Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

PRE ECLAMPSIA WITH SEVERE FEATURES

Pembimbing :
dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG

Disusun oleh :
M. Hasbi Ash Shiddiqie 030.14.115
Nadia Firyal 030.14.133

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KANDUNGAN DAN


KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 5 NOVEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019
KARAWANG
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :


“PRE ECLAMPSIA WITH SEVERE FEATURES”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Dasar Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 5 November 2018 – 12 Januari 2019

DISUSUN OLEH :
M. Hasbi Ash Shiddiqie (030.14.115)
Nadia Firyal (030.14.133)

Karawang, Januari 2019


Mengetahui

Pembimbing
dr.Unggul Yudatmo, Sp.OG

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, kasih sayang dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul ” Pre
Eclampsia With Severe Features”.Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Studi Pendidikan
Profesi Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu meyelesaikan referat ini terutama kepada:
1. dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberi saran dalam
penulisan referat.
2. Teman-teman Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit
Umum Daerah Karawang yang turut membantu penyelesaian laporan kasus ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu penulis.
Karena keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan laporan kasus ini di kemudian hari,
Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Karawang, Januari 2019

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii


Kata Pengantar.................................................................................................... iii
Daftar Isi .............................................................................................................. iv
Daftar Gambar .................................................................................................... vi
Daftar Tabel......................................................................................................... vii
Bab I : Pendahuluan ............................................................................................ 1
Bab II: Pembahasan Kasus ................................................................................. 2
2.1 Identitas pasien............................................................................................ 2
2.2 Anamnesis .................................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan fisik ........................................................................................ 4
2.4 Pemeriksaan penunjang ............................................................................... 7
2.5 Resume ....................................................................................................... 10
2.6 Diagnosis .................................................................................................... 11
2.7 Tatalaksana ................................................................................................. 11
2.8 Prognosis .................................................................................................... 11
2.9Follow up ..................................................................................................... 12
Bab III Analisa Kasus ......................................................................................... 17
Bab IV Tinjauan Pustaka.................................................................................... 20
4.1 Definisi ....................................................................................................... 20
4.2Epidemiologi................................................................................................ 20
4.3 Faktor risiko ................................................................................................ 21
4.4Etiopatogenesis ............................................................................................ 23
4.5 Patofisiologi ................................................................................................ 29
4.6 Diagnosis .................................................................................................... 32
4.7 Penatalaksanaan .......................................................................................... 34
4.8 Pencegahan ................................................................................................. 39
4.8.1 Pencegahan primer............................................................................... 39
4.8.2 Pencegahan sekunder ........................................................................... 40

iv

4.9 Komplikasi.................................................................................................. 41
Bab IV Kesimpulan ............................................................................................. 44
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 45

v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema hipotesis sindrom preeklamsia...................................................... 24
Gambar 2 Teori invasi trofoblastik abnormal .................................................... 26
Gambar 3 Kriteria diagnosis preeklamsia .......................................................... 33
Gambar 4 Kriteria diagnosis pre eclampsia with severe features .......................... 34
Gambar 5 Manajemen preeklamsia tanpa gejala berat ...................................... 35
Gambar 6 Manajemen ekspektatif preeklamsi berat .............................................. 36
Gambar 7 Obat antihipertensi pada ibu hamil ....................................................... 39

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat. ............................. 37

vii

BAB I
PENDAHULUAN
PreEklampsia merupakan saah satu dari tiga besar yang menyebabkan
kematian ibu, yang termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. WHO
memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju.5 Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% -
6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.5,6 Insiden preeklampsia
di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.1
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.1
Preeklamsia termasuk salah satu dari klasifikasi dari hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama.1,2 Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan
memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.
Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada
ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan
akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik
dan komplikasi lainnya. Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna
risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada ibu
dengan riwayat preeklampsia. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah
akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta
turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal.1
Maka, diperlukan diagnostik dan tatalaksana, serta pencegahan terhadap
preeklamsia yang tepat guna mengurangi morbiditas dan mortalitas pada ibu dan
janin di Indonesia.

1




BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. YK
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Klari
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Suku bangsa : Sunda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 0075.47.64
Nama Suami : Tn. S
Masuk RS : 26 Desember 2018
DPJP : dr. H. Farid M. Ghazali, Sp.OG(K)

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di R u a n g
B e r s a l i n Rumah Sakit Umum Daerah Karawang pada Hari Rabu, 26
Desember 2018 pukul 16.30 WIB.

Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan pusing memberat sejak 14 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke I GD K ebi d anan RSUD Karawang rujukan dari PKM
Klari dengan G4P2A1 gravida 40 minggu dengan PEB. Pasien datang dengan
keluhan pusing sejak 14 jam SMRS. Pasien mengaku hamil 9 bulan dan pasien
lupa kapan tepatnya hari pertama haid terakhirnya. Pasien melakukan asuhan
antenatal ke Posyandu dan Bidan sejak usia kehamilan 3 bulan. Asuhan antenatal

2




tidak teratur d a n p a s i e n l u p a j u m l a h t o t a l a s u h a n a n t e n a t a l
yang telah dilakukan selama kehamilan. Pasien sudah
mendapatkan vaksin TT sebanyak 2 kali. Pasien pernah melakukan USG
sebanyak 1 kali selama kehamilan oleh dr. Khrismawan, Sp.OG(K), yaitu pada
tanggal 5 Desember 2018 dengan hasil hamil 37-38 minggu janin hidup intrauterine,
presentasi kepala, plasenta di fundus, ICA cukup.

