IVIL SERVICE
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
SUSUNAN REDAKSI
Pimpinan umum/
Penanggungjawab : Kepala Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian
Pimpinan Redaksi : Novi Savarianti F, S.H., MH. (Hukum Administrasi Negara/BKN)
Wakil Pimpinan Redaksi : Ajib Rakhmawanto, S.IP., M.Si. (Kebijakan Publik/BKN)
Anggota Redaksi : Dr. Muhlis Irfan, S.IP, M.Si. (Manajemen Publik/BKN)
Dr. Janry Haposan U.P. Simanungkalit (Manajemen Publik/BKN)
Mitra Bestari : Prof. Dr. Eko Prasojo (Kebijakan Publik/UI)
Prof. Dr. Yeremias T. Keban (Manajemen Publik/UGM)
Prof. Riset Rusdi Muchtar, MA., APU (Kebijakan Publik/LIPI)
Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti (Politik dan Kebijakan/LIPI)
Dr. Slamet Rosyadi (Manajemen Publik/UNSOED)
Dr. MR. Khairul Muluk (Manajemen Publik/UNIBRAW)
Dr. Hj. R. Ira Irawati (Organisasi Publik & Manajemen SDM/UNPAD)
Penyunting Bahasa : Eka R.D. Situmorang, S.Pd., M.Si.
Sekretariat Redaksi : Seno Hartono, S,Sos.i
Mamat, S.Sos., M.Si.
Sarah Dyba, SE.
Sirkulasi/Distribusi : Heri Noviyanto, A.Md.
Desain Cover/Layout : Santosa
Alamat Redaksi : Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian
Badan Kepegawaian Negara (BKN)
Lantai 2 Gedung Blok II
Jl. May. Jend. Sutoyo Nomor 12 Cililitan, Jakarta Timur
Telp. (021) 80887011, (021) 8093008 ext.2206-2207
Fax. (021) 80887011
e-mail: litbang@bkn.go.id
puslitbang_bkn@yahoo.com
C
Vol. 8, No.1, Juni 2014 ISSN: 1978-7103
IVIL SERVICE
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
PENGANTAR REDAKSI
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dianggap
sebagai salah satu pilar utama keberhasilan reformasi birokrasi yang membawa perubahan mendasar
dalam manajemen sumber daya Aparatur Sipil Negara (ASN). Perubahan tersebut membawa konsekuensi
bahwa pegawai ASN merupakan suatu profesi yang memiliki kewajiban untuk melakukan pengembangan
diri dan wajib mempertanggungjawabkan kinerja serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan
manajemen ASN. Oleh karenanya profesi ASN perlu dikelola secara profesional, dan pengelolaan
manajemen ASN harus memiliki konsep yang jelas untuk perbaikan dimasa depan. Analisis dan pendapat-
pendapat mengenai berbagai konsep, pemikiran dan strategi pengembangan ASN tersebut kiranya dapat
menjadi rekomendasi bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan pengembangan ASN.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol. 8 No. 1 Juni 2014 diterbitkan dengan topik
“Pengembangan ASN Berbasis Merit Dalam Kerangka UU ASN”. Adapun yang dibahas dalam artikel-
artikel tersebut, yaitu mengenai faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan
ASN berbasis merit dalam kerangka UU ASN.
Artikel-artikel dalam jurnal edisi ini diisi oleh para penulis dari kalangan akademisi dan praktisi yang
mengangkat judul sebagai berikut: (1) Nilai Penting Konsep Affirmative Action Policy Dalam Pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Berbasis Merit, (2) Undang-Undang Aparatur Sipil Negara:
Membangun Profesionalisme Aparatur Sipil Negara, (3) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Aparatur Pelayanan Publik Dalam Kerangka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara, (4) Merit System dan Politik Birokrasi Di Era Otonomi Daerah, (5) Prospek Pengembangan
Aparatur Sipil Negara Berbasis Merit: Peluang Dan Tantangan Untuk Membangun Birokrasi Profesional
dan Berintegritas, (6) Eksistensi Kebijakan Pengisian Jabatan Struktural Dalam Kerangka Pengembangan
SDM Aparatur Berbasis Merit, (7) Energizing Bureaucracy Sebagai Model Pengembangan Karir Aparatur
Berbasis Meritokrasi Di Era UU ASN: Tawaran Perspektif Alternatif. Artikel-artikel tersebut diharapkan
dapat memberikan pemahaman yang mendalam serta pemikiran baru mengenai Pengembangan SDM
Aparatur.
Redaksi
ii
C
Vol. 8, No.1, Juni 2014 ISSN: 1978-7103
IVIL SERVICE
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
DAFTAR ISI
ARTIKEL
• Nilai Penting Konsep Affirmative Action Policy dalam Pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) Aparatur Berbasis Merit ........................................................................ 1 - 12
Bambang Sunaryo dan Celly Cicellia
• Prospek Pengembangan Aparatur Sipil Negara Berbasis Merit: Peluang dan Tantangan
untuk Membangun Birokrasi Profesional dan Berintegritas ........................................... 53 - 60
Slamet Rosyadi
iii
Vol. 8, No.1, Juni 2014 ISSN: 1978-7103
Bambang Sunaryo (Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM) dan Celly Cicellia (Housing Research
Center Yogyakarta)
Nilai Penting Konsep Affirmative Action Policy dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Berbasis Merit
Civil Service Vol. 8 No.1 Juni 2014 Halaman 1 - 12
Konsep affirmative action policy menghadirkan kesempatan diberlakukannya tahapan operasional dan bobot pengembangan
SDM yang berbeda terhadap setiap aparatur sipil yang memiliki disparitas kapasitas SDM, untuk mencapai tujuan yang
sama yakni ini peningkatan kualitas kelembagaan birokrasi publik. Adopsi konsep affirmative action policy memberikan nilai
penting akselerasi pengembangan SDM aparatur berbasis merit untuk dapat dijadikan sebagai perangkat untuk menjalankan
pembangunan kelembagaan birokrasi yang lebih baik sesuai subtansi UU ASN.
Kata kunci: affirmative action policy, pengembangan SDM, merit, UU ASN
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) membawa angin segar bagi perjalanan
reformasi birokrasi di Indonesia. Undang-Undang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut meletakan perubahan mendasar dalam
sistem manajemen ASN. Sebagaimana layaknya sebuah perubahan, implementasi UU ASN juga diwarnai perbedaan-
perbedaan pendapat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya permohonan uji materi terhadap Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3)
UU ASN di Mahkamah Konstitusi (Salinan Permohonan No 41/PUU-XII/2014). Pemohon berdalil kedua Pasal yang mengatur
tentang keharusan PNS mengundurkan diri secara tertulis ketika mendaftarkan sebagai calon untuk dipilih dalam pemilihan
umum bertentangan dengan hak asasi mereka yang dilindungi dalam konstitusi. Untuk memudahkan pemahaman kita, tulisan
ini akan menguraikan filosofi dan dasar-dasar pengaturan UU ASN dalam rangka meningkatkan profesionalisme ASN.
Kata Kunci: UU ASN, reformasi birokrasi, manajmen ASN, profesionalisme ASN
Indaru Setyo Nurprojo (Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman)
Merit System dan Politik Birokrasi di Era Otonomi Daerah
Civil Service Vol. 8 No.1 Juni 2014 Halaman 45 - 52
Aplikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dimaksudkan untuk melakukan reformasi bi-
rokrasi. Semangat implementasi merit system dalam Undang-Undang ini adalah untuk meningkatkan independensi dan ne-
tralitas, kompetensi, kinerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta pengawasan dan akuntabilitas aparatur
sipil negara. Namun faktanya, pertama, struktur birokrasi di daerah masih sangat besar, perilaku yang belum profesional,
belum memiliki kompetensi yang baik, dan belum adanya etika pelayanan yang baik. Kedua, kondisi riil sumberdaya manusia
yang ada dan konstelasi social politik yang terjadi di daerah. Akhirnya, terjadi politisisasi birokrasi yang tidak ada ujung.
Kata Kunci: merit system, politisasi birokrasi, otonomi daerah
iv
Vol. 8, No.1, Juni 2014 ISSN: 1978-7103
Era reformasi merupakan era transisi birokrasi, dari birokrasi tradisional menuju birokrasi modern. Perubahan paradigma
birokrasi pemerintah menuntut perubahan kebijakan guna pengembangan SDM Aparatur berbasis merit. Salah satunya
adalah sistem pengisian jabatan struktural. Keberadaan dari istilah jabatan struktural memang tidak dimunculkan dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, namun eksistensinya tetap ada melalui pengisian jabatan administrasi dan jabatan
pimpinan tinggi. Hal ini menarik ditelaah tatkala sistem kebijakan ini masih dalam proses mencari format yang ideal sehingga
perlu untuk dikritisi dan diberikan masukan. Karenanya perlu sinkronisasi dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil sehingga
dapat menciptakan harmonisasi dalam sistem promosi yang selaras dengan tujuan diharapkan.
Kata Kunci: jabatan struktural, jabatan administrasi, jabatan pimpinan tinggi
Wasisto Raharjo Jati (Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Energizing Bureaucracy Sebagai Model Pengembangan Karir Aparatur Berbasis Meritokrasi Di Era UU ASN:
Tawaran Perspektif Alternatif
Civil Service Vol. 8 No.1 Juni 2014 Halaman 73 - 83
Tulisan akan mengelaborasi lebih lanjut mengenai perspektif energizing bureaucracy sebagai model alternatif dalam
pengembangan kompetensi birokrasi. Adapun pengembangan kompetensi birokrat tidaklah hanya berdasarkan pada merit
system yang berdasarkan pada profesionalitas dan berorientasi pada hasil. Namun juga mengarah pada pembentukan sikap
afeksi dan afirmasi dalam pelayanan publik. Perspektif ini mensinergiskan nilai-nilai profesionalisme dan voluntarisme dalam
pengembangan kompetensi birokrat agar bisa menghasilkan kinerja maksimal baik pada publik maupun organisasi.
Kata Kunci: birokrasi, kompetensi, merit system, energizing bureaucracy
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Konsep affirmative action policy menghadirkan kesempatan diberlakukannya tahapan operasional dan bobot pengembangan
SDM yang berbeda terhadap setiap aparatur sipil yang memiliki disparitas kapasitas SDM, untuk mencapai tujuan yang
sama yakni ini peningkatan kualitas kelembagaan birokrasi publik. Adopsi konsep affirmative action policy memberikan nilai
penting akselerasi pengembangan SDM aparatur berbasis merit untuk dapat dijadikan sebagai perangkat untuk menjalankan
pembangunan kelembagaan birokrasi yang lebih baik sesuai subtansi UU ASN.
Abstract
The concept of affirmative action policy presents different applied opportunities of operational stages and human resource
development towards any civilian apparatus who possess disparity human resources capacity to achieve the same goal
that is to improve the institutional public bureaucracy quality. Adoption of the affirmative action policy concept provides an
important value for the human resource development acceleration based on merit in order to serve as a device to run a better
bureaucratic institutional development as stated in the Law No. 5 of 2014.
Key word: affirmative action policy, human resource development, merit, Law No. 5 of 2014.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Pengembangan SDM memiliki makna antitesis konsep affirmative action policy yang
upaya peningkatan perangkat organisasi dari menyebutkan bahwa implementasi affirmative
aspek pendidikan, entrepreneur, administrative, action policy dalam pengembangan SDM biro-
perilaku, riset dan teknologi (World Bank 1993). krasi justru membuat inefisensi kelembagaan
Pengembangan SDM dilakukan sebagai tindakan birokrasi. Ada potensi peningkatan beban kerja
pengembangan organisasi. Secara konseptual, birokrasi yang muncul ketika konsep affirmative
pengembangan SDM merupakan bagian dari action policy pengembangan SDM aparatur sipil
manajemen SDM suatu organisasi. Menurut mensyaratkan adanya bobot pembinaan dan
Amstrong (2003) manajemen SDM menjadi penge- pendidikan yang berbeda pada aparatur sipil
lolaan organisasi yang memuat nilai strategis yang memiliki perbedaan kapasitas berdasarkan
dan koheren. Dalam kaitanya dengan hal ini, merit hasil pemetaan kapasitas SDM yang sebelumnya
system selalu diidentikan sebagai mekanisme telah dilakukan. Hal ini dikarenakan pember-
yang paling konstributif pada tahapan manajemen lakuan pembobotan pembinaan dan pendidikan
SDM organisasi termasuk pada proses pengem- SDM aparatur sipil membutuhkan sumber daya
bangan SDM aparatur sipil birokrasi. keuangan, waktu dan kapasitas leadership yang
memadai.
Keterkaitan Antara Perspektif Affirmative Pada tataran praktis tidak bisa dipungkiri
Action Policy dan Pengembangan SDM bahwa affirmative action policy terlihat tidak
Birokrasi Berbasis Merit efisien dalam jangka pendek (Fryer, Loury dan
Meskipun sekilas nampak adanya Yuret: 2003). Pada jangka pendek yang nampak
ketidak-terkaitan antara perspektif affirmative justru peningkatan beban anggaran birokrasi
action policy dan pengembangan SDM, namun untuk membiayai berbagai konsekuensi yang
secara konseptual keduanya memiliki keter- muncul dari hasil tindakan-tindakan afirmasi para
kaitan yang logis. Perspektif affirmative action policy maker pendukung affirmative action policy.
policy memberikan pandangan bahwa dalam Namun di sisi lain dalam jangka panjang, konsep
proses pengembangan SDM perlu dilakukan affirmative action policy dalam pengembangan
pemetaan kapasitas dan prestasi masing-masing SDM aparatur sipil birokrasi memberikan aspek
aparatur sipil, serta latar belakang sosial, ekonomi efisiensi dan efektivitas yang memadai bagi
dan pendidikannya guna memastikan bobot birokrasi. Hasil akhir berupa pemerataan serta
pengembangan yang diberlakukan pada masing- peningkatan kapasitas aparatur sipil merupakan
masing SDM. Pemberlakuan variasi pembobotan pencapaian jangka panjang yang berpotensi
dan tindakan pembinaan dan pendidikan dalam diperoleh dalam penerapan konsep affirmative
proses pengembangan SDM birokrasi menjadi action policy pengembangan SDM aparatur sipil.
upaya akselerasi kelompok-kelompok SDM Berbagai problem penyelenggaraan
yang notabene memiliki disparitas kapasitas dan pelayanan publik yang dialami oleh SDM
prestasi sehingga menghasilkan pemerataan aparatur sipil birokrasi level bawah seperti
peningkatan. Pemberlakuan pembobotan dan yang diilustrasikan Lipsky (1969) membutuhkan
tindakan pembinaan dan pendidikan yang penanganan yang bersifat afirmasi, mengingat
lebih intens pada SDM dengan kapasitas yang adanya ketidak-seragaman derajat problem
cenderung rendah menjadi gambaran praktek peyelenggaraan pelayanan publik yang dialami
affirmative action policy yang memastikan oleh masing-masing SDM aparatur tersebut.
adanya upaya akselerasi peningkatan kapasitas Terkait hal ini, konsep affirmative action policy
SDM tersebut. menjadi solusi untuk mencegah timbulnya
Meskipun secara konseptual menghadir- patologi birokrasi yang muncul akibat adanya
kan pemikiran baru terhadap konsep pengem- ketidakseimbangan kapasitas aparatur sipil
bangan SDM, pada tataran teoritis, konsep birokrasi tersebut. Berbagai patologi birokrasi
affirmative action policy tidak bebas dari kritikan. yang muncul seringkali disebabkan adanya
Misalnya dalam studi kebijakan publik yang ketidakseimbangan kapasitas kinerja aparatur
dilakukan oleh Soni (dalam Ayob: 2008), terdapat sipil sehingga perlu adanya penambahan
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
bobot pembinaan dan pendidikan bagi SDM Problema Kapasitas SDM Aparatur Sipil
aparatur yang dinilai masih menghadapi problem Permasalahan kurang maksimalnya
rendahnya. Pemimpin yang baik perlu bersikap kapasitas SDM aparatur sipil seolah telah men-
aktif dalam pengelolaan keragaman nilai. jadi permasalah klasik dalam diskusi tentang
Dengan demikian kepemimpinan birokrasi yang kinerja birokrasi Indonesia. Persepsi k��������
epuasan
baik dapat diwujudkan melalui penempatan masyarakat kelompok sasaran kebijakan yang
kebijakan afirmasi pengembangan SDM aparatur rendah terhadap penyelenggaraan pelayanan
sipil birokrasi sebagai tindakan manajerial publik yang ja��������������������������������
mak dijumpai menjadi salah satu
kinerja pelayanan publik. bukti masih
�������������������������������������������
dihantuinya birokrasi Indonesia oleh
problem kapasitas aparatur sipil. ����������
Keanekara-
gaman latar belakang sosial, eko�������������
nomi dan pen-
PEMBAHASAN didikan telah menciptakan kesenjangan kapasi-
tas SDM aparatur sipil. Hal ini dapat �������������
dilihat pada
Metode penelitian yang digunakan dalam kondisi ketidakmerataan prestasi kinerja SDM
tulisan ini adalah jenis metode analisis deskriptif aparatur sipil birokrasi di In�����������������������
donesia. Tidak bisa di-
kualitatif. Pemilihan metode ini dimaksudkan pungkiri bahwa secara
�������������������������������
empiris ada kesenjangan
sebagai upaya penulis untuk menghasilkan sosial, ekonomi serta pendidikan serius baik antar
analisis mendalam terkait masalah nilai penting kelompok masyarakat maupun antara daerah
affirmative action policy pengembangan SDM dan antara wilayah yang menjadi ��������� problema
aparatur sipil birokrasi Indonesia berbasis merit. nasional (Sofian, 2010). Kesenjangan kondisi
Menurut Huberman dan Milles (2009) analisis sosial, ekonomi dan pendi����������������������
dikan ini tidak hanya
deskriptif merupakan teknik analisis data yang menunjukan belum tuntasnya kinerja birokrasi
memberikan hasil analisis lebih mendalam publik mendorong
���������������������������������
pencapaian peningkatan
dan berkesinambungan karena tidak hanya aspek sosial, ekonomi dan pendidikan secara
berhenti pada struktur penjelasan (explanatory berkesinambungan, melainkan juga menjadi latar
structure). Pandangan Hubermas dan Milles belakang munculnya hambatan birokrasi berupa
tersebut menunjukkan bahwa dalam komparasi tidak meratanya kapasitas aparatur sipil birokrasi
antara metode analisis deskriptif kualitatif dan Indonesia.
ekplanatori, metode analisis deskriptif memuat SDM aparatur sipil memiliki peran yang
kelebihan berupa hasil analisis yang lebih sangat penting dalam penyelenggaraan tugas
mendalam. pokok dan fungsi birokrasi. SDM aparatur sipil
Tulisan ini fokus terhadap konsep merupakan unsur penentu yang dominan dari
affirmative action policy dalam pengembangan kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh
SDM aparatur sipil. Sedangkan lokusnya adalah lembaga birokrasi. Hal ini menunjukan bukti
pengembangan SDM aparatur sipil birokrasi bahwa dinamika pencapaian penyelenggaraan
Indonesia. Metode analisis deskriptif kualitatif pelayanan dan kebijakan publik sangat ter-
dalam tulisan dipilih untuk menghasilkan analisis gantung pada kualitas SDM aparatur sipil
mendalam untuk menampilkan kebaruan tersebut. Kondisi lambannya birokrasi dalam
pemikiran dan temuan penelitian mengenai merespon kebutuhan pelayanan dan kebijkan
proses penyelenggaraan pengembangan SDM publik menjadi problema yang tidak bisa di-
aparatur sipil birokrasi secara afirmasi dengan lepaskan dari kapasitas SDM aparatur sipil. Masih
menerapkan konsep affirmative action policy belum maksimalnya kualitas kapasitas SDM
dalam pengembangan SDM aparatur sipil aparatur sipil memberi andil yang besar dalam
birokrasi Indonesia berbasis merit. Melalui kelambanan kinerja pelayanan dan kebijakan
penggunaan metode analisis deskriptif kualitatif publik birokrasi. Bagi SDM aparatur sipil biro-
ini, penulis berupaya untuk menampilkan krasi Indonesia dengan kapasitas yang kurang
keterkaitan pemikiran affirrnative action policy, memadai, peningkatan kinerja birokrasi dalam
konsep pengenmbangan SDM aparatur sipiil menyelenggarakan pelayanan dan kebijakan
birokrasi dan sistem merit manajemen SDM. publik, seolah belum dapat dipahami dan
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
adil dan wajar, dengan tanpa membedakan latar jerial birokrasi dalam implementasi konsep
belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal- affirmative action policy pengembangan SDM
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur aparatur sipil tersebut. Demikian pula sebaliknya,
atau kondisi kecacatan. Penegasan sistem merit konsep affirmative action policy memberikan
dalam manajerial aparatur sipil ini merupakan inovasi terhadap sistem merit pengembangan
bentuk inovasi mekanisme perencanaan tata SDM aparatur sipil karena dengan adanya
kelola birokrasi Indonesia. Hal ini karena dalam berbagai keputusan maupun tindakan afirmatif
penegasan sistem merit birokrasi Indonesia dalam proses pembinaan dan pendidikan SDM
tersebut, terdapat perencanaan strategis yang aparatur sipil, maka sistem merit pengembangan
mencoba mengarahkan kelembagaan birokrasi SDM aparatur sipil birokrasi tersebut akan
Indonesia dengan semangat good governance. lebih variatif, memuat unsur kebaruan dan meng-
Meskipun dalam proses rekrutmen SDM hindari kejenuhan yang berpotensi muncul akibat
aparatur sipil birokrasi Indonesia telah dilakukan kakunya mekanisme merit ini.
