Anda di halaman 1dari 58

Resny Pebritrinasari, M.Si., Apt.

 Def: Ilmu yang mempelajari pengaruh


organisme hidup terhadap obat yang meliputi
nasib obat di dalam tubuh : ADME (ABSORBSI,
DISTRIBUSI, METABOLISME, EKSKRESI)
 Absorpsi
merupakan proses masuknya obat
dari tempat pemberian ke dalam darah.

TEMPAT PEMBERIAN OBAT?????


Suatu obat (100%) yg melalui sal cerna akan
berkurang kadarnya :

 tidak diabsorpsi (a%)


 Metabolisme di dinding usus (b%)
 Metabolisme di hati (c%)

Sehingga kadar obat siap untuk melakukan efek


= (100%-a%)-(b%+c%)
b%+c% = eliminasi presistemik atau
metabolisme lintas pertama (first pass effect)
Bioavaibilitas (F) = absorpsi – eliminasi pre sistemik

Atau

F = (100-a)% - (b+c)%
 Difusi Pasif
 Transport aktif
 Difusi difasilitasi
 Transport Vesikular
 Pore transport
 Pembentukan ion pair
1. Difusi Pasif

Absorpsi sebagian besar obat secara difusi


pasif.

Membran sel epitel saluran cerna berfungsi


sebagai barier

Kecepatan difusi berbanding lurus dg :


- Derajat kelarutan lemak molekul obat,
- Luas permukaan membran tempat difusi
Obat dg rute sublingualsangat larut lemak
Co:nitrogliserin

Obat  elektrolit lemah:


1. Asam lemah
2. Basa lemah

Pada difusi pasif, bentuk non-ion (NI) yg


mempunyai kelarutan lemak dapat yg dapat
berdifusi
2. Transport aktif

Transport aktif merupakan transport yg


difasilitasi oleh pembawa

Pemindahan obat dari konsentrasi rendah ke


konsentrasi tinggi  memerlukan energi

Contoh : transport aktif iodida dari darah ke


koloid kelenjar tiroid
3. Difusi difasilitasi

Transport aktif merupakan transport yg


difasilitasi oleh pembawa

Pemindahan obat dari konsentrasi tinggi ke


konsentrasi rendah  tidak memerlukan
energi
4. Transport Vesikukar

Proses penelanan partikel atau zat terlarut


oleh sel  pinositosis dan fagositosis

Co : absorpsi vaksin polio dan protein


berukuran besar
5. Pore Transport

Obat dg ukuran molekul yang sangat kecil


dapat dg cepat menembus membran yg
memiliki pori

Co: urea, air, gula


6. Pembentukan ion pair

Obat yg bersifat elektrolit kuat atau molekul


yg terionisasi kuat yg dapat mempertahankan
muatannya dalam semua pH fisiologis, dapat
menembus membran dg ikatan dengan
molekul muatan yg berlawanan  muatan
netral

Co: propanolol membentuk pasangan ion dg


asam oleat
Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi:
 Ikatan protein plasma
 Volume distribusi
 Sawar darah otak
a. Ikatan protein plasma

Beberapa macam protein plasma:


1. Albumin  obat asam (mis fenilbutazon,
obat netral (mis, steroid), bilirubin, asam-
asam lemak
2. α-glikoprotein  obat basa (mis,
propanolol, lidokain)
3. Corticosteroid Binding Globulin (CBG) 
khusus kortikosteroid
4. Sex Steroid Binding Globulin (SSBG) 
khusus hormon kelamin
Obat berikatan dengan protein plasma dg
ikatan lemah, spt:
- ikatan hidrofobik
- ikatan Van der Waals
- ikatan hidrogen
- ikatan ionik
 Ikatanobat+protein plasma merupakan
ikatan reversible, maka jika obat bebas
telah masuk ke dalam jaringan  obat yg
terikat protein plasma menjadi bebas
sehingga distribusi terus berjalan sampai
habis
 Obat
a. Sifat fisika kimia obat

b. Konsentrasi total obat dalam tubuh

 Protein
a. Jumlah protein yg tersedia utk berikatan dg obat

b. Kualitas atau sifat fisika kimia protein yg disintesis

 Afinitas antara obat dan protein  besar tetapan asosiasi


 Interaksi obat
a. Kompetisi obat dg zat lain yg berikatan dg protein

b. Zat yg merubah protein  memodifikasi afinitas obat –


protein
 Patofisiologi pasien
Interaksi pergeseran protein akan bermakna
secara klinik apabila obat yang digeser
memenuhi 3 syarat sbb:
1. Ikatan protein tinggi (>85%)
2. Vd kecil <0,15L/kg
3. Margin of safety kecil
Contoh kasus

