Dosen Pengampu :
Dr. Elli Ruslina., S.H, M.Hum
Oleh :
Rafa Zhafirah Amaani
NPM : 178040014
Daftar isi…………………………………………………………………………………………..i
BAB 1 Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Identifkasi Masalah………………………………………………………………..4
C. Metodologi Penelitian.….…………………………………………………………4
BAB II Pembahasan………………………...……………………………………………………5
A. Landasan Yuridis………………………………………………………………………… 5
B. Landasan Teoritis………………………………………………………………………...12
C. Analisis Yuridis Pokok Perkara…………………………………………………………..14
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….........17
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………17
B. Saran dan Rekomendasi………………………………………………………………….18
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..………..19
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak fundamental yang dimilki oleh setiap manusia. Hal ini
sesuai dengan ideologi Pancasila sebagaimana yang tercantum pada sila kedua “
kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “Keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia” dan sila kelima yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
akses pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, diperlukan beberapa pihak. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 20 ayat (1) UU
tentang rumah sakit disebutkan bahwa Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dibagi 2
Rumah sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Badan
hukum yang bersifat nirlaba. Pasal 21 menyebutkan bahwa rumah sakit privat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit disebutkan bahwa rumah sakit dapat didirikan oleh swasta, dan swasta yang
mendirikan rumah sakit yang dimaksud harus berbentuk badan hukum yang kegiatan
1
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1
2
hukum nirlaba maksudnya adalah badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan
kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan pelayanan, yaitu antara lain
boleh didirikan oleh yayasan. Beberapa Rumah Sakit di Indonesia dimiliki dan didirikan
oleh yayasan tidak mendapatkan izin peepanjangan. Saat ini telah ada judicial review
mengenai pendirian rumah sakit oleh yayasan, yang menghasilkan keputusan bahwa
B. Identifikasi Masalah
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Menurut
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar
3
pustaka tentang rumah sakit dan yayasan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
2
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Noramtif (Suatu Tinjauan SIngkat), Rajawali Pers, Jakarta,
2001.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Yuridis
Kesehatan merupakan hak setiap orang. Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyakit termasuk demam berdarah. Hal ini sesuai dengan ideologi Pancasila sebagaimana
yang tercantum pada sila kedua “ kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima
“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti
seluruh masyarakat harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan hak-
haknya sebagai manusia dengan sifat manusiawinya. Sila kelima yaitu “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna bahwa seluruh masyarakat Indonesia
harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi pribadi yang mempunyai akses
terhadap semua sektor pembangunan (sosial, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan lain
Rumah sakit merupakan sarana untuk menunjang keehatan. Rumah sakit harus
berbadan hukum tujuannya adalah untuk melindungi usaha rumah sakit agar terhindar dari
resiko akibat kegiatan usaha lain yang dimiliki oleh pemilik badan hukum rumah sakit.
Peraturan tentang Rumah sakit diatur dalam Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit3
33
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4
5
Pasal 7
(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
(2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas
di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
Pasal 17
Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16
tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah
Sakit.
6
Pasal 25
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin
operasional.
(3) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2
(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan
Pasal 62
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
Pasal 63
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan
berupa:
Pasal 64
(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua Rumah Sakit yang sudah ada harus
menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat
(2) Pada saat undang-undang ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah
Sesuai Pasal 3 ayat (1) UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”),
suatu Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
8
tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan
usaha. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan
untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan
tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan usaha
yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan
kekayaannya (penjelasan Pasal 3 ayat [1] UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Pasal 3
1. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan
usaha.
2. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan
Pengawas.
Dengan kata lain, ketentuan tersebut di atas menegaskan bahwa yayasan boleh
mendirikan badan usaha. Mengenai jenis kegiatan usaha apa saja yang boleh dilakukan
badan usaha yang didirikan Yayasan, sesuai Pasal 7 ayat (1) UU Yayasan, badan usaha
Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 8 UU Yayasan bahwa kegiatan usaha dari
badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud
4
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
9
dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau
Lebih jauh disebutkan dalam penjelasan Pasal 8 UU Yayasan bahwa kegiatan usaha
dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi
kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Dari penjelasan Pasal 8 tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa bidang usaha yang bisa didirikan oleh Yayasan sebenarnya tidak hanya
terbatas pada bidang-bidang yang telah disebutkan melainkan bisa lebih luas lagi.
Yayasan boleh mendirikan badan usaha atau melakukan penyertaan pada suatu
usaha asalkan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Yayasan serta tidak bertentangan
berlaku.
B. Landasan Teoritis
Kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada
aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain
hanya kumpulan aturan. Menurut penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar
menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum
dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum
dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
hanya sekedar kepastian Undang-undang. Hukum terasa tidak adil, dan tidak memberikan
manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalakan
peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum
merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan
kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan
ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati. Berdasarkan teori
kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan. 6
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 j.o UU No. 28 Tahun 2004
Bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
5
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan teori Peradilan. Penerbit Prenada, Jakarta, 2009.
6
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta,
2002.
