Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Controlling (pengendalian) merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi.
Suatu Pengendalian dikatakan penting karena, tanpa adanya pengendalian yang baik tentunya
akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun
bagi para pekerjanya. Didalam suatu manajemen terdapat macam-macam controlling, seperti
internal control, eksternal control, formal control dan informal control. Adapun beberapa cara
controlling yang harus dilakukan seorang manajer, supaya organisasi tetap terkendali seperti
yang diharapkan.
Untuk menjalankan proses controlling tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial
dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada
alat-alat bantu controlling ini dapat menunjang terwujudnya proses pengendalian yang sesuai
dengan kebutuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar fungsi pengendalian (controlling) ?
2. Apa saja tujuan pengendalian ?
3. Apa saja jenis pengendalian ruang rawat ?
4. Bagaimana proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat ?
5. Bagaimana proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata pengantar
manajemen, serta sebagai bahan untuk mengetahui :
1. Mengetahui konsep dasar fungsi pengendalian (controlling)
2. Mengetahui tujuan pengendalian
3. Mengetahui jenis pengendalian ruang rawat
4. Mengetahui proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat
5. Mengetahui proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Fungsi Pengendalian (controlling)


Controlling atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi jika terjadi.
Controlling atau pengawasan adalah fungsi manajemen dimana peran dari personal yang
sudah memiliki tugas, wewenang dan menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan
agar supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam manajemen
perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya dilakukan oleh divisi audit internal.
Fungsi pengendalian (fungsi controlling) adalah fungsi terakhir dari proses manajemen.
Pengendalian ini berkaitan erat sekali dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi ini
merupakan hal yang saling mengisi, karena:

- Fungsi pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan

- Pengendalian hanya dapat dilakukan, jika ada perencanaan rencana

- Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian dilakukan secara baik

- Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengendalian atau
pengukuran dilakukan.

Dengan demikian peranan pengendalian sangat menentukan baik/buruknya pelaksanaan suatu


rencana. Sebagai bahan perbandingan pengertian fungsi pengendalian (controlling). Berikut
beberapa definisi:

1. Earl P. Strong

Controlling is the process of regulating the various factors in an enterprise according to


the requirement of its plans.

Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.

2
2. Harol Koonnttz

Control as the measurement and correction of performance of subordinates in order to


make sure that enterprise objective and the plans devised to attain then are accomplished

Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan,


agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat
terselenggara

Pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu
standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras
dengan standar.

B. Tujuan Pengendalian

Tujuan pengendalian /pengawasan adalah supaya ”proses pelaksanaan dilakukan sesuai


dengan ketentuan-ketentuan rencana dan melakukan tindakan perbaikan (corrective) jika terdapat
penyimpangan-penyimpangan (deviasi); supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan yang
direncanakan.

Dengan demikian pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan tetapi


berusaha untuk menghindarkan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Jadi kontrol dilakukan
sejak proses dimulai, sampai dengan pengukuran hasil yang dicapai. Dengan pengendalian
diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen (6M) efektif dan efisien. Efektivitas
(berhasil-guna) sedangkan efisien (berdaya-guna).

C. Jenis Pengendalian Ruang Rawat

1. Pengendalian produksi (production control). Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas
produk yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.

2. Pengendalian keuangan (financial control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
menyangkut keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan,
termasuk pengendalian anggaran.

3
3. Pengendalian pegawai (personal control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
ada hubungannya dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai
dengan perintah, rencana, taat kerja, absensi pegawai dan lain-lain

4. Pengendalian waktu (time control) pengendalian ini ditujukan kepada pengunaan waktu,
artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana.

5. Pengendalian kebijaksanaan (policy control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui


dan menilai apakah kebijaksanaan organisasi telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah
digariskan.

