hematokrit
<20% dan dosis 2,5 mL/kg bila hematokrit <10%. Transfusi PRC 3 mL/kg akan
menaikkan Hb 1 g/dL atau 10 mL/kg akan menaikkan hematokrit 10%. Lama
pemberian PRC minimal 2 jam dan maksimum 4 jam.6

Penghitungan dosis:6

Volume transfusi = Total volume darah x (Ht yang diharapkan-Ht sebelum transfusi
Ht donor unit

Total volume darah = 70 cc x BB (kg) atau 75 cc x BB (kg)

2.4.2.2 Sel darah merah miskin leukosit (Leucocyte-depleted red cells)


Sel darah merah yang disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan leukositnya
5x 106 leukosit/unit. Sel darah merah dengan sedikit leukosit mengurangi risiko
transmisi cytomegalovirus (CMV). Produk ini dipakai untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah pada pasien yang sering mendapat/tergantung pada
transfusi darah dan pada mereka yang sering mendapat reaksi transfusi panas yang
berulang dan reaksi alergi yang disebabkan oleh protein plasma atau antibodi
leukosit. Pemberian komponen sel darah ini sama dengan pemberian whole
blood.1,5

2.4.2.3 Sel darah merah beku (Frozen red packed cell)


Bertujuan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama. Sebagian persediaan
sel darah merah yang jarang dijumpai.1

9
2.4.3 Trombosit
1. Plasma kaya trombosit (PRP)
Mengandung trombosit dengan elemen plasma lainnya masih lengkap.1

2. Konsentrat trombosit (TC)


Satu unit konsentrat trombosit memiliki volume 30-50 cc/ unit yang berasal
dari 450 mL whole blood berisi trombosit 60 x 109/L.1,5 Disimpan pada suhu 20 –
22°C. Darah dapat digunakan 3-7 hari. Satu unit TC per kg BB akan menaikkan
jumlah trombosit sebanyak 5.000-10.000/µL. Lama transfusi untuk satu unit TC
adalah 5-15 menit, maksimum pemberian dilakukan tidak boleh lebih dari 4 jam.6

Konsentrat trombosit digunakan atas indikasi:1


- Peredaran yang jelas disebabkan oleh karena trombositopeni
- Profilaksi pasien dengan kegagala fungsi sumsum tulang(anemia
aplastik, leukimia,supresi akibat kemoterapi)
- Profilaksis pada tindakan bedah/trombositopat.

Berdasarkan usia, indikasi transfusi konsentrat trombosit:7


a. Anak usia < 4 bulan
 Perdarahan aktif atau sebelum prosedur invasif
 Jumlah trombosit < 50.000/uL pada neonatus
 Jumlah trombosit < 100.000/uL pada neonatus prematur yang sakit
atau neonatus yang dengan operasi sistem saraf pusat.
 Disfungsi tromobosit (didapat atau bawaan) tanpa memperhatikan
jumlah trombosit
 Sebagai bagian dari protokol transfusi masif
 Profilaksis pada pasien dengan jumlah trombosit <30.000/uL (berdasarkan
usia)
b. Anak usia > 4 bulan
 Perdarahan aktif atau sebelum prosedur invasif
 Jumlah trombosit < 50.000/uL
 Jumlah trombosit < 100.000/uL pada anak-anak dengan kondisi
kritis atau kondisi operasi

10
 Disfungsi tromobosit (didapat atau bawaan) tanpa memperhatikan
jumlah trombosit
 Perdarahan masif, biasanya sebagai bagian dari protokol transfusi masif
 Profilaksis pada pasien dengan jumlah trombosit <30.000/uL (berdasarkan
usia).

Transfusi trombosit tidak bermanfaat pada pasien dengan autoimun


Idiopatik Thrombocytopeni Purpura (AITP), Drug Induced trombositopeni,
Dissaminated Intra Vascular Coagulation (DIC) dan trombositopeni karena sepsis
atau hipersplenisme.1

Tabel 2.1 Dosis konsentrat trombosit berdasarkan berat badan.6


Dosis Volume Jumlah trombosit
S/d 15 kg : 1 unit TC 30-50 ml 60x109/L
15-30 kg : 2 unit TC 60-100 ml 120x109/L
>30 kg : 4 unit TC 120-400 ml 240x109/L

Masalah yang perlu diperhatikan di dalam transfusi trombosit:1


a. Pertimbangan penggunaan trombosit:
- Jumlah trombosit
- Usia trombosit dalam sirkulasi
- Onset terjadinya trombositopenia
- Terapi steroid
- Defisiensi faktor koagulasi
- Pengobatan aspirin

b. Faktor yang berpengaruh pada viabilitas trombosit


- Reaksi inkompatibilitas
- Ukuran limpa (splenomegali)
- Infeksi/sepsis, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
- Penyimpanan yang kurang baik
- Penggunaan filter yang tidak sesuai.

11
2.4.4. Leukosit / granulosit
Komponen ini didapat dengan melakukan sentrifugasi berupa buffy coat.
Komponen ini harus digunakan dalam 24 jam setelah diambil dan disimpan pada
suhu ruangan. Satu kantong granulosit memiliki 1011 granulosit dalam 200 cc
plasma. Dosis yang direkomendasikan yaitu 109 granulosit/kg berat badan per
kalinya dan dapat diulang setiap 12-24 jam selama 4 – 6 hari.4

Transfusi granulosit jarang digunakan pada praktik sehari-hari. Transfusi


granulosit diberikan pada pasien dengan infeksi berat dengan neutropenia atau
disfungsi neutrofil, kegagalan sumsum tulang berat, infeksi berat yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan antibiotik atau antifungal dan sepsis
neonatorum karena bakteri gram negatif. Pemberian transfusi granulosit dapat
menyebabkan reaksi transfusi yang berhubungan dengan plasma dan limfosit.1,4

2.4.5 Plasma dan derivatnya


Plasma dan derivatnya terdiri dari lima macam, diantaranya plasma biasa tidak
mengandung faktor pembekuan V dan VII, plasma segar mengandung faktor
pembekuan yang masih lengkap, plasma segar beku (FFP) mengandung semua
komponen plasma, plasma kering (lyopholizied pooled plasma) dan plasma kaya
trombosit mengandung komponen plasma dan banyak trombosit.1
Kepentingan utama pemberian plasma darah adalah untuk
mengganti/menambah faktor-faktor pembekuan spesifik pada pasien yang
mengalami pendarahan, sebagai cairan pengganti untuk mengembalikan volume
sirkulasi dan nutrisi, serta menambah/mengganti serum imunoglobulin.1

Derivat plasma /fraksi plasma:1


1. Fraksi protein:
a. Fraksi plasma protein (PPF)
b. Albumin
2. Imunoglobulin/imunoserum globulin fraksi plasma dan mengandung
antibodi
3. Faktor pembekuan spesifik:
3.a Kriopresipitat

12
- Pencegahan perdarahan pada hemofilia A, penyakit Von
Willebrand, afibrinogenemia, disfibrinogenemia, dan
defisiensi faktor VII dan XIII
3.b Konsentrat faktor VIII (factor anti hemofilia)
Indikasi : perdarahan penyakit hemofilia A, Von
Willebrand
3.c Konsentrat faktor IX
Indikasi : Hemofilia B dan penyakit Christmas, defisiensi
atau defek faktor VII, X, dan protrombin.

