Anda di halaman 1dari 49

FARMAKOTERAPI TERAPAN

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah farmakoterapi terapan

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

NUANTIKA MAYANGSARI.S 3351171507


MELASTHYN SAGABULANG 3351171515
MU AMAR 3351171518
RIA RIZKI AMALIA 3351171522
RISCHA AMELIA PUTRI 3351171526
NURUL FAJRIANI 3351171534
RISMA FITRIANI 3351171536
MIMIM ROJENA 3351171539
NUZUL HIDAYATI 3351171541
MIFTAKHUS SOLIKHAH 3351171544

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDRAL AHMAD YANI
CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Hipertensi”. Makalah inidisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi
dan Terapan di Universitas Jendral Achmad Yani Program Studi Profesi Apoteker.
Selain itu, untuk memberikan informasi dan pengetahuan baru kepada pembaca tentang
penyakit Hipertensi.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Cimahi, Maret 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1

1.3 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1 Definisi ......................................................................................... 3
2.2 Prevalensi ...................................................................................... 3
2.3 Etiologi .......................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 5
2.5 Klasifikasi Hipertensi ................................................................. 10
2.6 Gejala Klinis ................................................................................. 15
2.7 Diagnosis Hipertensi .................................................................... 16

2.8 Faktor Resiko ................................................................................ 18

2.9 Penanganan Non-Farmakologi ..................................................... 21

2.10 Penanganan Farmakologi ........................................................... 23

2.11 Interaksi Obat ............................................................................. 30

2.12 Kasus .......................................................................................... 33

2.13 Terminologi Medik ..................................................................... 34

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 39


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 27
3.2 Saran .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 40

Ii

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi
penyakit tidak menular secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah
kesehatan dimasa yang akan datang. World Health Organization (WHO)
memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73,0%
kematian dan 60,0% seluruh kesakitan di dunia. Negara yang diperkirakan paling besar
merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang sangat
serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.Hasil survei WHO
menunjukkan bahwa persentase penderita hipertensi paling banyak terjadi di negara
berkembang. Penderita hipertensi tertinggi terdapat di Afrika dengan persentase sebesar
46,0% selanjutnya diikuti dengan Asia Tenggara sebesar 36,0% dan Amerika sebesar
35,0% juga mengalami hipertensi. Sedangkan di Indonesia prevalensi tertinggi
ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan 39,6% sedangkan terendah di Papua Barat
20,1%. Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran adalah 28,3%. Provinsi
dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan 35,0%, yang terendah juga tetap
Papua Barat (17,6%).
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia
ditentukan berdasarkan pengukuran tekanan darah pada penduduk dengan umur ≥ 18
tahun sebesar 25,8%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Hipertensi ?
2. Bagaimana prevalensi Penyakit Hipertensi?
3. Bagaimana patofisiologi Penyakit Hipertensi?
4. Bagaimana faktor risiko dari Penyakit Hipertensi?
5. Bagaimana terapi non farmakologi dan farmakologi penyakit Hipertensi?
6. Bagaimana Interaksi Obat pada penyakit Hipertensi?
7. Terminologi Medik
8. Contoh studi kasus penyakit hipertensi

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Defenisi Penyakit Hipertensi
2. Mengetahui prevalensi Penyakit Hipertensi
3. Mengetahui patofisiologi Penyakit Hipertensi
4. Mengetahui faktor risiko dari Penyakit Hipertensi
5. Mengetahui terapi non farmakologi dan farmakologi penyakit Hipertensi
6. Mengetahui Interaksi Obat pada penyakit Hipertensi
7. Mengetahui terminologi medik
8. Mengetahui dan memecahkan masalah dalam studi kasus terkait penyakit
hipertensi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mm Hg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg pada orang-orang yang tidak memakai obat anti
hipertensi. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri secara persisten.
Penyakit kardiovaskuler atau Cardiovascular disease (CVD) adalah penyakit yang
ada di lebih dari 64 juta orang Amerika, dan CVD adalah pembunuh nomor satu dari
laki-laki dan wanita di Amerika setiap tahunnya sejak tahun 1900. Adapun beberapa
gangguan pada jantung antara lain gagal jantung, penyakit jantung iskemik, gangguan
koroner akut, aritmia, stroke dan salah satu nya adalah hipertensi. Hampir semua
consensus/pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa
seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan
darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi.
Risiko hipertensi yang tidak diobati adalah sangat besar dan dapat menyebabkan
kerusakan pada jantung, otak dan mata. Tekanan darah yang terlampau tinggi
menyebabkan jantung memompa lebih keras, yang akhirnya dapat mengakibatkan gagal
jantung (decompensatio) dengan rasa sesak dan udema di kaki. Pembuluh darah juga
akan lebih mengeras guna menahan tekanan darah yang meningkat. Pada umumnya
risiko terpenting adalah serangan otak (stroke, beroerte, dengan kelumpuhan separuh
tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler dan mungkin juga infark jantung. Begitu pula
cacat pada ginjal dan pembuluh mata, yang dapat mengakibatkan kemunduran
penglihatan. Komplikasi otak dan jantung tersebut sering bersifat fatal.

2.2 Prevalensi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 menyatakan
bahwa prevalensi hipertensi tertinggi di Afrika (46%) dan terendah di Amerika (35%).
WHO juga menyebutkan bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi memiliki
prevalensi yang lebih rendah dibandingkan dengan negara yang pendapatannya rendah.

6
Berdasarkan hasil studi dari Monitoring Trends and Determinants of
Cardiovascular Disease (MONICA) Jakarta menunjukkan adanya peningkatan
prevalensi hipertensi pada populasi Indonesia dari 16,9% (tahun 1993) menjadi 17,9%
(tahun 2000).Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan data dari Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 yang didapat melalui pengukuran pada usia ≥18 tahun
sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen.
Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen.

Grafik 2.1 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Pada Usia ≥18 Tahun
Menurut Provinsi Pada Tahun 2007 dan 2013

Grafik2.1 Menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran yang


memperlihatkan penurunan yang sangat berarti dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi
25,8 persen tahun 2013.

2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi nya tidak diketahui (essensial atauhipertensi
primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang

7
khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.