Pasien mengatakan terdapat keluhan pusing sejak 14 jam SMRS. Pusing


atau nyeri kepala dirasakan pada bagian dahi, dan nyeri tidak berputar. Keluhan
disertai dengan adanya mulas hilang timbul sejak 12 jam SMRS. Keluhan juga
disertai dengan mual dan muntah, serta oedem tungkai. Mual dan muntah
dirasakan sejak 2 jam SMRS. Frekuensi muntah 1, berisi makanan dan air.
Oedem pada kedua tungkai dirasa sejak 2 minggu SMRS. K e l u h a n
pandangan buram, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan
a t a s d i s a n g k a l . Keluhan keluar air-air dari jalan lahir, lendir darah, dan
perdarahan disangkal. Pasien mengatakan gerak janin aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat mengalami keluhan seperti ini pada keham i l an sebelumnya
disangkal, riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung
atau paru, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan fungsi hati disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku mulai mengalami kenaikan tekanan darah sejak usia kandungan
6 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat keluhan dan penyakit yang sama pada ibu ataupun saudara
perempuan pasien.

3




Riwayat Menarche
Pasien m enstr uasi pertama kali pada usia 13 tahun, siklus menstruasi
teratur, 7 hari/siklus, 3-4 kali ganti pembalut dalam sehari, tidak ada nyeri saat
haid. Pasien lupa kapan tepatnya siklus menstruasi terakhirnya.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 2 kali.
1. Pernikahan 1, 20 tahun, P0A0
2. Pernikahan 2, 28 tahun, G4P2A1

Riwayat Obstetri
G4P2A1
I. Perempuan, 10 tahun, 3700 g, spontan, bidan
II. Perempuan, 6 tahun, 3500 g, spontan, bidan
III. Abortus, 1 bulan, tidak dilakukan kuretase
IV. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi
KB Implan (2008-2011)
KB Implan (2012-2015)
KB Pil (2015-2018)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum dan tanda vital

Kesan sakit Tampak sakit sedang


Kesadaran Compos mentis
GCS: 15 (E: 4, M:6, V:5)

4




Tanda vital TD : 170/110 mmHg
HR : 84 x/menit RR : 18x/menit S
: 36,50C SpO2 : 98%

Status Generalis
Kepala Normosefali
Mata Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga Liang telinga lapang, nyeri tekan (-/-), sekret (-)
Mulut Sianosis (-), bibir pucat (-)
Leher KGB dan tiroid tidak membesar dalam batas normal
Thoraks Inspeksi
Bentuk dinding dada:
• Efloresensi bermakna (-)
• Simetris kanan/kiri saat inspirasi maupun ekspirasi
• Retraksi sela iga (-)
• Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
• Paru: Vocal fremitus kanan/kiri sama kuat
• Jantung: Ictus cordis teraba pada ICS IV 2 cm medial
garis midclavikularis sinistra
Perkusi
• Sonor pada kedua lapang paru
• Batas paru hepar sulit dinilai
• Batas paru-jantung kanan: ICS II- ICS III linea para
sternalis dextra
• Batas paru-jantung kiri: ICS IV linea midclavikularis
sinistra

5




• Batas paru atas-jantung: ICS II linea parasternalis
sinsitra
Auskultasi
• Paru : suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -
/-
• Jantung : S1 S2 irama regular, murmur(-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi
• TFU 34 cm
• Terdapat striae gravidarum
Auskultasi
• Bising usus terdengar, 2x/menit
• Venous hump (-), Arterial bruit (-)
Perkusi
• Sulit dinilai karena hamil
Palpasi
• Dinding perut supel, distensi (-)
• Nyeri tekan (-)
• Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Ekstremitas Inspeksi
• Terdapat oedem pada kedua tungkai
• Tidak didapatkan adanya efloresensi yang bermakna
Palpasi
• Akral teraba hangat
• Oedem pitting (+) pada kedua tungkai
• CRT < 2 detik

6




Status obstetrik:
• Leopold
I : TFU: 34 cm
bagian atas janin teraba bagian besar dan lunak
II : Teraba bagian keras memanjang sebelah kiri dan bagian kecil di
sebelah kanan
III : Teraba bagian terendah teraba bulat keras dan melenting
IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
• DJJ: 146 dpm
• Genitalia
a. Inspeksi : Perdarahan aktif (-)
b. Inspekulo : Portio licin, pembukaan 1-2, ketuban (+), presentasi kepala,
bidang hodge I, fluxus (-), fluor (-), perdarahan aktif (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Laboratorium
Tanggal: 26 Desember 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 10,2 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 4,44 juta//μl 4.1-5,1
Leukosit 14,31 /μl 4,4-11,3
Hematokrit 32,6 % 35-47
Trombosit 537.000 ribu//μl 150.000 – 450.000
MCV 73 fL 80-100
MCH 23 Pg 26-34
MCHC 31 g/dL 32-36
RDW CV 16,7 % 12-14,8

7




Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 75 mg/dL 70-110
SGOT 15,9 U/L/37C <31
SGPT 6,4 U/L/37C <33
Ureum 15,5 mg/dl 15-50
Creatinin 0,77 mg/dl 0,5-0,9

Protein (urine) +1 Negatif


Imunologi
HbSAg Non Reaktif Non reaktif

2.4.2 USG
1. USG terakhir pasien sebelum datang ke RSUD Karawang
Tanggal : 5/12/18
Lokasi : Klinik bersalin dr. Khrisnawan, Sp.OG(K)

Hasil
Presentasi Kepala
Plasenta Di fundus
BPD 9,67 cm
AC -
FL 6,68 cm
UK 37-38 minggu
Cairan ketuban Cukup