2.4.5.1 Fresh frozen plasma (FFP) / plasma segar beku


Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua plasma protein termasuk albumin,
gamma globulin dan faktor pembekuan. FFP diproduksi dengan membekukan
plasma yang didapatkan saat akhir sentrifusi whole blood dan disimpan pada suhu
<-30°C, pembekuan ini harus dilakukan dalam 4 – 6 jam pengumpulan, karena
faktor pembekuan V dan VIII cepat hilang kandungannya. FFP dapat disimpan
selama satu tahun jika disimpan dengan benar. Satu unit FFP memiliki 200 – 230
ml plasma dan 1 ml mengandung 1 unit setiap faktor pembekuan.
Dosis pemberian FFP yaitu 10 – 15 cc/kg berat badan setiap 12 jam. FFP
untuk neonatus di inaktifkan dengan methilen blue menjadi MB-FFP. FFP harus
dicairkan pada air 30 - 37°C selama lebih kurang 30 menit sebelum digunakan,
suhu air yang lebih tinggi dapat menghancurkan protein dan faktor pembekuan.
FFP yang sudah dicairkan harus digunakan dalam 4 jam pada resipien hemofilia
A. FFP menyebabkan reaksi transfusi yang berhubungan dengan plasma seperti
reaksi alergi dan transfusion related acute lung injury (TRALI).3-6,8

Indikasi transfusi FFP:7,8


a. Anak – anak usia < 4 bulan
 Terbukti koagulopati dan perdarahan atau thrombosis
 Pendukung selama Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
transfusi masif, selama atau dalam 24 jam setelah ECMO/CPB
 Terapi pengganti untuk defisiensi yang signifikan secara klinis, termasuk:

13
 Defisiensi faktor koagulasi multiple (contoh: penyakit hati)
 Ketika faktor konsentrat spesifik tidak tersedia (contoh: faktor II,
faktor V, faktor X, faktor XI)
 Defisiensi protein plasma yang signifikan secara klinis.
 Koreksi emergensi dari defisiensi vitamin K (contoh: perdarahan aktif,
operasi emergensi).
 Neonatus dengan perdarahan yang tidak dapat dijelaskan yang tidak
respon terhadap pengukuran lain dapat diberikan plasma tanpa PT, PTT.
 Haemorrhagic disease of the newborn dengan perdarahan.
b. Anak – anak usia > 4 bulan
 Pendukung selama Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
transfusi masif
 Terapi pengganti untuk defisiensi yang signifikan secara klinis, termasuk:
 Defisiensi faktor koagulasi multiple (contoh: penyakit hati)
 Ketika faktor konsentrat spesifik tidak tersedia (contoh: faktor II,
faktor V, faktor X, faktor XI)
 Defisiensi protein plasma yang signifikan secara klinis.
 Koreksi emergensi dari defisiensi vitamin K (contoh: perdarahan aktif,
operasi emergensi).

2.4.5.2 Kriopresipitat
Dibuat dari FFP dengan mengumpulkan endapan yang terbentuk selama pencairan
terkontrol pada suhu 4°C dan dilarutkan dalam 10 – 20 ml plasma. Berisi setengah
dari Faktor VIII dan fibrinogen pada whole blood yang disumbangkan.
Penyimpanan pada -25°C atau suhu lebih dingin dan dapat disimpan sampai satu
tahun.5
Kriopresipitat diindikasikan pada: 7
 Hipofibrinogenemia (fibrinogen <125 mg/dL) atau disfibrinogenemia,
dengan perdarahan aktif atau menjalani prosedur invasiv
 Hemofilia A (defisiensi faktor VIII) atau penyakit von Willebrand
 Terapi pengganti pada defisiensi faktor VIII dengan perdarahan aktif atau
menjalani prosedur invasif.
14
Komponen ini harus diberikan dalam waktu 6 jam setelah pencairan.
Untuk menaikkan aktivitas faktor VIII 80-100% dibutuhkan 1-2 kantong Cryo.
Dosis kriopresipitat adalah 1-2 mL/kgBB atau satu kantong Cryo/6 kgBB. Dosis
tambahan dapat diberikan dengan interval 8-12 jam kemudian. Jika
memungkinkan, gunakan produk darah yang kompatibel ABO.5,6

2.5 Susunan dan golongan transfusi darah


Susunan darah terdiri dari plasma dan sel darah. Plasma merupakan bagian berupa
cairan, didalamnya terkandung albumin, globulin, kekebalan, faktor pembekuan
dan komplemen, transferin, seruloplasmin, kinin, enzim, polipeptida, glukosa,
asam amino, lipid, mineral dan beberapa hormon. Sel darah yaitu erotrosit,
granulosit, monosit dan trombosit.1 Dalam praktek klinik yang paling penting
adalah golongan darah ABO dan Rhesus. Kompatibilitas golongan darah ABO
dan Rhesus donor dan resipien disajikan dalam tabel 2.2 dan 2.3

Golongan darah ABO (Karl Lansteiner) (Tabel 2.2)


- Ditentukan adanya antigen A dan B pada eritrosit manusia.
- Dikenal 4 macam antigen A, antigen B, Ab dan O.
- Didalam serum terdapat 2 antibodi yaitu anti A dan anti B.

Tabel 2.2 Golongan darah ABO1


Golongan darah Antigen pada eritrosit Antibodi pada serum
A Anti B A
B Anti A B
O Anti A & anti B O
AB AB

Tabel 2.3 Pilihan darah Rh dari grup komponen donor pada anak.4
Pasien Grup Rh Donor Grup Rh
Sel darah merah Trombosit FFP
Rh positif
Pilihan pertama Rh +ve Rh +ve Rh +ve
Pilihan kedua Rh -ve Rh -ve Rh –ve
Rh negatif
Pilihan pertama Rh -ve Rh -ve Rh –ve
Pilihan kedua - Rh +ve* Rh +ve
Keterangan: * Jika trombosit Rh +ve diberikan pada resipien Rh negatif, anti-D globulin
dosis 250 mcg harus diberikan pada resipien. Satu kali pemberian anti-D globulin dapat
digunakan sampai lima kali transfusi trombosit.