2.4 Patofisiologi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi
jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung di isi.
Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi
rumus dasar (Yogiantoro, 2006) :

𝐭𝐞𝐤𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐚𝐡 = 𝐜𝐮𝐫𝐚𝐡 𝐣𝐚𝐧𝐭𝐮𝐧𝐠 × 𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐟𝐞𝐫

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial


antara lain:
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap
kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung
biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh
konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel
otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan
pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal
meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.

b. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstra seluler
dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting
dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus
ginjal sebagai respon glomerulus under perfusion atau penurunan asupan garam,
ataupun respondari sistem saraf simpatik. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah

8
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang
tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur,
yaitu:
1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi
di hipotalamus (kelenjarpituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan keluar tubuh (anti diuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untukmengencerkan, volume cairan ekstra seluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya
volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal.Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.

c. Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem
saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk
natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

d. Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah selendotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul

9
oksidanitrit dan peptide endotelium. Disfungsi endothelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan
perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

e. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transport natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan
sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin
lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung
dalam merespon peningkatan volume darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam
dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

f. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidak normalan dari dinding pembuluh
darah (disfungsi endothelium atau kerusakan selendotelium), ketidak normalan faktor
homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan
protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak
organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

g. Disfungsi Diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika
terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input
ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi
normal dan penurunan tekanan ventrikel.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah (lihat Gambar 2.1):
 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial dan sebagainya.
 Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
 Asupan natrium (garam) berlebihan

10
 Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
 Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
angiotensin II dan aldosteron
 Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptidenatriuretik
 Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus
vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
 Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah
kecil di ginjal
 Diabetes mellitus
 Resistensi insulin
 Obesitas
 Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
 Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik
inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
 Berubahnya transpor ion dalam sel

AME = apparent mineralocorticoid excess; CNS = central nervous system;


GRA = glucocorticoid-remediable aldosteronism
Gambar 2.1 Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan
organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategorikan
sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.Pada hipertensi emergensitekanan

11
darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit –
jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ
target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai
edema paru, dissectingaortic aneurysm, angina pektoris tidak stabil, dan eklampsia atau
hipertensi berat selama kehamilan.
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ
target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai dengan beberapa hari.
a. Hipertensi Primer (Essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang
peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan
gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-
gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urin, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
b. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1). Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang
bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

12
Penyakit Obat
• penyakit ginjal kronis • Kortikosteroid, ACTH
• hiperaldosteronisme primer • Estrogen (biasanya pil KB dg
• penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
• sindroma Cushing • NSAID, COX-2 inhibitor
• pheochromocytoma • Fenilpropanolamine dan
• koarktasi aorta analog
• penyakit tiroid atau paratiroid • Cyclosporin dan tacrolimus
• Eritropoetin
• Sibutramin
• Antidepresan (terutama
venlafaxine)

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi


NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormon

2.5 Klasifikasi Hipertensi

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 8


Tabel 2: Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Tekanan Dan / atau Tekanan
Tekanan Darah Darah Sistol Darah Distol
menurut JNC 8 (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80

Pra- Hipertensi 120- 139 Atau 80 -89

Hipertensi:
Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

13
Gambar 2.2 Compelling Indication dalam Penanganan Hipertensi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas
pengobatan, sebagai berikut :
a. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut (tabel I). Keterlambatan pengobatan akanmenyebebabkan
timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam
satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan Intensive Care Unit
atau (ICU).
b. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24
jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :


a. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.
b. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan
kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

14
c. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 –
130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian
tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya
pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang
terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.
d. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengankeluhan
sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi
reversible bila TD diturunkan.

Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat )


TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
- Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
- Hipertensi ensefalopati.
- Aorta diseksi akut.
- Oedema paru akut.
- Eklampsi.
- Feokhromositoma.
- Funduskopi KW III atau IV.
- Insufisiensi ginjal akut.
- Infark miokard akut, angina unstable.
- Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.

15
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )
- Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada
tabel I.
- KW I atau II pada funduskopi.
- Hipertensi post operasi.
- Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

a. Penatalaksanaan Umum Hipertensi Urgensi


Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan
memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial
Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal
penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.Penggunaan obat-
obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan
tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan
efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah.
Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic
blocking dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis.
Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok;
diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan menghasilkan penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat
diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam
kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala. Clonidine
adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergicreceptor agonist) yang
memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa
diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya
tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7mg. Efek samping yang
sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik

16
b. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi
Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan
onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian
tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering
terjadi yaitu batuk, hipotensi,hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal(khusus pada
pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).Nicardipine adalah golongan calcium
channel blocker yang sering digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada
penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang
mencapai 65% dibandingkanplacebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggunaan dosis
oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang
diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit
kepala.

c. Penatalaksanaan Umum Hipertensi Emergensi


Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh
darah orak mengalami hipoperfusi.

d. Penatalaksanaan Khusus Untuk Hipertensi Emergensi


Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi
emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranialdan stroke
iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah
>180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah
harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah

17
akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130
mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik
akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi
emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat
meningkatkan aliran darah pada arteri koroner.Pada keadaan diseksi aorta akut
pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan
pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti
nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target
tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik> 120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria,
hematuria,oligouriadan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun
nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat
menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral
dapat menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam
terapi gagal ginjal.
Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh
obat-obatan seperti katekolamin,klonidin dan penghambat monoamin oksidase.Pasien
dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom
withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma,tekanan
darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan
sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali
klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.

18
2.6 Gejala Klinis
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai
faktor risiko tambahan (lihat tabel 2), tetapi kebanyakan asimptomatik.
Faktor risiko mayor
Hipertensi
Merokok
Obesitas (BMI ≥30)
Immobilitas
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55
tahun atau perempuan < 65 tahun)

Kerusakan organ target


Jantung : Left ventricular hypertrophy
Angina atau sudah pernah infark miokard
Sudah pernah revaskularisasi koroner
Gagal jantung
Otak : Stroke atau TIA
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopathy
BMI = Body Mass Index; GFR= Glomerular Filtration Rate; TIA = Transient
Ischemic Attack
Tabel 2. Faktor-faktor resiko kardiovaskular

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak


menunjukka ngejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat
di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui

19
dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena lemah jantung, infark
miokardium, stroke atau gagalginjal. Namun deteksi dini dan parawat anhipertensi
dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.

