PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Controlling (pengendalian) merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi.
Suatu Pengendalian dikatakan penting karena, tanpa adanya pengendalian yang baik tentunya
akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun
bagi para pekerjanya. Didalam suatu manajemen terdapat macam-macam controlling, seperti
internal control, eksternal control, formal control dan informal control. Adapun beberapa cara
controlling yang harus dilakukan seorang manajer, supaya organisasi tetap terkendali seperti
yang diharapkan.
Untuk menjalankan proses controlling tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial
dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada
alat-alat bantu controlling ini dapat menunjang terwujudnya proses pengendalian yang sesuai
dengan kebutuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar fungsi pengendalian (controlling) ?
2. Apa saja tujuan pengendalian ?
3. Apa saja jenis pengendalian ruang rawat ?
4. Bagaimana proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat ?
5. Bagaimana proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata pengantar
manajemen, serta sebagai bahan untuk mengetahui :
1. Mengetahui konsep dasar fungsi pengendalian (controlling)
2. Mengetahui tujuan pengendalian
3. Mengetahui jenis pengendalian ruang rawat
4. Mengetahui proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat
5. Mengetahui proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat
1
BAB II
PEMBAHASAN
- Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengendalian atau
pengukuran dilakukan.
1. Earl P. Strong
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
2
2. Harol Koonnttz
Pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu
standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras
dengan standar.
B. Tujuan Pengendalian
1. Pengendalian produksi (production control). Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas
produk yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.
2. Pengendalian keuangan (financial control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
menyangkut keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan,
termasuk pengendalian anggaran.
3
3. Pengendalian pegawai (personal control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
ada hubungannya dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai
dengan perintah, rencana, taat kerja, absensi pegawai dan lain-lain
4. Pengendalian waktu (time control) pengendalian ini ditujukan kepada pengunaan waktu,
artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana.
6. Pengendalian teknis (technical control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang
bersifat fisik yang berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan
8. Inventory control
9. Maintenance control
a. Pelayanan kesehatan
Pelayanan adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan
barang atau jasa. Jasa diartika juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006)
Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut:
a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud,
tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum
dibeli oleh konsumen. Misalnya: pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan
bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit
tersebut.
4
b. Inseparibility ( tidak dapat dipisahkan ), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan
pada aktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan
kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan
kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara
bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat
langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan non
standardied dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa pemberi pelayana
penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut
diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat inap
kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya: jam tertentu tanpa ada pasien di
ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang bbegitu saja karena
tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai
dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter,
perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi
dengan klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada
klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien
2. Pelayanan Keperawatan
5
Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan keperawatan
sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktifitas untuk
membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika
tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai
cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan
Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui
pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan
Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK
DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun
1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri
dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan
standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan ole perawat profesional kepada
pasien (individu, keluarga mauoun masyaraka) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi
mutu pelayanan keperaatan itu dapat berbeda - beda tergantung dari sudut pandang mana utu
tersebut dilihat.
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya
yaitu:
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam
memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu
pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan
harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang
6
ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin
pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit,
sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka
sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga,
masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan
keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan
pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat
menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
7
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta
alokasi sumber daya yang tepat. Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang
baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien
sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada
manajemen keuangan dan logistik.
Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun
nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil
menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga
menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan
keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas
dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik
yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada
level yang berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan
8
keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin
keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar
pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku
(Meishenheimer , 1989).
9
3. Mutu pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu
dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan
(Azwar, 1996)
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi,
keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter,
paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan
teknologi.
10
rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan
penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang
dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan
jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu
penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan
pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi
permintaan pasien dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama
berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap
staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
11
E. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan (RS)
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses,
dan outcomesistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari
tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA)
(Nursalam, 2014).
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2
(sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan
lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.
12
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan
pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan
lainnya.
1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal
pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-
tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
13
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff
lainnya yang terkait.
14
Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
15
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus
harian rawat inap :
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes
RI, 2005).
Rumus :
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari
(Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
16
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-
3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-
tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
17
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka
kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Controlling atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah
disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi. Controlling atau pengawasan adalah fungsi
manajemen dimana peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan
menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya berjalan sesuai
dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam manajemen perusahaan yang modern
fungsi control ini biasanya dilakukan oleh divisi audit internal.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa kami tulis masih banyak
kesalahan, baik dari isi materi dan cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat menjadi wawasan pengetahuan bagi pembacanya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20