Seorang pasien mengkonsumsi 3 obat


a. Fenil butazon (analgetik) dg PP 98%
b. Warfarin (antikoagulan) dg PP 99%, Vd 0,14
L/kg
c. Tolbutamid (antidiabetes) dg PP 96%, Vd
0,12 L/kg
b. Volume Distribusi (Vd)

Vd adalah volume dimana obat terdistribusi


dalam kadar plasma.
Vd bukanlah volume sebenarnya, tapi hanya
volume semu yg menggambarkan luasnya
distribusi obat dalam tubuh.
Vd= FD / C
Vd = volume distribusi
F = bioavaibilitas
D = dosis obat
C = kadar obat dalam plasma
 Kadarplasma yg tinggi menunjukkan obat
terkonsentrasi di darah  Vd kecil

 Kadarplasma kecil menunjukkan obat


tersebar luas di tubuh atau terakumulasi di
jaringan  Vd besar
c. Sawar Darah Otak

Sawar darah otak merupakan sawar antara


darah dan otak yg berupa sel endotel
pembuluh darah kapiler di otak membetuk
tight junction dan pembuluh kapiler ini
dibalut oleh tangan-tangan astrosit otak yag
merupakan berlapis-lapis membran sel.
 Hanya obat yg larut lemak yg dapat melewati
sawar darah otak
 Namun, obat larut lemak yg merupakan
substrat P-glikoprotein (P-gp) dan multidrug
resistance protein (MRP) yg terdapat pada
membran  dikeluarkan dari otak (mis,
loperamid)
d. Sawar Uri ( Placenta Barrier)

Sawar uri tdd 1 lapis epitel vili dan 1 lapis sel


endotel kapiler dari fetus (mirip sawar
lapisan cerna)

Obat yg dapat diabsorpsi melalui pemberian


oral jg dapat memasuki fetus melalui sawar
uri

Terdapat P-gp pada sawar uri (seperti pada


sawar darah otak)
 Metabolisme utama di HATI
 Tempat metabolisme ekstrahepatik : dinding
usus, ginjal, paru, darah, otak, kulit, dan
lumen kolon
 Tujuan metabolisme : mengubah obat yg non
polar menjadi polar agar dapat diekskresi
melalui ginjal atau empedu
 Perubahan obat setelah dimetabolisme
a. Obat aktif  inaktif
b. Obat aktif  lebih aktif (prodrug)
c. Obat aktif  kurang aktif
d. Obat aktif  toksik
 Reaksifase I : oksidasi, reduksi, hidrolisis
tujuan : mengubah obat menjadi lebih polar
dg akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau
kurang aktif

 Reaksifase II : konjugasi dg substrat


endogen, yaitu asam glukuronat, asam sulfat,
asam asetat, atau asam amino
tujuan: mengubah obat menjadi sangat polar
dg akibat hampir selalu menjadi inaktif
 Obat dapat mengalami reaksi fase I atau fase
II saja, atau reaksi fase I diikuti oleh reaksi
fase II.
 Reaksimetabolisme fase I yang terpenting
adalah oksidasi oleh enzin cytochrom P450
(CYP450) dalam retikulum endoplasma hati

 Reaksi fase II yang terpenting adalah


glukuronidase oleh enzim UDP-
glukuroniltransferase (UGT) yang terutama
terjadi dalam mikrosom hati dan jaringan
ekstrahepatik.
 Interaksi
dalam metabolisme obat berupa
induksi atau inhibisi enzim metabolisme

 Induksi enzim metabolisme = peningkatan


sintesis enzim metabolisme  terjadi
peningkatan metabolisme obat yang menjadi
substrat enzim bersangkutan  akibatnya
diperlukan peningkatan dosis obat tersebut
(toleransi farmakokinetik).
Karena melibatkan sintesis enzim maka
diperlukan pajanan beberapa hari (3-7 hari)
sebelum dicapai efek yang maksimal
Co: fenitoin, rifampisin, alkohol, INH, dll
 Inhibisi enzim metabolisme = terhambatnya
aktivitas dari enzim metabolisme disebabkan
oleh obat-obat tertentu.