2.7 Diagnosis Hipertensi


Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian
tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga
diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi
hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
i. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan,
riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau
lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang di kontrolateralnya.
ii. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan
tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan,
dan dianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri sehingga dapat
mengevaluasi hipotensi postural. Pasien yang berusia kurang dari 30 tahun

20
sebaiknya juga diukur tekanan arterinya di ekstremitas bawah, setidaknya satu
kali. Laju nadi juga dicatat.
Palpasi leher dilakukan untuk meraba pembesaran tiroid dan penilaian terhadap
tanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi vena. Pemeriksaan
pembuluh darah dapat menggambarkan penyakit pembuluh darah dan sebaiknya
mencakup funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis dan
arteri femoralis serta palpasi pada pulsasi femoralis dan kaki.
Pemeriksaan pada jantung dapat menunjukkan abnormalitas dari laju dan ritme
jantung, peningkatan ukuran, heave perikordial, murmur serta bunyi jantung
ketiga dan keempat. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis
yang membesar dan bergeser ke lateral. Pemeriksaan paru dapat ditemukan
rhonki basah halus dan tanda bronkospasme.Pemeriksaan abdomen untuk
menemukan adanya bruit renal atau abdominal, pembesaran ginjal atau adanya
pulsasi aorta yang abnormal. Bruit abdomen, khususnya bruityang lateralisasi
dan melebar sepanjang sistol ke diastol, meningkatkan kemungkinan adanya
hipertensi renovaskular. Dilakukan juga pemeriksaan pada ekstremitas untuk
mengevaluasi edema atau hilangnya pulsasi arteri perifer.Pemeriksaan fisik
sebaiknya termasuk pemeriksaan saraf.
iii. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita hipertensi
meliputi pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak
dapat diulang kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan selanjutnya
sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium ekstensif diperlukan
pada pasien dengan hipertensi yang resisten terhadap obat dan ketiga evaluasi
klinis mengarah pada bentuk kedua dari hipertensi.

2.8 Faktor Risiko


Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
yaitu faktor yang dapat di kontrol dan faktor yang tidak dapat di kontrol.

21
1. Faktor yang Tidak Dapat Dikontrol
a. Umur
Semakin bertambahnya umur elastisitas pembuluh darah semakin menurun
dan terjadi kekakuan dan perapuhan pembuluh darah sehingga aliran darah
terutama ke otak menjadi terganggu, seiring dengan bertambahnya usia dapat
meningkatkan kejadian hipertensi (Gama, dkk., 2014). Berdasarkan penelitian
prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia tahun 2009 didapatkan
hasil kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali
dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna
sejalan dengan bertambahnya usia dari kelompok usia ≥75 tahun berisiko
11,53 kali (Rahajang & Sulistyowati, 2009).
b. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada kejadian hipertensi, dimana pria lebih
berisiko menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan risiko sebesar 2,29
kali untuk meningkatkan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hal ini terjadi
diakibatkan oleh faktor hormon yang dimiliki wanita. Hormon-hormon yang
dihasilkan oleh tubuh perempuan membantu perempuan dalam melawan
penyakit hipertensi. Perempuan memiliki hormon estrogen dan progesteron
yang mempunyai fungsi mencegah kekentalan darah serta menjaga dinding
pembuluh darah supaya tetap baik. Apabila ada ketidakseimbangan pada
hormon tersebut maka akan dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah dan
kodisi pembuluh darah (Miller& Shintani, 1993).
c. Keturunan
Riwayat hipertensi yang di dapat pada kedua orang tua, akan meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi esensial. Orang yang memiliki keluarga yang
menderita hipertensi, memiliki risiko lebih besar menderita hipertensi
esensial. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga tersebut memiliki risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya antara

22
potassium terhadap sodium (Hanyawanita, 2008; Widyaningtyas, 2009).
Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari orang
tua memderita hipertensi maka sepanjang hidup keturunanya mempunyai
25% kemungkinan menderita pula. Jika kedua orang tua menderita hipertensi
maka kemungkinan 60% keturunannya akan menderita hipertensi.

2. Faktor yang Dapat Dikontrol


a. Obesitas
Berat badan dan Indek Masa Tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukan satu-satunya
penyebab hipertensi namun prevalensi hipertensi pada orang dengan obesitas
jauh lebih besar, risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal
(Buku Pedoman Hipertensi, 2010).
Obesitas Meningkatkan pengeluaran insulin, suatu hormon yang mengatur
gula darah. Insulin dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah dan
karenanya meningkatkan resistensi perifer. Pada orang-orang yang
kegemukan rasio lingkar pinggang terhadap pinggul yang lebih tinggi sering
dikaitkan dengan hipertensi (Widyaningtyas, 2009).
b. Konsumsi Alkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun, diduga pengikatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah berperan dalam meningkatkan tekanan darah.
Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan
konsumsi alkohol, efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila
mengonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran stadar setiap harinya. Di
negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebih berpengaruh
terhadap kejadian hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan
oleh asuman alkohol yang berlebih dikalangan pria separuh baya (Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).

23
c. Kebiasaan Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Merokok juga dapat menyebabkan meningkatnya denyut nadi jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri (Depkes RI, 2006).
d. Konsumsi Garam
Diet tinggi sodium akan menstimulasi pengeluaran hormon natriuretik dan
mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat, yang akan berkontribusi
pada peningkatan tekanan darah (Black & Hawks, 2005). Seseorang yang
terbiasa mengkonsumsi makanan asin beresiko menderita hipertensi 3,95 kali
dibandingkan orang yang tidak terbiasa mengkonsumsi makanan asin
(Sugiharto, 2007).
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan menyebabkan peningkatan
volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi (esensial)
terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam.
Pada masyarakat yang mengonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi (Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, 2006).
d. Stress
Seseorang yang mengalami depresi beresiko 1,78 kali menderita hipertensi
dibandingkan dengan yang tidak mengalami depresi. Seseorang yang dalam
keadaan stress telah terjadi proses fisiologi dimana sistem saraf simpatis
teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus pengeluaran hormon
adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis ini menyebabkan peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah (Braverman, 2004).

24
e. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol
HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya
aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga
meningkatkan tekanan darah.
f. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga
otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.