berbasis merit, namun problema ketidakmerataan Sistem merit dapat digunakan untuk
kapasitas SDM aparatur sipil masih menjadi memastikan implementasi affirmative action
momok mengerikan yang menghantui proses policy pengembangan aparatur sipil menjadi lebih
manajerial SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia terarah. Hal ini karena meskipun dalam afirmasi
tersebut. Kondisi keragaman lingkungan sosial, pengembangan SDM aparatur sipil terdapat
ekonomi dan pendidikan telah melatarbelakangi peluang untuk memperlakukan keputusan
berbedaan kapasitas dan pencapaian prestasi dan tindakan yang berbeda pada setiap SDM
kerja masing-masing SDM aparatur sipil birokrasi aparatur sipil, perbedaan perlakuan tersebut
Indonesia. Kondisi lingkungan sosial, ekonomi harus murni didasarkan pada prinsip keadilan
dan pendidikan yang beragam di Indonesia demi kepentingan reformasi birokrasi. Ketiadaan
membuat birokrasi Indonesia mengalami ke- sistem merit dalam affirmative action policy
sulitan untuk menghindari munculnya problema pengembangan SDM aparatur sipil berpotensi
disparitas kapasitas SDM aparatur sipil tersebut. menimbulkan pengarusutamaan kepentingan
Masih munculnya problema disparitas kapasitas politis dibandingkan dengan kepentingan mana-
dan pencapaian prestasi SDM aparatur sipil jerial. Dalam kondisi ketiadaan sistem merit
birokrasi Indonesia ini sekaligus membuktikan tersebut, berbagai keputusan dan tindakan
secara empiris bahwa penerapan sistem merit afirmasi yang dilakukan dalam pembinaan dan
dalam birokrasi perlu dilakukan menyeluruh pendidikan SDM aparatur sipil, muncul berbagai
(tidak sekedar merit system proses rekrutmen) kerawanan yang dipicu oleh mistake keputusan
untuk lebih memastikan adanya reduksi yang dan tindakan afirmatif yang justru akan semakin
berkelanjutan terhadap berbagai patologi biro- memperparah kondisi birokrasi. Dengan demikian
krasi, khususnya disparitas kapasitas dan penyelenggaraan affirmative action policy
pencapaian prestasi SDM aparatur sipil birokrasi pengembangan SDM aparatur sipil birokrasi
di Indonesia. Indonesia harus tetap dijalankan dengan basis
Pada tataran praktis penyelenggaraan merit system.
birokrasi di Indonesia, sistem merit tidak ber-
tentangan dengan konsep pemikiran tentang Nilai Penting Affirmative Action Policy
affirmative action policy. Sistem merit justru dalam Pengembangan SDM Aparatur Sipil
dapat dijadikan sebagai kerangka pengarah Birokrasi Indonesia Berbasis Merit.
pola affirmative action policy pengembangan Implementasi konsep affirmative action
SDM aparatur sipil untuk memastikan bahwa policy pada penyelenggaraan pengembangan
berbagai keputusan maupun tindakan afirmasi SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia berbasis
yang dilakukan tidak bertentangan dengan cita- merit memuat nilai penting yang bersifat
cita reformasi birokrasi. Sistem merit menaikan menyeluruh, baik bagi SDM aparatur sipil,
peran sebagai mekanisme yang membatasi kepemimpinan, maupun kelembagaan birokrasi.
kemungkinan terjadinya mal-administrasi mana- Pertama, bagi SDM aparatur sipil, affirmative
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
action policy pengembangan SDM aparatur kebijakan pelaksanaan perlakuan yang berbeda
berbasai merit memberikan kesempatan yang terhadap kelompok sasaran dalam proses
lebih terbuka dalam peningkatan kapasitas SDM affirmative action policy pengembangan SDM
aparatur. Melalui pemberian bobot yang berbeda aparatur sangat rawan memicu ketidakadilan
dalam pembinaan dan pendidikan, setiap maupun resistensi kelompok sasaran. Terkait hal
individu SDM aparatur sipil berkesempatan untuk tersebut, sistem merit harus digunakan sebagai
menerima tahapan pembelajaran sesuai dengan pedoman implementasi konsep affirmative action
porsi kebutuhannya. Kedua, bagi kepemimpinan policy pengembangan SDM aparatur sipil.
birokrasi, implementasi konsep affirmative action Sesuai dengan berbagai kritik terhadap
policy dalam pengembangan SDM aparatur konsep affirmative action policy yang dinilai
sipil memberikan pengaruh positif berupa menimbulkan inefisiensi sumber daya organisasi
peningkatan kualitas kepemimpinan birokrasi khususnya pemborosan sumber daya keuangan,
karena affirmative action policy mensyaratkan implementasi affirmative action policy pengem-
lahirnya responsivitas top manager birokrasi bangan SDM aparatur sipil berbasis merit
terhadap kondisi keberagaman dan disparitas pada birokrasi Indonesia tidak pernah bisa
kapasitas maupun pencapaian prestasi SDM lepas dari kumunculan inefisiensi sumber daya
aparatur sipil. Peningkatan responsivitas keuangan. Hal ini diakibatkan adanya proses
ini penting untuk memastikan bahwa dalam perencanaan dan persiapan yang panjang untuk
penyelenggaraan pembinaan dan pendidikan menentukan klasifikasi kapasitas kelompok
yang dilakukan oleh pimpinan birokrasi terhadap sasaran kebijakan, mekanisme pengembangan
bawahannya, ada porsi pembinaan dan pen- SDM, jenjang pembinaan dan pendidikan SDM,
didikan yang benar-benar sebanding dengan serta diferensiasi pembobotan pembinaan dan
kebutuhan pengembangan SDM aparatur sipil pendidikan. Dalam jangka pendek, implementasi
birokrasi tersebut. Ketiga, bagi kelembagaan affirmative action policy pengembangan SDM
birokrasi, terbentuknya penataan kelembagaan aparatur sipil birokrasi Indonesia menimbulkan
birokrasi secara berkesinambungan sesuai inefisiensi dan inefektivitas karena belum ada
dengan cita-cita reformasi birokrasi menjadi dampak jangka pendek yang diperoleh dalam
nilai penting implementasi affirmative action proses implementasi affirmative action policy
policy pengembangan SDM aparatur sipil ber- pengembangan SDM aparatur sipil tersebut.
basis merit ini. Penataan kelembagaan yang Pencapaian efisiensi dan efektivitas organisasi
berkesinambungan tersebut merupakan suatu baru akan diperoleh dalam jangka panjang.
given yang akan diperoleh ketika akselerasi Mekanisme affirmative action policy
dan peningkatan kapasitas SDM aparatur pengembangan SDM aparatur sipil diawali
sipil birokrasi terwujud melalui mekanisme dengan proses pemetaan kapasitas dan pen-
implementasi berbagai keputusan dan tindakan capaian prestasi SDM aparatur sipil birokrasi
afirmasi pembinaan dan pendidikan para SDM untuk menentukan bobot pembinaan dan pen-
aparatur sipil. didikan yang diterima oleh masing-masing
Berbagai keputusan dan tindakan afirmasi SDM. Untuk menjamin berlangsungnya basis
yang dilakukan dalam implementasi affirmative merit system dalam proses pemetaan ini,
action policy haruis dilakukan secara legal perlu dilakukan pelibatan berbagai unsur
berdasarkan basis sistem merit. Legalitas stakeholders seperti Badan Kepegawaian
menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi Daerah (BKD), (Badan Kepegawaian Negara
dalam perumusan keputusan maupun tindakan (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN),
afirmasi yang dilakukan pada proses affirmative Komisi ASN, akademisi dan Non Goverment
action policy pengembangan SDM aparatur sipil Organization (NGO). Keterlibatan berbagai
berbasis merit. Hal ini dilakukan untuk mereduksi unsur stakeholder’s ini memiliki nilai positif
potensi munculnya berbagai penyimpangan berupa lebih terjaminnya kualitas pemetaan
dalam pelaksanaan keputusan dan tindakan kapasitas dan pencapaian prestasi SDM aparatur
afirmasi tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa sipil sehingga proses afirmasi dalam affirmative
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
action policy pengembangan SDM aparatur merupakan pemikiran utama dalam konsep
sipil birokrasi tersebut dapat berjalan secara affirmative action policy pengembangan SDM
komprehensif. Proses pemetaan kapasitas aparatur sipil birokrasi Indonesia. Pemberlakuan
dan pencapaian prestasi SDM aparatur sipil ini bobot pembinaan dan pendidikan tersebut
pada tataran praktis dapat dilanjutkan dengan dilakukan sebagai upaya akselerasi pencapaian
penyusunan kurikulum pedoman pembinaan dan pemerataan yang bersamaan dengan upaya
pendidikan yang memiliki variasi bobot sesuai peningkatan kapasitas SDM aparatur sipil. Hasil
dengan hasil pemetaan seluruh kapasitas dan analisis yang telah dilakukan, membuktikan
pencapaian prestasi para SDM aparatur sipil bahwa affirmative action policy dalam pengem-
tersebut. bangan SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia
Besarnya manfaat efisiensi dan efek- tidak bertentangan dengan regulasi UU ASN
tivitas jangka panjang yang dihadirkan oleh yang mensyaratkan adanya semangat merit
proses implementasi affirmative action policy system pada konteks penataan kelembagaan
pengembangan SDM aparatur sipil menunjukan birokrasi Indonesia, termasuk dalam mekanisme
mendesaknya kebutuhan penyusunan Peraturan pengembangan SDM aparatur sipil. Konsep
Pemerintah (PP) yang secara operasional affirmative action policy pengembangan SDM
mengatur dengan detai tahapan mekanisme aparatur sipil justru berpotensi mendukung
affirmative action policy dalam pengembangan semangat merit system yang diamanatkan UU
SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia. ASN karena pemikiran tentang affirmative action
Penyusunan PP terkait mekanisme affirmative policy pengembangan SDM aparatur sipil tersebut
action policy pengembangan SDM aparatur dapat digunakan sebagai langkah operasional
sipil birokrasi Indonesia ini sekaligus akan pembinaan dan pendidikan SDM aparatur sipil
memperkuat regulasi dan kedudukan hukum birokrasi Indonesia guna mendukung cita-cita
pemikiran tentang akselerasi pemerataan dan reformasi birokrasi.
pening-katan kapasitas SDM aparatur sipil secara Affirmative action policy pengembangan
afirmasi ini. Penerbitan PP terkait affirmative SDM aparatur sipil merupakan suatu bentuk
action policy pembinaan dan pendidikan SDM inovasi dalam proses manajerial birokrasi.
aparatur sipil birokrasi Indonesia ini sekaligus Langkah awal yang perlu dilakukan oleh
berpotensi menunjukkan adanya inovasi para pemangku kebijakan ialah memahami
kebijakan manajerial birokrasi Indonesia. secara berkesinambungan konsep affirmative
action policy pengembangan SDM aparatur
sipil sehingga tidak terjebak pada kesalahan
PENUTUP persepsi konseptual yang berdampak pada
kekacauan mekanisme penfembangan SDM
Berdasarkan hasil analisis yang telah aparatur sipil birokrasi. Hal ini penting
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa affirmative mengingat ada transformasi konseptual yang
action policy dalam pengembangan SDM terjadi pada konsep affirmative action policy
aparatur sipil birokrasi Indonesia perlu dilakukan dari sekedar konsep yang menegaskan adanya
untuk mengatasi masalah ketidakmerataan pemberlakuan persyaratan khusus kelompok
kapasitas SDM birokrasi di Indonesia. Penerapan terdiskiriminasi untuk mendapatkan pekerjaan,
affirmative action policy dalam pengembangan yang kemudian berupah menjadi konsep yang
SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia tersebut mendukung pengembangan SDM dengan
dapat digunakan sebagai respon terhadap sistem merit yang berupaya mengakselerasi
keberagaman kondisi sosial, ekonomi dan pen- ketidakmerataan kapasitas serta pencapaian
didikan antara daerah yang memicu munculnya prestasi SDM. Pemikiran tentang affirmative
ketidakmerataan SDM aparatur sipil birokrasi di action policy penembangan SDM aparatur sipil
Indonesia. Pemberlakuan bobot pembinaan dan birokrasi Indonesia bersifat sangat operasional
pendidikan yang berbeda terhadap SDM aparatur sehingga implementasinya dapat diwujudkan
sipil yang memiliki variasi perbedaan kapasitas secara regulative melalui pembentukan PP
10
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
yang mengatur tentang mekanisme pembinaan Fryer, Roland, dkk. 2003. Color Blind Affirmative
dan pendidikan SDM aparatur sipil birokrasi Action. Paper Seminar Departement of
Indonesia yang bersifat afirmasi tersebut. Economic Boston University.
Dukungan dan kesadaran para pemangku Hollyer, James. 2009. Patronage or Merit? The
kebijakan khususnya leader yang berwenang Choice of Bureaucratic Appoinment
mengambil keputusan terkait pengembangan Mechanism. Departement of Politics
SDM aparatur sipil birokrasi Indonesia menjadi New York University. Paper tidak
aktor kunci yang menentukan keandalan dipublikasikan
konsep affirmative action policy pengembangan Lipsky, Michael. 1969. Toward Theory of Street
SDM aparatur sipil, dalam mengakselerasi Level Bureaucracy. Madison-Wisconsin:
pemerataan sekaligus peningkatan kapasitas The University of Wisconsin.
SDM aparatur sipil birokrasi Indonesai. Hal Huberman, Michaels dan Milles, Matthew,
ini dikarenakan, tanpa adanya dukungan dan B. 2009. Analisis Data Kualitatif. edisi
kesadaran para pemangku kebijakan tersebut, terjemahan. Jakarta: UI press.
kesaktian konsep affirmative action policy Simon, David. 2008. Discrimination And
pengembangan SDM aparatur sipil hanya Affirmative Action. University of Michigan.
sekedar mejadi pemikiran konseptual tanpa Paper tidak dipublikasikan.
implementasi sehingga tidak memberikan Sofian, Yoman Socrates. 2007. Pemusnahan
dampak positif apapun terhadap penyelenggraan Etnis Manusia; Memecahkan Kebisuan
birokrasi Indonesia. Selain itu para pemangku Sejarah di Papua Barat. Yogyakarta :
kebijakan dan leader dalam penyelenggaraan Galang Press.
birokrasi Indonesia juga memiliki posisi yang Wamsley, Gari L. 1977. A Legitimate Role For
strategis lain terkait konsep affirmative action Bureaucracy in Democratic Governance.
policy pengembangan SDM aparatur sipil, yakni dalam Hill Lary B (Edt). 1997. The State
sebagai aktor yang menentukan keberhasilan of Public Bureaucracy. Armonk NY : ME
implementasi. Hal ini mengingat dalam proses Shape Inc
implementasinya pengembangan SDM aparatur Wunggu, Jiwo dan Brotoharsojo, Hartanto. 2003.
sipil birokrasi Indonesia secara afirmasi, mem- Merit System. Jakarta: Raja Grafindo
posisikan para pemangku kebijakan dan leader Persada.
tersebut sebagai pihak yang bertanggungjawab
dalam proses pembinaan dan pendidikan para
pegawai ASN tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
11
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
12
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) membawa angin segar bagi perjalanan
reformasi birokrasi di Indonesia. Undang-Undang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut meletakan perubahan mendasar dalam
sistem manajemen ASN. Sebagaimana layaknya sebuah perubahan, implementasi UU ASN juga diwarnai perbedaan-
perbedaan pendapat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya permohonan uji materi terhadap Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3)
UU ASN di Mahkamah Konstitusi (Salinan Permohonan No 41/PUU-XII/2014). Pemohon berdalil kedua Pasal yang mengatur
tentang keharusan PNS mengundurkan diri secara tertulis ketika mendaftarkan sebagai calon untuk dipilih dalam pemilihan
umum bertentangan dengan hak asasi mereka yang dilindungi dalam konstitusi. Untuk memudahkan pemahaman kita, tulisan
ini akan menguraikan filosofi dan dasar-dasar pengaturan UU ASN dalam rangka meningkatkan profesionalisme ASN.
Abstract
The enactment of Law Number 5 of 2014 about Civil State Apparatus (ASN Law) brought a fresh breeze for bureaucratic reform
in Indonesia. The Law replaces the Law No. 8 of 1974 regarding to changes: Act No. 43 of 1999 regarding the Civil Services
Issues that put a fundamental change in the ASN management system. As usual, the implementation of the ASN Lawalso
colored by difference opinions.This can be seen from the proposed material test application towards article 119 and article
123, verse (3) of ASN Law on the Constitutional Court (the petition copy No. 41/PUU-XII/2014).The applicant argues that both
articlesset about having civil servants to have resign written notice when registering as a candidate to be elected in the general
election is in contrast to their human rights that are protected by the Constitution. To facilitate our understanding, this paper will
outline the philosophy and the basics ruling of ASN Law in order to improve the ASN professionalism.
Key word: ASN Law, bureaucratic reform, ASN management system, ASN professionalism.
standar serta ujian objektif terhadap prestasi profesi (Pasal 126 UU ASN). Dengan ASN
maupun kemampuannya (Tjokroamidjojo, 1995). sebagai sebuah profesi, melalui UU tersebut
Merit berperan sebagai value atau prinsip yang setiap birokrat harus memiliki standar pelayanan
berkonotasi fairness/kejujuran, keadilan dan profesi, melaksanakan nilai dasar kode etik
penghargaan dalam jabatan publik (public profesi, dan wajib mengembangkan keahlian
employment) berdasarkan prestasi bukan atas profesinya secara periodik. Sistem merit dalam
dasar prinsip politik atau diskriminasi ataupun kebijakan ASN sudah ada bahkan sebelum
tindakan favoritisme lainnya. Sistem merit berlakunya UU ASN. Pasal 17 ayat (2) Undang-
menekankan adanya kompetensi terhadap Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan
pekerjaan dan menolak patronage terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
dengan koneksi politik dan loyalitas. Sistem Pokok-pokok Kepegawaian (UU Kepegawaian)
ini menawarkan kontinuitas dan stabilitas menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam
dalam kepegawaian sedangkan patronase suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
memungkinkan eksekutif memilih bawahan profesionalisme sesuai dengan kompetensi,
yang loyal (Woodard, 2000). Sistem merit prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang di-
sebagai suatu proses yang teratur dan fair dalam tetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif
mempekerjakan, membayar, mengembangkan, lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku,
mempromosikan dan mendisiplinkan, serta agama, ras, atau golongan.
pensiun atas dasar kemampuan dan kinerja. Namun dalam implementasinya, kebijakan
Dengan kata lain sistem yang didasarkan pada tersebut tidak ditrasformasikan dengan baik
prinsip merit didesain untuk menghasilkan dalam tataran manajemen secara teritegrasi,
tenaga kerja yang stabil dan kompeten dalam sehingga pengisian jabatan dilakukan justru tidak
menjalankan kegiatan pemerintahan (Setyowati, berbasis merit. Syarat-syarat pengisian jabatan
2013). tidak diterapkan secara proporsional. Akibat dari
Dengan menerapkan sistem merit yang peraturan pelaksanaan UU Kepegawaian yang
terintegrasi dalam seluruh tahapan manajemen belum menekankan kompentensi dan kinerja
SDM, UU ASN meletakkan beberapa perubahan dalam manajemen ASN, dalam praktik kita
dasar yaitu. Pertama, perubahan dari pendekatan temukan bahwa kepangkatan (senioritas), dan
personel administration yang hanya berupa kedekatan politik/favoritisme/patronase justru
pencatatan administratif kepegawaian kepada menjadi syarat yang menentukan dalam setiap
human resource management yang menganggap pengisian jabatan (closed career system).
aparatur negara adalah SDM dan sebagai Rekrutmen pegawai tidak didasarkan
aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dengan job analysis, cenderung tertutup, dan
dikembangkan dengan baik. Kedua, perubahan hanya untuk mengakomodasi kepentingan
dari pendekatan closed career system yang politik penguasa. Rekrutmen masih dipandang
sangat berorientasi kepada senioritas dan seakan-akan menjadi kebutuhan proyek tahunan
kepangkatan, kepada open career system yang dan bukan sebagai kebutuhan akan peningkatan
mengedepankan kompetisi dan kompetensi kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan
ASN dalam promosi dan pengisian jabatan, dan pemerintahan. Indikasi ini sangat nyata karena
Ketiga meningkatkan perlindungan aparatur sipil belum adanya job analysis sebagai persyaratan
negara dari intervensi politik (Prasojo, 2013). untuk menentukan job requirement. Pernyataan
Untuk menjadikan ASN sebagai profesi ini turut diperkuat oleh Naqib dalam Herman
yang dihormati, dijunjung tinggi, dan dihargai (2006) yang menyebutkan bahwa faktor dominan
sebagai aset negara, UU ASN menempatkan sebagai penyebab kinerja PNS tidak efektif dan
ASN sebagai sebuah profesi yang memiliki belum memberikan kontribusi yang optimal dalam
standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode memberikan pelayanan kepada masyarakat,
etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan bahkan terkesan menjadi pengangguran ter-
pengembangan profesi, serta memiliki organisasi selubung adalah karena kebijakan rekrutmen
profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar pegawai di instansi pemerintah tidak ber-
15
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
dasarkan perencanaan tenaga kerja tetapi pula rekrutmen dari luar untuk menduduki pos
lebih didasarkan pada faktor kepentingan politik di dalam – bahkan untuk keterampilan tertentu
dan kekuasaan (Herman, 2006). Keadaan ini (dalam bidang-bidang seperti akuntansi, hukum
diperburuk dengan adanya faktor KKN tanpa dan teknologi informasi) dibutuhkan untuk
perhitungan dan pertimbangan kemampuan dan melaksanakan tugas-tugas kunci. Dengan kata
keahlian. lain, hampir setiap posisi harus diisi dari jajaran
Problem perekrutan oleh pemerintah instansi yang lebih rendah dan bahkan ada
daerah juga menghadapi permasalahan serupa. semacam penekanan pada senioritas belaka
Kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya (Setiyono, 2012).
hubungan-hubungan persaudaraan dan afiliasi, Kondisi inilah yang menyebabkan
juga telah menyebabkan proses rekrutmen banyaknya pegawai yang tidak mempunyai
tidak menghasilkan PNS yang memenuhi kompetensi ataupun jika mempunyai kompetensi
syarat kualifikasi dan akhlak yang baik. Bahkan namun masih jauh dari standar kompetensi
kecenderungan untuk mengutamakan putra yang dipersyaratkan dalam jabatannya. Kom-
daerah dalam perekrutan PNS semakin petensi belum dijadikan sebagai basis utama
menonjol. Sistem kepegawaian Indonesia telah dalam pengelolaan sumber daya aparatur
mengarah pada spoil system yang terkooptasi atau competency based human resources
oleh kepentingan politik dan tidak dapat ditransfer management (CBHRM) di setiap Kementerian/
antar daerah (Amanda Green, 2005). Lembaga/Pemerintah Daerah (Sumardi, 2011).