8




2. USG di IGD RSUD Karawang
Tanggal : 26 Desember 2018
Lokasi : IGD Kebidanan RSUD Karawang
Hasil tidak dicetak

Hasil
Presentasi Kepala
Plasenta Di fundus
TBJ 3400 gram
BPD 95 mm
AC 337 mm
FL 74 mm
ICA 6
UK 38-39 minggu

2.4.3 CTG
Tanggal : 26 Desember 2018
Lokasi : IGD Kebidanan RSUD Karawang
Kesan: Kategori 3/ CTG Patologis

9




2.5 Resume
Ny. YK, 32 tahun dengan G4P2A1 gravida 40 minggu dengan PEB, pasien
datang ke IGD kebidanan Karawang rujukan dari PKM Klari dengan keluhan
pusing sejak pusing sejak 14 jam SMRS. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan
HPHT lupa. ANC ke Posyandu dan Bidan sejak usia kehamilan 3 bulan, ANC
tidak teratur, sehingga pasien tidak mengetahui jumlah total kunjungan ANC
selama kehamilan. Vaksin TT 2 kali. USG sebanyak 1 kali oleh dr.
Khrismawan, Sp.OG(K), yaitu pada tanggal 5 Desember 2018 dengan hasil
hamil 37-38 minggu janin hidup intrauterine, presentasi kepala, plasenta di
fundus, ICA cukup. Pasien mengatakan terdapat keluhan pusing/ nyeri kepala
sejak 14 jam SMRS. Keluhan disertai dengan adanya mulas hilang timbul sejak
12 jam SMRS. Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah, serta oedem
tungkai. Mual dan muntah dirasakan sejak 2 jam SMRS. Frekuensi muntah 1,
berisi makanan dan air. Oedem pada kedua tungkai dirasa sejak 2 minggu
SMRS. Keluhan pandangan buram, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas
disangkal. Keluhan keluar air-air dari jalan lahir, lendir darah, dan perdarahan
disangkal. Pasien mengatakan gerak janin aktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernafasan 18x/menit, suhu 36,50C, SaO2 98%. Pada status generalis
didapatkan oedema pitting pada kedua tungkai, status generalis lain dalam
batas normal. Status obstetri didapatkan TFU 34 cm dengan bagian teratas janin
adalah bokong, punggung kiri, bagian terbawah kedua janin adalah kepala, dan
bagian terbawahnya belum masuk PAP. DJJ janin yaitu 146 dpm, HIS (-), TBJ:
3410 gram.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil leukositosis,
trombositosis, proteinuria +1. Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil usia
kehamilan 38-39 minggu janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin,
TBJ 3400 gram, air ketuban berkurang (ICA 6).

10




2.6 Diagnosis Kerja
Ibu : Preeklampsia with severe features pada G4P2A1 hamil 38-
39 minggu, serviks belum matang, belum inpartu, air ketuban berkurang
(ICA 6)
Janin : Janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin

2.7 Tatalaksana
§ MgSO4 40% 4 g (bolus)
§ MgSO4 40% 1 g (drip)/ jam selama 24 jam (maintenance)
§ Nifedipin 4x10 mg per oral
§ Rencana terminasi per CTG:
• CTG kategori 1 à induksi
• CTG kategori 2 à resusitasi à CTG kategori 2 à SC
• CTG kategori 3 à SC cito

2.8 Prognosis
Ibu Janin
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Functionam Dubia ad bonam Bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Bonam

2.9 Terminasi
Jenis terminasi : Sectio caesaria
Waktu : 27 Desember 2018 pukul 02.27 WIB
Hasil : Lahir bayi laki-laki, BB 3460 g, PB 50 cm, AS 7/8
Terapi :
• IVFD RL+ MgSO4 1g/jam
• IVFD RL+oksitosin 10 IU/ 8 jam
• Cefriaxone 2x1 g
• Ketolorac 3x30 mg

11




Tanda vital di ruang pemulihan:
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Frekuensi nafas : 18x/menit, reguler
Suhu : 36.7°C
Saturasi oksigen : 99%

2.10 Follow Up
Tanggal 27 Desember 2018
Pasien mengeluh nyeri luka operasi à VAS: 3-4 , ASI (+), nyeri payudara
S (-), flatus (+), BAK dengan kateter urine (jernih), BAB (-). Pusing, mual,
muntah disangkal.
KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 130/80 mmHg S: 36,50C
N: 94x/menit RR: 18 x/menit
SpO2: 98%
O Status Generalis: Bising usus 1-2x/ menit, oedem pitting pada ekstremitas
bawah +/+
Status Obstetri: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
Status lokalis: luka terbalut kassa, rembesan (-)
A P3A1 post SC + MOW H.0 ai. Impending eclampsia, cukup anak
• Ceftriaxone 2x1 g
• MgSO4 4% 1g/jam
P • Ketolorac 3x30 mg
• SF 1x1
• Nifedipin 4x10 mg

12




Tanggal 28 Desember 2018
Pasien mengeluh nyeri luka operasi à VAS: 2-3 , ASI (+), nyeri payudara
S
(-), flatus (+), BAK spontan, BAB (-). Pusing, mual, muntah disangkal.
KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 170/100 mmHg S: 36,50C
N: 98 x/menit RR: 19 x/menit
SpO2: 97%
O Status Generalis: Bising usus 2x/ menit, oedem pitting pada ekstremitas
bawah +/+
Status Obstetri: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
Status lokalis: luka terbalut kassa, rembesan (-)
A POD 1 pada P3A1 post SC +MOW ai. Impending eclampsia, cukup anak
• Ceftriaxon 2x1 g
• Nifedipin 4x10 mg
P
• Ketolorac 3x30 mg
• SF 1x1