25
2.9 Penanganan Non Farmakologi
Perkiraan Penurunan
Modifikasi Rekomendasi Tekanan Darah (Range)

Rekomendasi penurunan berat


badan dilakukan dengan cara
Penurunan 5-20 mmHg/penurunan 10
mengurangi asupan kalori dan
berat badan kg BB
meningkatkan aktivitas fisik,
(BB)
pelihara berat badan normal (BMI
18,5 – 24,9).
Diet kaya dengan buah, sayur, dan
Adopsi pola produk susu rendah lemak dengan
makan kandungan lemak jenuh dan total 8-14 mmHg

DASH lebih sedikit, kaya potassium dan


kalsium
Mengurangi asupan sodium, tidak
Diet rendah 2-8 mmHg
lebih dari 100 mmol/hari (2,4 g
sodium
sodium atau 6 g sodium klorida)
Melakukan aktifitas fisik aerobik
Aktifitas 4-9 mmHg
seperti jalan kaki 30 menit/hari,
fisik
beberapa hari/minggu
Batasi minum alkohol tidak lebih
Minum
dari 2 minuman/hari untuk laki-laki 2-4 mmHg
alkohol
dan 1 minuman/hari untuk
sedikit saja
perempuan
Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop
Hypertension
* Berhenti merokok, untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan

26
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegahtekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penangananhipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukanperubahan gaya hidup.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darahadalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obesitas atau gemuk;mengadopsi pola
makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yangkaya akan kalium dan
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; danmengkonsumsi alkohol sedikit saja.
Pada sejumlah pasien dengan pengontrolantekanan darah cukup baik dengan terapi satu
obat antihipertensi; mengurangigaram dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat.
Program diet yang mudah diterima adalah yang didesain untuk menurunkan
beratbadan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertaipembatasan
pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan kepasien, dan
dorongan moril (Depkes, 2006).

27
2.10 Penanganan farmakologi

Gambar 2.3 Algoritma Penanganan Hipertensi Secara Farmakologi (JNC VIII

28
Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani hipertensi,
beberapa rekomendasi tersebut antara lain:

 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan jika


tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik
<150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.
 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia< 60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik
≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan
tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).
 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan
darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik<90 mmHg.
 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah
sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik<90 mmHg.
 Rekomendasi 5: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide, penghambat kanal
kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin
receptor blocker(ARB) atau calsium channel blocker (CCB), tunggal atau
kombinasi.
 Rekomendasi 6: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus
terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau CCB.
 Rekomendasi 7: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki
outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis
dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus atau
bukan).

29
 Rekomendasi 8: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila target
tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis obat harus
ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan yang sama
(golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah
masih belum dapat tercapai setelah menggunakan 2 macam obat maka dapat
ditambahkan obat ketiga (tidak boleh menggunakan kombinasi ACEI dan ARB
bersamaan). Apabila target tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan
obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan
>3 jenis obat untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi
dari golongan yang lain dapat digunakan.

Berdasarkan JNC 8, target terapi dan pilihan regimen dalam penatalaksanaan hipertensi
adalah sebagai berikut :
Kondisi Pilihan Obat
Normal - Tunggal: ACEi ARB, CCB, atau diuretik
- ACEi atau ARB + diuretik; serta ACEi atau ARB
+ CCB
CKD - ACEi atau ARB
Diabetes Melitus - First line ; ACEi atau ARB
- Second line ; CCB
- Third line ; diuretik atau BB
Heart Failure - ACEi atau ARB + BB + diuretik + spironolakton
Post MI - BB + ACEi atau ARB
CAD - ACEi, BB, ACEi, diuretik, CCB
Pencegahan - ACEi, diuretik
Kekambuhan
Stroke
Kehamilan - Labetolol (First line), nifedipin, metildopa

Beta bloker selektif beta-1 seperti metoprolol, bisoprolol, betaxolol dan acebutolol lebih
aman untuk pasien dengan PPOK, asma, dabetes dan peripheral vascular disease.

30
Gambar 2.4 Lokasi Kerja Obat Hipertensi

Mekanisme kerja obat antihipertensi adalah sebagai berikut.


1. Diuretik
Mekanisme diuretik adalah bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut,
beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek
hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan
di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks
kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang
mulai menunjukkan efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis
yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun
efek hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi
perifer.

31
Penggunaan diuretik sampai sekarang golongan tiazid merupakan obat utama
dalam terapi hipertensi karena terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko
kardiovaskular. Efek samping pada diuretik golongan tiazid dalam dosis tinggi
dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang
menderita digitalis. Tiazid juga dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipomagnesemia serta hiperkalsemia. Selain itu, tiazid juga dapat menghambat
ekskresi asam urat dari ginjal, dan pada pasien hiperurisemia dapat mencetuskan
serangan gout akut.
Obat-obat yang termasuk kedalam golongan diuretik adalah Golongan Tiazid
(hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang
memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon), Diuretik kuat
(Furosemid, Bumetanid, dan Torsemide), Diuretik hemat kalium (Amilorid,
Spironolakton, dan Triamteren).

2. β-Bloker
Mekanisme β-Blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain:
(1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel-sel
jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3)
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas baroreseptor, perubahan aktivitas
neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin. Penggunaan
β-Blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai
sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner, aritmia.
Efek samping β-Blocker dapat menyebabkan bradikardi, blokade AV, hambatan
nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraindikasi miokard. Kontra indikasi
dari β-Blocker dikontraindikasikan pada keadaan bradikardia, blokade AV
derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung.
Obat-obat yang termasuk kedalam golongan β-Blocker adalah Kardioselektif
(Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol), Nonselektif (Nadolol,
Propanolol, Timolol)

32
3. Agonis α2-adrenergik
Clonidine, guanabenz, guanfacine, dan metildopa menurunkan tekanan darah
pada umumnya dengan cara menstimulasi reseptor α2adrenergik di otak, yang
mengurangi aliran simpatetik dari pusat vasomotor dan meningkatkan tonus
vagal. Stimulasi reseptor α2presinaptik secara perifer menyebabkan penurunan
tonus simpatetik. Oleh karena itu, dapat terjadi penurunan denyut jantung, curah
jantung, resistensi perifer total, aktivitas renin plasma, dan refleks baroreseptor.
Penggunaan kronik menyebabkan retensi air dan natrium, hal ini terlihat pada
penggunaan metildopa. Dosis rendah clonidin, guanafacine, atau guanabenz
dapat digunakan untuk menangani hipertensi ringan tanpa penambahan diuretik.
Efek samping umum yang terjadi adalah sedasi dan mulut kering yang dapat
dihilangkan dengan pemberian dosis rendah kronik. Sebagaimana pemberian
antihipertensi yang bekerja secara sentral, obat ini juga dapat menyebabkan
depresi. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan antagonis α2-pusatadalah
Clonidine, guanabenz, guanfacine, dan methyldopa.