Selanjutnya terkait dengan sistem Disamping itu dalam lingkungan pemerintahan
promosi pegawai, ditentukan berdasarkan belum tertanam budaya kinerja dan budaya
pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan pelayanan dimana ukuran kinerja birokrasi
Pangkat (Baperjakat) di masing-masing instansi pada umumnya belum terlalu konkret, belum
berupa Kenaikan Pangkat (KP) atau Jabatan. terencana dengan baik, tidak terkait dengan
Pertimbangan Baperjakat pada umumnya hasil (outcome) juga dampak (impact), dan tidak
didasarkan pada senioritas kepangkatan berhubungan dengan sistem kompensasi. Jamak
yang direpresentasikan dalam Daftar Urutan dalam berbagai diskusi seorang PNS sangat sulit
Kepangkatan (DUK). Karena persyaratan diberhentikan karena alasan tidak tercapainya
kepangkatan yang begitu “kaku” dan berpola kinerja (Prasojo, 2013).
hierarkis menyebabkan pertimbangan senioritas
mendominasi dalam pengisian jabatan. Pegawai
yang berprestasi sekalipun seringkali harus PEMBAHASAN
bersabar karena pangkatnya belum cukup untuk
mengisi jabatan di atasnya. Sementara itu rotasi Memperkuat Profesionalisme ASN
pegawai dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) Untuk mengatasi berbagai permasalahan
tahunan dan biasanya tidak total dilakukan manajemen SDM, UU ASN memberikan solusi
melainkan hanya setengah-setengah dengan dengan memperkuat penerapan sistem merit
alasan agar tidak mengganggu pekerjaan. secara terintegrasi, yaitu dengan cara: pertama,
Dengan demikian, baik promosi maupun rotasi rekrutmen berbasis merit; kedua menerapkan
pegawai dalam praktiknya belum terdapat pola sistem Promosi Terbuka (open carier system)
baku yang diterapkan secara terstandar di yang mengedepankan kompetisi dan kompetensi
masing-masing instansi pemerintah (World Bank, dalam pengisian Jabatan; ketiga, membentuk
1993) lembaga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
Hampir tidak ada kompetisi untuk posisi yang secara khusus bertugas menegakkan dan
pekerjaan dalam pemerintahan berbeda dengan mengawal implementasi sistem merit; Keempat,
sektor swasta, dimana keberhasilan perubahan menghadirkan Pegawai Pemerintah dengan Per-
tergantung pada penunjukan orang terbaik untuk janjian Kerja (PPPK) untuk menciptakan atmosfir
pekerjaan itu. Praktis siapa saja boleh menduduki baru dalam pemerintahan; dan Kelima, reward
jabatan apa saja. Tidak hanya itu, tidak ada and punishment berbasis kinerja yang lebih
16
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
tegas; dan Keenam, perlindungan dari intervensi ada pada saat ini. Existing condition ini
politik. mencerminkan tidak hanya jumlah pegawai
1. Rekrutmen Berbasis Merit terhadap penduduk (rasio beban kerja),
Untuk menghasilkan calon-calon PNS yang tetapi juga kualifikasi yang dimiliki oleh
baik, maka proses rekrutmen (penyusunan pegawai. Kebutuhan pemetaan ini memiliki
dan penetapan kebutuhan, dan pengadaan) relevansi terhadap jumlah dan kompetensi
merupakan pengungkit utama. Pada tahap calon PNS yang akan direkrut. Sehingga
rekrutmen, permasalahan yang muncul perekrutan PNS bukan hanya sekadar
adalah belum adanya pola yang baku proyek tahunan karena adanya anggaran
(terstandar) dalam perekrutan pegawai dan formasi bagi PNS di setiap sektor dan
karena masih adanya ketergantungan level pemerintahan. Perekrutan harus ber-
dengan keputusan politik. Selain itu, dasarkan kepada needs assessment yang
persyaratan dan proses perekrutan juga telah dilakukan secara cermat.
tidak mencerminkan kompetensi pegawai Dalam hal pelaksanaannya, proses
yang sebenarnya dibutuhkan. Karena itu perekrutan harus dilakukan oleh lembaga
ada beberapa perubahan yang diusung profesional yang independen bukan oleh
UU ASN dalam sistem perekrutan. Dalam pemerintah (baik pusat maupun daerah).
hal perekrutan, harus dilakukan terlebih Pemerintah hanya menjadi regulator dan
dahulu job analysis setiap jabatan dan pengawasan, sedangkan pelaksanaan
pekerjaan di semua sektor dan semua level rekrutment dilakukan oleh sebuah lembaga
pemerintahan. Hal ini untuk mengetahui job yang anggotanya terdiri dari para profesional,
requirement yang dibutuhkan dan harus seperti kalangan perguruan tinggi dan
dipenuhi oleh calon-calon PNS. Persyaratan profesional swasta lainnya. Jika rekrutmen
jabatan dan pekerjaan ini diturunkan dalam masih dilakukan pemerintah, dan bukan
materi eksaminasi yang mencerminkan oleh sebuah lembaga yang independen,
kompetensi yang dimiliki oleh pelamar. apalagi didukung dengan situasi birokrasi
Melihat ujian yang dilakukan dalam proses yang syarat dengan KKN, maka proses
rekrutmen, maka rekrutmen PNS di rekrutmentidak akan menghasilkan calon-
Indonesia sesungguhnya didasarkan pada calon yang terbaik.
berapa jumlah (formasi) yang dibutuhkan Kemudian untuk membentengi calon
dan pada tingkat serta kualifikasi pendidikan PNS ketika memasuki dunia birokrasi,
seperti apa yang dibutuhkan. Jadi secara setiap instansi pemerintah wajib menye-
umum, sistem rekrutmen PNS yang berjalan lenggarakan masa percobaan selama 1
selama ini belum dilakukan secara merit (satu) tahun yang harus dijalani Calon PNS
sistem yang mengutamakan kompetensi, melalui proses pendidikan dan pelatihan
melainkan sebatas didasarkan pada tingkat terintegrasi untuk membangun integritas
dan kualifikasi pendidikan (Prasojo, 2010). moral, kejujuran, semangat dan motivasi
UU ASN mengamanatkan penyelenggaraan nasionalisme dan kebangsaan, karakter
seleksi pengadaan PNS oleh instansi kepribadian yang unggul dan bertanggung
pemerintah melalui penilaian secara objektif jawab, dan memperkuat profesionalisme
berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan serta kompetensi bidang PNS yang
persyaratan lain yang dibutuhkan oleh bersangkutan.
jabatan. Penyelenggaraan seleksi PNS 2. Promosi Terbuka
tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap yang UU ASN meletakkan dasar kompetisi ter-
meliputi seleksi administrasi, seleksi buka di antara PNS dalam proses pengisian
kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi jabatan, khususnya dalam mengisi Jabatan
bidang. Pimpinan Tinggi (JPT). Dengan sistem ini,
Selain itu perlunya dilakukan penghitungan pengisian JPT Utama (setara eselon Ia),
secara pasti existing condition PNS yang JPT Madya (setara eselon Ia dan Ib), dan
17
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
JPT Pratama (setara eselon II) baik di pusat Dengan keberadaan sistem desentralisasi
maupun di daerah akan dilakukan secara yang relatif masih muda di Indonesia,
terbuka di antara PNS yang memenuhi penerapan sistem promosi terbuka harus
syarat jabatan dan standar kompetensi memperhatikan konsistensi dan pemerataan
jabatan. penerapan. Jangan sampai promosi terbuka
Dengan sistem promosi seperti hal tersebut hanya diterapkan pada jabatan-jabatan yang
di atas, maka PNS daerah memiliki ada di kementerian tertentu, sedangkan
kesempatan yang sama untuk duduk dalam kementerian lain apalagi di Pemda belum
jabatan-jabatan di tingkat pusat maupun menerapkan sistem tersebut. Kondisi ini
di daerah lainnya. Promosi terbuka ini justru akan kontraproduktif dengan tujuan
diharapkan dapat memperkuat kompetisi di reformasi itu sendiri. Karena orang yang ber-
antara PNS, menggerakkan pengetahuan kualitas dan punya kompetensi tinggi dari
dan mobilitas PNS, serta memperkuat pusat maupun daerah akan bersaing untuk
implementasi Negara Kesatuan Republik mengisi jabatan-jabatan di kementerian
Indonesia (NKRI). Jika seluruh instansi tertentu yang telah menerapkan promosi
pemerintah menerapkannya, maka dengan terbuka, sedangkan di kementerian lain atau
sendirinya PNS yang tidak kompeten dan Pemda dimana mereka berasal justru akan
kalah bersaing akan tereliminasi. Sistem merasa kehilangan orang-orang terbaiknya
ini juga akan meminimalisir fragmentasi setelah mengisi jabatan-jabatan di tempat
atau terkotak-kotaknya institusi pemerintah lain. Situasi tersebut akan mengakibatkan
sehingga ego sektoral dapat dikurangi. kesenjangan pencapaian kinerja organisasi
Promosi terbuka sebetulnya sudah mulai antar instansi dan berujung pada pem-
diterapkan di beberapa instansi pemerintah bangunan/pertumbuhan ekonomi yang tidak
berdasarkan Surat Edaran Menteri Pen- merata.
dayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Dengan pertimbangan tersebut, maka
Birokrasi (PANRB) Nomor 16 Tahun 2012 semakin jelas pentingnya sistem promosi
tentang Tata Cara Pengisian Jabatan terbuka diatur dalam suatu peraturan
Struktural yang Lowong Secara Terbuka perUndang-Undangan yang mengikat dan
di Lingkungan Instansi Pemerintah (SE bersifat nasional. UU ASN harus menjadi
Menpan Pengisian Jabatan Struktural) meng- landasan pengaturan sistem promosi terbuka
amanatkan kepada seluruh Kementerian/ di seluruh K/L dan Pemda di Indonesia.
Lembaga (K/L)/Pemerintah Daerah (Pemda) Dengan demikian seluruh pegawai ASN
untuk menerapkan pengisian lowongan yang memenuhi syarat dari daerah manapun
jabatan dengan sistem merit dan terbuka, asalnya, dapat bersaing untuk menduduki
dengan memperhatikan kesinambungan jabatan-jabatan strategis baik di tingkat
karier PNS yang bersangkutan. Namun, pusat maupun daerah.
kehadiran SE tersebut bukan menjadi solusi Ketika sistem ini berjalan dengan baik,
jangka panjang, karena dalam perspektif maka orang-orang yang duduk dalam
hukum, kekuatan mengikat dari SE Menpan jabatan pemerintahan disetiap K/L dan
Pengisian Jabatan Struktural dipandang Pemda adalah PNS terbaik yang diseleksi
lemah, kedudukannya dan masih menjadi berdasarkan kompetensi dan kinerja tidak
perdebatan antara pakar hukum apakah memandang asal-usul, warna kulit, agama,
SE itu merupakan peraturan mengikat atau ras, keturunan, dan/atau hubungan aviliasi
hanyalah pedoman yang boleh dipatuhi politik.
ataupun tidak. Apalagi SE Menteri biasanya Kementerian PANRB sebagai inisiator telah
kurang diindahkan oleh K/L lainnya karena memberi contoh penerapan promosi ter-
ego sekotral yang berpandangan bahwa buka dalam pengisian jabatan struktural
Menteri hanya bisa mengatur internal tidak di kementerian tersebut. Terlepas dari
bisa mengatur K/L lainnya. berbagai kekurangan dan kelebihannya,
18
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pengisian jabatan eselon I (Deputi) dan d. tidak sedang menjadi anggota partai
eselon II (Asdep/kabiro) yang dilakukan politik dan/atau tidak sedang menduduki
secara terbuka dan kompetitif tersebut jabatan politik;
sudah mulai dapat dirasakan hasilnya. e. mampu secara jasmani dan rohani untuk
Guberbur DKI Jakarta juga menerapkan melaksanakan tugas;
seleksi terbuka bahkan untuk mengisi f. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/
jabatan Camat. Saat ini, Kementerian atau pengetahuan di bidang manajemen
PANRB dan Kementerian Dalam Negeri SDM;
(Kemendagri) bekerjasama membentuk g. berpendidikan paling rendah strata dua
panitia bersama seleksi terbuka untuk (S2) di bidang administrasi negara,
mengisi jabatan Sekretraris Jenderal manajemen SDM, kebijakan publik, ilmu
Kemendagri dan Sekretaris Kementerian hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau
PANRB. Walaupun rancangan Peraturan strata dua (S2) di bidang lain yang memiliki
Pemerintah (PP) tentang Pengisian JPT pengalaman di bidang manajemen SDM;
dalam UU ASN masih dalam pembahasan, h. tidak merangkap jabatan pemerintahan
namun praktik-praktik ini menunjukan dan/atau badan hukum lainnya; dan
adanya kemauan positif pimpinan instansi i. tidak pernah dipidana penjara ber-
untuk menerapkan sistem promosi terbuka dasarkan putusan pengadilan yang telah
dalam mengisi jabatan-jabatan struktural memiliki kekuatan hukum tetap.
di instansinya. Guna mengisi kekosongan Anggota KASN yang berasal dari PNS
hukum, sebagai panduan saat ini diberhentikan sementara dari jabatan ASN.
Kementerian PANRB juga telah menerbitkan Anggota KASN yang berasal dari PPPK
Peraturan Menteri PANRB Nomor 13 tahun diberhentikan statusnya dari PPPK. Dan
2014 tentang Pedoman Pengisian Jabatan Anggota KASN yang berasal dari non-
Pimpinan Tinggi secara Terbuka. pegawai ASN harus mengundurkan diri
3. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sementara dari jabatan dan profesinya.
Untuk menjamin penerapan sistem merit, Salah satu tugas penting KASN yaitu
UU ASN mengamanatkan pembentukan mengawasi setiap tahapan pengisian JPT.
lembaga non struktural yang independen KASN mengawasi setiap tahapan Pengisian
dan bertugas mengawal dan mengawasi JPT mulai dari: pembentukan Panitia Seleksi
penerapan sistem merit. Lembaga yang ber- instansi, pengumuman lowongan Jabatan
tanggungjawab langsung kepada Presiden Pimpinan Tinggi, seleksi calon, pengusulan
ini disebut dengan KASN. Terdiri dari 7 nama-nama calon terpilih, sampai dengan
(tujuh) orang komisioner yang diseleksi penetapan dan pelantikan Pejabat Pimpinan
secara kompetitif baik dari unsur pemerintah Tinggi.
dan/atau unsur non pemerintah. Semua KASN menjamin bahwa setiap tahapan
kalangan apapun latar belakangnya, tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip
apakah dari LSM, akademisi, profesional, sistem merit. U.S Merit System Protection
birokrat, atau aktifis sepanjang memenuhi Board mendefinisikan prinsip-prinsip merit
persyaratan dapat mencalonkan diri sebagai system antara lain:
anggota KASN. a. Recruitment should be from qualified
Untuk menjamin independensi dan individuals from appropriate sources
netralitas KASN, Anggota KASN harus in an endeavor to achieve a work
memenuhi persyaratan sebagai berikut: force from all segments of society, and
a. warga negara Indonesia; selection and advancement should be
b. setia dan taat kepada Pancasila dan determined solely on the basis of relative
Undang- Undang Dasar 1945 (UUD'45); ability, knowledge and skills, after fair and
c. berusia paling rendah 50 (lima puluh) open competition which assures that all
tahun pada saat mendaftarkan diri; receive equal opportunity.
19
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
(satu) tahun) dan dapat diperpanjang jika gajian yang paling kompleks di dunia
pemerintah masih membutuhkan keahlian sebab menggunakan skala gabungan
yang bersangkutan. Dalam menetapkan dan rasio antara gaji pokok tertinggi
kebutuhannya, baik PNS maupun PPPK dan terendah yang terlalu tipis. Dalam
dilakukan berdasarkan analisis beban kerja UU Kepegawaian Pasal 7 Ayat (1) di-
oleh masing-masing instansi pemerintah. katakan bahwa ”Setiap Pegawai Negeri
Untuk menghindari politisasi dan menjamin berhak memperoleh gaji yang adil dan
netralitas pegawai, dalam waktu tertentu layak sesuai dengan beban pekerjaan
sebelum diangkat sebagai PPPK seseorang dan tanggungjawabnya”. Selanjutnya
tidak pernah menjadi anggota atau pengurus dalam ayat (2) disebutkan bahwa ”Gaji
partai politik. Begitu juga setelah diangkat yang diterima oleh Pegawai Negeri
PPPK tidak boleh menjadi anggota atau harus mampu memacu produktivitas
pengurus partai politik. dan menjamin kesejahteraannya.