13




Tanggal 29 Desember 2018
Pasien mengeluh nyeri luka operasi à VAS: 1 , ASI (+), nyeri payudara (-
S
), flatus (+), BAK spontan, BAB (+). Pusing, mual, muntah disangkal.
KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 170/100 mmHg S: 36,80C
N: 105 x/menit RR: 19 x/menit
SpO2: 98%
O Status Generalis: Bising usus 2x/ menit, oedem pitting minimal pada
ekstremitas bawah
Status Obstetri: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
Status lokalis: luka terbalut kassa, rembesan (-)
A POD II pada P3A1 post SC +MOW ai. Impending eclampsia, cukup anak
• Ceftriaxon 2x1 g
• Nifedipin 4x10 mg
P
• Ketolorac 3x30 mg
• SF 1x1

14




Tanggal 30 Desember 2018
Pasien mengeluh nyeri luka operasi à VAS: 1 , ASI (+), nyeri payudara (-
S
), flatus (+), BAK spontan, BAB (+). Pusing, mual, muntah disangkal.
KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 150/100 mmHg S: 36,70C
N: 88 x/menit RR: 18 x/menit
SpO2: 98%
O
Status Generalis: Bising usus 2x/ menit, oedem tungkai (-)
Status Obstetri: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Status lokalis: luka terbalut kassa, rembesan (-)
A POD III pada P3A1 post SC +MOW ai. Impending eclampsia, cukup anak
• Ceftriaxon 2x1 g
• Nifedipin 4x10 mg
P • Ketolorac 3x30 mg
• SF 1x1
• Rencana pulang besok

15




Tanggal 31 Desember 2018
Tidak ada keluhan. Nyeri luka operasi (-), ASI (+), nyeri payudara (-),
S
flatus (+), BAK spontan, BAB (+). Pusing, mual, muntah disangkal.
KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 130/80 mmHg S: 36,50C
N: 89 x/menit RR: 18 x/menit
SpO2: 99%
O
Status Generalis: Bising usus 2x/ menit, oedem tungkai (-)
Status Obstetri: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Status lokalis: luka terbalut kassa, rembesan (-)
A POD IV pada P3A1 post SC +MOW ai. Impending eclampsia, cukup anak
• Cefadroxil 2x500 mg
• Nifedipin 4x10 mg
P • SF 1x1
• Edukasi makan putih telur 6-8 butir/hari
• Rencana pulang

16




BAB III
ANALISIS KASUS

Ny. YK, 32 tahun dengan G4P2A1 gravida 40 minggu dengan PEB, pasien
datang ke IGD kebidanan Karawang rujukan dari PKM Klari dengan keluhan pusing
sejak 14 jam SMRS. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan HPHT lupa. ANC ke
Posyandu dan Bidan sejak usia kehamilan 3 bulan, ANC tidak teratur, sehingga
pasien tidak mengetahui jumlah total kunjungan ANC selama kehamilan. Vaksin TT
2 kali. USG sebanyak 1 kali oleh dr. Khrismawan, Sp.OG(K), yaitu pada tanggal 5
Desember 2018 dengan hasil hamil 37-38 minggu janin hidup intrauterine,
presentasi kepala, plasenta di fundus, ICA cukup. Pasien mengatakan terdapat
keluhan pusing/ nyeri kepala sejak 14 jam SMRS. Keluhan disertai dengan adanya
mulas hilang timbul sejak 12 jam SMRS. Keluhan juga disertai dengan mual dan
muntah, serta oedem tungkai. Mual dan muntah dirasakan sejak 2 jam SMRS.
Frekuensi muntah 1, berisi makanan dan air. Oedem pada kedua tungkai dirasa sejak
2 minggu SMRS. Keluhan pandangan buram, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan
atas disangkal. Keluhan keluar air-air dari jalan lahir, lendir darah, dan perdarahan
disangkal. Pasien mengatakan gerak janin aktif. Pasien mengaku tidak memiliki
riwayat hipertensi. Hipertensi mulai terjadi pada saat usia kehamilan 6 bulan. Dalam
riwayat keluarganya, ibu pasien dan saudara perempuan pasien tidak pernah
mengalami hal serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernafasan 18x/menit, suhu 36,50C, SaO2 98%. Pada status generalis didapatkan
oedema pitting pada kedua tungkai, status generalis lain dalam batas normal. Status
obstetri didapatkan TFU 34 cm dengan bagian teratas janin adalah bokong,
punggung kiri, bagian terbawah kedua janin adalah kepala, dan bagian terbawahnya
belum masuk PAP. DJJ janin yaitu 146 dpm, HIS (-), TBJ: 3410 gram.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil leukositosis,
trombositosis, proteinuria +1. Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil usia