15
Tabel 2.4 Pilihan darah ABO dari komponen grup donor pada anak.4
Pasien Grup ABO Donor Grup ABO
Sel darah merah Trombosit FFPA
O
Pilihan pertama O O O
Pilihan kedua - A A atau B atau AB
A
Pilihan pertama A A A atau B
Pilihan kedua O* O*
B
Pilihan pertama B B# B atau AB
*
Pilihan kedua O A atau O*
AB
Pilihan pertama AB AB# AB
Pilihan kedua A atau B A A
Pilihan ketiga O*
Keterangan: * = Golongan darah O tanpa titer tinggi anti-A atau anti-B. # = Trombosit
golongan B atau AB mungkin tidak selalu tersedia. A = FFP golongan O harus diberikan
pada resipien bergolongan darah O

2.6 Pelaksanaan terapi komponen darah


Cara pemberian komponen darah:
1. Jangan menambahkan obat apapun kedalam kantong darah/komponen
darah, kecuali larutan fisiologis untuk pengenceran.
2. Penggunaan filter adalah mutlak pada setiap transfusi komponen darah.
3. Kecepatan dipengaruhi oleh penempatan jarum yang tepat dan keteraturan
melakukan pencampuran.
4. Hindari kemungkinan pencemaran terhadap infeksi dengan menjaga
kantong darah tetap utuh.
5.
Bila terjadi reaksi transfusi segera hentikan transfusi dan ambil darah kirim
ke PMI untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.1

Sebelum pemberian transfusi


Sebelum pemberian transfusi, hal yang berikut harus diperiksa:
1. Golongan darah donor sama dengan golongan darah resipien dan nama
anak serta nomornya tercantum pada label dan formulir (pada kasus gawat
darurat, kurangi risiko terjadinya ketidakcocokan atau reaksi transfusi
dengan melakukan uji silang golongan darah spesifik atau beri darah
golongan O bila tersedia)

16
2. Kantung darah transfusi tidak bocor
3. Kantung darah tidak berada di luar lemari es lebih dari 2 jam, warna
plasma darah tidak merah jambu atau bergumpal dan sel darah merah tidak
terlihat keunguan atau hitam
4. Tanda gagal jantung. Jika ada, beri furosemid 1mg/kgBB IV saat awal
transfusi darah pada anak yang sirkulasi darahnya normal. Jangan
menyuntik ke dalam kantung darah.9
Lakukan pencatatan awal tentang suhu badan, frekuensi napas dan denyut
nadi anak. Jumlah awal darah yang ditransfusikan harus sebanyak 20 ml/kgBB
darah utuh, yang diberikan selama 3-4 jam.10

Selama transfusi
1. Jika tersedia, gunakan alat infus yang dapat mengatur laju transfusi
2. Periksa apakah darah mengalir pada laju yang tepat
3. Lihat tanda reaksi transfusi, terutama pada 15 menit pertama transfusi
4. Catat keadaan umum anak, suhu badan, denyut nadi dan frekuensi napas
setiap 30 menit
5. Catat waktu permulaan dan akhir transfusi dan berbagai reaksi yang
timbul.10

Setelah transfusi
Nilai kembali anak. Jika diperlukan tambahan darah, jumlah yang sama harus
ditransfusikan dan dosis furosemid (jika diberikan) diulangi kembali.10

Gambar 2.1 Pemberian transfusi pada anak (WHO, 2013)


17
2.7 Masalah khusus dalam transfusi darah
2.7.1 Transfusi multipel
Tranfusi multipel merupakan suatu transfusi darah (atau komponen darah merah)
yang diberikan berulang kali selama jangka waktu yang panjang (beberapa
bulan/beberapa tahun). Indikasi transfusi multipel adalah untuk menggantikan sel-
sel darah pasien akibat adanya defektif eritropoiesis, anemia hemolitik maupun
akibatperdarahan yang berulang-ulang. Darah yang dipergunakan adalah plasma
reduced blood yaitu sel darah merah yang telah dipadatkan (konsentrat) untuk
pasien gagal jantung, leukocyte depleted blood untuk pasien yang pernah
mengalami reaksi transfusi non hemolitik. Darah harus dari golongan A, B, O dan
Rh yang sama untuk resipien K – negatif harus K – negatif. Pada umumnya darah
yang berumur lebih dari 10 hari masih mungkin diberikan untuk transfusi.1

Jumlah volume (V) darah yang diperlukan dilakukan dengan perhitungan


sebagai berikut:

V = W X (PCV 1 – PCV 0)

Keterangan :
V = volume darah yang diperlukan
W = berat badan (kg)
PCV 1 = Kenaikan kadar Ht (%)
PCV 0 = Kadar Ht awal (%)

Reaksi – reaksi yang merugikan dapat terjadi karena reaksi transfusi


diantaranya adalah:
1. Alominisasi terhadap antigen leukosit, eritrosit, maupun trombosit
2. Reaksi alergi berupa urtikaria dan panas
3. Circulation overload
4. Transmisi penyakit
5. Iron overload

18
2.7.2 Transfusi masif
Transfusi masif adalah transfusi darah dengan volume yang besar dalam waktu
singkat pada pasien dengan perdarahan yang berat atau tidak terkendali. Transfusi
ini sering digunakan pada keadaan perdarahan akut yang hebat, karena trauma,
pembedahan, dll, sebagai pencegahan syok hipovolemik. Perdarahan masif
membutuhkan transfusi masif untuk mempertahankan sirkulasi dan hemostasis
yang memadai. Pemberian darah transfusi pada kasus ini digunakan infus
bertekanan dengan kecepatan tinggi.12
Indikasi dilakukan transfusi masif pada anak-anak ditentukan berdasarkan
Total Blood Volume (TBV) menurut berat badan dan umur anak:12
 Transfusi lebih dari 100% TBV dalam 24 jam
 Transfusi pendukung untuk mengganti perdarahan yang sedang
berlangsung >10% TBV/menit
 Penggantian >50% TBV oleh produk darah dalam 3 jam.

Tabel 2.5 Estimasi Total Volume Darah12


Berat badan Estimasi Total Volume Darah (cc/kbBB)
0-4 kg 85
5-9 kg 85
10-24 kg 75
25-49 kg 70

Protokol transfusi masif diaktifkan oleh seorang dokter dalam menanggapi


perdarahan masif. Umumnya diaktifkan setelah transfusi 4-10 unit. Protokol
transfusi masif memiliki rasio yang telah ditetapkan, yaitu sel darah merah, FFP /
kriopresipitat dan unit trombosit (trombosit random donor) pada masing-masing
paket (misalnya 1: 1: 1 atau 2: 1: 1 ). Setelah pasien menjalani protokol tersebut,
bank darah menjamin pengiriman cepat dan tepat waktu semua komponen darah
tersebut untuk memfasilitasi resusitasi. Hal ini akan mengurangi ketergantungan
pengujian laboratorium selama fase resusitasi akut dan mengurangi komunikasi
antara bank darah, laboratorium dan dokter.12

