Anda di halaman 1dari 21

KEPASTIAN HUKUM PENDIRIAN RUMAH SAKIT OLEH YAYASAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG


RUMAH SAKIT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hukum Perusahaan dan Aspek Hukum Rumah Sakit

Dosen Pengampu :
Dr. Elli Ruslina., S.H, M.Hum

Oleh :
Rafa Zhafirah Amaani
NPM : 178040014

Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Kesehatan


Pasca Sarjana Universitas Pasundan
Bandung
2018
DAFTAR ISI

Daftar isi…………………………………………………………………………………………..i
BAB 1 Pendahuluan……………………………………………………………………………….1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Identifkasi Masalah………………………………………………………………..4
C. Metodologi Penelitian.….…………………………………………………………4
BAB II Pembahasan………………………...……………………………………………………5

A. Landasan Yuridis………………………………………………………………………… 5
B. Landasan Teoritis………………………………………………………………………...12
C. Analisis Yuridis Pokok Perkara…………………………………………………………..14
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….........17

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………17
B. Saran dan Rekomendasi………………………………………………………………….18
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..………..19

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak fundamental yang dimilki oleh setiap manusia. Hal ini

sesuai dengan ideologi Pancasila sebagaimana yang tercantum pada sila kedua “

kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “Keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia” dan sila kelima yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

mengandung makna bahwa seluruh masyarakat Indonesia”.

Kesehatan merupakan tanggung jawab negara, namun dalam penyediaaan

akses pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, diperlukan beberapa pihak. Sesuai dengan

Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 20 ayat (1) UU

tentang rumah sakit disebutkan bahwa Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dibagi 2

yaitu Rumah sakit publik, dan Rumah sakit privat.1

Rumah sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Badan

hukum yang bersifat nirlaba. Pasal 21 menyebutkan bahwa rumah sakit privat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang

berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit disebutkan bahwa rumah sakit dapat didirikan oleh swasta, dan swasta yang

mendirikan rumah sakit yang dimaksud harus berbentuk badan hukum yang kegiatan

1
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1
2

usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan. (kegiatan usaha Khusus).Badan

hukum nirlaba maksudnya adalah badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan

kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan pelayanan, yaitu antara lain

yayasan, Perkumpulan dan Perusahaan Umum.

Dalam undang-undang RS tidak menyebutkan bahwa pendirian Rumah Sakit

boleh didirikan oleh yayasan. Beberapa Rumah Sakit di Indonesia dimiliki dan didirikan

oleh yayasan tidak mendapatkan izin peepanjangan. Saat ini telah ada judicial review

mengenai pendirian rumah sakit oleh yayasan, yang menghasilkan keputusan bahwa

Rumah Sakit swasta dapat didirikan oleh yayasan berbadan hukum.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah :

1. Bagaimana aturan mengenai pendirian rumah sakit di Indonesia?

2. Bagaimana permasalahan pendirian rumah sakit oleh yayasan di Indonesia?

3. Bagaimana penyelesaian permasalahan dalam pendirian rumah sakit oleh yayasan

menurut hukum yang berlaku?

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Menurut

Soerjono Soekamto pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar
3

untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan

literature-literatur yang berkaitan dengan permasalaha yang diteliti.2

Data menggunakan data kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber

pustaka tentang rumah sakit dan yayasan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

2
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Noramtif (Suatu Tinjauan SIngkat), Rajawali Pers, Jakarta,
2001.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Yuridis

Kesehatan merupakan hak setiap orang. Setiap orang berhak untuk bebas dari

penyakit termasuk demam berdarah. Hal ini sesuai dengan ideologi Pancasila sebagaimana

yang tercantum pada sila kedua “ kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima

“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti

seluruh masyarakat harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan hak-

haknya sebagai manusia dengan sifat manusiawinya. Sila kelima yaitu “Keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna bahwa seluruh masyarakat Indonesia

harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi pribadi yang mempunyai akses

terhadap semua sektor pembangunan (sosial, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan lain

sebagainya) dengan prinsip kesetaraan dalam penghidupan yang layak.

Rumah sakit merupakan sarana untuk menunjang keehatan. Rumah sakit harus

berbadan hukum tujuannya adalah untuk melindungi usaha rumah sakit agar terhindar dari

resiko akibat kegiatan usaha lain yang dimiliki oleh pemilik badan hukum rumah sakit.

Peraturan tentang Rumah sakit diatur dalam Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit3

33
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

4
5

Pasal 7

(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya

manusia, kefarmasian, dan peralatan.

(2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.

(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas

di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)

harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang

perumahsakitan.

Pasal 17

Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,

Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16

tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah

Sakit.
6

Pasal 25

(1) Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin

operasional.

(3) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2

(dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.

(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5

(lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 62

Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin

sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling banyak

Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).