17




kehamilan 38-39 minggu janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin, TBJ
3400 gram, air ketuban berkurang (ICA 6).
Bedasarkan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan adanya tekanan darah
tinggi, yaitu sebesar 170/110 mmHg dan pada pemeriksaan urin didapatkan
proteinuria +1, sehingga pasien didiagnosis pre eclampsia with severe feature
menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist 2013.
Tekanan darah tinggi dialami sejak usia kehamilan 6 bulan, yang menjelaskan
hipertensi pada pasien timbul setelah usia kehamilan melewati 20 minggu. Pasien
juga mengeluh adanya gejala subjektif berupa pusing, mual, dan muntah. Keluhan
berupa pusing pada pasien merupakan gejala dari gangguan pada neurologik.
Nyeri kepala disebabkan hiperfusi otak sehingga menyebabkan vasogenik edema.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya oedem pitting pada kedua tungkai,
namun untuk oedema tungkai, tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal atau
bersifat fisiologis.
Maka dari itu, berdasarkan kriteria American College of Obstetricians
and Gynecologist dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah
preeclampsia with severe features.
Berdasarkan teori manajemen preeklampsia pada usia kehamilan ≥ 37
minggu, maka dilakukan terminasi kehamilan. Kondisi pasien dengan tekanan
darah 170/110 mmHg perlu dilakukan penurunan dengan obat anti hipertensi.
Secara teori, pemberian obat anti hipertensi tidak direkomendasikan pada tekanan
darah sistolik < 160 mmHg atau diastolik < 110 mmHg karena tidak
mengurangi risiko progresivitas ke preeklampsia, eklampsia, outcome janin, dan
dapat berpotensi menurunkan aliran darah uteroplasenta. Pada tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg, dapat diberikan hidralazin,
labetalol, dan nifedipine sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pada pasien
diberikan obat antihipertensi nifedipine 4x10 mg. Pemberian obat anti kejang
juga diperlukan pada pasien ini untuk mencegah gejala kejang yang merupakan
progresivitas penyakit dari preeclampsia menjadi eklampsia. Obat anti kejang
yang diberikan yaitu MgSO4 40%. Dosis inisial sesuai dengan indikasi yaitu

18




diberikan 4-6 gram melalui intravena secara bolus perlahan. Dilakukan
pemberian secara perlahan, diharapkan agar tidak terjadi efek samping dari obat
tersebut dengan cepat. Magnesium sulfat selanjutnya diberikan dengan dosis
maintenance 1-2 g/jam selama 24 jam. Pada pasien diberikan MgSO4 40% 4
gram bolus intravena sebagai initial dose dan MgSO4 40% 1 g/jam selama 24
jam sebagai maintenance dose.

19




BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut.1 Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama.1,2 Mayoritas ganguan organ spesifik
penyerta dalam kasus preeklampsia adalah berupa proteinuria, namun gangguan
organ spesifik juga dapat mengenai organ target lainnya, seperti trombositopenia,
gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, edema paru, dan gangguan pertumbuhan
janin.1

Preeklamsia diklasifiksikan menjadi preeklamsia berat. Preeklamsia berat


pada dasarnya sama dengan preeklamsia yaitu hipertensi disertai dengan
gangguan organ spesifik. Perbedaan terletak pada batas nilai tekanan darah, yaitu
tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.1

4.2 Epidemiologi
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).3 Preeklampsia merupakan masalah
kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.1 WHO
memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju.4 Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3%
- 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.4,5 Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.6
Dampak preeklamsia tidak hanya dihadapi oleh ibu, melainkan juga oleh bayi

20




yang dikandung dan dilahirkannya. Dampak jangka panjang yang dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan
lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin
terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan
mortalitas perinatal.1

4.3 Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya pre eklamsia dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokan dalam faktor risiko, sebagai berikut:1
1. Usia ibu
Peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada wanita hamil
berusia 40 tahun atau lebih baik pada primipara. Dilaporkan juga bahwa risiko
preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu, yaitu risiko
meningkat 1,3 kali setiap 5 tahun pertambahan umur ibu.
2. Nullipara
Nulipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat untuk terkena preeklamsia
selama masa kehamilan.
3. Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor
risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendah terhadap sperma. Walaupun preeklampsi
dipertimbangkan sebagai penyakit pada kehamilan pertama, frekuensi
preeklampsia menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan
pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek protektif dari
multiparitas menurun apabila berganti pasangan.
4. Jarak antar kehamilan
Wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan nulipara. Dilaporkan juga
bahwa risiko preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval
dengan kehamilan pertama (risiko meningkat 1,5 kali setiap 5 tahun jarak
kehamilan pertama dan kedua)

21




5. Riwayat preeklamsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk. Risiko terjadinya
preeklamsia meningkat hingga 7 kali lipat.
6. Riwayat preeklamsia pada keluarga
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3
kali lipat.
7. Kehamilan multipel
Kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi
preeklampsia dibandingkan kehamilan normal. Kehamilan kembar
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat.
8. Donor oosit, donor sperma, dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer
penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek
protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan
adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor sperma
dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta
makin mengecilnya kemungkinan terjadinya preeklampsia pada wanita hamil
dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama.
9. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas sangat
berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan factor risiko
preeklampsia. Obesitas meningkatkan risiko preeklampsia sebanyak 2, 47 kali
lipat.
10. Diabetes mellitus
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat bila diabetes
mellitus yang terjadi sebelum hamil.
11. Penyakit ginjal

22




Risiko preeklampsia meningkat sebanding dengan keparahan penyakit
pada wanita dengan penyakit ginjal.
4.4 Etiopatogenesis
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Saat ini, sindrom preeklamsia dianggap merupakan hasil dari 2 tahap. Tahap pertama
disebabkan oleh abnormalitas pada proses remodeling trofoblastik endevaskular, sehingga
menyebabkan sindrom klinis tahap 2. Tahap 2 rentan mengalami modifikasi oleh kondisi ibu
yang telah ada sebelumnya, yang mencakup penyakit jantung dan ginjal, diabetes, obesitas,
atau pengaruh hereditas. Secara klinis, preeklamsia dianggap sebagai suatu kesinambungan
proses penyakit yang semakin memburuk.7

23




Tahap 1
Plasentasi yang kurang
baik (awal)

Tahap 2
Stres oksidatif pada
plasenta (lanjut)