19
Tabel 2.6 Protokol transfusi masif pada anak12
Package RBC Plasma Platelets Cryo
(unit) (unit) (unit) (unit)
Neonatus (0-4 kg)
Emergensi ½
2 ½ 1/2 2 (3)
3 ½ 1/2 2 (1)
4 ½ 1/2 2 (3)
5 ½ 1/2 2 (1)
Infant (5-9 kg)
Emergensi 1
2 1 1 3
3 1 1 3 (2)
4 1 1 3
5 1 1 3 (2)
Young child (10-24 kg)
Emergensi 2
2 2 2 4 (6)
3 2 2 4
4 2 2 4 (6)
5 2 2 4
Older child (25-49 kg)
Emergensi 3
2 3 3 6
3 3 3 8
4 3 3 6
5 3 3 8

2.8 Reaksi – reaksi transfusi


Banyak cara klasifikasi atau penggolongan reaksi transfusi yang dipakai di
berbagai negara. Reaksi transfusi dapat dibedakan berdasarkan awitan kejadian,
patogenesis, atau simtomatologinya. Berdasarkan awitannya reaksi transfusi
dibedakan antara reaksi akut dan reaksi lambat. Berdasarkan patogenesisnya
reaksi transfusi dibedakan atas reaksi imun dan reaksi non-imun, atau reaksi
hemolitik dan non-hemolitik. Berdasarkan gejalanya reaksi transfusi dibedakan
antara reaksi alergi, hipotensi, demam, dan sebagainya. Untuk kepentingan klinis,
klasifikasi berdasarkan awitan kejadian lebih dianjurkan.13,14

2.8.1 Reaksi transfusi akut


Reaksi transfusi akut (immediate reaction) adalah reaksi transfusi yang terjadi
pada waktu <24 jam setelah transfusi dimulai. Reaksi transfusi akut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
- Reaksi hemolitik akut/acute hemolytic transfusion reactions (AHTR)
20
- Reaksi alergi dan reaksi anafilaktik
- Febrile non-hemolytic transfusion reaction (FNHTR)
- Transfusion-related acute lung injury (TRALI)

1. Reaksi hemolitik akut


Acute hemolytic transfusion reactions (AHTR) terjadi akibat destruksi eritrosit
yang diperantarai oleh sistem imun. Reaksi hemolitik akut ini dapat
bermanifestasi ringan sampai berat.
Kejadian AHTR adalah akibat adanya kompatibilitas golongan darah
antara donor dan resipien. Antibodi terbanyak pada golongan darah adalah anti-A
dan anti-B (golongan darah ABO), yang terdapat dalam plasma orang yang pada
eritrositnya tidak memiliki antigen terkait. Sebagai contoh, orang dengan
golongan darah A (eritrositnya memiliki antigen A) memiliki antibodi anti-B
dalam plasma darahnya. Apabila terjadi mistransfusi atau inkompatibilitas ABO,
maka terjadi paparan antigen yang ada di permukaan eritrosit donor dengan
antibodinya yang ada dalam plasma resipien. Segera setelah adanya paparan
antibodi (anti-A atau anti-B) yang ada dalam plasma darah resipien, jalur
komplemen teraktivasi sehingga eritrosit mengalami lisis intravaskular. Anti-A
dan anti-B biasanya berupa antibodi IgM yang poten terutama pada grup O,
sehingga apabila terjadi aktivasi komplemen yang lengkap akan menyebabkan
hemolisis intravaskular yang berat.13,14

Gejala klinis
Reaksi transfusi AHTR baru mulai menimbulkan gejala setelah pasien menerima
setidaknya 20 mL darah yang inkompatibel. Manifestasi klinis AHTR yang umum
terlihat adalah tanda hemolisis intravaskular seperti hemoglobinuria (dark urine)
dan hemoglobinemia. Pelepasan histamin dan vasoaktif amin lain, serta sitokin
terutama interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-a (TNF-a),
menyebabkan pasien mengalami demam, menggigil, mual, muntah, hipotensi atau
hipertensi, mengi, nyeri dada, nyeri pinggang, atau nyeri abdomen,
hemoglobinuria, oliguria atau anuria, dan nyeri pada daerah insersi kateter vena.

21
Demam merupakan tanda awal AHTR yang penting dan untuk itulah perlunya
pengawasan pada menit-menit awal transfusi.
Kejadian AHTR akibat inkompatibilitas transfusi ini merupakan penyebab
kematian pada lebih dari separuh kasus kematian yang terkait transfusi. Insiden
AHTR tidak diketahui akan tetapi diperkirakan antara 1:12.000 – 70.000 transfusi
eritrosit. Insiden ini diduga lebih rendah dari yang sebenarnya karena kegagalan
dalam pengenalan dan pelaporan reaksi AHTR.13,14

Tatalaksana
Pencegahan AHTR terutama dengan meminimalisasi mistransfusi dan
inkompatibilitas ABO. Karena penyebab tersering AHTR adalah kekeliruan
pemberian darah yang kompatibel, maka identifikasi pasien dan unit darah atau
komponen darah yang dibedakan harus benar-benar tepat.13,14

2. Reaksi alergi dan reaksi anafilaktik


Reaksi alergi terhadap komponen darah memiliki manifestasi klinis yang sangat
luas dari yang cukup sering yaitu reaksi kulit lokal ringan sampai yang sistemik
dan jarang tetapi sangat berat seperti reaksi anafilaksis. Reaksi alergi terjadi pada
sekitar 1-3% dari seluruh transfusi, dan menempati 13-33% dari seluruh kasus
reaksi transfusi. Kejadian reaksi alergi bervariasi dan tergantung pada produk
darah dan proses penyediaannya. Reaksi alergi terhadap transfusi sel darah merah
terjadi pada 1 dari 667 transfusi, sedangkan reaksi alergi terhadap trombosit
terjadi pada 1 dari 7 transfusi. Reaksi alergi terhadap plasma dilaporkan lebih
jarang daripada terhadap trombosit tetapi lebih sering daripada terhadap darah
merah. Insiden reaksi alergi terhadap transfusi trombosit pada populasi anak
dilaporkan 5%.
Kejadian reaksi anafilaksis dilaporkan lebih jarang terjadi. Sebuah audit
transfusi di United Kingdom melaporkan reaksi anafilaksis sebanyak 159 kasus
sepanjang 8 tahun survei, dan paling sering terjadi pada transfusi komponen darah
yang mengandung plasma (fresh frozen plasma/FFP dan trombosit) yaitu kasus
per 100.000 unit FFP dan 3:100.000 unit trombosit. Pada transfusi sel darah
merah kejadian reaksi anafilaksis hanya 0,5:100.000 unit darah.