4. Penghambat Reseptor α
Prazosin, terazosin, dan doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang
menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vaskular perifer yang memberikan
efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga
tidak menimbulkan efek takikardia.
Efek samping berat yang mungkin terjadi merupakan gejala dosis awal yang
ditandai dengan hipotensi ortostatik yang disertai dengan pusing atau pingsan
sesaat, palpitasi, dan juga sinkope dalam satu hingga tiga jam setelah dosis
pertama atau terjadi lebih lambat setelah dosis yang lebih tinggi. Hal ini dapat
dihindari dengan cara pemberian dosis awal dan diikuti dengan peningkatan
dosis awal pada saat akan tidur. Terkadang, pusing ortostatik berlanjut dengan
pemberian konik. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan penghambat
reseptor α adalah Prazosin, terazosin, dan doksazosin.

33
5. Vasodilator
Mekanisme kerja hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol
dengan mekanisme yang belum dapat dipastikan. Sedangkan otot polos vena
hampir tidak dipengaruhi. Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek
kompensasi yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut
jantung, peningkatan renin dan norepinefrin plasma. Hidralazin menurunkan
tekanan darah berbaring dan berdiri. Karena lebih selektif bekerja pada arteriol,
maka hidralazin jarang menimbulkan hipotensi ortostatik.Penggunaannya
digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan β-Blocker.
Efek samping dapat menimbulkan sakit kepala, mual, flushing, hipotensi,
takikardia, palpitasi, angina pektoris, iskemia miokard pada pasien PJK,
hepatoksisitas. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan vasodilator adalah
Hidralazin, Minoksidil, Diazoksid, dan Natrium Nitroprusid.

6. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme


Mekanisme ACE-inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi
bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan
berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Vasodilatasi secara langsung
akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.Penggunaan ACE-
inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat.
Efek samping yang timbul diantaranya hipotensi, batuk kering, hiperkalemia,
ras, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria, efek teratogenik.
Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ACE-inhibitoradalah Captropil,
Benazepril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Perindopril, Quinapril, Ramipril,
Trandolapril.

7. Antagonis Reseptor Angiotensin II


Mekanisme yang terjadi menghambat semua efek AngII, seperti: vasokonstriksi,
sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral Ang.II (sekresi

34
vasopresin, rangsangan haus), stimulasi jantung, efek renal serta efek jangka
panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard.
ARB menimbukan efek yang sama dengan ACE-inhibitor, tetapi karena tidak
mempengaruhi metabolisme bradikinin, maka obat ini tidak memiliki efek
samping batuk kering dan angioedema.
Kontraindikasi dari ACE-inhibitor, ARB dikontraindikasikan pada kehamilan
trimester 2 dan 3, dan harus segera dihentikan bila pengguna dalam keadaan
hamil. Tidak dianjurkan pada wanita menyusui, stenosis arteri renalis bilateral
atau stenosis pada ginjal yang masih berfungsi. Obat-obat yang termasuk
kedalam golongan antagonis reseptor angiotensin II adalah Losartan, Valsartan,
Irbesartan, Telmisartan, dan Candesartan.

8. Penghambat Saluran Kalsium


Penghambat saluran kalsium menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos
dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan (voltage
sensitive), sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel.
Relaksasi otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan
dengan reduksi tekanan darah.
Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat menyebabkan aktifasi refleks
simpatetik dan semua golongan ini (kecuali amlodipin) memberikan efek
inotoprik negatif.Pengunaan untuk hipertensi dengan kadar renin rendah.
Obat-obat yang termasuk kedalam golongan penghambat saluran kalsium adalah
Nifedipin, Amlodipin, Felodipin, Isradipin, Nicardipin, Nisoldipin, dan ditiazem.

9. Penghambat Saraf Adrenergik (Reserpin)


Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari
saraf adrenergik pasca ganglion. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan
tekanan darah pada posisi berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural.
Karena itu, obat-obat ini sudah jarang sekali digunakan, tetapi mungkin masih
diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten.

35
10. Direct Renin Inhibitor (Aliskiren)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat langsung renin sehingga tidak terjadi
perubahan dari angiotensinogen menjadi angiotensin I. Efek samping dari obat ini
adalah Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema, anaemia,
hiperkalemia, sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi saluran nafas bagian
atas, nyeri punggung, dan batuk.

2.11 Interaksi Obat


Interaksi Obat Mekanisme Sifat Interaksi Efek
Risiko akut
Captopril + Sinergisme hipotensi dan
Signifikan
Furosemid farmakodinamik penurunan
fungsi ginjal
Meningkatkan
level kalium
Captopril + dengan
Signifikan Hiperkalemia
KSR menurunkan
eliminasi KCl
(farmakokinetik)
Antagonis
Menurunkan
Captopril + farmakodinamik,
Signifikan efek
Aspirin menurunkan efek
antihipertensi
captopril
Antagonis
Menurunkan
Aspirin + farmakodinamik,
Minor sintesis
Furosemid menurunkan efek
prostaglandin
furesemid
Candesartan
meningkatkan,
Candesartan + furosemid
Signifikan -
Furosemid menurunkan
serum kalium
(farmakodinamik)
Sinergisme
farmakodinamik, Meningkatkan
Cefixime +
meningkatkan Minor risiko
Furosemid
toksisitas nefrotoksisitas
furosemide

Risiko
Captopril + anafilaksis dan
Tidak diketahui Serius
Allopurinol Steven Johnson
Syndrome

36
Valsartan
meningkatkan,
Valsartan + furosemid
Signifikan -
Furosemid menurunkan
serum kalium
(farmakodinamik)
Meningkatkan
Valsartan +
serum kalium Signifikan Hiperkalemia
KSR
(farmakodinamik)
Meningkatkan Meningkatkan
Gemfibrozil +
efek valsartan Signifikan efek valsartan
Valsartan
(farmakodinamik) dalam sirkulasi
Bisoprolol + Meningkatkan
Signifikan Hipotensi
Nicardipin efek antihipertensi
Bisoprolol
meningkatkan dan
Bisoprolol +
furosemid Signifikan -
Furosemid
menurunkan
serum kalium
Bisoprolol + Meningkatkan
Signifikan Hipotensi
Amlodipin efek antihipertensi
Keduanya
Irbesartan +
meningkatkan Signifikan -
Furosemid
serum kalium
Menurunkan efek
Irbesartan + irbesartan Menurunkan
Signifikan
Aspirin (antagonis efek irbesartan
farmakodinamik)
CaCO3 + Antagonis Menurunkan
Signifikan
Amlodipin farmakodinamik efek amlodipin
Keduanya
Bisoprolol +
meningkatkan Signifikan -
KSR
serum kalium