5. Reward and Punishment ”Namun dalam kenyataannya, sistem
a. Menjamin Kesejahteraan remunerasi yang diterapkan bagi
Sebagaimana telah diuraikan di atas Pegawai Negeri dirasakan tidak memacu
bahwa jika anggaran operasional kinerja dan produktivitas mereka, hal ini
instansi pemerintah tidak memadai terjadi setidak-tidaknya karena:
cukup untuk memberikan gaji yang adil 1) Jumlahnya tidak memenuhi ke-
dan wajar bagi PNS, satu-satunya cara butuhan hidup layak dan kondisi
untuk mengatasi hal ini adalah melalui seperti ini diduga sebagai pen-
korupsi. Korupsi yang dilakukan karena dorong terjadinya korupsi,
motif kebutuhan (corruption by need), 2) Struktur gaji dan cara penetapan
maka dalam kondisi ini etika profesi gaji yang tidak dikaitkan dengan
yang seharusnya dihormati tidak lagi bobot jabatan masing-masing
dapat dilaksanakan jika dari profesi yang pegawai, kompetensi dan prestasi
dijalani, seseorang tidak memperoleh mereka,
penghasilan yang mencukupi kebutuhan 3) Besaran gaji, khususnya untuk
hidup minimalnya. jabatan-jabatan manajerial dan
Kendati UU Kepegawaian pada profesional yang jauh dibawah
prinsipnya menganut sistem merit, sektor swata dan ratio terendah dan
tetapi dalam pengaturan dan praktiknya, tertinggi terlalu kecil (1:3),
penggajian PNS di Indonesia masih 4) Sistem pensiun yang kurang
belum mencerminkan hal tersebut. menjamin kesejahteraan pegawai
Hal itu dapat dilihat antara lain dari negeri setelah memasuki masa
berbagai persoalan yang menyangkut pensiun.
sistem penggajian di Indonesia. Gaji Untuk meningkatkan produktivitas dan
pokok tidak didasarkan pada standar menjamin kesejahteraan pegawai, UU-
kompetensi sebab klasifikasi jabatan ASN menegaskan bahwa pegawai
masih belum didasarkan pada standar ASN berhak memperoleh gaji yang adil
kompetensi seseorang. Di sisi lain, jenis dan layak sesuai dengan beban kerja,
tunjangan sangat banyak, tetapi tidak tanggung jawab, dan resiko pekerjaannya.
memperhatikan tugas, wewenang dan Selain itu, ASN berhak memperoleh
tanggung jawab, serta prinsip-prinsip jaminan sosial. Pemenuhan gaji sesuai
keadilan. Bahkan, total tunjangan yang dengan beban kerja, tanggung jawab, dan
diberikan lebih besar dari gaji yang resiko pekerjaan tersebut tentu tidaklah
diterima PNS. mudah. Gaji seorang pegawai yang satu
Skala penggajian yang diterapkan bisa saja berbeda dengan pegawai lain
mungkin merupakan sistem peng- walaupun jabatan yang sama. Karena
22
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
beban kerja, tanggung jawab dan resiko pegawai hanya memiliki keinginan atas
pekerjaannya berbeda-beda. kenaikan tunjangan kinerja yang akan
Dalam implementasinya akan sangat sulit diperolehnya, sehingga dikhawatirkan
jika dilakukan sekaligus, melainkan harus tidak memiliki relevansi dengan perbaikan
bertahap dengan mempertimbangkan kinerja. Kedua, reformasi tunjangan
kesiapan sistem dan kemampuan kinerja yang dilakukan secara bertahap
anggaran Negara. Dilakukan secara ini juga menimbulkan kecemburuan
bertahap karena proses perubahan bagi instansi pemerintah lainnya yang
sistem penggajian yang semula ber- belum mendapatkan tunjangan kinerja,
basis pangkat golongan dan masa sehingga menimbulkan disinsentif bagi
kerja, menuju ke sistem penggajian pejabat dan pegawai di instansi lain.
berbasis pada harga jabatan. Dalam Ketiga, sampai saat ini belum dilakukan
sistem penggajian berbasis harga evaluasi atas pelaksanaan dan hasil
jabatan tersebut penerapannya me- reformasi tunjangan kinerja yang di-
merlukan kesiapan penyusunan peta lakukan oleh beberapa kementerian dan
jabatan dan analisis harga jabatannya lembaga pemerintah tersebut.
secara menyeluruh sehingga dibutuhkan b. Sanksi pemberhentian
waktu yang cukup. Sebagaimana telah diuraikan di atas
Dalam UU ASN, hanya 3 (tiga) kom- bahwa, jamak dalam berbagai diskusi
ponen yang dapat menjadi pendapatan seorang PNS sangat sulit diberhentikan
pegawai, yaitu gaji, tunjangan kinerja karena alasan tidak tercapainya kinerja.
yang dibayar sesuai pencapaian Disisi lain sistem reformasi pember-
kinerja, dan tunjangan kemahalan yang hentian PNS juga belum dilakukan
dibayarkan sesuai dengan tingkat secara cermat. Masih banyak kendala
kemahalan berdasarkan indeks harga yang dihadapi di setiap kategori pem-
yang berlaku di daerah masing- berhentian yang berlaku. Misalnya,
masing. Dengan ketentuan ini, akan bervariasinya Batas Usia Pensiun
meminimalisir sumber pendapatan (BUP) PNS bergantung pada jenjang
pegawai yang tidak transparan, se- jabatan atau kedudukan tidak memiliki
hingga secara tidak langsung dapat dasar pertimbangan yang konkrit dan
meminimalisir pemberian suap dan jelas. Disamping itu, ada BUP PNS
gratifikasi dalam pelayanan publik dan yang dapat diperpanjang dan ada yang
penyelenggaraan pemerintahan. tidak. Permasalahan juga muncul terkait
Selain kesiapan sistem, implementasi dengan filosofi dasar perpanjangan BUP,
penggajian juga memerlukan kesiapan yaitu alasan situasi kondisional karena
anggaran di pusat maupun daerah, ketidak-tersediaan PNS supaya ada
karena gaji dan tunjangan PNS di pusat waktu untuk melakukan kaderisasi.
di bebankan pada Anggaran Pendapatan Padahal faktanya seringkali kebijakan
dan Belanja Negara (APBN) sedangkan tersebut hanya menjadi bahan komoditi
gaji dan tunjangan PNS di daerah di politis dan menjadi dasar legitimasi untuk
bebankan pada Anggaran Pendapatan memperpanjang BUP. Semua bermuara
dan Belanja Daerah (APBD). dari tidak dilakukannya pengaturan
Yang juga perlu menjadi perhatian terkait tentang BUP yang tidak terhimpun
dengan reformasi penggajian di sejumlah dalam suatu wadah khusus, melainkan
K/L pemerintah adalah bahwa hal ini terpencar-pencar dalam berbagai per-
dapat menimbulkan sejumlah masalah: aturan, keputusan, dan bentuk peraturan
Pertama, reformasi tersebut tanpa di- lainnya.
jiwai oleh semangat untuk memperbaiki UU ASN mengatur bahwa Batas Usia
kinerja pemerintahan. Para pejabat dan Pensiun (BUP) PNS yaitu 58 (lima puluh
23
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi, kedua melalui pemilihan umum secara langsung
60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat (elected official). Dalam rangka menghindari
Pimpinan Tinggi, dan bagi Pejabat conflict interst dan membersihkan PNS dari
Fungsional sesuai dengan ketentuan intervensi politik, kedua cara tersebut memiliki
peraturan perUndang-Undangan. Selain konsekuensi-konsekuensi. Untuk menduduki
itu juga mengatur selain pensiun, tidak jabatan Negara dengan cara yang pertama,
tercapainya kinerja dapat menjadi salah seorang PNS harus mundur sementara dari
satu penyebab diberhentikannnya PNS, jabatan PNSnya. Sedangkan cara yang kedua
yang terdapat pada Pasal 77 ayat (6) UU seorang PNS harus mundur dari statusnya
ASN menyebutkan bahwa: PNS yang sebagai PNS.
penilaian kinerjanya tidak mencapai target Sejak 15 (lima belas) tahun silam tepatnya
maka dikenakan sanksi administrasi memasuki era reformasi, kesadaran akan
sampai dengan pemberhentian sesuai pentingnya independensi PNS dari politik praktis
dengan ketentuan peraturan perUndang- sudah mengemuka. Hal ini dapat dilihat dari
Undangan. amanat UU Kepegawaian, yang menegaskan
Instrumen penting dalam penilaian bahwa: Pegawai Negeri berkedudukan sebagai
kinerja adalah adanya kesepakatan unsur aparatur negara yang bertugas untuk
kinerja antara seorang PNS dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat
unitnya, dan antara satu unit dengan secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
instansinya. Hal ini sejatinya sudah di- penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan
wacanakan dengan konsep kontrak dan pembangunan. Dalam kedudukan dan
kinerja. Hanya saja implementasi kontrak tugas tersebut, Pegawai Negeri harus netral dari
kinerja ini belum optimal, disebabkan pengaruh semua golongan dan partai politik
oleh konsep dan political will pemerintah serta tidak diskriminatif dalam memberikan
yang masih rendah. Melihat apa yang pelayanan kepada masyarakat. Kemudian untuk
dilakukan di beberapa negara, kontrak menjamin netralitas tersebut, Pegawai Negeri
kinerja ini dilakukan dalam bentuk dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus
tim melalui apa yang disebut sebagai partai politik.
kontrak menajemen. Setiap tim (unit) Ketentuan ini menunjukkan adanya
membuat indikator kinerja yang akan perhatian pemerintahan bahwa PNS harus
dicapai dalam kurun waktu tertentu (satu bersih dari pengaruh politik untuk dapat men-
bulan, tiga bulan, enam bulan dan satu jalankan tugasnya secara profesional, netral,
tahun). Dan setiap individu dalam tim, dan tidak diskrimitatif. Namun perhatian
harus melaksanakan sejumlah indikator ini dirasakan belum sepenuh hati, karena
yang telah ditetapkan. Indikator-indikator untuk menjaga netralitas PNS dan terhindar
yang telah disusun kemudian dievaluasi dari politik praktis, UU Kepegawaian hanya
oleh kepala unit dan seterusnya oleh melarang PNS untuk menjadi anggota atau
kepala instansi pemerintah. Tercapainya pengurus partai politik.
indikator akan menentukan juga reward Dalam konteks kekinian seiring dengan
dan punishment yang akan diberikan. Hal berkembangnya sistem demokrasi, intervensi
ini juga sekaligus menjadi catatan penting politik tidak cukup jika “hanya” diukur dari
dalam kinerja dan promosi seseorang. keterlibatan seseorang sebagai anggota atau
pengurus partai politik. Fenomena pemilihan
Perlindungan dari Intervensi Politik umum kepala daerah (Pemilukada) dapat
Para pakar administrasi negara me- menjadi contoh bagaimana PNS yang bukan
nyebutkan bahwa untuk menduduki jabatan anggota dan/atau pengurus partai politik ternyata
Pejabat Negara dapat diperoleh dengan 2 bisa terlibat aktif dan dijadikan sarana mobilisasi
(dua) cara, yaitu: pertama melalui penunjukan politik oleh para calon gubernur/bupati/walikota
oleh Kepala Negara (political appointee); atau untuk memenangi pemilu.
24
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi PNS tersebut mengikuti pertarungan politik
(pejabat setingkat eselon I dan II) selama untuk menduduki jabatan politik melawan
2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan kepala daerah incumbent atau menjadi
Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat calon wakil kepala daerah incumbent dalam
Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ke- pemilukada.
tentuan peraturan perUndang-Undangan Ketika seorang PNS memutuskan untuk
dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ikut mencalonkan diri dalam pilkada,
ditentukan. maka sesungguhnya yang bersangkutan
Ketiga, menciptakan check and balance telah memilih untuk menempuh karier
dengan membagi kewenangan meng- diluar jalur karier PNS, yaitu menempuh
angkat, memindahkan, dan member- karier politik melalui “proses politik”
hentikan pegawai ASN kepada PPK dan dengan mengesampingkan karier PNSnya.
Pejabat yang Berwenang. Pejabat yang Menempuh karier politik adalah pilihan
Berwenang (pejabat karier tertinggi) dan hak asasi setiap warga negara untuk
memiliki kewenangan “melaksanakan mengembangkan potensi dan kariernya.
proses” pengangkatan, pemindahan, dan Dengan demikian tidak ada larangan bagi
pemberhentian pegawai ASN, sedangkan siapapun untuk memilih jalur karier, apakah
PPK berwenang “menetapkannya”. Kemudian jalur karier PNS atau jalur karier politik,
dalam melakukan penetapan PPK harus namun bukan kedua-duanya. Hak asasi
memperhatikan usulan, rekomendasi dan tersebut adalah hak untuk memilih karier,
pertimbangan Pejabat yang Berwenang. bukan hak untuk menempuh dua jalur karier
2. PNS sebagai calon Presiden/Kepala atau pekerjaan secara bersamaan.
Daerah Namun menjadi masalah ketika kebijakan
Bentuk kedua PNS dapat terlibat dalam tidak konsisten membedakan antara karier
politik praktis tanpa menjadi anggota/dan politik yang ditempuh melalui proses politik
atau pengurus partai politik yaitu ketika dengan karier PNS yang seharusnya
PNS ikut mencalonkan diri dalam pilpres/ independen dari intervensi politik. UU
pilkada. Hal ini terjadi karena untuk menjadi Kepegawaian hanya membatasi PNS untuk
calon presiden/wakil presiden/kepala daerah/ terlibat sebagai anggota atau pengurus
wakil kepala daerah seseorang tidak harus partai politik. Faktanya, menjadi anggota
berasal dari anggota dan/atau pengurus dan/atau pengurus partai politik hanya salah
partai politik. Berbeda dengan calon anggota satu cara seseorang dalam menempuh
legislatif (DPR/DPRD) yang harus berasal karier politik. Tidak adanya pemisahan yang
dari unsur partai politik. Lebih-lebih dalam jelas antara karier PNS dan karier politik
sistem politik kita saat ini dikenal adanya sehingga menyebabkan seorang PNS dapat
“calon independen” yang bisa berasal dari menjadi kutu loncat yang mudah pindah-
unsur-unsur non partai politik. pidah jalur politik dan jalur PNS.
Dalam konteks ini maka seorang pegawai Ketika seorang PNS tidak konsisten dalam
dapat terjun dalam politik praktis dengan mengambil sikap untuk memilih jalur politik
menjadi salah satu calon dalam pemilu dengan mengesampingkan karier PNS-nya,
tanpa kehilangan statusnya sebagai maka sesungguhnya ia telah melanggar
PNS. Ada dua persoalan disini, pertama moral/etika profesinya sebagai PNS, yaitu
persoalan penegakan etika profesi ASN, “melanggar sumpah/janjinya” ketika di-
kedua persolan hak asasi masyarakat untuk angkat sebagai PNS untuk melaksanakan
mendapatkan pelayanan yang adil, netral, tugas kedinasan yang dipercayakan
dan tidak diskriminatif. Sebelum UU ASN kepadanya dengan penuh pengabdian,
berlaku sering ditemukan di daerah seorang kesadaran, dan tanggung jawab. Tidak
pejabat PNS daerah (sekda/kepala dinas) etisnya tindakan ini makin terlihat ketika
ikut mencalonkan diri dalam pemilukada. yang bersangkutan baru mau cuti tanpa
26
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
tanggungan/mengundurkan diri dari status Undang Dasar 1945 (UUD'45), setiap orang
PNS-nya jika terpilih dan memenangi wajib menghormati hak asasi manusia orang
pilkada. Sedangkan kalau kalah atau lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
masa jabatan sebagai kepala daerah berbangsa, dan bernegara. Dalam men-
selesai, yang bersangkutan ingin kembali jalankan hak dan kebebasannya, setiap
menduduki jabatan PNS-nya. Praktik ini orang wajib tunduk kepada pembatasan
justru merendahkan kedudukan profesi PNS yang ditetapkan dengan Undang-Undang
yang seharusnya dihargai dan dijunjung dengan maksud semata-mata untuk men-
tinggi. Praktik ini menyebabkan profesi PNS jamin pengakuan serta penghormatan
kurang dihargai, karena hanya dijadikan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
sebagai “ban serep” atau sampingan serta memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
jaminan tambahan untuk mendapatkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
tunjangan pensiun. Menang ataupun kalah keamanan, dan ketertiban umum dalam
dalam pemilu, menjadi masalah bagi suatu masyarakat demokratis. Dalam
seorang PNS untuk kembali menduduki penjabarannya Pasal 69 Undang-Undang
jabatannya sebagai PNS. Karena relatif Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
tidak ada jabatan PNS yang sesuai/cocok Manusia (UU-HAM) juga menyebutkan
untuk diduduki oleh mantan kepala negara/ bahwa: setiap warga negara wajib meng-
kepala daerah/wakil kepala daerah. hormati HAM orang lain, moral, etika,
Selain berdampak buruk bagi profesi dan tata tertib kehidupan bermasyarakat,
ASN, pencalonan PNS dalam pilkada juga berbangsa dan bernegara. Setiap HAM
berdampak buruk bagi hak masyarakat seseorang menimbulkan kewajiban dasar
untuk mendapat pelayanan. Keterlibatan dan tanggung jawab untuk menghormati
PNS dalam pemilu mengakibatkan ke- hak asasi orang lain secara timbal balik
tegangan politik semakin tinggi sehingga serta menjadi tugas Pemerintah untuk
mempengaruhi kinerja pegawai. Konsentrasi menghormati, melindungi, menegakkan, dan
PNS tidak lagi fokus pada pelayanan memajukannya.
masyarakat tetapi terpecah karena me- Inilah yang melatarbelakangi pembatasan
mikirkan bagaimana nasibnya ketika hak PNS untuk dipilih/mencalonkan
selesai pemilu. Akibat situasi ini, program diri dalam pemilu dengan terlebih dahulu
pemerintahan makin lambat dijalankan menyatakan pengunduran dirinya secara
sehingga lagi-lagi mengorbankan hak tertulis sebagai PNS, yaitu dalam rangka
rakyat untuk mendapatkan pelayanan meningkatkan profesionalisme PNS dan
cepat, efisien, efektif, adil, dan tidak melindungi hak masyarakat untuk men-
diskriminatif. Sebagai perbandingan, di dapatkan pelayanan/perlakuan yang tidak
negara yang sudah mapan sistem mana- bersifat diskriminatif atas dasar apapun
jemen kepegawaiannya seperti Korea sebagaimana amanat Pasal 28I UUD'45,
Selatan, seorang pejabat PNS yang ingin serta menjamin hak masyarakat atas
mencalonkan diri untuk menduduki jabatan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
negara melalui proses politik, harus kepastian hukum yang adil serta perlakuan
mengundurkan diri dari status PNS-nya 90 yang sama dihadapan hukum dalam Pasal
(sembilan puluh) hari sebelum pencalonan. 28D ayat (1) UUD'45
Ketentuan ini menunjukan bagaimana UU ASN mengatur bahwa: Pasal 119: Pejabat
negara korea begitu tegas membedakan pimpinan tinggi madya (sekda provinsi) dan
pekerjaan PNS dan pekerjaan politik untuk pejabat pimpinan tinggi pratama (sekda
menjamin independensi PNS. kabupaten/kota) yang akan mencalonkan
Memilih dan dipilih dalam pemilu merupakan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,
hak asasi setiap warga negara. Namun bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil
sebagaimana amanat Pasal 28J Undang- walikota wajib menyatakan pengunduran
27
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar tegas dan berbasis kinerja, dan perlindungan dari
sebagai calon. Pasal 123 ayat (3): Pegawai intervensi politik.
ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau Perlindungan ASN dari intervensi politik
dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: pertama
Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota menciptakan check & balance terhadap ke-
Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil wenangan pejabat politik dan pejabat karier
ketua, dan anggota Dewan Perwakilan tertinggi dalam mengangkat, memindahkan, dan
Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/ memberhentikan pegawai; dan kedua membatasi
walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib keterlibatan PNS dalam politik praktis terutama
menyatakan pengunduran diri secara tertulis dalam pemilihan umum dengan kewajiban
sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. mundur dari status PNS-nya ketika mencalonkan
Dengan ketentuan ini, diharapkan akan diri dalam jabatan elected official. Namun, tugas
mem-perbaiki hubungan antara birokrasi pemerintah tidak berhenti sampai disitu, karena
dan politik agar lebih seimbang sehingga UU ASN hanya merupakan langkah awal dalam
birokrasi tidak lagi kehilangan kemandirian. perjalanan panjang yang harus dilalui pemerintah
Politik tidak lagi menjadi sumber penyakit dalam melakukan perubahan sistem birokrasi.
yang mempengaruhi kinerja dimana ukuran- Oleh karenanya 23 (dua puluh tiga) peraturan
ukuran politik tidak lagi mendominasi dalam pelaksanaan UU tersebut harus dibentuk
proses pengisian jabatan. Dengan demikian, untuk membumikan perubahan-perubahan agar
konsentrasi para pejabat birokrasi lebih lebih operasional. Sebagai lembaga spesialis
pada pengembangan kinerja, tidak lagi pengawas sistem merit, KASN harus segera
semata-mata membangun hubungan yang terbentuk dan melaksanakan tugasnya 6 (enam)
aktif dengan politisi. Ketika PNS dapat fokus bulan sejak UU ASN diberlakukan.
mengembangkan kompetensi dan karier Semua ini tidaklah semudah membalik
PNS-nya maka dengan sendirinya hak telapak tangan, diperlukan komitmen yang kuat
masyarakat untuk memperoleh pelayanan dan dukungan dari seluruh stakeholders. UU
yang berkualitas, adil, dan tidak diskriminatif hanyalah salah satu cara dalam melakukan
dapat terpenuhi. perubahan, karena perubahan sesungguhnya
harus dibarengi dengan perubahan pola pikir
dan pola budaya aparatur negara yang nota
PENUTUP bene belum memiliki kultur sebagai pemberi
layanan. Pemerintah tentu tidak sanggup
Untuk membangun aparatur sipil negara melakukan tugas ini sendirian, diperlukan kerja
profesional handal yang dieluh-eluhkan dalam sama yang solid. Grand coalition yang dibentuk
pemerintahan masa depan, maka sudah saatnya harus segera mengambil langkah-langkah yang
pemerintah melakukan pendekatan human tepat untuk mengawal semua program yang
resource management berbasis merit secara baik berjalan on the right track dan menjamin
utuh dan konsisten dalam menyusun setiap continuitasnya pada Kabinet selanjutnya.
kebijakan dan manajemen ASN. Setiap pengisian
jabatan ASN harus dibersihkan dari unsur-unsur
non merit termasuk didalamnya unsur politik DAFTAR PUSTAKA
yang begitu kental menggangu kinerja pegawai.