22
Reaksi anafilasksis umumnya berupa reaksi hipersensitifitas tipe I yang
diperantarai IgE. Ketika alergen protein dari plasma daerah yang ditransfusikan
terikat pada IgE, sel mast teraktivasi dan melepaskan mediator anafilatoksin
seperti histamin, heparin, platelet-activating factor, leukotrien, sitokin dan
kemokin. Anafilatoksin ini merangsang influks sel dan cairan ke jaringan
menimbulkan gejala reaksi alergi di kulit, saluran nafas, sistem gastrointestinal
dan sistem kardiovaskular. Aktivasi sel mast juga dapat diperantarai oleh
mekanisme non-IgE seperti oleh IgG, kompleks imun, dan
komplemen.Imunoglobulin IgG dapat memperantarai reaksi alergi melalui fiksasi
komplemen yang menyebabkan pelepasan anafilatoksin C3a dan C5a.
Reaksi alergi dapat juga terjadi akibat adanya komponen dalam produk
darah seperti IgA, haptoglobin, obat seperti penisilin, atau bahan kimia sisa proses
penyediaan darah seperti etilen oksida yang dipakai untuk sterilisasi darah, dan
latex. Pasien yang menderita defisiensi IgA memiliki antigen terhadap IgA yang
akan bereaksi dengan IgA dalam darah donor. Pada orang normal yang juga
defisiensi IgA, antibodi terhadap IgA terbentuk pada 20-30% orang, sementara
pada orang yang menderita penyakit autoimun antibodi anti- IgA terdapat pada
80% pasien. Adanya anti-IgA pada resipien merupakan penyebab reaksi
anafilaksis yang berat, namun anti-IgA pada darah donor (donor mengalami
defisiensi IgA) dilaporkan tidak menimbulkan reaksi alergi berat bila
ditransfusikan pada resipien yang tidak defisiensi IgA. Defisiensi IgA banyak
dilaporkan di Finlandia yaitu 1:500 donor, Amerika Serikat dan UK 1:900 donor,
dan di Jepang dilaporkan lebih sedikit yaitu 1:18.500 donor.13,14

Gejala klinis
Manifestasi klinis reaksi alergi pada transfusi dapat bersifat lokal atau sistemik,
dapat berupa reaksi ringan atau berat dan mengancam jiwa. Untuk reaksi lokal
alergi umumnya memperlihatkan gejala ringan seperti urtikaria lokal, dan mulai
timbul selama transfusi atau 2-4 jam setelah transfusi selesai. Makin cepat awitan
gejala reaksi alergi muncul, makin berat menifestasi klinisnya. Reaksi alergi
ringan umumnya berupa gatal diikuti timbulnya ruam morbiliform, urtikaria atau
hives, angioedema lokal, edema bibir, lidah, atau uvula, edema dan pruritus

23
periorbita, atau edema konjungtiva. Reaksi urtikaria yang khas ditandai oleh
adanya bentol (hives) lokal, dengan batas tegas, disertai eritema sekitarnya dan
pruritus, sedangkan reaksi sistemik berupa reaksi alergi yang lebih berat dapat
berupa urtikaria generalisata, rasa gatal yang meluas atau menyeluruh biasanya
akan diikuti kemerahan kulit (flushing) dan urtikaria generalisata atau
angioedema. Gejala dan tanda reaksi alergi pada saluran nafas umumnya berupa
batuk, suara serak, atau obstruksi jalan nafas atas dan bawah. Obstruksi jalan
nafas atas menimbulkan perasaan seperti tersedak, nafas berbunyi, dan stridor.
Obstruksi jalan nafas bawah menyebabkan sesak, dada terasa berat, bunyi mengi
yang bisa nyata terdengar, dan sianosis.
Pada reaksi anafilaksis dan anafilaktoid, reaksi ini mulai timbul 1-45 menit
setelah transfusi. Gejala berupa urtikaria, pruritus, flushing, dan ruam yang luas
(>25% luas tubuh), mual, dan muntah. Gejala sistemik lain yang mengenai saluran
nafas akan muncul diikuti gejala kegagalan sirkulasi, hipotensi, takikardia, syok,
disertai penurunan kesadaran, dan henti jantung. 13,14

Tatalaksana
Tata laksana reaksi alergi adalah suportif dan tergantung derajat beratnya gejala.
Antihistamin seperti difenhidramin, loratadin, cetirizin, atau fexofenadin biasanya
cukup untuk mengatasi reaksi alergi ringan. Pemberian secaraintravena lebih
diutamakan untuk mendapat efek terapi yang cepat.
Urtikaria generalisata dapat diatasi dengan epinefrin disertai antihistamin.
Gejala gangguan saluran nafas seperti batuk, mengi atau sesak dapat diatasi
dengan pemberian inhalasi beta-2 agonis dan suplementasi oksigen. Hipotensi
perlu diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid secara cepat (10- 20
mL/kg berat badan). Pada reaksi alergi ringan lokal, transfusi dihentikan
sementara, pasien diberi antihistamin, dan apabila gejala alergi menghilang dalam
30 menit, maka transfusi dapat dilanjutkan. Cara ini hanya berlaku untuk reaksi
kulit lokal dan tidak berlaku bagi reaksi alergi yang lebih luas. Pada reaksi yang
luas atau sistemik sisa unit darah yang ditransfusikan tidak boleh diberikan lagi
meskipun gejala reaksi alergi telah menghilang.

24
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi berat yang merupakan
kegawatdaruratan medis sehingga perlu diobati secara agresif (Tabel 2.7).
Epinefrin merupakan obat pilihan pertama mengatasi reaksi anafilaksis oleh sebab
apapun termasuk akibat transfusi. Segera setelah diketahui terjadi reaksi
anafilaksis atau anafilaktoid, larutan epinefrin 1:1000 (1 mg/mL), harus
disuntikkan secara subkutan dengan dosis 0, 01 mL/kg berat badan (0, 2-0, 5 mL).
Dosis ini bisa diulang setelah 15-30 menit jika diperlukan. Cairan kristaloid 10-20
mL/kg berat badan diberikan secara cepat dalam 30 menit untuk menjaga volume
sirkulasi yang adekuat. Apabila pasien mengalami hipotensi, epinefrin 1:10.000
(0, 1 mg/mL) dosis 0, 1 mL/kg (1-5 mL) diberikan secara bolus intravena dalam
2-5 menit. Bila perlu epinefrin dilanjutkan dengan rumatan 1-4 μg/menit.
Pemberian inotropik dapat dipertimbangkan sesuai keadaan pasien.13

3. Febrile non-hemolytic transfusion reaction (FNHTR)


Febrile non-hemolytic transfusion reaction adalah reaksi transfusi yang ditandai
oleh peningkatan suhu tubuh 1°C atau lebih yang terjadi akibat transfusi dan tidak
terkait dengan penyebab demam lainnya. Reaksi ini dapat terjadi selama transfusi
(umumnya dalam 15 menit setelah transfusi dimulai), 15 atau dalam 1-6 jam
setelah transfusi selesai. Keluhan atau gejala lain yang menyertai demam pada
FNHTR biasanya menggigil, merasa dingin, dan pada FNHTR berat jarang
disertai nyeri kepala, mual, dan muntah.
Insiden FNHTR bervariasi antara 0,5-5% dari seluruh transfusi sel darah
merah, dan lebih sering terjadi pada transfusi trombosit yaitu antara 1-38%.
Faktor risiko FNHTR juga terkait dengan riwayat paparan terhadap transfusi
sebelumnya, riwayat FNHTR sebelumnya, atau pasien dengan kelainan
hematologi atau keganasan. Usia pasien juga merupakan salah satu faktor risiko
kejadian FNHTR, makin tua usia pasien, makin berisiko mengalami FNHTR.
Neonatus sangat jarang mengalami FNHTR. Insiden FNHTR pada anak juga
dilaporkan lebih rendah, yaitu 5-20% dari semua transfusi trombosit dibandingkan
pada dewasa 18-38%.13,14