6. Pengendalian teknis (technical control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
bersifat fisik yang berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan

7. Pengendalian penjualan (sales control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui


apakah produksi yang dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan

8. Inventory control

9. Maintenance control

D. Proses Menjaga Mutu Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat

1. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan

a. Pelayanan kesehatan

Pelayanan adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan
barang atau jasa. Jasa diartika juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006)

Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut:
a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud,
tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum
dibeli oleh konsumen. Misalnya: pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan
bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit
tersebut.

4
b. Inseparibility ( tidak dapat dipisahkan ), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan
pada aktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan
kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan
kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara
bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat
langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan non
standardied dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa pemberi pelayana
penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut
diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat inap
kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya: jam tertentu tanpa ada pasien di
ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang bbegitu saja karena
tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.

Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai
dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter,
perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi
dengan klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada
klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien

2. Pelayanan Keperawatan

5
Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan keperawatan
sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktifitas untuk
membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika
tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai
cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan
Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui
pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan
Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK
DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun
1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri
dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan
standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan ole perawat profesional kepada
pasien (individu, keluarga mauoun masyaraka) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi
mutu pelayanan keperaatan itu dapat berbeda - beda tergantung dari sudut pandang mana utu
tersebut dilihat.
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya
yaitu:
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam
memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu
pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan
harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang

6
ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin
pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit,
sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka
sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga,
masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan
keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan
pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat
menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.

b. Sudut Pandang Perawat

Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan


memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi
mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat
lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti
bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar
yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga
profesional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien
mendefinisikan mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien (individu,
keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan

7
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta
alokasi sumber daya yang tepat. Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang
baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien
sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada
manajemen keuangan dan logistik.

d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan

Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai


kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan
kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi
terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis
dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000)
menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang
bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran
penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari
berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan
sebagainya.

e. Sudut Pandang Organisasi Profesi

Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun
nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil
menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga
menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan
keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas
dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik
yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada
level yang berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan

8
keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin
keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar
pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku
(Meishenheimer , 1989).

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi


mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan.
Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan
yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut diperlukan
untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan
telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Tujuan standar keperawatan menurut Gilies (1989) adalah:

a. Meningkatkan asuhan keperawatan.


b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi
pasien dan tindakan yang tidak terapeutik

Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalah :

a. Standar 1 : Falsafah Keperawatan


b. Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan
c. Standar 3 : Pengkajian Keperawatan
d. Standar 4 : Diagnosa Keperawatan.
e. Standar 5 : Perencanaan Keperawatan
f. Standar 6 : Intervensi Keperawatan
g. Staridar 7 : Evaluasi Keperawatan.
h. Standar 8 : Catatan Asuhan Keperawatan.

9
3. Mutu pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu
dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan
(Azwar, 1996)
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi,
keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter,
paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan
teknologi.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai


suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat
menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak
lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan yang
professional yang telah ditetapkan. Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu
adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar
yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan
dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal
sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta
selalu menerapkan pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

4. Dimensi mutu pelayanan


Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang
mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM
perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan

10
rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan
penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang
dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan
jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu
penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan
pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi
permintaan pasien dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama
berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap
staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :

1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki


oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para
karyawan
3. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.

e. Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen


yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada
konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan,
kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi empati ini
merupakan penggabungan dari dimensi :
1. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan
dari pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha
perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan

11
E. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan (RS)
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses,
dan outcomesistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari
tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA)
(Nursalam, 2014).

1. Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2
(sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan
lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.

a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:


1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000

12
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1. Biaya per unit untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat;
tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%

c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan
pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan
lainnya.