Dalam implementasinya, UU ASN memperkuat Green, Amanda. in: East Asia Decentralizes.
penerapan sistem merit dengan beberapa cara, Making Local Government Work. World
antara lain: penerapan sistem rekrutment ber- Bank: Washington DC. 2005
basis merit, open carier system dalam setiap Setiyono, Budi. Mengefektifkan Pemberantasan
pengisian jabatan khususnya JPT, membentuk Korupsi dengan UU KIP, Jakarta:
KASN selaku pengawal sistem merit, meng- Negarawan-Jurnal Kementerian Sekretariat
hadirkan PPPK, reward & punishment yang Negara RI No. 23, 2012
28
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Tjokroamidjojo, Bintoro. Pengantar Administrasi Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (1),
Pembangunan, Jakarta: LP3ES, 1995 Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (3), dan
Schultz, David. Civil Service Reform, Public Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar
Administration Review, September/ Negara Republik Indonesia tahun 1945
Oktober, 2002, vol. 62 No. 5 World Bank, Indonesia Civil Service Issue,
Prasojo, Eko. Seputar RUU Aparatur Sipil Negara, Washington DC, 1993
http://www.kopertis12.or.id 2013 Woodard, Merit in Principle, Merit in Practice:
_____, Reformasi Kepegawaian Indonesia: An Investigation into Merit-based Human
Sebuah Review, Kritik dan Rekomendasi, Resource Management Through The Lens
Artikel non publish, disampaikan pada of Titles 5-exempt Federal Organization,
Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR Blackburg Virginia: Dissertation, 2000
RI, 2010 http://www.mspb.gov/meritsystemsprinciples.
_____, Percepatan Reformasi Birokrasi sebagai htm. Diakses 27 November 2013, 15.05 WIB
Kunci Keberhasilan Pembangunan
Nasional, Jakarta: Negarawan-Jurnal
Sekretariat Negara RI No.24, 2012
Republik Indonesia, Undang Undang Dasar
Negara Tahun 1945
________________, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
________________, Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian
________________, Undang-Undang Nomor 5
tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Setyowati, Endah. Analisis Merit System Dalam
Rekrutmen dan Seleksi CPNS di Kota
Malang, Universitas Indonesia: Disertasi
Program Pasca Sarjana Departemen Ilmu
Administrasi FISIP, 2013
Herman, Analisis Implementasi Kebijakan
Rekrutmen PNS Nasional, Jakarta:
Puslitbang Badan Kepegawaian Negara,
2006.
Effendi, Sofian. Memantapkan Pemerintahan
Demokratis-Pembangunan Indonesia
untuk Abad Asia, Yogyakarta: Kuliah
Inagurasi Akademi Ilmu Pengetahuaan
Indonesia, 3 September 2013
Sumardi, Sumber Daya Aparatur Sebagai Pelaku
Utama Reformasi Birokrasi, Jakarta:
Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara,
Edisi I tahun 2011
Salinan Permohonan Nomor 41/PUU-XII/2014,
Perihal permohonan Pengujian Pasal 119
dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN terhadap
29
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
30
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sebagai perangkat hukum yang menjadi dasar
bagi ASN dalam menjalan fungsi dan tugasnya. Ketentuan dalam UU ASN, mengamanatkan terhadap peningkatan kualitas
sumber daya aparatur melalui berbagai pengembangan kompetensi ASN, pendidikan, pelatihan, sarana prasarana, jenjang
karier, proporsi reward dengan jabatan, keadilan dan kesetaraan, serta media lainnya yang mendukung implementasi kebijakan
aparatur dalam kerangka kinerja yang berkualitas.Kompetensi, mutlak harus dimiliki oleh aparatur sebagai upaya menciptakan
kualitas kinerja yang professional dan akuntabel dalam kerangka menciptakan reformasi kepegawaian yang berimplikasi
kepada efektifitas dan efisiensi kinerja pelayanan publik, transparansi dan kapabilitas kebijakan publik.Analisisnya adalah,
jika sumber daya aparatur kompetitif, berkualitas dan professional, kinerja pelayanan publik dapat berjalan secara akuntabel
dan transparan. Secara prinsip, jika kinerja sumber daya manusia dilakukan secara transparan dan akuntabilitas,maka output
dan outcome dari pelayanan publik dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai tujuan tercapainya tatanan pemerintahan yang
baikyaitu good government dan good governance.
Kata kunci: peningkatan kualitas, sumber daya aparatur, pelayanan publik, UU ASN.
Abstract
The Law No. 5 of 2014 about Civil State Apparatus (ASN Law) is a law enforcement that becomesthe basis for Civil State
Apparatus to conduct their functions and job description.The rule of the Civil State Apparatus Law, dictates the quality
improvement of human resource apparatus through various competencies development, education, training, infrastructure,
career, reward and proportion, fairness and equality, as well as other media outlets that support apparatus policy implementation
within qualified performance framework.Competency is an absolute thing that should be owned by the apparatus as an effort
to create a qualified professional working performance and accountable in terms of bureaucratic reform that implicates the
public policy effectiveness and efficiency in their public services performance, transparency and capability. The analysis is, if
the apparatus are competitive, qualified and professional then the performance of public services can run in a transparent and
accountable way. In principle, if the human resource performance is performed in a transparent and accountable way, then
the outcomes and output of public services can be perceived by the public as the achievement of good government and good
governance.
Key word: quality improvement, human resources apparatus, public services, law of civil state apparatus.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang 14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi
selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah daerah;
pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap 15. Instansi Pusat adalah kementerian,
pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang lembaga pemerintah non-kementerian,
berwenang; kesekretariatan lembaga negara, dan
3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya kesekretariatan lembaga non-struktural;
disingkat PNS adalah warga negara 16. Instansi Daerah adalah perangkat daerah
Indonesia yang memenuhi persyaratan dan provinsi dan perangkat daerah kabupaten/
diangkat oleh pejabat yang ber-wenang; kota yang meliputi sekretariat daerah,
4. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
warga negara Indonesia yang memenuhi Daerah, dinas daerah,dan lembaga teknis
dan diangkat oleh pejabat yang berwenang daerah.
sebagai Pegawai ASN; PNS dan PPPK tidak ada perbedaan
5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN dalam tanggung jawab dan tugas serta sistem
untuk menghasilkan Pegawai ASN yang penggajiannya. Perbedaan yang mendasar
profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika kedua pegawai tersebut terletak pada
profesi, bebas dari intervensi politik, bersih status yang melekat didalam dirinya dan hak
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; perlindungan pensiun yang tidak dapat diterima
6. Sistem informasi ASN adalah rangkaian oleh PPPK, sedangkan PNS mendapatkan
informasi dan data mengenai Pegawai ASN tunjangan pensiun. Artinya bahwa, jabatan PNS
yang disusun secara sistematis, menyeluruh, berlaku sampai waktu pensiun yang ditentukan
dan terintegrasi dengan berbasis teknologi; oleh Undang-Undang. Sementara pegawai PPPK
7. Jabatan eksekutif senior adalah se- dibatasi oleh waktu jabatan dengan ketentuan
kelompok jabatan tertinggi pada instansi dan kerja yang disepakati bersama dalam mengisi
perwakilan; jabatan publik, hal ini dapat diberhentikan
8. Aparatur eksekutif senior adalah Pegawai dan diangkat sesuai dengan kebutuhan dan
ASN yang menduduki Jabatan Eksekutif kompetensi yang dimilik oleh pegawai tersebut.
Senior melalui seleksi secara nasional yang ASN sebagai birokrat harus memiliki
dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara prinsip etika yang tinggi dalam melaksankan
dan diangkat oleh Presiden; tugas Negara. Etika menjadi pondasi bagi
9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok aparatur Negara dalam membentengi diri dari
jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi kondisi dan situasi birokrasi yang semakin
berkaitan dengan pelayanan administrasi, kompleks. Birokrat yang beretika akan menjaga
manajemen kebijakan pemerintahan, dan harkat dan martabat bangsa dengan moralnya,
pembangunan; moral yang tinggi memberikan efek positif dalam
10. Pegawai Jabatan Administrasi adalah kinerja pegawai dalam kinerjanya. Kondisi
Pegawai ASN yang menduduki Jabatan birokrat saat ini dipengaruhi oleh karakter birokrat
Administrasi pada instansi dan perwakilan; yang ada didalamnya, sehingga membutuhkan
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok peningkatan karakter yang berwibawa dan
jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkualitas dalam merubah paradigma yang
berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berkembang didalam birokrasi Indonesia.
berdasarkan pada keahlian dan keterampilan Menurut Agus (2010), bahwa SDM
tertentu; aparatur pelayanan publik sangat menentukan
12. Pegawai Jabatan Fungsional adalah kualitas pelayanan publik. Sedangkan yang
Pegawai ASN yang menduduki Jabatan dibutuhkan dalam SDM aparatur pelayanan
Fungsional pada instansi dan perwakilan; publik adalah leadership and manajerial skills;
13. Pejabat yang Berwenang adalah pengetahuan, ketrampilan, etika,dan budaya.
pejabat karier tertinggi pada instansi dan Kualitas SDM aparatur berpengaruh
perwakilan; terhadap kinerja yang dilakukan, sehingga
33
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
berdampak kepada kinerja pelayanan publik dibarengi oleh pengembangan SDM dengan
yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam berbagai kerangka kerja yang dibutuhkan se-
kerangka kinerja pelayanan publik, seyogyanya bagai upaya melakukan efektifitas dan efisiensi
SDM aparatur mempunyai kompetensi keilmuan, kinerja untuk hasil dan output yang sesuai
keahlian dan kepemimpinan yang harus melekat dengan harapan organisasi.
dalam karakternya. Sehingga regulasi antar Oleh karena itu, untuk mendapatkan
SDM aparatur dapat berjalan beriringan sesuai hasil yang maksimal dalam pengembangan ASN
dengan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antara bawahan
pengembangan SDM aparatur Negara dalam dan atasan dalam pengelolaan manajemen ASN.
kerangka pelayanan publik menjadi faktor Baik sebagai formulasi kebijakan, implementasi
penentu terciptanya tatanan pemerintahan kebijakan, maupun evaluasi kebijakan. Perlu
yang baik dan berkualitas. Masyarakat tidak juga dilakukan maksimalisasi pengembangan
melihat apa lembaganya, namun mereka lebih pola kinerja ASN dalam kerangka pelayanan
mengontrol didalam rangka pelayanan yang di publik berdasarkan profesionalitas dan kinerja
terimanya. Jika pelayanan kurang baik, maka dalam penilaian kinerja pelayanan publik, melalui
sebaik apapun bentuk organisasinya akan dinilai berbagai media, seperti penelitian, penilaian
sebagai organisasi yang kurang baik. kinerja dari responden, maupun hal lain yang
Pelayanan kepada masyarakat harus menjadi kebutuhan.
dikedepankan dalam rangka mendorong Perlu dilakukan sebuah konsepsi motivasi
suksesnya reformasi birokrasi di berbagai bagi ASN dalam mengembangkan potensi
lembaga pemerintahan. Hal ini ditambah oleh dirinya dalam menciptakan kualitas kinerja yang
sudah di berlakukannya UU ASN dalam kerangka transparan dan akuntabel. Sehingga hal ini dapat
memperbaiki berbagai aspek birokrasi, mulai mendorong sebuah profesionalitas kinerja yang
tingkat pemerintah pusat hingga pemerintahan lebih baik, dan mendongkrak eksternalisasi
daerah. Sehingga dapat dipastikan, aspek kinerja kepada lingkungan instansinya.
birokrasi dapat berjalan seiring dengan per- Oleh karena itu, sudah menjadi ke-
tumbuhan dan perkembangan berbagai ke- harusan bagi pemerintah untuk “menggodok”
butuhan layanan masyarakat umum. berbagai kebijakan terkait dengan pengembangan
Hayat (2013) mengungkapkan, bahwa dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang
SDM aparatur dalam pelayanan publik masih diamanatkan melalui UU ASN. Hal ini tertuang
seringkali menjadi kendala dalam penempatan dalam UU ASN pasal 70 yaitu:
aparaturnya, hal ini dipengaruhi oleh kompetensi 1. Setiap pegawai ASN memiliki hak
yang dimiliki oleh masing-masing SDM aparatur. dan kesempatan untuk mengembangkan
Sehingga menghambat tercapainya proses kompetensi;
peningkatan kinerja aparatur Negara dalam 2. Pengembangan kompetensi antara lain
pelayanan publik. melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,
SDM aparatur yang mempunyai kinerja kursus, dan penataran;
tidak sesuai dengan kompetensi yang di- 3. Pengembangan kompetensi harus di
milikinya masih banyak di lembaga-lembaga evaluasi oleh pejabat yang berwenang dan
pemerintahan, sehingga tidak heran, jika di digunakan sebagai salah satu dasar dalam
berbagai instansi pemerintah, masih saja ada pengangkatan jabatan dan pengembangan
penumpukan pegawai yang mengakibatkan karier;
in-efisiensi dari kinerjanya. Pun demikian, hal 4. Setiap instansi pemerintah wajib menyusun
ini akan berpengaruh terhadap layanan yang rencana pengembangan kompetensi
diberikan dengan berbagai sebab dan akibat tahunan yang tertuang dalam rencana kerja
yang ditimbulkannya. Lukas (2013), menjelaskan anggaran tahunan instansi masing-masing;
bahwa untuk mewujudkan pembangunan 5. PNS diberikan kesempatan untuk me-
nasional, dituntut adanya sumber daya manusia lakukan praktek kerja di instansi lain di pusat
yang berkualitas. Pembangunan nasional harus atau daerah dalam waktu paling lama satu
34
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan dan dipergunakan sebagai salah satu dasar
oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk perjanjian kerja selanjutnya.
dan Badan Kepegawaian Negara (BKN); Berdasarkan kedudukannya, pengem-
6. Pengembangan kompetensi juga dapat bangan ASN, antara PNS dan PPPK tidaklah
dilakukan dengan pertukaran antara PNS sama. PNS dalam proses pengembangan karier
dengan pegawai swasta dalam waktu atau peningkatan kualitas ASN diberikan dengan
paling lama satu tahun dan pelaksanaannya berbagai komponen yang mengikutinya. Hal ini
dikoordinasikan oleh LAN dan BKN; difungsikan untuk mengontrol kinerja PNS dalam
Sementara itu, karena posisi PNS dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
PPPK dalam kerangka ASN tidak sama dalam PNS dengan ketentuan jabatan terikat oleh
kedudukan dan haknya, termasuk perbedaan peraturan perUndang-Undangan dengan segala
dalam proses pengembangan kariernya. hak dan kewajiban dapat berkembang sesuai
Pengembangan karier PNS dalam kerangka dengan kompetensi yang dimilikinya, serta skill
peningkatan kualitas ASN, seperti yang di- dan pendidikan yang diraihnya untuk menduduki
sebutkan dalam pasal 69 UU ASN, yaitu: jabatan yang lebih tinggi. Sementara itu, untuk
1. Pengembangan karier PNS dilakukan ber- PPPK, pengembangan karier difungsikan
dasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian untuk mengontrol kinerja PPPK dalam hal per-
kinerja, dan kebutuhan instansi pemerintah; panjangan kerja yang dilakukan setiap tahunya.
2. Dilakukan dengan mempertimbangkan Oleh karena itu, pemerintah mempunyai siklus
integritas dan moralitas; organisasi yang dinamis dalam memberikan
3. Komtensi teknis yang diukur dari tingkat dan feed back yang diharapkan mampu menciptakan
spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis kualitas ASN yang professional dan dapat
fungsional, dan pengalaman kerja secara berdampak terhadap kinerja pelayanan publik
teknis; sebagai konstruksi yang bersifat konkrit.
4. Kompetensi manajerial yang diukur dari Sehingga, pengembangan karier baik PNS atau-
tingkat pendidikan, pelatihan structural pun PPPK harus mempunyai pola kolaborasi
atau manajemen, dan pengalaman yang seimbang untuk menghindari kecemburuan
kepemimpinan; sosial dalam kerangka kinerja pelayanan publik.
5. Kompetensi sosial kultural yang diukur Pemahaman terhadap pola karier penting
dari pengalaman kerja berkaitan dengan ditanamkan sejak awal terhadap ASN.
masyarakatar majemuk dalam hal agama, Pengembangan karier menurut Handoko,
suku, dan budaya, sehingga memiliki adalah semua pekerjaan atau jabatan yang
wawasan kebangsaan. ditangani selama seseorang itu berada pada
6. Integrasi diukur dari kejujuran, kepatuhan posisinya. Karier menunjukkan jenjang kerja
terhadap ketentuan perUndang-Undangan, seseuai jabatan individu yang didapat melalui
kemampuan bekerjasama, dan pengabdian jenjang jabatan selama bekerja pada instansi atau
kepada masyarakat, bangsa dan Negara; organisasi (Fahrani, 2013). Karier ber-ada di
7. Moralitas diukur dari penerapan dan pundak individu yang bekerja pada organisasi atau
pengamalan nilai etika agama, budaya, dan instansi pemerintah dengan jabatan penjenjangan
sosial kemasyarakatan. yang di atur sesuai dengan kebutuhan dan
Sedangkan pengembangan kompetensi ketentuan yang berlaku. Jabatan karier berjalan
PPPK dalam kerangka peningkatan kualitas ASN beriringan dengan kinerja dan profesionallitas
sesuai dengan UU ASN, adalah: yang diperolehnya. Karier juga dipengaruhi oleh
1. PPPK diberikan kesempatan untuk kompetensi dan pendidikan seseorang dalam
pengembangan kompetensi; kerangka kinerja instansi untuk naik lebih tinggi
2. Pengembangan kompetensi diberikan setiap satu tingkat atu dua tingkat dari sebelumnya.
tahun oleh instansi pemerintah. Begitu pula dengan penurunan karier, berlaku
3. Evaluasi pengembangan kompetensi pada posisi individu jika melakukan pelanggaran
dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan punishment yang sudah ditetapkan oleh
35
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Tabel 1.
Tahapan Pembangunan Aparatur Negara Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025.
RPJPN Keterangan
Pembangunan di bidang aparatur diarahkan kepada masyarakat yang semakin membaik
dengan meningkatnya penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang tercermin
RPJPN 1 (2005-2009) dengan terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah dan tidak bertentangan
dengan peraturan dan perUndang-Undangan yang lebih tinggi, serta tertatanya kelembagaan
birokrasi dalam mendukung percepatan terwujudnya tata kepemrintahan yang baik.
Pembangunan di bidang aparatur negara diarahkan pada kualias peayanan publik yang lebih
RPJPN 2 (2010-2014) murah, cepat, transparan, dan akuntabel serta makin meningkat ditandai dengan terpenuhinya
standar di semua tingkatan pemerintah.
Sumber: Pusat Kajian Manajemen Pelayanan, Deputi Bidang Kajian Manajemen dan Pelayanan LAN. (2010).