25
Gejala klinis
Gejala yang muncul pada FNHTR merupakan hasil rangkaian reaksi imun yang
dipicu oleh terbentuknya antibodi pada resipien terhadap human leukocyte antigen
(HLA) yang terpapar pada transfusi sebelumnya (alloimunisasi). Leukosit donor
ini berperan penting pada terjadinya alloimunisasi terutama pada pasien yang
sering mendapatkan transfusi. Resipien akan bereaksi terhadap paparan HLA yang
ada pada trombosit dan leukosit donor dengan melepaskan sitokin-sitokin pirogen
dan inflamasi seperti IL-1, IL-6, dan TNF-a. Selain alloimunisasi, FNHTR juga
dapat disebabkan oleh adanya produksi sitokin oleh leukosit donor yang
terakumulasi selama penyimpanan darah. Transfusi dengan darah yang
mengandung sitokin-sitokin ini mencetuskan FNHTR tanpa tergantung dari
produksi sitokin endogen.13,14

Tatalaksana
Apabila terjadi FNHTR maka transfusi harus dihentikan segera. Demam pada
FNHTR umumnya dapat menurun sendiri dalam 1-2 jam setelah transfusi
selesai.Antipiretik dapat diberikan untuk mempercepat penurunan demam dan
membuat pasien nyaman. Obat asetaminofen 10-15 mg/kgBB/hari per oral
merupakan obat utama pada kasus FNHTR. Antihistamin tidak terindikasi karena
FNHTR tidak terkait dengan pelepasan histamin. Sisa darah yang belum
ditransfusikan dapat diberikan pada pasien yang mengalami FNHTR berulang dan
ringan. Sebaiknya ditunggu hingga minimal 30 menit sebelum memulai transfusi
kembali untuk melihat kemungkinan timbulnya manifestasi klinis reaksi transfusi
yang berat. Sisa darah transfusi sebaiknya diberikan perlahan-lahan dan sambil
dipantau lebih ketat dan segera dihentikan apabila gejala muncul kembali. Demam
yang meningkat lebih dari 2 0C dari suhu awal sebeluum transfusi
mengindikasikan adanya reaksi akibat kontaminasi bakteri. Dalam keadaan seperti
ini maka sisa darah tidak boleh diberikan kembali.13,14

26
Tabel 2.7 Reaksi alergi dan tatalaksananya.14
Manifestasi klinis Terapi Pencegahan
Kulit Antihistamin : Untuk reaksi sedang-berat:
 Urtikaria Diphenhydramin, oral atau 6–12 jam sebelum
 Pruritis IV 1-1.5 mg/kg/dosis(max. transfusi:
 Flushing 50 mg)  Metilprednisolon IV 1
 Edema area wajah mg/kg/dosis atau
 Angioedema  Hidrokortison IV 1
Saluran nafas mg/kg/dosis atau
 Wheezing Inhalasi beta-2 agonis  Prednison oral 1
 Stridor (bronkospasme) mg/kg/dosis
Nebulisasi albuterol 0,5% :
 Sesak
0,005 ml/kg (max. 1 ml
 Batuk
diencerkan dalam 1-2 ml
Kardiovaskular normal saline)
 Hipotensi
 Penurunan
kesadaran
Gastrointestinal
 Mual
 Muntah
Tindakan agresif harus
Reaksi anafilaksis atau dilakukan, meliputi
anafilaktoid resusitasi dan pemberian
obat :
 Epinephrine (1 : 1000)
SK 0.01
mg/kg/kali(Max. dose
0.5 mg [0.5 mL])
 Diphenhydramine 1
mg/kg/dosis IV atau
IM (Max. 50 mg)
 Metilprednisolon 1–2
mg/kg/dosis IV (Max.
125 mg)
 Albuterol 0.5%,
nebulizer 0.01–0.05
mL/kg (Max. 1 mL)

4. Transfusion-related acute lung injury (TRALI)


Transfusion-related acute lung injury adalah reaksi transfusi berupa episode baru
acute lung injury (ALI) yang terjadi selama transfusi atau dalam 6 jam setelah
selesai transfusi dan tidak disebabkan oleh penyebab ALI lain. Umumnya TRALI
terjadi akibat transfer antibodi donor terhadap antigen HLA resipien. Kompleks
antigen-antibodi yang terbentuk mengaktivasi komplemen sehingga terjadi
asupanneutrofil ke paru-paru. Aktivasi neutrofil akan merangsang kebocoran
kapiler dan kerusakan paru.13,14
27
Manifestasi klinis TRALI berupa gangguan respiratorik yang sangat akut
yaitu sesak dan sianosis yang disertai demam, takikardia dan hipotensi dan tidak
ada tanda overload cairan. Gambaran foto thoraks menunjukkan infiltrat
bilateral.13,14
Tata laksana TRALI adalah suportif untuk mempertahankan fungsi
respirasi. Bila perlu pasien dirawat dengan bantuan mesin ventilasi. Terapi lain
disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul. Steroid dan diuretik biasanya
tidak dapat membantu mengatasi gejala TRALI. Apabila pasien memerlukan
transfusi lagi, sebaiknya dikonsultasikan pada ahli hematologi apabila pasien
memiliki antibodi HLA. Pada pasien yang tidak memiliki antibodi HLA risiko
rekurensi TRALI rendah.13,14

2.8.2 Reaksi tranfusi tipe lambat


Reaksi transfusi tipe lambat biasanya disebabkan oleh adanya antibodi
yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena
titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk
meningkatkan produksi antibodi tersebut. Reaksi transfusi tipe lambat
diantaranya:14
– DHTR (Delayed transfusion reaction)
 TACO (Transfusion-associated circulatory)
– TA-GvHD (Transfusion associate graft-versus-host disease)
– Iron overload

1. DHTR (Delayed transfusion reaction)


DHTR diawali dengan reaksi antigen-antibodi yang terjadi di intravaskular,
namun proses hemolitik terjadi secara ekstravaskular. Plasma donor yang
mengandung eritrosit merupakan antigen (major incompatability) yang
berinteraksi dengan IgG dan atau C3b pada resipien. Selanjutnya eritrosit yang
telah diikat IgG dan C3b akan dihancurkan oleh makrofag di hati. Jika eritrosit
donor diikat oleh antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan komplemen, maka
ikatan antigen- antibodi tersebut akan dibawa oleh sirkulasi darah dan
dihancurkan di limpa.14