Restriksi Pelepaan factor


pertumbuhan plasental ke
janin sistemik

Respons
inflamasi,
aktivasi endotel
sistemik

Sindrom
preeklamsia

Gambar 1. Skema hipotesis sindrom preeklamsia7

Teori invasi trofoblastik abnormal:


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri akuarta dan arteri akuarta memberi
cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.8
Pada implantasi normal, arteri spiralis mengalami remodeling ekstensif
karena diinvasi oleh trofoblas endovascular. Sel ini menggantikan lapisan otot

24




dan endotel untuk memperbesar diameter pembuluh darah. Vena-vena hanya
diinvasi secara superfisial.7 Remodeling pada arteri spiralis terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada
darah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat mengkatkan 10 kali aliran
darah ke uetero plasenta.8
Pada preeklamsia mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet.7 Tidak
terjadi infasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen areteri spiralis tidak memungkinkan distensi dan
vasodilatasi.Akibatnya, arteri spiralis relative mengalimi vasokonstriksi, dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.8 Rata-rata diameter
eksternal mereka hanya setengah dari diameter pembuluh darah pada plasenta
normal,7 yaitu diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada kehamilan
normal.8

25




Gambar 2. Teori invasi trofoblastik abnormal7

Teori faktor imunologis


Hilangnya toleransi sistem imun ibu terhadap antigen janin dan plasenta
atau disebut dengan disregulasi toleransi merupakan teori lain yang berusaha
menjelaskan sindrom preeklamsia.7 Dugaan bahwa faktor imunologis berperan
terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai
berikut:
1) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadi hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
2) Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami sebelumnya
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leucocyte antigen protein G (HLAG) yang bersifat imunosupresif7 yang berperan
penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (Plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofloblas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) pada ibu.8
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi, hilangnya HLA-G merupakan suatu pra kondisi
untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk

26




menghadapi sel NK. Pada plasenta ibu dengan hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desudua daerah plasenta
akan menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan
terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang terjadi sitikon,
sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi
immunemaladaptation pada preeklampsia.8
Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T helper (Th) tipe 2,
sehingga Th2 meningkat dibandingkan Th1. Sel Th2 memacu imunitas humoral,
sedangkan sel Th1 merangsang sitokin peradangan. Sejak awal trimester kedua
pada perempuan yang selanjutnya mengalami preeklamsia, kerja Th1 meningkat
dan terjadi perubahan rasio jumlah sel Th1 dan Th2. Factor yang berperan
terhadap reaksi radang yang dipicu imunologis dirangsang oleh mikropartikel
plasenta, serta oleh adiposit.7

Teori aktivasi sel endotel


Perubahan inflamatorik merupakan kelanjutan perubahan pada tahap 1
yang disebabkan oleh kegagalan plasentasi atau remodeling arteri spiralis.
Disfungsi sel endotel disebabkan oleh keadaan leukosit terhiperaktivasi dalam
sirkulasi ibu. Secara singkat, sitokin seperti TNF-α dan interleukin mungkin
berperan dalam timbulnya stress oksidatifterkait preeklamsia.7
Stres oksidatif ini ditandai dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal
bebas yang menyebabkan terbentuknya peroksida lipid.7 Hal ini kemudian
membentuk radikal-radikal yang amat toksik yang akan mencederai sel endotel,
mengubah produksi nitrat oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin.7 Akibat dari sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran
sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut disfungsi endotel.Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel, maka akan
terjadi gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu fungsi sel endotel

27




adalah prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang
merupakan suatu vasodilatator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah
endotel yang mengalami kerusakan.Agregrasi sel trombosit ini adalah untuk
menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan.Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yang merupakan suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, perbandingan kadar prostasklin
dibandingkan tromboksan, lebih tinggi kadar prostasiklin. Pada preeklamsia,
kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah.8
Akibat lain dari stress oksidatif mencakup produksi sel busa makrofag
yang penuh lipid dan menyebabkan aterosis, aktivasi koagulasi mikrovaskular,
yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang ditandai dengan edema dan proteinuria.7

Teori faktor nutrisi

Diet tinggi buah dan sayuran memiliki aktivitas antioksidan yang terkait
dengan penurunan tekanan darah. Diketahui bahwa insiden preeklamsia
meningkat 2 kali lipat pada perempuan yang memiliki asupan askorbat <85
mg/hari. Studi memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium pada popilasi yang
memiliki asupan kalsium diet yang rendah memiliki sedikit efek dalam
menurunkana angka kematian perinata, tapi tidak berdampak pada insiden
preeklamsia. Suplementasi antioksidan vitamin C dan E tidak menunjukkan
manfaat.7 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.8

28




Teori Genetik
Preeklamsia merupakan penyakit multifactorial dan poligenik. Risiko
insiden preeklamsia sebesar 20-40% terjadi pada anak dari ibu yang pernah
mengalami preeklamsia, 11-37% pada saudara perempuannya dan 22-47% pada
kembaran perempuannya. Dilaporkan adanya komponen genetic untuk hipertensi
gestasional dan preeklamsia.
Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat dari interaksi
ratusan gen yang diwariskan yang mengendalikan sejumlah besar fungsi metabolic
dan enzimatik di setiap system organ. Terkait dengan hal ini, ekspresi fenotip akan
berbeda meskipun genotio sama, bergantung pada interaksi dengan factor
lingkungan.7

4.5 Patofisiologi
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu
karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:8,9
1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi
ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi
penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

2. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat
yang mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah
proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat
banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan
penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.