 Persenyawaan obat-enzim tersebut mengikat


enzim secara kompetitif sehingga menghambat
substrat atau obat lain yang berikatan pada
enzim yang sama.

 Untuk mencegah toksisitas diperlukan penurunan


dosis obat bersangkutan atau tidak boleh
diberikan bersama penghambatnya

 Co : rifampisin, gol. Azole, fluvastatin, PPI, INH,


dll
 Metabolismeobat akan terganggu pada
pasien penyakit hati, seperti sirosis, hati
berlemak dan kanker hati.

 Padasirosis hati yang parah, metabolisme


obat dapat berkurang antara 30-50%.
 Organterpenting utk ekskresi obat adalah
GINJAL dalam bentuk utuh atau dalam
bentuk metabolitnya

 Fungsiginjal mengalami kematangan pada


usia 6-12 bulan dan setelah dewasa menurun
1% per tahun
1. Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultra filtrat, yaitu plasma
tanpa protein.
Jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultra filtrat,
sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.

2.Reabsorbsi
Reabsorbsi pasif terjadi disepanjang tubulus untuk bentuk-
bentuk nonion obat yang larut dalam lemak.
Derajat ionisasi tergantung dari pH larutan.
Fenomena ini dimanfaatkan untuk pengobatan keracunan
suatu obat asam atau basa.
Ditubulus distal juga terdapat protein transporter untuk
reabsorbsi aktif dari lumen tubulus kembali ke darah 
untuk senyawa endogen.
3. Sekresi aktif
Sekresi aktif dari darah menuju tubulus proksimal terjadi
melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan
MRP (multidrug-resistence protein) dengan selektivitas
yang berbeda, yaitu:
- MRP untuk anion organik dan konjugat (penisilin,
probenesid,glukoronat, dan lain-lain)
- P-gp untuk kation organik dan zat netral (kuinidin,
digoksin, dan lain-lain). Oleh karena itu, terjadi
kompetisi antara asam-asam organik maupun basa-
basa organik.
Hal ini dimanfaatkan untuk memperpanjang masa kerja
obat.
contoh: untuk memperpanjang masa kerja ampisilin,
diberikan bersama probenesid. Probenesid akan
menghambat sekresi aktif ampisilin di tubulus ginjal
karena berkompetisi untuk transporter membran yang
sama yaitu MRP.
 Ekskresi obat utama yang kedua adalah melalui
empedu kedalam usus dan keluar bersama feses.

Obat hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui


empedu dapat diuraikan oleh flora usus menjadi
obat awal yang dapat diserap kembali dari usus
kedalam aliran darah yang disebut SIKLUS
ENTEROHEPATIK.

Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang


efek obat, misalnya estrogen dalam kontraseptif
oral.

 Ekskresi obat juga dapat melalui paru (anastetik


umum), ASI, saliva, keringat, dan air
 mata (minor). Ekskresi melalui paru terutama
untuk eliminasi gas anestetik umum.
Obat
(peroral)

obat

Saluran cerna
hati

empedu

hidrofilik

lipofilik
Usus besar

tinja
 Ekskresi
obat juga dapat melalui paru (gas
anastetik umum), ASI, saliva, keringat, dan
air mata (minor).
Ilmu yang mempelajari pengaruh obat terhadap
organisme hidup terutama cara dan mekanisme
kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang
ditimbulkan.

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat :


• Meneliti efek utama obat
• Mengetahui interaksi obat dengan sel
• Mengetahui urutan peristiwa, spektrum efek dan
respon yang terjadi
 Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi
dengan reseptornya pada sel organisme.
 Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan
perubahan biokimiawi dan fisiologi respons khas obat
 Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional
 2 konsep penting obat:
 obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh.
 obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya
memodulasi fungsi yang sudah ada.

 Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut


AGONIS
 Obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsic sehingga
menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis
disebut ANTAGONIS.
Mekanisme kerja obat dapat digolongkan sebagai
berikut:

a. Secara fisis (co anastetika terbang, laksansia,


diuretika osmotik)
b. Secara kimiawi (co antasida, zat chelator)
c. Melalui proses metabolisme (co Amoksisilin,
detergen sebagai antiseptic-desinfektan)
d. Secara kompetisi
Kompetisi untuk reseptor spesifik atau enzim.
 Resepto merupakan protein obat yang penting,
misalnya reseptor fisiologis,asetilkolinesterase,
Na+, K+-ATPase, tubulin, dan lain-lain.
 Reseptor fisiologik merupakan protein seluler
yang secara normal berfungsi sebagai reseptor
bagi ligan endogen, seperti hormon,
neurotransmiter, dan growth factor.
 Ikatan obat dengan reseptor dapat berbentuk
ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls,
atau kovalen.
 Suatu zat (obat/ligan endogen) dapat mengenali
reseptornya dengan tepat  karena hanya obat
dengan bentuk molekul tertentu saja yang dapat
berikatan dengan reseptor, seperti kunci dengan
gemboknya (key and lock)
 Hubungan Kadar/Dosis (D) dengan Intesitas
Efek
D+R DR   efek