7
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
11
Pasal 7 ayat (2) jo. ayat (4) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UURS”)
bahwa pihak swasta dapat mendirikan rumah sakit asalkan berbentuk badan hukum yang
Salah satu bentuk badan hukum yang dimaksud disini adalah yayasan. Sesuai Pasal
7 ayat (1) jo Pasal 1 angka (1) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”)
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.
16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yayasan adalah badan hukum yang dapat mendirikan
badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan (di bidang sosial,
Dengan kata lain, jika suatu yayasan sudah mempunyai maksud dan tujuan serta
2010 tentang Perizinan Rumah Sakit (“Permenkes 147/2010”). Setiap rumah sakit harus
memiliki izin yang terdiri dari izin mendirikan rumah sakit dan izin operasional rumah
sakit. Izin operasional rumah sakit dibagi lagi menjadi izin operasional sementara dan izin
operasional tetap.8
Selanjutnya permohonan izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit diajukan
8
Permenkes No 147/MENKES/PER/I/2010 Tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
12
Pasal 3
(1) Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit diajukan menurut
(2) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri
(3) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
(4) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan
(5) Tata cara pemberian izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai
Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit pada poin kedua dikatakan: “Dinas Kesehatan
rekomendasi untuk perpanjangan izin operasional bagi rumah sakit swasta yang berbadan
13
hanyalah penegasan dari Pasal 3 Permenkes 147/2010dan tidak membuat ketentuan Pasal
7 ayat (4) UURS menjadi tidak berlaku. Keputusan Menteri Kesehatan dalam poin kedua
Kepmenkes 2264/2011 justru menegaskan kembali ketentuan dalam UURS dan Permenkes
Jadi, Rumah Sakit dapat didirikan oleh yayasan yang memiliki maksud dan tujuan
serta kegiatan di bidang perumahsakitan dengan memperoleh izin pendirian dan izin
operasional. Maksud dan tujuan serta kegiatan rumah sakit yang didirikan oleh yayasan ini
harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar dan akan diperlukan untuk memperoleh
rekomendasi perpanjangan izin operasional rumah sakit tersebut.Karena rumah sakit yang
dimiliki ormas itu tidak diakui sehingga menyebabkan pemberian izin tertentu sulit
didapatkan.
Pasal 7 ayat 4 dan pasal 17 UU Rumah Sakit bertentangan dengan pasal 28 C ayat 2
UUD 1945, Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945, Pasal 28 E Ayat (3) UUD 1945. Selain itu hak
pemohon tentunya memliki hak mendirikan amal usaha yang berbentuk rumah sakit. Hal
ini sesuai dengan pasal 28 C, 28 D, 28 E, dan pasal 7. Bahwa oleh karenanya ketentuan
pasal 7 ayat (4) dan pasal 17 UU rumah sakit muhammadiyah yang dimiliki pemohon
9
dalam Kepmenkes No. 2264/MENKES/SK/XI/2011 tentang Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit
14
menjadi tidak memiliki kepastian hukum hanya karena didirikan dan dimiliki oleh negara
sebagai badan hukum sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan, yang tidak
berbentuk badan hukum khusus untuk usaha perumahsakitan telah mengabaikan hak dari
perkumpulan atau yayasan yang bertujuan sosial. Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai ‘Rumah Sakit yang didirikan
oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan, kecuali rumah sakit publik
Keharusan untuk mengubah badan hukum perkumpulan atau yayasan yang selama ini telah
Hal itu dianggap bertentangan dengan maksud pembentukan UU RS. Apalagi apabila
perkumpulan atau yayasan yang sekarang mengelola rumah sakit mengalami kesulitan
untuk mengubah bentuk badan hukum penyelenggaran rumah sakit yang terpisah dari
badan hukum induknya. Secara tidak langsung juga akan merugikan hak dan kepentingan
10
Keputusan No 38/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit terdiri dari rumah sakit publik dan swasta
(privat). Pendirian rumah sakit swasta diatur dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 7 (4), yang usahanya bergerak dibidang perumah
sakitan.
2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
28 tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 8 Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan
mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak azasi manusia, kesenian,
pengetahuan.
3. Rumah Sakit swasta boleh beridiri dengan berbadan hukum yayasan. Yayasan boleh
mendirikan rumah sakit selama berada di dalam Anggaran Dasar dalam pendirian
yayasan tersebut. Rumah Sakit yang didirikan oleh Yayasan lebih tepat karena lebih
Rumah Sakit yang lebih berpihak kepada rakyat sesuai dengan azas gotong-royong dan
nilai-nilai Pancasila.
memperpanjang izin Rumah Sakit yang dimiliki oleh Yayasan sesaui dengan peraturan
yang berlaku.
3. Rumah Sakit swasta dihimbau untuk mengutamakan nilai sosial kemanusiaan dalam
A. Buku
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan teori Peradilan. Penerbit Prenada, Jakarta, 2009.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Noramtif (Suatu Tinjauan SIngkat), Rajawali
B. Peraturan Perundang-undangan
16
17