29




3. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklamsi terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal.
Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada
preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar
normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil dengan vasospasme yang hebat.
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi
garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju
filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien
preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Kelainan ginjal yang dapat
dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul
tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein
molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.

4. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase
alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal
dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika.

30




5. Darah

Kebanyakan pasien preeklampsiaakan mengalami


koagulasi intravaskuler (DIC) dan destruksi eritrosit.
Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering biasanya
50.000/µL ditemukan pada 15-20% pasien dan level fibrinogen
meningkat pada pasien preeklamsi dibandngkan dengan ibu hamil
dengan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada
pasien preeklampsia, ditakutkan terjadinya abruption placenta. Pada
10% pasien PEB, dapat terjadi HELLP syndrome dengan adanya tanda
anemia hemolitik,peningkatan enzim hati, dan penurunan jumlah
trombosit.

6. Sistem endokrin dan metabolisme air dan elektrolit


Pada preeklamsi, sekresi hormone ole apparatus jukstaglomerulus
berkurang, proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga
menurunkan kadar aldosteron di dalam darah. Pada ibu hamil dengan
preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini
terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah
jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer. Pada pasien
preeklampsia, terjadi pergeseran cairan dari intravaskular ke
interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum,
viskositas darah, dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan
aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.

7. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi
tak berfungsi. Jika autoregulasi tak berfungsi, penghubung antara endotel
akan menyebabkan ekstravasasi plasma dan sel sel darah keluar
mengisi ruangan ekstravaskuler.

31




8. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada


satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasme
arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tapi bukan berarti spasme yang ringan adalah preeklampsia yang
ringan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia
merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks
serebri maupun didalam retina.

9. Akibat preeklampsia pada janin


Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme,
penurunan perfusi uteroplasenta, dan kerusakan sel endotel pembuluh
darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat. Dampak
preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine Growth Restriction
(IUGR), oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio
plasenta.

4.6 Diagnosis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit. Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi
kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan
darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset
setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolic diukur dengan mendengar bunyi
korotkoff V (hilangnya bunyi).

32




Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
proteinurinia. Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg
dalam 24 jam atau tes urin dipstik >+1. Dilaporkan bahwa pemeriksaan kadar
protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan
positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:1,9

Gambar 3. Kriteria diagnosis preeklamsia9


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau preeklamsia berat. Kriteria gejala dan
kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preeclampsia
with severe features adalah salah satu dibawah ini :

33




Gambar 4. Kriteria diagnosis pre eclampsia with severe features9

4.7 Penatalaksanaan
1. Manajemen ekspektatif
Manajemen ekspektatif adalah manajemen dengan tujuan untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif
tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom
HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal seperti
penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif
dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada
manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih

34




banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas,
perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.1

Gambar 5. Manajemen preeklamsia tanpa gejala berat1

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa


gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan

35




Gambar 6. Manajemen ekspektatif preeklamsi berat1

• Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia


berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin

36




• Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal
• Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
• Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk
melakukan rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.
Indikasi terminasi kehamilan
Indikasi maternal Indikasi janin
• Hipertensi berat berulang • Usia gestasi > 34 0/7 minggu

• Gejala preeklamsia yang • Restriksi pertumbuhan janin
menetap (nyeri kepala, (TBJ < persentil 5)
pandangan kabur, dll)
• Gangguan fungsi ginjal • Oligohidramnion persisten
progresif (Cr > 1,1 mg/dl) (SDP <2 cm)
• Trombositopenia persisten • Doppler a. umbilicalis:
atau HELLP syndrome reversed end diastolic flow

• Edema paru • Profil biofisik < 4/10

• Eklamsia • Deselerasi lambat atau


deselerasi variable yang
berulang
• Solusio plasenta • Kematian janin

• Persalinan atau ketuban pecah

Tabel 1. Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat.9

1. Pemberian Magnesium Sulfat


Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal.

37




• Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada pasien preeklampsia berat
• Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya
kejang/eklampsia atau kejang berulang
• Dosis loading 4-6 gr intravena, dosis maintenance 1-2 gr/ jam selama 24
jam
• Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan
secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala
pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat).

2. Pemberian antihipertensi
Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk keselamatan ibu dalam
mencegah penyakit serebrovaskular. Selain itu juga mencegah risiko pada ibu,
seperti hipertensi urgensi yang memerlukan rawat inap, dan kerusakan organ
target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan
organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada
wanita yang sebelumnya normotensi.
• Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg
• Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg
• Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine danlabetalol parenteral
• Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol.
• Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB

38




(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu
hamil.10

Gambar 7. Obat antihipertensi pada ibu hamil10

4.8 Pencegahan1
a. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala
dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat.
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan
bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan
untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun
hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum
diketahui.
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat
digunakan untuk meramalkan. kejadian preeklampsia, namun belum ada
satu tes pun yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh
serangkaian pemeriksaan yang kompleks agar dapat meramalkan suatu
kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan
dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya,
sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi
dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko
preeclampsia.

• Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama

39




Anamnesis:
Ø Umur > 40 tahun
Ø Nulipara
Ø Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Ø Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Ø Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau
lebih
Ø Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
Ø Kehamilan multiple
Ø IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Ø Hipertensi kronik
Ø Penyakit Ginjal
Ø Sindrom antifosfolipid (APS)
Ø Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
embrio
Ø Obesitas sebelum hamil

Pemeriksaan fisik:
Ø Indeks masa tubuh > 35
Ø Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
Ø Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6
jam atau secara kuantitatif 300/24 jam.
Jadi pencegahan primer yaitu Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya
preeclampsia untuk setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya.

b. Pencegahan Sekunder Preeklampsia


1. Istirahat
Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari Cochrane,
istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko
preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas. Istirahat

40




dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi juga
menurunkan risiko preeclampsia.
2. Penggunaan aspirin
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki
efek penggunaan aspirin dosis rendah (60-80 mg) dalam mencegah
terjadinya preeklampsia. Beberapa studi menunjukkan hasil
penurunan kejadian preeklampsia pada kelompok yang mendapat
aspirin.

3. Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan
kejadian hipertensi dan preeklampsia, terutama pada populasi
dengan risiko tinggi untuk mengalami preeklampsia dan yang
memiliki diet asupan rendah kalsium. Suplementasi ini tidak
memberikan perbedaan yang signifikan pada populasi yang
memiliki diet kalsium yang adekuat. Tidak ada efek samping yang
tercatat dari suplementasi ini.
• Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan
terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah
• Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklamsia.

4.9 Komplikasi
1. Penurunan tekanan darah
Pada ibu hamil dengan preeklampsia penting untuk menjaga
kestabilan tekanan darah terutama demi kepentingan kesehatan maternal
yakni mencegah terjadinya komplikasi yang dapat membahayakan nyawa
ibu hamil.

41




2. Solusio plasenta
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab terjadinya
perdarahan antepartum yakni perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan
yang telah melewati trimester III atau menjelang persalinan. Preeklampsia
meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta. Perdarahan berat yang
diakibatkannya dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janin.
3. Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan
atau koma. Kondisi ini dapat terjadi ketika preeklampsia tidak dapat
dikontrol. Di United Kingdom, eklampsia diketahui merupakan 1-2%
komplikasi dari preeklampsia pada ibu hamil.
4. HELLP syndrome (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet Count)
HELLPsyndrome adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopeni. Gejala dari syndrome ini antara lain mual dan muntah, sakit
kepala, dan rasa nyeri pada daerah abdomen kanan atas.
5. Infark miokard
Kebanyakan gagal jantung akut pada kehamilan merupakan akibat
dari infark miokard dan penyakit katup jantung. Kejadian ini akan
meningkat bila ibu hamil memiliki riwayat SLE (Systemic Lupus
Erythematosus).
6. Stroke
Sekitar 50.000 wanita di seluruh dunia diketahui meninggal setiap
tahun akibat preeklampsia dan morbiditas seperti solusio plasenta,
perdarahan intra abdomen, gagal jantung, dan multi organ failure sebanyak
15 kasus terkonfirmasi preeklampsia yang berakibat pada perdarahan
otak.Pada kasus preeklampsia,tekanan darah sistolik mencapai 160 mmHg
maka stroke dapat terjadi. Komplikasi ini merupakan penyebab utama
kematian maternal.
7. Gangguan ginjal akut

42




Plasenta pada ibu hamil dengan preeklampsia diketahui
mengeluarkan berbagai faktor anti angiogenik ke dalam sirkulasi maternal
yang diyakini menyebabkan disfungsi sel endotel secara sistemik
danmikroangiopati. Di ginjal, kerusakan sel endotel ini mengakibatkan
endoteliosis kapiler glomerulus dan proteinuria. Endoteliosis glomerulus
ditandai dengan deposisi fibrin dan fibrinogen pada sel endotel disertai
pembengkakan endotel sehingga pada akhirnya mengakibatkan obliterasi
dari fenestra endotel dan hilangnya ruang kapiler. Kerusakan ini dulu
diyakini bersifat sementara, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa
preeklampsia dapat meninggalkan kerusakan glomerulus secara permanen.
Hal ini sesuai dengan penelitian Cunningham yang mengevaluasi 37 wanita
hamil dengan gangguan ginjal berat dimana ditemukan 64% dari wanita
tersebut mengalami preeklamsia.

43




BAB IV
KESIMPULAN

Preklampsia merupakan saah satu dari tiga besar yang menyebabkan


kematian ibu, yang termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. WHO
memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju.5 Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% -
6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.5,6 Insiden preeklampsia
di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.1
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ,
seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Hasil metaanalisis
menunjukkan peningkatan bermakna risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik,
stroke dan tromboemboli vena pada ibu dengan riwayat preeklampsia. Dampak
jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya
angka morbiditas dan mortalitas perinatal.1

44




DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto


Maternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana
Pre-eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Jakarta: 6-
35.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular.Pedoman Tatalaksana
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. 2015. Jakarta: 1.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2015.
4. Osungbade KO, Ige OK. Public Health Perspectives of Preeclampsia in
Developing Countries: Implication for Health System Strengthening. Journal of
Pregnancy. 2011; 2011: 1-6.
5. Villar J, Betran AP, Gulmezoglu M. Epidemiological basis for the planning
of maternal health services. WHO. 2001.
6. Statistics by country for preeclampsia. (Diakses pada 8 Agustus 2011).
Diunduh dari: http://www.wrongdiagnosis.com/p/preeclampsia/stats-
country.htm.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY
(ed). Hypertensive disorders. Dalam: Williams Obstetrics. Edisi 24. New
York: McGraw Hill; 2014: 728-34.
8. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, ed. Ilmu Kebidanan.
Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010: 530-61.
9. The American College of Obstetrcians and Gyneceologists. Management of
Preeclamsia and HELLP Syndrome. Dalam: Hypertension in Pregnancy.
Washington DC; 2013: 31-40.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi Dalam Kehamilan,
Preeklampsia, dan Eklampsia. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1. Jakarta; 2013. 109-17.

45

Anda mungkin juga menyukai