28
Gejala dan tanda klinis DHTR timbul 3 sampai 21 hari setelah transfusi
berupa demam yang tidak begitu tinggi, penurunan hematokrit, peningkatan kadar
bilirubin tidak terkonjugasi, ikterus prehepatik, dan dijumpainya sferositosis pada
apusan darah tepi. Beberapa kasus DHTR tidak memperlihatkan gejala klinis,
tetapi setelah beberapa hari dapat dijumpai DAT yang positif. Haptoglobin yang
menurun dan dijumpainya hemoglobinuria dapat terjadi, tetapi jarang terjadi
GGA. Kematian sangat jarang terjadi, tetapi pada pasien yang mengalami
penyakit kritis, DHTR akan memperburuk kondisi penyakit.14
Jika tidak dijumpai reaksi hemolitik yang berat, tidak ada pengobatan yang
spesifik, dan dapat diberikan terapi suportif untuk mengatasi gejala klinis.
Pemberian transfusi dapat dihentikan atau diganti dengan pengganti darah jenis
lain. Konfirmasi pemeriksaan laboratorium pada prinsipnya hampir sama dengan
reaksi hemolitik akut.14

2. Transfusion-associated circulatory overload (TACO)


Transfusion-associated circulatory overload adalah reaksi akut dalam 4-6 jam
transfusi yang ditandai oleh distress nafas akut, takikardia, hipertensi, edema paru
dan tanda kelebihan cairan. Reaksi ini merupakan kondisi yang fatal akibat
peningkatan volume darah dalam waktu cepat pada orang yang memiliki masalah
jantung atau paru atau pada pasien dengan anemia kronis.13,14
Manifestasi klinis TACO ini mirip dengan TRALI hanya saja TACO
disertai adanya tanda overload sirkulasi. Keluhan lain yang dapat muncul adalah
nyeri kepala hebat dan batuk dengan sputum kemerahan. Tekanan vena jugular
akan meningkat, dan pada foto thorax terlihat gambaran edema paru bilateral.13,14
Tatalaksana TACO adalah dengan memposisikan pasien pada posisi tegak,
pemberian diuretik untuk mengurangi kelebihan cairan sirkulasi, phlebotomi, dan
pemberian bantuan respirasi mekanik bila perlu.Pasien yang masih memerlukan
transfusi dapat ditransfusi dengan kecepatan lambat (1 mL/kg/jam) dengan
pemantauan balans cairan ketat.Pemberian diuretik pretransfusi dianjurkan pada
pasien ini.13,14

29
3. Gravt versus host disease (GVHD)
Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan reaksi yang
kompleks, jarang, dan sering fatal. Penyebab umumnya yaitu transfer limfosit T
imunokompeten pada komponen darah pada pasien dengan penurunan imun berat.
Hal ini bisa juga terjadi dari transfusi yang berasal dari anggota keluarga tingkat
pertama. Limfosit donor dikenali dan membelah pada resipien dengan penurunan
imun berat. Sel yang dikenali ini bereaksi terhadap jaringan asing asal resipien,
menyebabkan komplikasi pendarahan dan infeksi.15
Biasanya diagnosis ditegakkan pada stadium terakhir dari penyakit, pada
stadium permulaan kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan penyakit lain
seperti alergi obat atau akibat keracunan. Gejalanya berupa demam, bercak merah
(diffuse erythematous) yang biasanya timbul 1-2 minggu setelah transfusi darah
(terjadi setelah pembedahan). Selain gejala tersebut diatas dapat timbul gejala lain
yaitu gangguan fungsi hati, diare dan adanya darah di dalam feses selama
beberapa hari. Selanjutnya akan terjadi pansitopenia dan aplasia sumsum tulang
bahkan dapat berakibat fatal.15
Setelah diagnosis ditegakkan diberikan Cyclosporin A dan anti CD3. Tidak
ada suatu terapi yang tersedia untuk dapat menyembuhkan GVHD sesudah
transfusi dan angka kematian rata-rata mencapai 95%.15

4. Iron Overload
Iron overload atau kelebihan zat besi merupakan komplikasi utama pada pasien
yang memerlukan transfusi rutin dalam jangka waktu panjang dan lama, misalnya
pada pasien thallasemia beta mayor dan anemia refrakter. Setiap transfusi satu
unit darah biasanya mengandung 200 - 250 mg besi. Pasien dengan thalassemia
mayor atau anemia refrakter menerima 2-4 unit darah per bulan, asupan zat besi
pada pasien ini lebih kurang 5000 – 10.000 mg per tahun atau 0,3-0,6 mg/kg per
hari. Dalam kondisi normal, penyerapan dan pengeluaran zat besi seimbang dalam
tubuh yaitu 1 mg/hari, pada pasien ini tubuh tidak mampu mengeluarkan
kelebihan zat besi yang terjadi akibat transfusi darah sehingga terjadi penimbunan
zat besi / iron overload.1,16

30
Iron overload yang diakibatkan transfusi darah menyebabkan kerusakan
hati, organ endokrin, dan jantung. Kematian pada pasien dengan thallasimia beta
mayor tanpa terapi kelasi zat besi terjadi akibat gagal jantung atau aritmia,
biasanya terjadi pada akhir masa kanak-kanak atau pada usia remaja.1,16 Pada
keadaan penimbunan besi, terjadi peningkatan kadar besi serum, feritin serum,
SGOT, SGPT, kadar enzim transaminase serum dan saturasi transferin. Biopsi
hati merupakan baku emas (gold standard) untuk menilai penimbunan besi di hati,
serta dapat memberikan informasi mengenai derajat kerusakan hati, distribusi
penimbunan besi di hepatosit dan sel Kupffer dan penentuan secara langsung
konsentrasi besi di hati.17

Untuk mengatasi penimbunan besi pada penderita yang mendapat transfusi


berulang diperlukan zat kelasi besi. Zat kelasi besi yang banyak dipakai saat ini
adalah desferoxamine (desferal). Desferoxamine merupakan produk Streptomyces
pilosis, mempunyai berat molekul yang rendah dan mengandung asam
hidroksamik yang berikatan dengan besi untuk menghasilkan ikatan yang lebih
kuat dan stabil dibandingkan dengan ikatan antara besi dan transferin akibatnya
akan dibentuk feroxamine yang selanjutnya diekskresikan ke urin dan empedu.17
Desferal diberikan setelah kadar feritin mencapai 2000 ng/l dan saturasi
transferin serum lebih dari 50%. Bila sarana pemeriksaan kadar feritin belum
tersedia, maka setelah transfusi sel darah merah (PRC) 5 liter dianggap sebagai
patokan untuk pemberian desferal. Dosis desferal umumnya 25-50 mg/kg/hari
secara subkutan atau intravena selama 5 hari per minggu terus-menerus pada
penderita yang sering ditransfusi. Selama pemberian desferal perlu dilakukan
pemantauan kadar besi serum dan feritin setiap 6 bulan untuk melihat perlu
tidaknya dilakukan modifikasi dosis desferal. Kadar feritin sebaiknya
dipertahankan antara 1000-2000 ng/l. Vitamin C dengan dosis 100-250 mg/hari
dapat meninggikan efek desferal bila diberikan secara bersamaan.17
Selain desferal, terdapat pula obat alternatif kelasi besi yang diberikan
secara per oral, yaitu deferiprone dengan dosis 50-100 mg/kg/hari. Obat ini jauh
lebih murah dari desferal. Efek samping obat ini adalah agranulositosis sehingga
hanya dipakai pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memakai desferal.17