36
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Table di atas menunjukkan, adanya bidang teknis, pun demikian, jika profesional,
sebuah perencanaan terhadap pengembangan maka proporsi profesionalitasnya di letakkan
dan peningkatan kualias ASN dalam rangka pada jabatan profesional.
pembangunan dan tatanan pemerintahan yang Hal ini merupakan tujuan utama
baik. Konsep pembangunan pada RPJPN 2015- dalam RPJPN 2005-2025 sebagai kerangka
2019 mengarahkan aparatur Negara kedalam reformasi kepegawaian untuk menciptakan
profesionalisme ASN, baik yang berada di aparatur negara yang profesional dalam
pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. bidang kinerja sesuai dengan kompetensi yang
Hal ini terintegrasi dengan UU ASN yang di miliki. Tentunya objektivitas penempatan
merelevankn konstruksi peningkatan kualitas posisi SDM apatur mengacu kepada UU ASN
ASN dalam rangka menciptakan ASN yang sebagai pedoman perUndang-Undangan yang
professional, berkuallitas dan berwibawa serta paling tinggi. Secara detail dan teknis, akan
mendukung pembangunan secara nasional. di atur oleh peraturan-peraturan yang di atura
Oleh karena itu, tentunya, untuk mendukung oleh kementerian terkait sebagai regulasi
tercapainya RPJPN 2005-2025, diperlukan yang terintegrasi dengan tetap mengacu
sebuah keseriusan pemerintah dalam rangka kepada prinsip profesionalisme, netralitas, dan
mengimplementasikan pengembangan karier berwibawa. Sementara attitude, merupakan
atau kualitas ASN sebagai upaya meningkatkan konsepsi moralitas bagi SDM aparatur, yang
kualitas pelayanan publik yang berdasarkan merupakan bagian dari faktor penentu kualitas
kepada keadilan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, SDM aparatur yang berkualitas. Attitude, secara
profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi. proporsi berada pada posisi terakhir dalam
Menurut Badu (2008), ada beberapa peningaktan kualitas kinerja. Namun, secara
faktor penentu kualitas SDM ASN terhadap prinsip, attitude adalah hal yang utama yang
kualitas kinerja pelayanan publik, adalah menjadi suksesi dari semua faktor penentu
cognitive, skill, dan attitude. Kognitif dalam kualitas SDM aparatur. Attitude yang baik,
artian adalah kemampuan yang berhubungan mampu mempengaruhi kualitas kinerja aparatur
dengan pengalaman. Kualitas pengalaman secara transparan, akuntabel, jujur, dan baik.
yang mumpuni, dapat mampu menciptakan Konsep attitude menjadi konfigurasi yang tidak
kondisi lingkungan organisasi bervariasi, dapat dipisahkan dalam kerangka indikator
inovasi dan dinamis. Pengalaman setiap kualitas SDM aparatur. Sebagai pemegang
SDM apartur berbeda sesuai dengan tingkat kendali karakter SDM, attitude mempunyai peran
yang dialaminya. Kekuatan intelligence dalam penting terhadap perilaku aparatur negara.
cogninitive SDM aparatur membawa pengaruh Attitude yang baik, berdampak terhadap kinerja
bagi kualitas kinerja yang dilakukan, SDM yang berkualitas bagi SDM aparatur. Sehingga
aparatur yang mempunyai pengalaman lebih mampu mengubah pola pengembangan dan
banyak akan menciptakan sebuah inovasi kinerja kualitas pelayanan publik.
kinerja dalam pencapaian tujuan organisasi, Peningkatan kualitas SDM pelayanan
menciptakan variasi layanan yang memberikan publik dalam kerangka UU ASN dapat di-
motivasi kepada lingkungan, dan mampu jelaskan seperti manajemen ASN, yaitu
merespon secara berkualitas dalam kerangka manajemen ASN PNS dan manajemen ASN
menunjang kemajuan birokrasi dengan PPPK. Manajemen ASN dalam BAB I UU ASN
berbagai observasi. Skill sebagai bagian dari menyebutkan, bahwa manajemen ASN adalah
faktor kinerja kualitas pelayanan yang baik pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai
adalah bagian terpenting dalam meningkatkan ASN yang profesional, memiliki nilai dasar,
kompetensi ASN. Dalam UU ASN, salah satu etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari prasyarat ASN bekerja adalah sesuai dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme
dengan kompetensi yang dimilikinya. Jika (KKN). Manajemen ASN yang masuk dalam
mempunyai kemampuan teknis, maka posisi kategori peningkatan kualitas PNS dalam
SDM aparatur tersebut harus diletakkan pada pasal 55 (1) UU ASN adalah pangkat dan
37
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
jabatan, pengembangan karier, pola karier, yang diikuti menjadi kunci terhadap
promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian kualias pelayanan yang diberikan, sehingga
dan tunjangan, penghargaan, jaminan pension dampak positif yang diharapkan dapat
dan jaminan hari tua, dan perlindungan. dirasakan sebagai implikasi dari pen-
Sementara manajemen peningkatan kualitas capaian keterampilan dan pengetahuan
SDM PPPK dalam pasal 93 UU ASN antara lain yang didapatkan.
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, 2. Posisi dan Jabatan
pengembangan kompetensi, pemberian peng- Pasal 68 (1) UU ASN menjelaskan
hargaan, disiplin, dan perlindungan. bahwa PNS diangkat dalam pangkat dan
Oleh karena itu, ada beberapa strategi jabatan tertentu pada instansi pemerintah.
dalam peningkatan kualitas sumber daya Dilanjutkan dalam ayat (2) bahwa peng-
manusia aparatur pelayanan publik antara angkatan itu ditentukan berdasarkan
lain: perbandingan objektifitas antara kom-
1. Pelatihan dan Pendidikan petensi, kualifikasi, dan persyaratan
Peningkatan kualitas melalui pelatihan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
dan pendidikan menjadi kunci pening- persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
katan kualitas SDM aparatur yang Sementara dalam ayat (4) menegaskan,
professional dan berkualitas. Melalui bahwa PNS dapat berpindah antara dan
kegiatan pengembangan pendidikan dan antara jabatan pimpinan tinggi, jabatan
pelatihan sebagai instrument penguatan administrasi, dan jabatan fungsional di
kapasitas SDM aparatur negara dalam instansi pemerintah pusat dan daearah
rangka memaksimalkan kinerja dengan berdasarkan sesuatu yang dipersyaratkan.
pengalaman dan pendidikan yang lebih Untuk menjalankan komposisi jabatan
luas berdampak kepada etos kerja dan dalam ASN, maka diperlukan sebuah
psikologi SDM untuk meningkatkan peraturan pemerintah yang mengatur
kinerjanya. Hasibuan (2009) dan Ekaningsih secara teknis tentang jabatan dan posisi
(2013) mengungkapkan bahwa pendidikan PNS sebagai SDM aparatur pelayanan
adalah proses meningkatkan keilmuan publik. Jabatan merupakan kekuasaan
dalam bidang teoritis, konseptual, dan moral. yang melekat dalam diri individu dalam
Pendidikan tidak hanya ditafsirkan sebagai suatu organisasi melalui capaian kinerja,
formalitas transformasi ilmu pengetahuan kompetensi, pendidikan, skill, dan unsur
secara teoritik. Pendidikan mempunyai lain yang mendukung seseorang untuk
makna konferehensif terhadap penerima mendapatkannya secara adil dan baik.
pendidikan, baik secara keilmuan, konsepsi 3. Karier
dan etika kehidupan secara filosofi. SDM aparatur pelayanan publik, yang
Pelatihan adalah pemberian pengetahuan termaktub dalam ASN sesuai dengan
dan pengalaman kepada aparatur dalam UU ASN, yaitu PNS dan PPPK dalam
meningkatkan kinerja yang lebih baik dan jabatannya dikatakan jabatan karier.
berkualitas. Pendidikan dan pelatihan Jabatan karier yaitu jabatan yang di-
sebagai paradigma baru bagi pegawai untuk angkat melalui berbagai persyaratan dan
memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi ketentuan. Kadarisman (2012), men-
dan pengalaman yang lebih luas dalam jelaskan bahwa pengembangan karier
kerangka menjamin tercapainya kualitas adalah untuk meningkatkan kemampuan
instansi yang lebih baik. Seyogyanya teknis, teoritis, konseptual, dan moral
pelatihan dan pendidikan bagi SDM pegawai agar mencapai sinergi yang
aparatur pelayanan publik memberikan berkualits dan professional dalam kinerja.
kontribusi yang dominan terhadap pening- Pengembangan karier SDM aparatur
katan kualitas pelayanan yang prima pelayanan publik tentunya menjadi bagian
dan berkualitas. Pendidikan dan pelatihan dari sebuah pengembangan karier dalam
38
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
rangka menciptakan kualitas SDM aparatur Sehingga kinerja SDM aparatur pelayanan
yang mampu bekerja secara professional, publik dapat dirasakan secara faktual oleh
mampu melaksanakan semua pekerjaan masyarakat dan dapat dikembangkan dalam
sesuai dengan tanggung jawabnya, mem- proses penciptaan reformasi kepegawain
berikan pandangan secara konsepsi ter- dilingkungan instansi pemerintah. Peren-
hadap peningkatan instansi pemerintah canaan karier diperlukan dalam rangka
dalam hal pemberian layanan kepada memaksimalkan langkah pengembangan
masyarakat. terhadap SDM aparatur pelayanan publik
melaui kemampuan kinerja individu.
Gambar 1.
Tahapan Perencanaan Jalur Karier dan Program Kaderisasi
Penelaahan Awal
Terhadap Organisasi
Perumusan Rancangan
Program
39
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
kan kinerja yang lebih baik. Kinerja yang menjadi motivasi utama dalam peningkatan
baik, harus diberikan sebuah reward sebagai kualitas SDM aparatur pelayanan publik
motivasi yang memberikan aspek positif dalam rangka memberikan motivasi dan
bagi pegawai untuk semakin memaksimal- semangat kinerja bagi pegawai untuk
kan kinerja. Sehingga diharapkan mampu lebih meningkatkan kualitas kinerja. Gaji
menciptakan support bagi pegawai yang merupakan kondisi utama yang harus
lain dalam menciptakan kualitas kinerja diterima oleh SDM aparatur sebagai hak dari
secara berkesinambungan. tanggung jawab dan kinerja sesuai dengan
Sistem karier dalam penilaian kinerja dalam jabatan dan tugasnya. Hal ini berfungsi
meningkatkan kualitas SDM aparatur mem- untuk meningkatkan kesinambungan antara
punyai efek dan dampak positif terhadap pekerjaan dan insentif yang diterimanya.
peningkatan kualitas SDM yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa gaji merupakan nadi
Artinya bahwa, sistem karier sebagai hak dari dari SDM aparatur dalam pengembangan
setiap pegawai yang memenuhi persyaratan dan peningkatan kualitas kinerja yang lebih
dalam penialian kinerja pelayanan publik. professional.
Tentunya harus diimbangi oleh kerangka Sedangkan pasal 82 UU ASN menjelaskan
kinerja yang lebih berkualitas dan akun- bahwa penghargaan adalah ditujukan
tabilitas. untuk menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
6. Penggajian, Penghargaan, Jaminan kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan
Pensiun, dan Hari Tua. prestasi kerja dalam melaksanakan
Proses penggajian terhadap SDM aparatur tugasnya. Kemudian lebih lanjut, pasal 83
menjadi keharusan bagi instansi untuk ayat menegaskan penghargaan berupa
melakukan proporsionalitas terhadap kinerja tanda kehormatan, kenaikan pangkat
sesuai dengan tanggung jawab dan tugas istimewa, kesempatan prioritas untuk
yang diembannya. Penggajian menjadi aspek pengembangan kompetensi dan ke-
utama dalam proses peningkatan kualitas sempatan menghadiri acara resmi dan/atau
SDM aparatur dalam mengembangkan acara kenegaraan.
kinerja pelayanan kepada masyarakat. Jaminan pensiun adalah diberikan kepada
Gaji yang seimbang dengan kinerja, SDM aparatur yang diberikan atas dasar
dapat berdampak kepada inovasi yang pengabdian terhadap kinerja dan tanggung
dilakukan dalam memberikan pelayanan jawabnya dalam kerangka memberikan
secara professional. Hal ini dimaksudkan jaminan atas kesejahteraan bagi dirinya
untuk meningkatkan produktivitas dan ketika sudah memasuki usia tua. Hal ini
mempertahankan prestasi kinerja yang dilakukan sebagai upaya untuk memberikan
sudah dilakukan. UU ASN pasal 79 ayat (1), jaminan atas segala bentuk abdi dengan
(2), dan (3) bahwa kewajiban pemerintah jasa-jasa yang sudah diberikan kepada
dalam mengembangkan manajemen PNS pemerintah.
adalah dengan memberikan gaji yang harus Pasal 91 ayat (3) dan (4) UU ASN di-
dibayarkan secara layak dan menjamin katakan bahwa jaminan pensiun PNS
kesejahteraan PNS. Penggajian diberikan dan jaminan hari tua diberikan sebagai
berdasarkan beban kerja, tanggungjawab, perlindungan kesinambungan penghasilan
dan resiko pekerjaan yang diberikan secara hari tua sebagai hak dan penghargaan atas
bertahap. pengabdian sebagai aparatur negara. Hal
Pasal 80 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU ASN, itu, mencakup jaminan pensiun dan jaminan
menjelaskan selain penggajian, PNS hari tua yang diberikan berdasarkan jaminan
menerima tunjangan dan fasilitas, baik sosial nasional.
tunjangan kinerja maupun tunjangan 7. Pemberdayaan dan perlindungan
keamanahan yang dibayarkan sesuai Pemberdayaan merupakan rangkaian
dengan pencapaian kinerja. Penggajian peningkatan kualitas SDM aparatur atau
41
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pegawai dalam rangka merawat keberadaan dalam kerangka reformasi birokrasi. Namun
pegawai dengan kinerja yang berkualitas dalam perkembangan semakin tingginya tingkat
dan berkesinambungan antara kinerja dan permintaan layanan dari masyarakat menjadi
hak yang harus diberdayakan berdasarkan kedala bagi pemerintah dalam pengembangan
kualitas dan kuantitas kinerja yang lebih baik. SDM aparatur pelayanan yang maksimal. Pun
Tjiptono dalam Kadarisman (2012) mem- demikian, perubahan paradigma dan lingkungan
berikan pemahaman terhadap makna organisasi juga dapat berdampak terhadap
pemberdayaan secara konseptual adalah pencapaian peningkatan kualitas SDM aparatur
upaya memberikan otonomi, kepercayaan, pelayanan publik, serta berbagai faktor lain yang
dan mendorong untuk kreatif dalam me- memperlemah kehidupan SDM aparatur dalam
laksanakan tugas dan tanggungjawabnya. kinerja dan tanggung jawabnya.
Konsepsi pemberdayaan bagi SDM aparatur Beberapa hambatan yang muncul dalam
pelayanan publik dalam meningkatkan kerangka peningkatan kualitas SDM aparatur
kualitas pelayanan bagi masyarakat di- pelayanan publik adalah Pertama, kompetensi
tuntut untuk kreatif dalam berbagai aspek yang dimilik oleh SDM aparatur pelayanan publik.
kehidupan birokrasi pelayanan untuk Perkembangan sosial kemasyarakatan dalam
menciptakan kondisi pelayanan yang tatanan pemerintahan semakin tinggi dari tahun
lebih fleksibel dan akuntabel. Sehingga ke tahun.Aspek permintaan masyarakat dalam
mampu menciptakan kreasi pelayanan pelayanan publik semakin meningkat seiring
yang lebih prima dan inovasi tersendiri dengan kebutuhan dan harapan yang diinginkan
bagi SDM aparatur dalam pengembangan oleh masyarakat. Semakin tinggi permintaan
pelayanannya. pelayanan masyarakat kepada pemerintah
dalam memenuhi kebutuhannya, tentunya ber-
Hambatan Yang Dapat Muncul Dalam pengaruh terhadap kinerja pelayanan publik.
Peningkatan Kualitas Aparatur Sipil Negara Mengingat pelayanan publik yang ada saat ini
Pelayanan Publik masih banyak menggunakan sistem konvensional
Peningkatan SDM aparatur dalam penge- yang mengandalkan kemampuan dan skill dari
lolaan dan manajemen ASN menjadi tantangan unsur manusianya. Sementara itu, keterbatasan
tersendiri dalam organisasi pemerintah. SDM SDM aparatur pelayanan menjadi pengaruh
aparatur pelayanan publik yang berkualitas tersendiri dalam hambatan yang mungkin
dapat menjalankan kinerja sesuai dengan dirasakan oleh pemimpin instansi pemerintah
tatanan dan aturan yang telah diaplikasikan dalam peningkatan kualitas pelayanan bagi SDM
dalam kerangka kinerja pemerintahan. Tujuannya aparatur pelayanannya. SDM aparatur dalam
adalah untuk membanguna sinergitas antara pelayanan tidak cukup diandalkan dan dibekali
SDM aparatur dalam memberikan pelayanan oleh pendidikan dan pelatihan saja dalam
kepada masyarakat. pengembangan kualitas dan profesionalitasnya.
Pembahasan pada peningkatan kualitas Semakin tinggi pelayanan yang diharapkan,
SDM aparatur di atas memberikan langkah konkrit maka aspek keterbatasan manusia atas ke-
kepada pemerintah dalam mengembangkan butuhan layanan masyrakat dapat berdampak
SDM melalui berbagai motivasi dan konsepsi kepada tingkat kualitas yang dimiliki oleh SDM
pemikiran ke dalam aspek kehidupan tersebut. Kompetensi SDM yang rendah dalam
lingkungan organisasi. Harapannya adalah pelayanan publik dapat berdampak secara
untuk menciptakan kondisi lingkungan peme- signifikan terhadap kinerja pelayanan. Rendahnya
rintahan yang nyaman dan aman bagi SDM kompetensi aparatur dapat memperlambat
aparatur pelayanan publik dalam menjadikan pencapaian tujuan reformasi kepegawaian
passion terhadap kinerjanya. Sehingga cita- dalam rangka pencapaian tujuan pemerintah.
cita pemerintah untuk menciptakan good Tingkat kompetensi yang rendah, mempersulit
government dan good governance dapat pengembangan SDM dalam meningkatkan
tercapai sesuai dengan RPJPN 2005-2025 kualitas kinerja yang dimilikinya. Skill dan
42
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pengetahuan yang rendah tidak mampu bersaing dalamnya. Keberadaan SDM di dalam lembaga
dengan kebutuhan masyarakat yang semakin mempunyai peran dan fungsi masing-masing
tinggi. Pengetahuan masyarakat yang semakin sesuai dengan jabatan dan tanggung jawabnya.
canggih terhadap layanan yang diharapkan Prinsip keadilan dalam pengembangan
memicu rendahnya akuntabilitas kinerja SDM. SDM aparatur menjadi keharusan, terutama
Apalagi SDM aparatur sebagai ujung tombak bagi pimpinan dalam mengelola organisasi.
dari pencapaian good governance. Oleh karena Pemimpin yang tidak adil akan berdampak
itu, sebagai antisipasi dari hambatan yang akan kepada peningkatan kualias SDM di bawahnya.
muncul dalam kerangka pengemangan SDM Pendidikan dan pelatihan yang diberikan
aparatur pelayanan publik dapat diatasi dengan tidak mempunyai efek terhadap peningkatan
perbaikan sistem rekrutmen secara nasional. kualitas kinerja pelayanan, jika pemimpin
Sistem rekrutmen dilakukan secara objektif untuk sebagai pengelola tidak berlaku adil. Demikian
menghasilkan kualitas SDM yang profesional pula, kesetaraan bagi sesama aparatur harus
dan harus diimbangi dengan tingkat pendidikan seimbang dan merata. Apapun bentuk kebijakan
ASN dalam memperkuat aspek pelayanan yang dalam organisasi harus dilakukan secara
lebih baik. bersama-sama dan berjalan sesuai dengan
Kedua, perubahan dan tumpang tindihnya ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.
peraturan bagi SDM aparatur pelayanan publik. Keadilan dan kesetaraan bagi SDM aparatur,
SDM aparatur pelayanan publik merupakan terutama aparatur pelayanan publik menjadi
pengabdian kepada pemerintah dalam mem- kunci dari pengembangan dan peningkatan
berikan pelayanan kepada masyarakat. ASN kualiatas SDM secara internalisasi lingkungan.
sebagai pelayanan masyarakat diukur dan di- Peningkatan tidak hanya diperoleh melalui
pekerjakan sesuai dengan aturan dan ketentuan pendidikan dan pelatihan serta aspek lain yang
yang berlaku, seperti Undang-Undang, peraturan mengikutinya. Aspek etika dan etos kerja bermula
pemerintah, peraturan kepala daerah dan dari rasa adil dan setara yang dirasakan
aturan-aturan lain yang mengikat secara legal. oleh SDM dalam kerangka kinerja sebagai
Pengembangan SDM aparatur masuk kedalam tugas pokoknya. Jika pemimpin yang adil,
aspek peraturan perUndang-Undangan yang maka mempunyai pengaruh yang baik dalam
mengatur tentang bagaimana meningkatkan peningakatan kualitas kinerja SDM. Hal ini
kualitas SDM dalam organisasi pemerintah. disebabkan oleh adanya korelasi antara sikap
Namun dalam perkembangannya, kadangkala dan karakteristik pemimpin terhadap aspek
muncul peraturan baru atau ketentuan baru kinerja SDM.
yang mengatur dengan tingkat relevansi yang Untuk mencegah hambatan terhadap
lemah. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi peningkatan kualitas SDM aparatur pelayanan
aspek peningkatan kualitas SDM sebagai bagian publik, pemerintah harus segera merancang
terpenting dalam pengembangan sumber daya peraturan pemerintah atau peraturan menteri
manusia. Adakalanya perubahan pada tata terkait dengan UU ASN sebagai acuan dalam
aturan terhadap pengembangan SDM yang rangka reformasi birokrasi dan kepegawaian
seringkali berubah, dari aturan yang lama serta meningkatkan kualitas kinerja berdasarkan
menjadi aturan yang baru. Perubahan aturan kompetensi yang dimiliki. Sehingga harapan
terkait dengan pengembangan SDM aparatur pemerintah dalam pengelolaan dan pengem-
menjadi kendala tersendiri dalam proses per- bangan birokrasi dapat berjalan seiring dengan
siapan bagi SDM. Semula sudah disiapkan tujuan utama birokrasi pemerintahan, yaitu good
sesuai dengan ketentuan yang ada, karena ada government dan good governance.
perubahan aturan, maka tingkat penyesuaiannya
juga lambat dan lama.