7

Pasal 63

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh

korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat

dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari

pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi

pidana tambahan

berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 64

(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua Rumah Sakit yang sudah ada harus

menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat

dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Pada saat undang-undang ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah

ada tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.

Sesuai Pasal 3 ayat (1) UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”),

suatu Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
8

tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan

usaha. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan

untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan

tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan usaha

yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan

kekayaannya (penjelasan Pasal 3 ayat [1] UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan).4

Pasal 3

1. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan

tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan

usaha.

2. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan

Pengawas.

Dengan kata lain, ketentuan tersebut di atas menegaskan bahwa yayasan boleh

mendirikan badan usaha. Mengenai jenis kegiatan usaha apa saja yang boleh dilakukan

badan usaha yang didirikan Yayasan, sesuai Pasal 7 ayat (1) UU Yayasan, badan usaha

tersebut harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan.

Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 8 UU Yayasan bahwa kegiatan usaha dari

badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud

4
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
9

dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lebih jauh disebutkan dalam penjelasan Pasal 8 UU Yayasan bahwa kegiatan usaha

dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi

manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,

kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Dari penjelasan Pasal 8 tersebut, dapat diambil

kesimpulan bahwa bidang usaha yang bisa didirikan oleh Yayasan sebenarnya tidak hanya

terbatas pada bidang-bidang yang telah disebutkan melainkan bisa lebih luas lagi.

Yayasan boleh mendirikan badan usaha atau melakukan penyertaan pada suatu

usaha asalkan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Yayasan serta tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

B. Landasan Teoritis

Kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada

aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai

sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain

hanya kumpulan aturan. Menurut penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar

menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum

dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum

dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan

keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian, yang dipersepsikan


10

hanya sekedar kepastian Undang-undang. Hukum terasa tidak adil, dan tidak memberikan

manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalakan

kepastian hukum dapat terwujud.5

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan.

Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagi

peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum

merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan

kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan

ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati. Berdasarkan teori

kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan. 6

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 j.o UU No. 28 Tahun 2004

Tentang Yayasan disebutkan7 :

Bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

5
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan teori Peradilan. Penerbit Prenada, Jakarta, 2009.
6
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta,
2002.
7
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
11

C. Analisis Yuridis Pokok Perkara

Pasal 7 ayat (2) jo. ayat (4) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UURS”)

bahwa pihak swasta dapat mendirikan rumah sakit asalkan berbentuk badan hukum yang

kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Salah satu bentuk badan hukum yang dimaksud disini adalah yayasan. Sesuai Pasal

7 ayat (1) jo Pasal 1 angka (1) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”)

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.

16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yayasan adalah badan hukum yang dapat mendirikan

badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan (di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan).

Dengan kata lain, jika suatu yayasan sudah mempunyai maksud dan tujuan serta

kegiatan di bidang perumahsakitan yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar, untuk

mendirikan rumah sakit tidak perlu lagi membuat yayasan baru.

Perizinan rumah sakit diatur dalam Permenkes No 147/MENKES/PER/I/2010 Tahun

2010 tentang Perizinan Rumah Sakit (“Permenkes 147/2010”). Setiap rumah sakit harus

memiliki izin yang terdiri dari izin mendirikan rumah sakit dan izin operasional rumah

sakit. Izin operasional rumah sakit dibagi lagi menjadi izin operasional sementara dan izin

operasional tetap.8

Selanjutnya permohonan izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit diajukan

berdasarkan klasifikasi rumah sakit (Pasal 3 Permenkes 147/2010):

8
Permenkes No 147/MENKES/PER/I/2010 Tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
12

Pasal 3

(1) Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit diajukan menurut

jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.

(2) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit

penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri

setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan

pada Pemerintah Daerah Provinsi.

(3) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang

berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

(4) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat

yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

(5) Tata cara pemberian izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai ketentuan dalam Kepmenkes No. 2264/MENKES/SK/XI/2011 tentang

Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit pada poin kedua dikatakan: “Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dapat melakukan proses pemberian

rekomendasi untuk perpanjangan izin operasional bagi rumah sakit swasta yang berbadan
13

hukum yayasan dan/atau perkumpulan sepanjang mencantumkan kegiatan

penyelenggaraan perumahsakitan atau pelayanan kesehatan di dalam Anggaran Dasarnya”9

Dari ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan di atas, Kepmenkes 2264/2011

hanyalah penegasan dari Pasal 3 Permenkes 147/2010dan tidak membuat ketentuan Pasal

7 ayat (4) UURS menjadi tidak berlaku. Keputusan Menteri Kesehatan dalam poin kedua

Kepmenkes 2264/2011 justru menegaskan kembali ketentuan dalam UURS dan Permenkes

147/2010 terkait pelaksanaan perpanjangan izin operasional Rumah Sakit.