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah dari


seseorang donor kepada resipien.
2. Tujuan transfusi darah adalah mengembangkan dan mempertahankan
volume yang normal pada peredaran darah, mengganti kekurangan
komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigen jaringan,
memperbaiki fungsi hemostasis, dan tindakan terapi khusus.
3. Macam-macam sediaan darah adalah darah lengkap (whole blood), Sel
darah merah, Trombosit, Leukosit konsentrat/glanulosit konsentrat/ buffy
coat dan plasma darah
4. Indikasi transfusi darah pada anak dibagi berdasarkan usia kurang dari usia
4 bulan dan lebih dari usia 4 bulan. Transfusi darah pada anak harus sesuai
dengan indikasi transfusi dan kebutuhan dan pelaksanaan harus
diperhatikan.
5. Reaksi transfusi terbagi menjadi reaksi tipe cepat dan lambat, imunologik
dan non-imunologik. Penatalaksanannya sesuai dengan tipe reaksi.

3.2 Saran

1. Transfusi darah pada anak sebaiknya digunakan satu guideline yang dapat
diterapkan pada seluruh layanan kesehatan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudarmanto B, Tamam M, Soemantri Ag. Transfusi darah dan transplantasi.


Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena, penyunting. Buku ajar hematologi-
onkologi anak. Jakarta: BP IDAI; 2005.h. 217-26.

2. Grindon AJ. Blood donation. Dalam: Hillyer CD, Strauss RG, Luban NLC.
Pediatric Transfusion Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2004. h. 2-3.

3. National blood users group. 2004. Guidelines for the administrations of blood
ang blood components. Dublin: Trinity College.h.18

4. Shah K Nitin dan Udgire Sunil. Blood components in pediatric practice. Dalam:
Lokeshwar MR. Textbook of pediatric hematology and hemato-oncology. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2016. h. 363-71.

5. World Health Organization. Handbook: The clinical use of blood. Geneva:


WHO; 2009.

6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. 2011. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal : 304-313.

7. Blood center of Winconsin. 2015. Pediatric Transfusion Guideline. Medical


Advisory Committee.

8. Harris S, 2015. Blood Transfusion Policy for Children and Neonates. The
Royal Cornwall Hospitals NHS Trust

9. Edukia. 2013. World Health Organization Country Office for Indonesia.


Diunduh dari: http://www.edukia.org/web/kbanak/11-6-transfusi-darah/ Diakses
pada: 06 Juni 2016

10. International Child Health Review Collection. 2016. Diunduh dari:


http://www.ichrc.org/106-transfusi-darah Diakses pada: 06 Juni 2016

11. WHO. Pocket book of hospital care for children. 2013. Geneva: WHO.

12. Pahm HP, Shaz BH, 2013. Update on massive transfusion. British Journal of
Anaesthesia. New york: New York Bood Center.

13. Sjakti H A. Reaksi Transfusi Akut. Tatalaksana Berbagai Keadaan Gawat


darurat pada anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departemen ilmu
kesehatan anak. Jakarta. 2013.

14. Adriansyah R, Selvi N, Nelly R, Bidasari L. Reaksi hemolitik akibat transfusi


.Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera
Utara, Medan. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009; 59 (8):
33
15. PREVENTION OF TRANSFUSION-ASSOCIATED GRAFT-VERSUS-HOST
DISEASE (TA-GVHD) 1st Edition, January 2011.

16

How I treat transfusional iron overload


A. Victor Hoffbrand,1 Ali Taher,2 and Maria Domenica Cappellini3

Submitted May 25, 2012; accepted August 2, 2012. Prepublished online as


Blood First Edition paper, August 23, 2012; DOI 10.1182/blood-2012-05-370098.
© 2012 by The American Society of Hematology
BLOOD, 1 NOVEMBER 2012 _ VOLUME 120, NUMBER 18 3657-3669

17. Pengaruh Penimbunan Besi Terhadap Hati pada


Thalassemia Pamela Kartoyo, Purnamawati SP

Sari Pediatri, Vol. 5, No. 1, Juni 2003: 34 - 38

18. Nency Yetty Movieta dan Sumanti Dana. Latar belakang penyakit pada
penggunaan transfusi komponen darah pada anak. Sari Pediatri. 2011; 13 (3): 159-
164.

34

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Rencana
    Rencana
    Dokumen1 halaman
    Rencana
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Sbi 7
    Bab 1 Sbi 7
    Dokumen22 halaman
    Bab 1 Sbi 7
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen1 halaman
    Refer at
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Asma Akut
    Asma Akut
    Dokumen40 halaman
    Asma Akut
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Case Report Session
    Case Report Session
    Dokumen1 halaman
    Case Report Session
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar
    Doni Siswanto
    Belum ada peringkat
  • Malnutrisi Lisa
    Malnutrisi Lisa
    Dokumen28 halaman
    Malnutrisi Lisa
    lisa.prihastari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • BAB II Int
    BAB II Int
    Dokumen11 halaman
    BAB II Int
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Modul 2
    Bab 3 Modul 2
    Dokumen9 halaman
    Bab 3 Modul 2
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Kti 2
    Kti 2
    Dokumen20 halaman
    Kti 2
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Pepepepep
    Pepepepep
    Dokumen1 halaman
    Pepepepep
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar Termal
    Luka Bakar Termal
    Dokumen33 halaman
    Luka Bakar Termal
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Teling A
    Teling A
    Dokumen6 halaman
    Teling A
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Cover KTI 2
    Cover KTI 2
    Dokumen1 halaman
    Cover KTI 2
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar Termal
    Luka Bakar Termal
    Dokumen34 halaman
    Luka Bakar Termal
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • ILEUS
    ILEUS
    Dokumen24 halaman
    ILEUS
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • Invaginasi DR Je
    Invaginasi DR Je
    Dokumen10 halaman
    Invaginasi DR Je
    Bianda
    Belum ada peringkat
  • Case Epilepsi
    Case Epilepsi
    Dokumen6 halaman
    Case Epilepsi
    Affan Zulkarnain
    Belum ada peringkat
  • Dermatose Eritroskuamosa
    Dermatose Eritroskuamosa
    Dokumen68 halaman
    Dermatose Eritroskuamosa
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat
  • TBC Kutis
    TBC Kutis
    Dokumen36 halaman
    TBC Kutis
    Olla Andra
    Belum ada peringkat
  • Lymphedema
    Lymphedema
    Dokumen21 halaman
    Lymphedema
    Shinta Kartika
    Belum ada peringkat