 Menurut teori pendudukan reseptor (receptor


occupancy): intesitas efek obat berbanding
lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki
atau diikatnya, dan intesitas efek maksimal
jika seluruh reseptor diduduki oleh obat.
 Hubungan kadar obat dengan besarnya efek
terlihat sebagai kurva dosis-intesitas
efek(graded dose-effect curve/DEC).
 1/Kd menunjukkan afinitas obat terhadap
reseptor kemampuan obat berikatan
dengan reseptornya.
Jadi semakin besar KD semakin kecil afinitas
obat dengan reseptornya.
 E max menunjukkan aktivitas
intrinsik/efektivitas obat  kemampuan
obat-reseptor untuk menimbulkan efek
farmakologi.
 Untuk menimbulkan efek obat dibutuhkan suatu
kisaran dosis.
Jika dibuat distribusi frekuensi dari individu yang
responsif (dalam %) pada kisaran dosis tersebut
 akan didapat kurva distribusi normal.
Jika kurva distribusi tersebut dibuat kumulatif 
akan didapat kurva berbentuk sigmoid yang
disebut kurva log dosis persen responsif (log
DPC).
Jadi log DPC menunjukkan variasi individual dari
dosis yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
efek tertentu
 Dosis yang menimbulkan efek terapi pada
50% individu disebut dosis efektif median.
 Dosis toksik median 50 adalah dosis yang
menimbulkan efek toksik pada 50% individu.
 Dalam studi farmakodinamik di laboratorium
indeks terapi suatu obat adalah
perbandingan antara kedua dosis diatas dan
merupakan standar keamanan suatu obat.
Semakin besar
 indeks terapi semakin aman penggunaan obat
tersebut.
 Indeks terapi = TD50 / ED 50
 Obat ideal menimbulkan efek terapi pada
semua pasien tanpa menimbulkan efek toksik
pada seorangpun pasien sehingga yang lebih
tepat:
indeks terapi = TD1 / ED99
untuk obat ideal :
TD1 / ED00 ≥ 1
Antagonisme dapat dibedakan menjadi 2:
a. Antagonisme fisiologik, yaitu antagonisme pada
sistem fisiologi yang sama, tapi pada sistem
reseptor yang berlainan. Contoh: efek
katabolik hormon glukokortikoid (gula darah
meningkat) dapat dilawan oleh insulin.
b. Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme
melalui sistem reseptor yang sama,efek
histamin pada reaksi alergi dapat dicegah
dengan pemberian anti histamin yang
menduduki reseptor yang sama.
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif
atau nonkompetitif.

a. Antagonis kompetitif
Dua obat bersaing untuk dapat berikatan pada
reseptor yang sama.
Pada antagonis kompetitif reversibel efek agonis
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan dosis obat
agonis.
b. Antagonis non kompetitif
Antagonis mengikat reseptor bukan pada tempat
ikatan reseptor agonis sehingga afinitas obat tidak
berubah, namun efek maksimalnya berkurang.
c. Antagonis parsial atau agonis parsial adalah agonis
yang mempunyai aktivitas intrinsik atau efektivitas
yang rendah sehingga menimbulkan efek maksimal
yang lemah.
Obat ini akan mengurangi efek maksimal yang
ditimbulkan agonis penuh. OKI, agonis parsial disebut
juga antagonis parsial.
 Contoh nalorfin adalah agonis parsial atau
antagonis parsial dengan morfin sebagai
agonis penuh dan nalokson sebagai antagonis
kompetitif yang murni.
Nalorfin dapat digunakan sebagai antagonis
pada keracunan morfin, tetapi jika diberikan
sendiri nalorfin juga menimbulkan berbagai
efek opiate dengan derajat yang lebih
ringan.
Nalokson yang tidak mempunyai efek agonis
akan mengantagonisasi dengan sempurna
semua efek opiate dari morfin

Anda mungkin juga menyukai