Interaksi obat Mekanisme Sifat interaksi Efek


Diuretik Digoksin Hipokalemia Digoksin menjadi
Tiazide Obat-obat yang Hipokalemia lebih
Loop menurunkan kadar Hiperkalemia toksik
Potasium- kalium Hiponatremia Lemah otot,
Sparing ACEI, ARB, aritmia jantung
Tiazid siklosporin, garam Hiperkalemia yg
kalium seriu
Carbamazepin, dapat
chlorpropamid menyebabkan
cardiac arrest
Mual, muntah,

37
letargi,
bingung, dan
kejang
Penyekat Efek negatif Bradikardia,
beta Diltiazem, inotropik depresi
verapamil yang aditif miokardial
Antidiabetik oral Blokade reseptor Gejala
Dobutamin beta-2 hipoglisemia
Adrenalin Antagonis reseptor tertutupi
β-1 Efek inotropik dr
α-vasokonstriksi dobutamin
oleh dihambat
adrenalin Hipertensi dan
bradikardi
Verapamil, Penyekat beta Efek negatif Bradikardia,
diltiazem Digoksin inotropik depresi
yang aditif miokardial
Menhambat Akumulasi
ekskresi renal digoksin, efek
digoksin aritmogenik

ACEI/ARB Diuretik penahan Ekskresi kalium Hiperkalemia


Kalium melalui Efek antihipertensi
NSAID ginjal berkurang berkurang
Retensi Na dan
H2O

Klonidin Penyekat beta Tidak diketahui Fenomena


Antidepresan Antagonisme rebound bila
trisiklik adrenoreseptor α-2 klonidin
sentral dihentikan
Efek antihipertensi
berkurang dan
fenomena
rebound bila
klonidin
dihentikan

2.12 KASUS
Tn. MacKenyu berusia 35 tahun datang dengan tekanan darah 150/95 mmHg. Dia
mengeluhkan sakit kepala, jantung berdebar dan gelisah. Pasien mengaku tidak banyak
beraktifitas fisik, minum beberapa sloki cocktail setiap hari dan tidak merokok. Ia
memiiki riwayat hipertensi dalam keluarganya, dan ayahnya meninggal karena infark
miokardium ketika berusia 55 tahun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan BMI pasien 27.
kolestrol total 220, dan kadar kolestrol lipoprotein densitas tinggi (HDL ) 40 mg/dL.

38
glukosa puasa 105 mg/dL. Foto sinar X toraks normal. Elektrokardiogram menunjukan
pembesaran ventrikel kiri.
Dari kasus yang didapatkan diatas maka analisis SOAP nya yaitu :
a. Subjek
Nama : Tuan MacKenyu
Usia : 35 tahun
Keluhan : sakit kepala, jantung berdebar, gelisah
Riwayat penyakit keluarga : infark miokardium, hipertensi
Riwayat hidup : kurang olahraga, alkoholik, tidak merokok

b. Objek
Pemeriksaan fisik : BMI 27 (Obesitas sedang)
Pengukuran tekanan darah : 150/95 mmHg (hipertensi tahap I)
Pengukuran glukosa darah : 105 mg/dL (glukosa puasa)
Pengukuran kadar kolestrol : kolestrol total 220, HDL 40 mg/dL
Pembesaran ventrikel kiri

c. Assesment
Pasien mengidap hipertensi stadium I JNC. Dalam penatalaksanaan hipertensi perlu
dilihat seberapa urgent terapi hipertensi yang perlu diberikan. Faktor resiko
kardiovaskular pada pria ini mencakup riwayat penyakit arteri koroneria dini dan
peningkatan kolesterol dalam keluarga. Bukti dampak pada end-organ mencakup
pembesaran ventrikel kiri lada EKG. Riwayat yang kuat dalam keluarga
menunjukan bahwa pasien ini mengidap hipertensi esensial. Namun, pasien perlu
menjalani tes-tes penyaring rutin yang mencakup fungsi ginjal, fungsi tiroid, dan
pengukuran elektrolit serum. Ekokardiogram juga perlu dipertimbangkan untuk
mennetukan apakah pasien mengidap hipertropi ventrikel kiri akibat kelainan katup
atau penyakit stuktural jantung lainnya dan bukan hipertensi

d. Plan
Penanganan awal pasien ini dapat berupa perubahan perilaku, termasuk diet, dan
okahraga aerobik. Namun, sebagian besar pasien seperti ini akan memerlukan

39
pengobatan. Diuretik tiazid dalam dosis rendah memiliki efek samping lebih sedikit
dan efektif paa banyak pasien dengan hipertensi ringan. Obat lini pertama lainnya
mencakup inhibitor angiotensin-converting enzyme dan penghambat saluran
kalsium. B-blocker dapat dipertimbangkan jika pasien mengidap arteri koronaria.
Pasien perlu diresepkan satu jenis obat dan diperiksa kembali setelah satu bulan.
Jika diperlukan obat kedua maka salah satu dari kedua obat itu seyogyanya adalah
diuretik tiazid. Namun jika tekanan darah telah teratasi maka pasien diperiksa
secara berkala untuk memperkuat pentingnya kepatuhan dalam perubahan gaya
hidup dan mengkonsumsi obat.

2.13 Terminologi medis


Istilah Pengertian
Anoreksia : Kehilangan nafsu makan
Angina pectoris : Nyeri, “ketidaknyamanan”, atau tekanan lokal di
dada yang disebabkan oleh kekurangan pasokan
darah (iskemia) pada otot jantung. Hal ini juga
kadang-kadang ditandai oleh perasaan tersedak,
sesak napas dan terasa berat.
Antipsikotik : Obat neuroleptik yang berguna dalam penanganan
psikosis serta perbaikan pikiran.
Aritmia : Suatu tanda atau gejala dari gangguan detak
jantung atau irama jantung
Atherosclerosis : Pengerasan arteri (setiap keadaan pembuluh arteri
yang mengakibatkan penebalan atau pengerasan
dinding)
Bradikardi : Kondisi di mana jantung penderita berdetak lebih
lambat dari kondisi normal dalam keadaan
istirahat. Umumnya, detak jantung normal pada
orang dewasa saat beristirahat adalah 60 sampai
100 kali per menit. Sedangkan jantung penderita
bradikardiaberdetak di bawah 60 kali per menit.