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal
pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-
tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak

13
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff
lainnya yang terkait.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya

14
Standar Nasional

Ʃ BOR 75-80%

Ʃ ALOS 1-10 hari

Ʃ TOI 1-3 hari

Ʃ BTO 5-45 hari

Ʃ NDR < 2,5%

Ʃ GDR < 3%

Ʃ ADR 1,15.000

Ʃ PODR < 1%

Ʃ POIR < 1%

Ʃ NTRR < 10%

Ʃ MDR < 0,25%

Ʃ IDR < 0,2%

Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

15
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus
harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)

Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes
RI, 2005).
Rumus :

(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%

(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari
(Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

16
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)

TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-
3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)

BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

5. NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-
tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

17
6. GDR (Gross Death Rate)

GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit:

1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka
kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Controlling atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah
disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi. Controlling atau pengawasan adalah fungsi
manajemen dimana peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan
menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya berjalan sesuai
dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam manajemen perusahaan yang modern
fungsi control ini biasanya dilakukan oleh divisi audit internal.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa kami tulis masih banyak
kesalahan, baik dari isi materi dan cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat menjadi wawasan pengetahuan bagi pembacanya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional


Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Kegawat Daruratan Pada Klien Trauma Abdomen
    Askep Kegawat Daruratan Pada Klien Trauma Abdomen
    Dokumen13 halaman
    Askep Kegawat Daruratan Pada Klien Trauma Abdomen
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar
    Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar
    Dokumen20 halaman
    Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Nyeri
    Manajemen Nyeri
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Nyeri
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Nyeri
    Leaflet Nyeri
    Dokumen5 halaman
    Leaflet Nyeri
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Kasus Pemicu Thalasemia
    Kasus Pemicu Thalasemia
    Dokumen5 halaman
    Kasus Pemicu Thalasemia
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Definisi Penalaran
    Definisi Penalaran
    Dokumen8 halaman
    Definisi Penalaran
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Satuan
    Satuan
    Dokumen10 halaman
    Satuan
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Askep Cidera Kepala Berat
    Askep Cidera Kepala Berat
    Dokumen7 halaman
    Askep Cidera Kepala Berat
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen22 halaman
    Bab Ii
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Askep Apendik Benar
    Askep Apendik Benar
    Dokumen22 halaman
    Askep Apendik Benar
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Pengertian Keperawatan Gerontik
    Pengertian Keperawatan Gerontik
    Dokumen77 halaman
    Pengertian Keperawatan Gerontik
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • BAB I App Kronis
    BAB I App Kronis
    Dokumen15 halaman
    BAB I App Kronis
    Oktaria Lutfiani
    Belum ada peringkat
  • Sap Kanker Tulang
    Sap Kanker Tulang
    Dokumen15 halaman
    Sap Kanker Tulang
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Satuan
    Satuan
    Dokumen10 halaman
    Satuan
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Askep Hipertensi
    Askep Hipertensi
    Dokumen15 halaman
    Askep Hipertensi
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen27 halaman
    Bab Ii
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Cairan Dan Elektrolit
    Cairan Dan Elektrolit
    Dokumen24 halaman
    Cairan Dan Elektrolit
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan Manajemen Nyeri
    Satuan Acara Penyuluhan Manajemen Nyeri
    Dokumen15 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan Manajemen Nyeri
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Satuan
    Satuan
    Dokumen10 halaman
    Satuan
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Nyeri
    Manajemen Nyeri
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Nyeri
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Nyeri
    Manajemen Nyeri
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Nyeri
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • KEPEMIMPINAN
    KEPEMIMPINAN
    Dokumen26 halaman
    KEPEMIMPINAN
    Yggdrasil Pohon Dunia
    Belum ada peringkat
  • KEPEMIMPINAN
    KEPEMIMPINAN
    Dokumen26 halaman
    KEPEMIMPINAN
    Yggdrasil Pohon Dunia
    Belum ada peringkat
  • KEPEMIMPINAN
    KEPEMIMPINAN
    Dokumen26 halaman
    KEPEMIMPINAN
    Yggdrasil Pohon Dunia
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen22 halaman
    Presentation 1
    Yuristya Eka Putri
    Belum ada peringkat
  • KEPEMIMPINAN
    KEPEMIMPINAN
    Dokumen26 halaman
    KEPEMIMPINAN
    Yggdrasil Pohon Dunia
    Belum ada peringkat