Jadi, Rumah Sakit dapat didirikan oleh yayasan yang memiliki maksud dan tujuan

serta kegiatan di bidang perumahsakitan dengan memperoleh izin pendirian dan izin

operasional. Maksud dan tujuan serta kegiatan rumah sakit yang didirikan oleh yayasan ini

harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar dan akan diperlukan untuk memperoleh

rekomendasi perpanjangan izin operasional rumah sakit tersebut.Karena rumah sakit yang

dimiliki ormas itu tidak diakui sehingga menyebabkan pemberian izin tertentu sulit

didapatkan.

Pasal 7 ayat 4 dan pasal 17 UU Rumah Sakit bertentangan dengan pasal 28 C ayat 2

UUD 1945, Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945, Pasal 28 E Ayat (3) UUD 1945. Selain itu hak

yayasan sebagai perkumpulan untuk memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa dan negaranya, salah satu perwujudannya adalah

pemohon tentunya memliki hak mendirikan amal usaha yang berbentuk rumah sakit. Hal

ini sesuai dengan pasal 28 C, 28 D, 28 E, dan pasal 7. Bahwa oleh karenanya ketentuan

pasal 7 ayat (4) dan pasal 17 UU rumah sakit muhammadiyah yang dimiliki pemohon

9
dalam Kepmenkes No. 2264/MENKES/SK/XI/2011 tentang Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit
14

menjadi tidak memiliki kepastian hukum hanya karena didirikan dan dimiliki oleh negara

sebagai badan hukum sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan, yang tidak

didirikan dalam bentuk badan hukum khusus tentang perumahsakitan.10

MK berpendapat ketentuan yang mengharuskan rumah sakit bersifat nirlaba

berbentuk badan hukum khusus untuk usaha perumahsakitan telah mengabaikan hak dari

perkumpulan atau yayasan yang bertujuan sosial. Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor

44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai ‘Rumah Sakit yang didirikan

oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang

kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan, kecuali rumah sakit publik

yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba.

MK menyatakan frasa “yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang

perumahsakitan” dalam Pasal 7 ayat (4) UU Rumah Sakit inkonstitusional bersyarat.

Keharusan untuk mengubah badan hukum perkumpulan atau yayasan yang selama ini telah

menyelenggarakan penyediaan fasilitas rumah sakit dianggap akan mengakibatkan risiko

ditutup atau terhentinya pelayanan rumah sakit yang ada.

Hal itu dianggap bertentangan dengan maksud pembentukan UU RS. Apalagi apabila

perkumpulan atau yayasan yang sekarang mengelola rumah sakit mengalami kesulitan

untuk mengubah bentuk badan hukum penyelenggaran rumah sakit yang terpisah dari

badan hukum induknya. Secara tidak langsung juga akan merugikan hak dan kepentingan

masyarakat untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

10
Keputusan No 38/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit terdiri dari rumah sakit publik dan swasta

(privat). Pendirian rumah sakit swasta diatur dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 7 (4), yang usahanya bergerak dibidang perumah

sakitan.

2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Seusai dengan Undang-Undang Nomor

28 tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 8 Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan

mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak azasi manusia, kesenian,

olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu

pengetahuan.

3. Rumah Sakit swasta boleh beridiri dengan berbadan hukum yayasan. Yayasan boleh

mendirikan rumah sakit selama berada di dalam Anggaran Dasar dalam pendirian

yayasan tersebut. Rumah Sakit yang didirikan oleh Yayasan lebih tepat karena lebih

mengutamakan sosial kemanusiaan dibandingkan profit.


16

B. Saran dan Rekomendasi

1. Pembuat peraturan perundang-undangan melakukan amandemen Undang-Undang

Rumah Sakit yang lebih berpihak kepada rakyat sesuai dengan azas gotong-royong dan

nilai-nilai Pancasila.

2. Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan memberikan izin pendirian dan

memperpanjang izin Rumah Sakit yang dimiliki oleh Yayasan sesaui dengan peraturan

yang berlaku.

3. Rumah Sakit swasta dihimbau untuk mengutamakan nilai sosial kemanusiaan dalam

memberikan pelayanan, dibandingkan mengejar profit.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan teori Peradilan. Penerbit Prenada, Jakarta, 2009.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit

Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Noramtif (Suatu Tinjauan SIngkat), Rajawali

Pers, Jakarta, 2001.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah


dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan;

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 Tahun 2010 tentang


Perizinan Rumah Sakit;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2264/MENKES/SK/XI/2011 tentang Pelaksanaan


Perizinan Rumah Sakit.
.

16
17

Keputusan No 38/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 44 tahun


2009 tentang Rumah Sakit.
18

Anda mungkin juga menyukai