40
Depresi : Salah satu gangguan kesehatan mental yang
ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan,
putus harapan, tidak punya motivasi untuk
beraktivitas, kehilangan ketertarikan pada hal-hal
yang dulunya menghibur, dan menyalahkan diri
sendiri
Diuretik : Suatu obat yang dapat meningkatkan jumlah urin
(diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi air
dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal.
Dilatasi arteriol : Pelebaran atau peregangan struktur tubular pada
pembuluh darah arteri
Edema : Akumulasi kelebihan cairan dalam sel, jaringan
atau rongga serosa.
Epistaksis : Pendarahan yang berasal dari hidung.
Flushing : Gejala memerahnya kulit tubuh (terutama di
bagian wajah dan leher) secara cepat akibat
percepatan aliran darah di bagian pembuluh darah
kapiler di dekat kulit
Feokromositoma : Suatu tumor yang berasal dari sel-sel kromafin
kelenjar adrenal, menyebabkan pembentukan
katekolamin yang berlebihan. Katekolamin adalah
hormon yang menyebabkan tekanan darah tinggi
dan gejala lainnya.
Hepatotoksisitas : Kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan
sekitarnya akibat konsumsi suatu obat.
Hiperaldosteronisme : Keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi
primer berlebih aldosterone, suatu hormone mineral
kortikoid korteks adrenal. Aldosterone
meningkatkan reabsorbsi natrium tubulus
proksimal ginjal dan menyebabkan ekskresi kalium
dan ion hydrogen. Konsekuensi klinis kelebihan
aldosterone adalah retensi natrium dan air ,

41
peningkatan volume cairan ekstrasel dan
hipertensi.
Hipertensi : Tekanan darah arterial tinggi, dimana tekanan
sistoliknya melebihi 140 mmHg dan lebih dari 90
mmHg untuk diastolik
Hipertensi : Tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang
Essensial/Primer jelas
Hipertensi Sekunder : Tekanan darah tinggi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensivaskular : Salah satu hipertensi sekunder yang dapat
renal menyebabkan gagal ginjal kronis yang potensial
untuk reversibel.
Hipertensi sistolik : Peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
terisolasi peningkatan diastolik. Umumnya ditemukan pada
usia lanjut
Hipotensi : Tekanan darah rendah
Hipokalemia : Konsentrasi ion kalium dalam darah melebihi batas
normal
Hiponatremia : Rendahnya ion natrium dalam darah
Hipomagnesemia : Defisiensi magnesium dalam darah
Hiperkalsemia : Kondisi dimana kadar kalsium dalam darah tinggi
Infarkmiokardium : Serangan jantung
Irreversible : Tidak dapat diubah/menetap
Iskemia : Suplai darah yang tidak memadai ke suatu
daerah/jaringan tubuh.
Isolated systolic : Peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
hypertension peningkatan diastolik. Umumnya ditemukan pada
usia lanjut.
Koarktasio aorta : Penyempitan pada aorta (pembuluh darah besar
yang keluar dari jantung dan membawa darah yang
kaya oksigen ke seluruh tubuh, kecuali paru-paru).
Morbiditas : Keadaan tidak sehat/sakit
Mortalitas : Kecepatan kematian

42
Nausea : Perasaan tidak nyaman pada perut ; adanya
kecendrungan untuk muntah
Nyeri abdominal : Bagian tubuh yang berada antara toraks dan pelvis
yang merasa sakit
Obesitas : Kelebihan berat badan
Palpitasi : Kondisi detak jantung lebih cepat dari normal
dengan frekuensi dan irama yang tidak teratur.
Penyakit degeneratif : Penyakit yang menyebabkan kerusakan jaringan
tubuh seiring bertambah usia karena gaya hidup
yang kurang sehat
Penyakit : Penyakit tentang jantung
kardiovasculer
Persisten : Terus menerus bersinambungan
Polisitemia : Peningkatan jumlah sel darah merah dapat disertai
atau tanpa penigkatan trombosit atau leukosit
Proteinuria : Terdapatnya protein serum yang berlebihan dalam
urin
Rash : Tanda kemerahan pada kulit
Sedasi : Obat yang diberikan untuk menenangkan pasien
dalm suatu periode tertentu yang dapat membuat
pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah.
Sindrom cushing : Kumpulan gejala yang muncul akibat paparan
hormon kortisol yang tinggi atau berlebihan di
dalam tubuh.
Syok : Kondisi manifestasi perubahan hemodinamik
dimana merupakan hasil dari kegagalan sistem
sirkulasi untuk mengantarkan oksigen yang cukup
ke jaringan tubuh secara normal.
Stroke : Penurunan fungsi sistem syaraf utama secara tiba-
tiba yang berlangsjuung selama 24 jam dan
diperkirakan berasal dari pembuluh darah.

43
Takikardia : Kondisi di mana jantung penderita berdetak lebih
cepat dari kondisi normal dalam keadaan istirahat
Vasodilatasi : Pelebaran pembuluh darah jantung
Vasoconstrictor : Obat yang menyebabkan kontriksi pembuluh
darah, terutama arteriol dan digunakan untuk
mengurangi perdarahan.
Vasokonstriksi : Penyempitan pembuluh darah jantung

44
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (TDS) mencapai lebih dari
140 mmHg atau tekanan diastolik (TDD) lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi
terjadi akibat peningkatan tonus otot polos vaskular perifer yang mengakibatkan
peningkatan resistensi arteriol dan penurunan kapasitansi sistem vena.
2. Faktor risiko dari hipertensi yaitu umur, jenis kelamin, keturunan, stress, obesitas,
konsumsi alkohol, konsumsi garam, kebiasaan merokok, hiperlipidemia
danolahraga.
3. Terapi non farmakologi dengan cara mengurangi asupan natrium dan menerapkan
gaya hidup sehat.
4. Terapi farmakologi dengan golongan diuretik, 𝛽-blocker, Inhibitor Angiotensin-
Converting Enzyme (ACEI), Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB), Calcium
Channel Blocker (CCB),𝛼2 -agonis sentral, inhibitor adrenergik dan vasodilator.

3.2 Saran
Untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit hipertensi sebaiknya
memperhatikan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kita. Makanlah makanan
yang bergizi yang dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh kita, rajin berolahraga
dan memperhatikan pola hidup sehat.

45
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). Treatment of Hypertension in Adults with


Diabetes. Diabetes Care 2003; 26(suppl 1):S80-S82

Anonim. 2013. Global Brief on Hipertension Silent Killer Global Public. Health
Crises (World Health Days 2013). Geneva. WHO 2013.