Ketiga, kesetaraan dan keadilan yang
tidak seimbang. Lingkup organisasi pemerintah
harus menciptakan keadilan bagi stakeholder di
43
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
PENUTUP go.id/in/statistik/distribusi-jumlah-pns-
dirinci-menurut-tingkat-pendidikan-dan-
Berdasarkan uraian di atas, peningkatan jenis-kelamin.html. Diakses 11 April 2014,
kualitas SDM aparatur pelayanan publik 10.00 WIB
dalam kerangka UU ASN mempunyai peran Ekaningsih, Ana Sri. 2013. Peran Pendidikan dan
penting dalam pengembangan organisasi dan Pelatihan Serta Kompetensi dalam Upaya
pencapaian tujuan pemerintah dalam reformasi Peningkatan Kualitas Sumber Daya
birokrasi dan kepegawaian. UU ASN sebagai Aparatur: Studi Pada Dinas Perhubungan
konsep hukum dan aturan sebagai acuan SDM Kota Tarakan. Jurnal Borneo Administrator,
aparatur pelayanan publik baik ASN (PNS dan Volume 9, Nomor 2. .
PPPK) dalam meningkatkan kualitas diri yang Fahrani, Novi Savarianti. 2013. Pengembangan
lebih baik dalam kinerja dan tanggung jawabnya. Karier Jabatan Fungsional Jaksa. Civil
Sehingga dapat diperolah sebuah kualitas SDM Service. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
yang mumpuni dan professional dalam rangka PNS.Volume VII, Nomor 1..
menciptakan kondisi lingkungan pemerintahan Hayat. 2013. Profesionalitas dan Proporsionalitas:
yang bersih, kompetitif, netral, dan berwibawa. Pegawai Tidak Tetap Dalam Penilaian
Berbagai strategi hukum dalam peningkatan Kinerja Pelayanan Publik. Civil Service.
kualitas SDM aparatur terus dilakukan oleh Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS.
pemerintah untuk menstimulus kebutuhan Volume VII, Nomor 2.
masyarakat akan pelayanan publik, yaitu dengan Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengem-
pelatihan dan pendidikan, posisi dan jabatan, bangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
pengembangan karier, promosi dan mutasi, PT. Raja Grafindo Persada.
penilaian kinerja, penggajian, penghargaan, Lucas, Paprindey Samuel dkk. Strategi Peningkatan
jaminan pension, dan jaminan masa tua, serta Kinerja Pegawai Berbasis Kompetensi
pemberdayaan dan perlindunga. Sekalipun dalam Dalam Upaya Efektifitas Pelayanan
implementasi peningaktan SDM ada berbagai Kesejahteraan Masyarakat. Studi Pada
hambatan yang akan muncul. Oleh karena Kantor Kesejahteraan Sosial Kabupaten
itu, pemerintah segera menerbitkan peraturan Waropen. Jurnal Pelopor. Volume VI,
pemerintah terkait dengan aspek teknis dalam Nomor 2..
pelaksanaan UU ASN untuk mendorong dan Pusat Kajian Manajemen Pelayanan, Deputi
mengoptimalkan peningkatan SDM aparatur Bidang Kajian Manajemen dan Pelayanan
pelayanan publik dalam kerangka kinerja LAN. 2010. Pengembangan Kebijakan dan
yang berkualitas, kompeten, dan professional. Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan
Sehingga reformasi kepegawaian dapat berjalan Publik (Fokus Pada Peningkatan
seiring dengan semakin tingginya kualitas Kapasitas SDM Pelayanan).
pelayanan publik menuju good government dan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
good governance. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pem-
bangunan Jangka Panjang Nasional.
________________, Undang-Undang Nomor
DAFTAR PUSTAKA 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
Badu, Ahmad. 2008. Kondisi Birokrasi Di tentang pokok-pokok kepegawaian.
Indonesia Dalam Hubungannya Dengan ________________, Undang-Undang Nomor
Pelayanan Publik. Jurnal Administrasi 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Publik, Volume IV, Nomor 1. . Negara.
Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia.
2013. Distribusi Jumlah PNS dirinci
Menurut Tingkat Pendidikan & Jenis
Kelamin Desember 2013. http://bkn.
44
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Aplikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dimaksudkan untuk melakukan reformasi bi-
rokrasi. Semangat implementasi merit system dalam Undang-Undang ini adalah untuk meningkatkan independensi dan ne-
tralitas, kompetensi, kinerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta pengawasan dan akuntabilitas aparatur
sipil negara. Namun faktanya, pertama, struktur birokrasi di daerah masih sangat besar, perilaku yang belum profesional,
belum memiliki kompetensi yang baik, dan belum adanya etika pelayanan yang baik. Kedua, kondisi riil sumberdaya manusia
yang ada dan konstelasi social politik yang terjadi di daerah. Akhirnya, terjadi politisisasi birokrasi yang tidak ada ujung.
Abstract
The implementation of Law No. 5by 2014 about Civil State Apparatus is intended to reform the bureaucracy. The spirit of the
merit system in the implementation of this legislation is to increase the independence and neutrality, competence, performance,
integrity, welfare, quality of public services, as well as the supervision and the accountability of civil State apparatus.But the fact
is, first, the bureaucracy structure in the region still has very large portion while professional behavior, does not have a good
competence, and excellent service ethics are not there yet. Second, there is also real condition of the existing human resourc-
es and a constellation of social politics going on in the area. Finally, there was a never ending bureaucratic politicization.
45
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas kata lain, peran pegawai ASN melalui UU
pelayanan publik serta pengawasan dan ASN menjadi jelas, yaitu sebagai perencana,
akuntabilitas. Dengan tujuan tersebut diharap- pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan
kan akan lahir SDM aparatur negara yang tugas umum pemerintahan dan pembangunan
diimpikan dalam reformasi birokrasi. nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
Pfeffer mengemukakan bahwa pada pelayanan publik yang profesional, bebas dari
kompetisi global hanya ada satu landasan intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
untuk mencapai keunggulan bersaing bagi kolusi, dan nepotisme.
institusi/organisasi, yaitu bagaimana mengelola Persoalannya adalah cita-cita luhur
faktor SDM tersebut. Oleh karena itu, tersebut tidak semudah membalikkan telapak
pengembangan kualitas SDM diperlukan dalam tangan. Harapan Undang-Undang tersebut
dinamika persaingan, dinamika pasar serta mendapat tantangan di lapangan. Efek politisasi
dinamika teknologi yang terus berkembang. birokrasi selama orde baru serta berbagai
SDM merupakan faktor utama yang strategis dinamika di masa reformasi, seperti Pemilihan
dalam meningkatkan kemampuan bersaing Kepala Daerah (pilkada), menjadikan birokrasi
(competitive) dan bertahan (defensive) bagi masih sangat kental dengan politik praktis.
institusi/organisasi di era globalisasi saat ini Ketika domain politik daerah mutlak sepenuhnya
(Daryanto, 2009). diberikan kepada orang-orang daerah, maka
Berkenaan dengan hal tersebut, UU terjadi pergeseran orientasi politik. Pergeseran
ASN dirancang dengan mendasarkan kepada orientasi politik mempunyai implikasi yang
merit system dalam penataan birokrasi. Merit mengarah pada adanya patologi birokrasi,
system adalah kebijakan dan manajemen ASN yakni pemanfaatan birokrasi daerah untuk
yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, kepentingan politik kelompok atau golongan.
dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa Sebagai implikasinya, banyak kendala memang,
membedakan latar belakang politik, ras, warna namun sekiranya dapat dikecurutkan dalam
kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status dua persoalan besar yang dapat mempengaruhi
pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan. penerapan UU ASN dalam penataan SDM
Sistem ini dijalankan melalui; seleksi dan promosi aparatur di berbagai kabupaten/kota. Pertama,
secara adil dan kompetitif, menerapkan prinsip mengenai bagaimana kondisi dan posisi birokrasi
fairness, penggajian, reward and punishment dalam era otonomi daerah, dan kedua, birokrasi
berbasis kinerja, standar integritas dan perilaku dan kontestasi politik di daerah. Berikut ini akan
untuk kepentingan publik, manajemen SDM dijabarkan oleh peneliti mengenai dua hal
secara efektif dan efisien, melindungi pegawai tersebut.
dari intervensi politik dan dari tindakan semena-
mena. Sistem ini dengan tegas ingin memagari Birokrasi di Era Otonomi Daerah
birokrasi agar mempunyai karakteristik organis- Otonomi daerah sebagai gerbang
adaptif, harmonis, a-politik, netral dan berorientasi pemerintahan baru era reformasi memiliki
pada pelayanan public serta tidak mempunyai lagi agenda besar dalam menciptakan kesejahteraan
penyakit bureaumania. Harapan ini tidak hanya dan pembangunan rakyat. Salah satunya adalah
kepada birokrasi di level pusat, namun juga yang pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah
ada di berbagai kabupaten/kota. dalam rangka mengimplementasikan demokrasi
Melalui UU ASN, maka akan terwujud ASN yang substantif di dalam bidang pemerintahan.
yang memiliki integritas, professional, melayani Salah satu cara mempercepat menciptakan
dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan kesejahteraan dan pembangunan adalah me-
SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang maksimalkan peran birokrasi di tingkat daerah
ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi melalui pelaksanaan program pembangunan dan
asset dan modal (human capital) dalam sistem pelayanan publik.
pemerintahan. Disinilah bagaiman komitmen Semua pihak juga meyakini, bahwa di
harus diwujukan dalam aksi nyata. Dengan era otonomi daerah diharapkan akan membawa
47
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pelengkap saja dan sering kali tidak mempunyai guna membantu kemenangannya. Pertama, dia
andil dalam penentuan pengangkatan dan berusaha melakukan manajemen pada wilayah
pemindahan seorang pejabat struktural. Padahal aktivitas birokrasi dan memanfaatkan mereka
Baperjakat inilah yang seharusnya juga punya untuk kepentingannya. Disini proses sosial
peran dalam melakukan Manajemen PNS, budaya yang menimbulkan adanya kelompok
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan atau ‘klik-klik’ masih menentukan jalannya
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, rekrutmen pada jabatan-jabatan birokrasi.
fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang me- Karier politik seperti ini lebih bergantung kepada
liputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kecerdikan birokrasi dalam memanfaatkan dan
kualitas, penempatan, promosi, penggajian, memelihara hubungan pribadi dan hubungan
kesejahteraan, dan pemberhentian (Nurprojo, politik dengan bupati, sebagaimana halnya dalam
2012). mendapatkan pekerjaan atau jabatan. Kedua,
Bentuk riil politisasi birokrasi dapat dilihat melakukan pemanfaatan anggaran uang Negara
pada laporan penelitian yang dilakukan LIPI untuk mencari simpatik pemilih. Pemanfaatan
(2006) terhadap pilkada langsung di Malang, ini melalui dana taktis bupati, program-program
Gowa, dan Kutai Kartanegara. Hasil penelitian proyek social APBD dan dana-dana simpanan
tersebut menjelaskan bahwa ada sejumlah faktor BUMD untuk di distribusikan untuk basis-basis
yang mempengaruhi birokrasi berpolitik, yaitu: pendukung (Nurprojo, 2012).
kuatnya ketokohan (personality) menamamkan Pertarungan akan semakin seru ketika
pengaruh terhadap PNS, vested interest PNS wakil bupati serta ketua DPRD juga berkenan
untuk mobilitas karier secara cepat, lemahnya untuk maju bersaing dalam pemilihan kepada
sosialisasi institusi, manipulasi tafsir regulasi, daerah secara langsung. Dalam hal ini posisi
kuatnya hubungan patron-client, dan peran birokrasi akan semakin diperebutkan oleh
shadow bureaucracy. Mobilitas politik terhadap para elit yang akan bertarung. ketidaknetralan
individu dan institusi birokrasi digerakkan melalui terhadap politik hanya menjadikan birokrasi
jalur primordialisme (kekerabatan dan asal usul sebagai kendaraan politik dan akan melahirkan
kandidat). Juga adanya dilema “rezim pelaksana” devided government. Seperti yang disampaikan
pilkada dan tafsir regulasi sepihak yang terjadi oleh Mendagri, bahwa terdapat 98% pasangan
saat pilkada. Dalam satu kasus ada tim sukses bupati dan wakil bupati yang pecah kongsi.
PNS yang ”bisa bermain” lewat desk pilkada untuk Indikasi terjadinya devided government terlihat
kemenangan kandidat. Faktor vested-interest pada, pertama, birokrasi daerah mengalami
yaitu kepentingan memelihara dan meningkatkan proses fragmentasi secara internal. Kedua, arah
posisi karier/jabatan, juga kepentingan jaringan gerakan birokrasi mengalami polarisasi yang
bisnis dan politik oleh shadow-bureaucracy sangat tajam dengan mengikuti polarisasi politik
tampak menjadi faktor dominan yang mendorong pasangan calon kepala daerah. Dimana para
birokrasi masih berpolitik di era pilkada birokrat memiliki afiliasi politik sesuai dengan
langsung. pasangan calon yang mereka dukung. Dan
Aroma politisasi birokrasi semakin kuat ketiga, paska pilkada telah terjadi pembusukan
ketika bupati punya keinginan untuk maju dalam politik di di daerah.
jabatan keduanya. Posisinya sebagai incumbent Kondisi tersebut menandaskan bawah
menjadikan bupati dengan bebas menyisati birokrasi saat ini masih terikat dengan budaya
aturan guna kepentingannya. Kepemimpinan birokrasi masa lalu yang sangat patrimonial dan
bupati dari kandidat incumbent, akan me- otoritarian. Kondisi tersebut diperparah dengan
munculkan stretegi dan pola yang menarik untuk rendahnya kedewasaan berprilaku kalangan
dicermati. Karena, legitimasi yang di dapat akan birokrat dalam menyikapi potensi otonomi
bersanding dengan basis dukungan dan modal daerah. Muncul pragmatisme kekuasaan di-
politik yang dimilikinya. Salah satunya adalah kalangan birokrat dalam memanfaatkan
birokrasi. Jauh sebelum pilkada, dia secara potensi otonomi daerah, dalam rangka mencapai
sistematis dan pasti melakukan langkah-langkah kepentingan pribadi. Akibanya birokrasi ke-
50
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
hilangan peran fungsional pelayanan publik dan persoalan sebagai penyebabnya. Ketegasan
bertransformasi menjadi alat politik kekuasaan. penerapan aturan main dalam Undang-Undang
ini harus bisa beriteraksi dan berkolaborasi
untuk bisa saling mengisi dengan Undang-
PENUTUP Undang lainnya. Seperti Undang-Undang
tentang pemerintah daerah, Undang-Undang
Sejak tahun 2010, Presiden telah perencanaan pembangunan nasional, Undang-
mengeluarkan Perpres Grand Design RB 2010- Undang tentang pemilu/pilkada, Undang-Undang
2025 sebagai amanat dari Undang-Undang pelayanan publik dan Undang-Undang tentang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana kementerian negara.
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Pada akhirnya, perlu kiranya pemerintah
Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong melakukan pelaksanaan aturan yang tegas
peningkatan pelayanan publik yang berkualitas, guna mengatasi permasalahan pengembangan
transparan dan akuntabel. Grand design SDM Aparatur di daerah. Penerapan pada
Reformasi Birokrasi untuk memberikan peta pengawasan dan sangsi yang komprehensif
jalan bagi penataan birokrasi dan menstimulus guna terciptanya birokrasi yang ideal dan
inovasi birokrasi yang bermanfaat untuk profesional penting juga dilakukan. Tentunya,
mempercepat seluruh agenda pembangunan hal ini harus dimulai dari birokrasi pusat
yang kini berjalan. Dalam grand design dan kemudian dilanjutkan di daerah. Sebab,
Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud bagimanapun juga ”penyakit” yang ada di
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; daerah ini juga sama dengan birokrasi di pusat,
mendorong peningkatan kualitas pelayanan dimana politisasi terjadi dalam proses pemilihan
publik kepada masyarakat serta meningkatkan presiden secara langsung serta perebutan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. jabatan-jabatan dalam tubuh kementerian dan
Pengejawantahannya salah satunya melalui jajaran di bawahnya. Sedangkan di daerah
UU ASN. perlu juga upaya untuk mengerem power bupati
Ini sejalan dengan satu model reformasi dalam menata birokrasi yang tidak mendasar
yang disarankan dalam pemikiran Soebhan pada merit system. Ini bukti, bahwa reformasi
(2000) tentang reformasi birokrasi. Dia menekan- birokrasi tidak akan pernah selesai serta butuh
kan bahwa model birokrasi masa depan adalah komitmen dan aksi nyata dari semua pihak.
birokrasi yang mempunyai kultur dan struktur
kerja yang rational-egaliter, hubungan kerja
yang partisipan-otonom, tujuan kerja yang DAFTAR PUSTAKA
berwawasan pemberdayaan publik-demokratis,
sikap terhadap publik yang profesional dalam Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi
pelayanan dan tranparansi biaya, pola rekrutmen Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat
dan pengawasan yang berdasarkan merit system, Studi Kependudukan dan Kebijakan
model pelayanan yang kompetitif serta netralitas UGM.
birokrasi dengan politik. Effendi, Sofyan. 2005. Modernisasi Tata Laksana
Namun, niat baik UU ASN dalam Pelayanan Publik Makalah. Yogyakarta:
mengatasi permasalahan pengembangan SDM Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi.
Aparatur di daerah bagaimanapun juga harus LIPI Press. 2006. Netralitas Biro-krasi dalam
diapreasi dengan baik. Tetapi harus di pahami Pilkada Langsung di Indonesia 2005
juga, bahwa realitas konfigurasi politik pada (Studi kasus Malang, Gowa dan Kutai
tingkat lokal sangat berpengaruh terhadap Kartanegara). Tidak di publikasikan.
implementasi tegas dari Undang-Undang ter- Milakovich, M. E. and Gordon, G.J. 2007. Public
sebut. Kendala-kendala tersebut tidak bisa Administration in America., 9th edition,
dilihat dari satu sisi semata, atau dengan kata Thomson Wadsworth, Belmont.
lain tidak hanya bisa dipahami dalam satu
51
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
52
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Untuk membangun Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tangguh dibutuhkan sumber daya pegawai yang profesional, kompeten,
dan berintegritas. Namun demikian, upaya tersebut bukanlah perkara yang mudah dan menuntut perubahan sistematis dalam
pengelolaan ASN. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis kondisi saat ini yang terkait dengan pengembangan pegawai
negeri sipil. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat sejumlah peluang yang mendukung pengembangan ASN berbasis
merit seperti akses menjadi pegawai negeri yang bebas gender, tingkat pendidikan pegawai yang makin tinggi, dan perubahan
sistem penilaian kinerja. Namun demikian, ditemukan juga sejumlah tantangan seperti rekrutmen dan pengembangan karier
yang bias kepentingan politik dan gender, dan sistem remunerasi yang belum berdampak pada kinerja. Saran yang dapat
diajukan adalah pengembangan ASN berbasis merit harus didukung dengan kelembagaan yang independen baik dalam
rekrutmen maupun pengawasan pengelolaan ASN.
Kata kunci: aparatur sipil negera, merit, pengembangan karier, penilaian kinerja, rekrutment, remunerasi.
Abstract
To build a qualified Civil State Apparatus (ASN), an employee who is professional, competent and possess high integrity
is needed. However, that is not an easy case and demanded a systematic change in the management of ASN. This paper
attempts to analyze current conditions associated with the development of civil servants. The analysis results show that there
are numbers of opportunities that support the development of ASN with a merit basis such as access to public servants that
are free from gender discrimination, employees’ higher education level, and changes to performance assessment system.
However, it also found a number of challenges such as a bias recruitment and career development related to politics and
gender, and a remuneration system which has not had a significant impact on the working performance. The proposed
suggestion isASN development with a merit system must be supported by independent institutionalboth in recruitment and
supervision management of ASN.
Key word: civil state apparatus, merit, career development, performance appraisal, recruitment, remuneration.
53
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Namun fakta menunjukkan bahwa 4.467.982 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang
pegawai negeri sipil (PNS) belum mampu menjadi Otonomi Daerah, Peraturan Kepala BKN Nomor
aktor penting dalam upaya peningkatan efisiensi 10 Tahun 2005 tentang PNS yang menjadi
dan akuntabilitas anggaran, pelayanan publik Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
yang aksesibel, dan pemberantasan korupsi. dan Surat Edaran MENPAN Nomor SE/09.
