PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak
80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata
cukup tinggi yaitu berkisar antara 50%-60% sedangkan dari suatu
penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja 3 kali lebih sering
1
daripada DKA akibat kerja. Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali
lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan.1
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah
penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai
orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali
informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat. Diramalkan
bahwa jumlah DKA maupun DKI bertambah seiring dengan bertambahnya
jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang di pakai oleh
masyarakat, informasi mengenai prevalensi dan insiden DKA
dimasyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati
kebenaran belum di dapat.1
2.1.3 Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
2
korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai
faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi
alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum, ph. Juga faktor individu,
misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,
ketebalan epidermis), status immunologik (misalnya sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari).1
2.1.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. 1,
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara
berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia
yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat
sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus
lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan
membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang
terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening
yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali
konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang
sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya
sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh
limfokin.2
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan
melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien,
IFNγ, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai
3
kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan
manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya.
DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa
waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun.2
4
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan
kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel
(tangkai kacamata). Semua alergen yang kontak dengan tangan dapat
mengenai muka, telapak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat.
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh listrik, pasta gigi,
getah buah-buahan. Dermatitis dikelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, maskara, eyeshadow, obat tetes mata, salap mata.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya, obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut, hearing-aids, gagang telepon.
Leher. Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari,
farfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan. Dermatitis kontak dibadan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada ditangan, farfum, kontrasepsi,
deterjen.bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat anti
hemorroid.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis ditempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih
lantai.
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi
secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik,
kemudian timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang
terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya,
misalnya nikel, formaldehid, balsem peru.
5
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berukuran
numular di sekitar umbilicus berupa hiperpigemntasi, likenifikasi, dengan
papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing
celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang
berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal
yang pernah digunakan, obat sistemik kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah di alami, riwayat atopi, baik
dari yang bersangkutan maupun dari keluarganya.1
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, diketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di
kedua kaki oleh sepatu atau sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di
tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.1
A. Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang
secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab,
bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila
6
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya,
misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang
tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak
mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung
tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan
potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa
hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang)
untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.1
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi positif
palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin
memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel
dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau
dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi
negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil
tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya
sampai pembacaan terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type),
7
karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.1
8
2.1.7 Pengobatan
Hal yang diperlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul.1
1. Non medikamentosa3
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek
serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,
aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi
2. Medikamentosa3
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-
4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3
kali untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau
eritromisin) dengan dosis 3x500 mh/hari, sehingga 5 hingga 7 hari.
9
c. Topikal
Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:3
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi alergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena alergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak
ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian
lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan allergen
2.18 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh bahan alergen
yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.1
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama :
Timbul bintil-bintil kemerahan di sela jari tangan kanan.
11
Sekitar 1 minggu yang lalu bintil-bintil kulit menjadi kering dan
keropeng, keluhan juga disertai dengan rasa gatal. karena keluhannya
berulang dan tidak hilang maka pasien berobat ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Palembang Bari.
12
B. Status Dermatologikus
14
3.9. Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Bonam
Quo ad sanationam: Bonam
Quo ad kosmetika: Bonam
15
BAB IV
ANALISA KASUS
16
jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah) dan adanya tanda garukan
atau lecet yang sudah mengering keropeng/krusta.
Pada kasus ini, setelah diagnosis banding dermatitis kontak alergi adalah
dermatitis kontak iritan dan dermatitis atopik.
Tabel 4.1 Diagnosis banding secara teori
Kasus Dermatitis kontak Dermatitis Dermatitis
alergi kontak iritan atopi
Usia 55 tahun Semua umur, Semua umur. Usia 2 bulan
prevalensi tinggi – dewasa.
pada pasien dengan
riwayat atopi.
Predileksi Regio Kejadian DKA pada Kejadian DKI Pada lipat
interdigiti sering ditangan bisa terkena siku, lipat
manus dextra tetapi bisa terjadi ditangan tetapi lutut,
wajah, badan, bisa terjadi di pergelangan
lengan, dan tungkai lengan, dan tangan,
bawah yang pernah tungkai bawah kelopak mata,
terkontak langsung yang pernah leher, dan
dengan suatu terkontak wajah.
alergen. langsung dengan
bahan iritan.
Gejala Bercak Pruritus menonjol. Rasa nyeri, terasa Kulit kering,
klinis kemerahan panas seperti pucat, dengan
dan rasa gatal terbakar gejala utama
pruritus yang
umumnya
lebih hebat.
Efloresensi Pada Regio Pada akut dimulai Skuama, eritema, Eritema,
interdigiti dengan bercak vesikel, erosi dan papulo-
manus dextra eritem berbatas likenifikasi batas vesikel yang
terdapat tegas, edema, tidak tegas dan halus, karena
makula papulovesikel, bula, umumnya gatal digosok,
eritema, serta menimbulkan asimetris. pecah,
multipel, erosi dan eksudasi. eksudatif, dan
lentikular, Sedangkan pada akhirnya
diskret yang kronis terlihat terbentuk
sebagian di beskuama, papul, krusta.
tutupi krusta likenifikasi.
kuning.
17
Pemeriksaan anjuran pada pasien ini adalah uji tempel untuk mencari
faktor alergen. Pada pasien ini diberikan tata laksana secara umum dan khusus.
Secara khusus diberikan pengobatan topikal, alasan penggunaan kotikosteroid
topikal agar di dapatkan efek meliputi: vasokontriksi, penurunan permeabilitas
pembuluh darah normal dan penghambatan pospholipase, fibrin dan kinin.
Pada pasien ini diberikan kortikosteroid topikal golongan 5 (potensi
medium) yaitu Betamethasone Valerate cream 0,1% 5gr. Obat sistemik yang
diberikan untuk anti pruritusnya yaitu cetirizine 10mg 1 kali perhari. Cetirizine
adalah obat anti alergi dengan bahan aktif cetirizine terbukti lebih nyaman dan
tidak menimbulkan efek mengantuk atau sedatif sehingga tidak menganggu
aktifitas pasien sehari-hari. Untuk prognosis quo ad vitam, fungsionam, kosmetika
adalah bonam dan sanationam dubia ad bonam.
18
BAB V
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20