Black and Hawks. 2005. Principle of Nutritional Assesment (2ndedition). Oxford


University Press : London.

Braverman, E.R & Braverman, D. 2004. Penyakit jantung dan penyembuhannya


secara alami. PT Bhuana Ilmu Komputer. Jakarta.

Chobaniam, A.V., et al. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee
onPrevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure.JAMA;289:2560-2572

Depkes, RI. 2010. Buku Pedomanan Hipertensi. Jakarta.

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI. 2006.


Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.

Dosh SA. 2001. The diagnosis of essential and secondary hypertension in


adults.J.Fam Pract;50:707-712

Dipiro, J.T., Robert L.T., Gary C.Y., Gary R.M., Barbara G.W & L. Michael P.
2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th edition. The
McGraw-Hill Companies.

Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta; 2009

Gama, I.K., Sarmadi, I.W., dan Harini, IGA. 2014. Faktor Penyebab Ketidakpatuhan
Kontol Penderita Hipertensi Heart Disease (HDD). Jurnal Ilmiah
Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar.

Gray, et al. 2005.Lecture Notes Kardiologiedisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series.

James PA, Oparil S., Carter BL.,et al. 2013. 2014Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).
JAMA.

Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th


edition. New York: McGrawHill: 2008

46
Katzung, B.G., Masters S.B., dan Trevor A.J. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik,
Vol.2, Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, Schlichte A,


Woolley T. 2014. Institute for Clinical Systems Improvement. Hypertension
Diagnosis and Treatment. Updated November.

Lilyasari O. 2007. Hipertensi Dengan Obesitas: Adakah Peran Endotelin. J Kardiol


Ind 28:460-475.

Miller, J.M.T & Shintani, T.T. 1993. How to Prevent Heart Disease. USA: Thomas
Nelson Publishers
Oparil S., et al. 2003. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med;139:761-776

Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di


Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia; 59 (12): 580-7

Riskesdas. 2013. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).


Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Scanlon, V.C & Tina S. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology, 5th edition.
Philadelphia: F.A. Davis Company.

Sugiharto. 2007. Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia lanjut dalam Geriatri. I.


Balai Penerbit FKU : Jakarta

Vasan RS, et al. 2001. Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease, NEJM;345:1291-1297

Widyaningtyas, B. 2010. Asupan Gizi dan Status Gizi Sebagai Faktor Risiko
Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Bengkulu.The Indonesian Journal of
Clinical Nutrition. Vol.4 No 1

World Health Organization. 2013.World Health Day 2013: Calls For Intensified
Efforts To Prevent And Control Hypertension. United State: Global Health
Observatory.

Yogiantoro, M., 2006.Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,


Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit
Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599-603

47
1. Apakah hipertensi pulmonal sama dengan pengobatan hipertensi lainnya?
Jawab :
Suatu keadaan dimana tekanan darah tinggi di arteri maupun vena paru-paru. Hipertensi
paru terjadi karena saluran (arteri dan vena paru) yang membawa darah dari jantung ke
paru-paru menyempit, α1 menebal sehingga jantung kanan harus bekerja ekstra keras
untuk memompa darah menuju paru-paru. Sedangkan hipertensi biasa terjadi karena
adanya peningkatan yang persisten dari tekanan pembuluh darah arteri, yaitu tekanan
diastolik (≥ 90 mmHg) dan sistolik (≥140 mmHg).
Pengobatan hipertensi pulmonal dengan hipertensi biasa sama saja tetapi untuk
pengobatan hipertensi pulmonal dilakukan pengeluaran gumpalan yang ada disaluran
arteri dan vena paru terlebih dahulu. Untuk menghilangkan gumpalan tersebut
digunakan vasodilator atau antikoagulan yang berfungsi melebarkan pembuluh darah
sehingga gumpalan darah tidak terbentuk. Setelah selesai biasa dilanjutkan dengan
pengobatan seperti hipertensi biasa yaitu dengan obat CCB, ARB, dan ACEI.

2. Kenapa hipertensi pada penderita asma harus diberikan β-bloker selektif? Adakah
pengobatan lain.
Jawab :
β-bloker dikontraindikasiakn dengan penyakit asma (β-bloker non selektif) karena
reseptor β ada 3, β1 di otot jantung dan pembuluh darah, β2 di otot polos paru-paru dan
β3 diadiposa jadi ketika non selektif digunakan dapat menghambat β2 yang ada di paru-
paru dan mengakibatkan bronkokontriksi. Pilihan lain selain β-bloker selektif,
ACEI/ARB dan CCB.

3. Pasien dengan hemodialisis, saat melakukan cek tekanan darah meningkat (> 160
mmHg). Apa penyebab yang mempengaruhi hal tersebut.
Jawab :
Pada saat terjadi hemodialisa, jika prosesnya terkontrol maka tidak akan terjadi HT dan
jika proses hemodialisa pengambilan darahnya secara berlebih maka akan terjadi
viskositas dan akan mengakibatkan hipertensi dan juga hipertensi pada saat hemodialisa
bisa juga terjadi karena adanya retensi natrium sehingga menyebabkan hipernatremia
dan menyebabkan naiknya tekanan darah.

48
4. Apa hubungan hipertensi dengan gagal jantung dan stroke?
Jawab :
- Hipertensi dengan gagal jantung
pembuluh darah (aliran) ada dari ujung kaki sampai ujung kepala. Jika tekanan
darah meningkat maka akan menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan kekerasan dan pembengkakan jantung
yang berujung pada gagal jantung.
- Hipertensi dengan stroke
Hipertensi umumnya menyebabkan hiperlipidemia pada stroke mempunyai dua
mekanisme :
1. stroke hemaroid
Pecahnya pembuluh darah di otak biasanya karena terlalu tipis dan
mekanismenya belum jelas.
2. stroke karena penyumbatan pembuluh darah di otak
Kadar lipid dalam darah tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis.
Ateroskelerosis menyebabkan terbentuknya trobus. Trombus yang lepas
kembali mengalir dan darah dan sampai ke pembelu darah di otak sehingga
menyebabkan stroke

5. Mengapa tekanan darah meningkat pada pagi hari


jawab :
Hal ini didasari pada ritme circardian tubuh. Ritme circardian adalah siklus 24 jam,
yang mempengaruhi pola tidur, bangun serta rasa lapar. Pada pagi hari, tubuh
melepaskan adrenalin yang memberi suntikan tenaga. Adrenalin yang lepas
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi sehingga tekanan darah
meningkat.

49

Anda mungkin juga menyukai