Kajian Evaluasi Direktorat Jenderal A/M.PAN/5/2005 yang mengatur netralitas
Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan ter- PNS dalam pemilihan Kepala Daerah. Namun
hadap dokumen Rencana Kerja Anggaran demikian, bukti empiris menunjukkan hasil-hasil
Kementerian/Lembaga (RKA K/L) 2012 me- yang berbeda. Studi yang dilakukan Setyowati
nemukan bahwa birokrasi pemerintah tetap (2009) menemukan bahwa proses rekrutmen
merupakan sumber inefisiensi. Kajian tersebut PNS jauh dari netral. Intervensi berbagai pihak
menemukan bahwa penyerapan anggaran penyelenggara pemerintahan seringkali merusak
tidak mencapai level optimal karena hanya upaya untuk mendapatkan calon pegawai yang
sebesar 88,86 persen. Tingkat efisiensi RKA kompeten dan memiliki integritas. Temuan
K/L juga ditemukan masih sangat minim, yaitu tersebut menunjukkan bahwa makna netralitas
hanya sebesar 35,97 persen. Hasil positif atas baru dipahami sebatas domain politik praktis.
pengelolaan anggaran baru sebatas capaian Padahal proses pengelolaan pegawai juga
output (keluaran), sebesar 163,94 persen. Namun betul-betul menempatkan prinsip netralitas
demikian, kinerja pengelolaan anggaran ini masih atau tidak berpihak kepada siapapun sehingga
banyak yang bersifat administratifan-sich. Dengan upaya untuk mendapatkan dan mengembang-
kata lain, kinerja pengelolaan anggaran birokrasi kan pegawai jauh dari kepentingan personal
kementerian dan lembaga belum mencapai pada maupun politis. Dengan disahkannya Undang-
level output substantif. Capaian kinerja output Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
administratif ini mencerminkan bahwa birokrasi Sipil Negara (UU ASN) telah membuka peluang
pemerintah belum mampu untuk mengatasi bagi pemerintah untuk mengembangan kebijakan
patologi birokrasi yaitu penyakit in efisiensi (http:// dan manajemen ASN dengan basis sistem merit.
akuntabilitas.jpip.or.id/artikelview-432-ketika-dpr- Dengan kata lain, pendekatan tradisional yang
memble-dan-birokrasi-tidak-efisien-uu-kinerja- menempatkan PNS sebagai alat kelengkapan
kian-mendesak.html). birokrasi telah diubah dengan pendekatan
Membangun ASN dengan basis merit moderen yang menempatkan PNS sebagai
bukanlah perkara yang mudah. Pengalaman kunci penting dalam proses pembangunan
negara berkembang seperti Ekuador menunjuk- nasional. Oleh karenanya, pengembangan PNS
kan bahwa implementasi sistem kepegawaian di masa yang akan datang menurut UU ASN
berbasis merit mengalami kesulitan. Pergeseran akan didasarkan pada kualifikasi, kompetensi,
dari sistem kepegawaian yang sangat personal dan kinerja secara adildan wajar dengan tanpa
menjadi rasional dan obyektif berarti mengubah membedakan latar belakang politik, ras, warna
budaya masyarakat yang semula menganut kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
sistem nilai askriptif menjadi sistem nilai pernikahan,umur, ataupun kondisi kecacatan.
yang berbasis prestasi (Mangeldorf dan Secara normatif, UU ASN menawarkan prospek
Reeves, 1989). Perubahan sistem kepegawaian yang menjanjikan dalam pengelolaan ASN,
seperti ini membutuhkan dukungan politik namun praktik empirik seringkali dihadapkan
untuk membebaskan birokrasi dari intervensi pada berbagai kendala. Dalam konteks demikian,
penguasa. artikel ini menganalisis peluang dan tantangan
Dalam konteks Indonesia, netralitas biro- dalam membangun birokrasi pemerintahan yang
krasi dari pengaruh politik telah dilembagakan profesional dan berintegritas.
melalui sejumlah aturan seperti Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (UU Kepegawaian),
54
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
677.992
Diploma I, II/Akta I, II 714.274 765.102 768.043
1.812.961
Sarjana/Doktor 1.274.985 1.455.284 1.649.752
profesionalisme birokrat. Studi yang output pegawai yang dihasilkan adalah orang-
dilakukan oleh Dahlstroem dkk (2011) orang yang tidak sesuai dengan kapabilitas
menempatkan Indonesia sebagai klasifikasi yang dipersyaratkan. Akibatnya, para pegawai
negara dengan indeks profesionalisme yang entry point- nya sudah mengalami
birokrat terendah (lower half). Meskipun penyimpangan, maka dampak lebih lanjutnya
Indonesia bisa bersaing dengan Italia, adalah profesionalismenya juga rendah.
Kazakhtan, dan Filipina, tetapi derajat
profesionalime birokrasi Indonesia kalah Pengembangan Karier Dan Penghargaan
jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya Meskipun dari aspek gender terlihat
seperti Malaysia dan Thailand (lihat distribusi yang agak simetris diantara PNS
Gambar 1). perempuan dan laki-laki, kondisi ini tidak
otomatis menunjukkan akses yang sama dalam
pengembangan karier PNS perempuan vs PNS
laki-laki. Studi yang dilakukan oleh Puji (2013)
menemukan bahwa keterlibatan perempuan di
sektor birokrasi pemerintah tidak setara dengan
laki-laki baik dari segi kuantitas maupun peluang
perempuan dalam mencapai jabatan-jabatan
strategis. Meskipun PNS perempuan memiliki
kapabilitas yang setara dengan PNS perempuan,
mereka tetap saja memiliki peluang yang lebih
kecil untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Fenomena ini menguatkan kesan bahwa
keterlibatan perempuan dalam birokrasi hanya
sekedar memenuhi kepentingan normatif.
Salah satu sebab PNS perempuan
tidak memiliki peluang adalah masih kuatnya
ketidakyakinan internal birokrasi terhadap
kemampuan dan keahlian yang dimiliki PNS
perempuan. Keyakinan ini didukung dengan
budaya patriarkhi yang menguatkan mindset
bahwa perempuan tidak mampu melakukan
urusan-urusan resmi dibandingkan laki-laki.
Kaum perempuan pun masih dipersepsikan
tidak mampu untuk melakukan terobosan-
terobosan.
Ketimpangan akses PNS perempuan
untuk meniti karier hingga puncak juga men-
cerminkan bahwa penghargaan terhadap
prestasi dan kompetensi PNS perempuan juga
masih rendah. Meskipun dari aspek penggajian
tidak ada perbedaan antara PNS laki-laki dan
Sumber: Dahlstroem (2011) perempuan, namun penghargaan terhadap
karier yang dimiliki PNS perempuan seringkali
Masih rendahnya indeks pro- terkendala oleh faktor struktur maupun
fesionalisme menjadi cermin buruknya dukungan seperti aturan promosi yang diskri-
kualitas birokrasi di Indonesia. Ketika minatif maupun urusan rumah tangga (Turner
proses input tidak dilakukan sesuai dan Hulme, 1997). Situasi ini yang kemudian
prosedur yang sudah ditetapkan, maka sering dijumpai sebagai kendala utama bagi
57
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
PNS perempuan untuk berkembang di sektor adalah faktor yang paling penting untuk
publik. terus menyesuaikan kapasitasnya terhadap
perubahan tersebut. Demikian pula dengan
Penilaian Kinerja organisasi pemerintah, PNS sebagai komponen
Untuk mendapatkan informasi mengenai penting dalam penyelenggaraan layanan
kontribusi PNS terhadap proses penyeleng- publik perlu ditingkatkan kapasitas dan pro-
garaan diperlukan penilaian kinerja yang fesionalismenya. Salah satunya adalah melalui
akurat dan obyektif. Sejak disahkannya UU program pendidikan dan pelatihan.
ASN, penilaian kinerja dengan instrumen Program pendidikan dan pelatihan
Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3) tidak jabatan bagi PNS harus mengacu pada kom-
lagi relevan. Hal ini dikarenakan DP3 dalam petensi jabatan. Namun demikian, studi yang
praktiknya sekedar memenuhi kebutuhan dilakukan oleh Helena (2009) menunjukkan
formalitas sehingga mengabaikan aspek sub- bahwa diklat kepemimpinan tidak memberikan
stantif penilaian kinerja. Akibatnya, penerapan pengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.
DP3 tidak efektif dan optimal dalam upaya Meskipun peserta diklat pasca mengikuti diklat
mengembangan sumberdaya PNS. telah berupaya untuk menerapkan hasil-hasil
Sebagai pengganti DP3, pemerintah diklat, namun demikian banyak faktor lainnya
menyusun standar pengukuran penilaian kinerja yang ikut mempengaruhi dampak diklat ter-
yang lebih akurat dan substantif yaitu Sasaran hadap peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja. Aspek- Faktor-faktor pendukung efektivitas diklat antara
aspek yang dinilai dalam SKP mencakup lain ketersediaan alat pendukung, perlakukan
kuantitas, kualitas, watu dan atau biaya. pimpinan, kejelasan tugas pokok dan fungsi, dan
Sedangkan perilaku kerja meliputi orientasi latar belakang pendidikan.
pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja- Disamping itu, efektivitas diklat ter-
sama, dan kepemimpinan. hadap kinerja organisasi akan terlihat jika
Hadirnya SKP merupakan terobosan PNS yang telah mengikuti diklat difasilitasi
penting yang dilakukan pemerintah untuk pengembangan kariernya. Dengan cara demikian,
meningkan pengembangan kinerja ASN. PNS akan termotivasi untuk mengikuti diklat dan
Standar pengukuran yang dikembangkan SKP mengembangkan kariernya. Adanya korelasi
mencerminkan aspek-aspek yang terukur dan yang positif antara diklat dan pengembangan
akuntabel sehingga memudahkan penilaian karier, yang hubungannya perlu dijembatani oleh
kinerja ASN secara obyektif. Infomasi hasil peningkatan kinerja merupakan bagian dari
pengukuran berguna untuk pengembangan dampak dan program diklat. Disamping kinerja,
karier dan kinerja PNS di masa yang akan dating. faktor lain yang dapat menghambat pengaruh
Namun demikian, untuk pengukuran komponen diklat terhadap pengembangan karier adalah
perilaku kerja mungkin perlu ada alat evaluasi penetrasi politik. Studi Mashuri (2007) melaporkan
yang obyektif dan terukur. Hal ini dikarenakan bahwa politik balas budi yang praktikkan
aspek-aspek yang diukur dalam perilaku kerja oleh kepala daerah seringkali mengabaikan
cenderung kualitatif sehingga rentan terhadap kompetensi dan profesionalisme dalam peng-
penilaian yang bias dan sangat mirip dengan angkatan pejabat. Kepala daerah dengan
DP3. mudahnya melakukan pergantian pejabat
setelah masa pilkada. Ironisnya, pengangkatan
Pendidikan dan Pelatihan pejabat tertentu tidak memperhatikan per-
Strategi pengembangan sumberdaya syaratan kompetensi dan syarat-syarat kepe-
manusia yang strategis adalah pendidikan gawaian. Situasi ini jelas tidak kondusif untuk
dan latihan. Perkembangan dan dinamika pola pengembangan pegawai berbasis merit.
sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan
teknologi menuntut setiap organisasi untuk
terus menyesuaikan diri. Sumberdaya manusia
58
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pemerintah. Untuk itu, upaya yang mendesak Organisasi (Suatu Studi pada Badan
untuk dilakukan adalah pembentukan komisi Kepegawaian Daerah Provinsi Maluku
independen yang akan berfungsi dalam seleksi Utara. Jurnal Administrasi Publik, Jurusan
dan rekrutmen pegawai serta komisi pengawas Ilmu Administrasi Fisipol Unsrat. Diakses
penyelenggaraan pemerintahan untuk men- dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
jamin proses pengembangan ASN dapat ber- JAP/article/.../2946. Pada 11 Apil 2014,
langsung sesuai dengan harapan konstitusi. 13.45 WIB
Helena AK, M. 2009. Hubungan Pendidikan dan
Pelatihan dengan Kompetensi Pegawai
DAFTAR PUSTAKA Negeri Sipil di Bidang pelayanan Publik
(Studi pada Pelaksanaan Pendidikan
Anonim. 2014. Ketika DPR Memble dan Birokrasi dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV
Tidak Efisien, UU Kinerja Kian Mendesak. Angkatan V Tahun 2008 di Lingkungan
Diakses dari http://akuntabilitas.jpip.or.id/ Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
artikelview-432-ketika-dpr-memble-dan- Tesis. Universitas Sumatera Utara.
birokrasi-tidak-efisien-uu-kinerja-kian- Islam, N. 2012. Quality of civil administration and
mendesak.html), pada 11 April 2014, economic growth: a threshold analysis.
13.05 WIB The Journal of Developing Areas 46.
Anonim. 2013. Statistik Indonesia 2013. Diakses Mashuri. 2007. Penetrasi Politik dalam Rekrutmen
dari http://bps.go.id/ pada 5 April 2014, Elit Birokrasi. Tesis. Universitas Diponegoro,
09.15 WIB Semarang.
Anonim. 2011. Sertifikasi Guru Akan Diperketat. Mangeldorf, K.R dan Reeves, T.Z. 1989.
Diakses dari http://edukasi.kompas.com/ Implementing the Merit System in Ecuador.
read/ 2011/10/25/08430064/ Sertifikasi. Public Personnel Management , Vol. 18
Guru.Akan.Diperketat, pada 18 April 2014, Issue 2.
11.20 WIB Rachman, S.J. 2013. Rekrutmen Calon PNS
Anonim. 2011. Kemdiknas laksanakan penilaian Rawan Suap. Diakses dari http://www.
kinerja guru tahun depan. Diakses dari indopos.co.id/2013/09/rekrutmen-calon-
http://www.antaranews.com/berita/276796/ pns-rawan-suap.html. Pada 11 April 2014,
kemdiknas-laksanakan-penilaian-kinerja- 13.20 WIB
guru-tahun-depan, pada 18 April 2014, Setyowati, E. 2009. Partisipasi Publik dan
11.45 WIB Transparansi dalam Rekrutmen Pegawai
Puji, Astuti. Peluang PNS Perempuan dalam Negeri Sipil. Civil Service: Jurnal Kebijakan
Memperoleh Jabatan Struktural: Studi dan Manajemen PNS Vol 3, Pusat
Kualitas Kesetaraan Gender di Pemerintah Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian
Kota Semarang. Politika, Vol 3, No 2. Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
Chen, G dan N.B. Siong. 2010. Dynamic Tim Peneliti Balitbang Kota Medan. 2011.
Governance: Embedding Culture, Penelitian Mengenai Pemberian Tunjangan
Capabilities and Change in Singapore. Profesi terhadap Kinerja Guru SD, SMP,
World Scientific Pub Co Inc. SMU dan SMK di Kota Medan. Laporan
Dahlstroem, C, V. Lapuente, dan J. Teorell. Hasil Penelitian, Badan Peneliian dan
2011. Dimensions of Bureaucracy II: A Pengembangan Kota Medan.
Cross-National Dataset on the Structure Turner, M dan D. Hulme, 1997. Governance,
and Behaviour of Public Administration. Administration and Development, Making
QoG Working Paper Series 2011:6, The State Work. Macmillan Press Ltd,
Department of Political Science, Univerisity London.
of Gothenburg.
Hangewa, V. 2013. Pengaruh Pola Rekrutmen
Pegawai Negeri Sipil Terhadap Efektivitas
60
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Era reformasi merupakan era transisi birokrasi, dari birokrasi tradisional menuju birokrasi modern. Perubahan paradigma
birokrasi pemerintah menuntut perubahan kebijakan guna pengembangan SDM Aparatur berbasis merit. Salah satunya
adalah sistem pengisian jabatan struktural. Keberadaan dari istilah jabatan struktural memang tidak dimunculkan dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, namun eksistensinya tetap ada melalui pengisian jabatan administrasi dan jabatan
pimpinan tinggi. Hal ini menarik ditelaah tatkala sistem kebijakan ini masih dalam proses mencari format yang ideal sehingga
perlu untuk dikritisi dan diberikan masukan. Karenanya perlu sinkronisasi dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil sehingga
dapat menciptakan harmonisasi dalam sistem promosi yang selaras dengan tujuan diharapkan.
Abstract
The reformation era is transition era from traditional to modern bureaucracy. Thechanges of bureaucratic government
paradigm demands policy changes in order to create a better system.One of it is the system of structural position filling
system. The term of structural positions did not appear in the legislation of the civil State Apparatus Law, but it is still exist
through theplacement of administration position and high command position.This is interesting to be reviewed when the
policy system is still in the process of searching for an ideal format therefore need to criticized and given input. That is
the reason that synchronizing thecivil servants management to harmonizethe civil servants career development through a
promotional format aligned with the goals expected is needed.
negara. Sehingga dalam konteks hukum, dan birokrasi yang tidak efisien (Lewis dan
istilah jabatan struktural lebih luas daripada Gilman, 2005)
eselonisasi. Secara normatif, penggunaan istilah 2. Sistem penilaian dalam pengisian jabatan
jabatan struktural dapat dicermati kembali dalam struktural belum sepenuhnya berbasis
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 pada sistem merit. Proses penilaian yang
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah diserahkan kepada Badan Pertimbangan
Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)
PNS. Dalam konteks kekinian, istilah jabatan kerap kali tidak didasarkan pada alat ukur
struktural dapat ditemukan juga dalam Surat yang distandarisasi sehingga penilaiannya
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menjadi subyektif dan sarat intervensi;
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2012 3. Pejabat yang diberikan kewenangan
tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Struktural untuk menetapkan pejabat struktural
yang Lowong secara Terbuka di Lingkungan merupakan jabatan politis seperti halnya
Instansi Pemerintah (SE Menpan tentang Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota
Pengisian Jabatan Struktural). Artikel ini tidak yang notabene sebagai pejabat pembina
memperdebatkan tentang istilah, namun sekedar kepegawaian. Kewenangan yang diberikan
menggaris bawahi bahwa istilah jabatan struktural kepada jabatan politis tersebut menimbulkan
masih tetap ada. Terlebih yang menjadi obyek permasalahan netralitas dari pejabat
tulisan ini adalah proses pengisian jabatan dalam struktural yang diangkat. Banyak dari pejabat
rangka pengembangan SDM aparatur berbasis struktural didasarkan pada kepentingan
merit, baik untuk pengisian jabatan administrasi politik praktis daripada prestasi kerjanya.
maupun jabatan pimpinan tinggi menurut UU Keberadaan proses pengisian yang
ASN. bersifat tertutup dan internal ternyata mem-
Paradigma lama mencermati pengang- berikan dampak terhadap kualitas dari
katan dalam jabatan struktural merupakan birokrasi di Indonesia yang berpotensi KKN.
bagian dari manajemen PNS yang erat kaitannya Karena itulah, upaya yang dilakukan guna
dengan jenjang kepangkatan yang ditetapkan melakukan perubahan pembinaan karier PNS
untuk jabatan tersebut. Implikasi dari jenjang adalah dengan menciptakan mekanisme baru
kepangkatan adalah pegawai yang lebih rendah dalam pengisian jabatan struktural. Upaya ini
pangkatnya seharusnya tidak dapat membawahi menciptakan konsep baru dalam pengisian
langsung pegawai yang pangkatnya lebih tinggi jabatan yang berorientasi pada akuntabilitas
guna menjamin kualitas dan objektivitas. Hal dan berbasis merit. Dalam perkembangannya,
inilah yang mengantarkan karier kepegawaian pengisian jabatan mengalami serangkaian
yang cenderung memprioritaskan pada faktor perubahan nama dan metode. Pengisian dalam
senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan jabatan struktural melalui pencalonan terbuka
dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang pernah dilakukan di Departemen Keuangan yang
dimiliki. Pada dasarnya, pengisian jabatan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
struktural diharapkan dapat menunjang motivasi 75/PMK.01/2008 tentang Pengangkatan Dalam
dan profesionalisme dalam bekerja. Namun Jabatan Struktural melalui Pencalonan Terbuka
realitasnya, proses yang dilakukan secara ter- di Lingkungan Departemen Keuangan. Adapun
tutup dan internal ini menimbulkan permasalahan di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara
berupa: dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) serta
1. Pengisian jabatan pimpinan/jabatan struktural Lembaga Administrasi Negara (LAN) juga pernah
cenderung berorientasi pada pembinaan melakukan promosi terbuka, terutama untuk
karier PNS secara berjenjang dalam Eselon I. Promosi jabatan dilakukan pula untuk
instansi dan kurang menekankan pada pada memilih kepala Badan Kepegawaian Negara
aspek prestasi kerja dan kompetensi. Hal (BKN) dan kepala LAN. Bupati Jembrana, Bali
ini menimbulkan implikasi negatif berupa Prof. I Gede Winasa dan Walikota Samarinda
lemahnya kompetisi, kurangnya motivasi Syaharie Ja’ang menerapkan promosi jabatan
62
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
eselon II, III dan IV secara terbuka. Namun 2. Dalam rangka reformasi birokrasi, di-
perkembangan yang paling menarik tatkala perlukan perubahan penataan sistem
Gubernur DKI Joko Widodo menggunakan istilah manajemen SDM Aparatur sebagaimana
“Lelang Jabatan” terhadap seleksi terbuka bagi termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor
Camat dan Lurah menurut Shendikasari (2013), 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
istilah lelang bukanlah istilah yang tepat, karena Reformasi Birokrasi 2010-2025 (Perpres
dalam manajemen PNS lebih merujuk pada Grand Design RB) dan Peraturan Menteri
istilah promosi. Untuk meluruskan istilah tersebut Pendayagunaan Aparatur Negara dan
terdapat rujukan dalam SE Menpan Pengisian Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010
Jabatan Struktural, karena dalam perkembangan tentang Road Map Reformasi Birokrasi
terbaru, terdapat istilah Pengisian Jabatan 2010-2014 (Permenpan Road Map RB).
Pimpinan Tinggi (JPT) yang didasarkan pada UU Pemerintah secara tegas menjelaskan bahwa
ASN. misi reformasi birokrasi adalah membentuk/
Mencermati hal diatas, maka pengisian menyempurnakan peraturan perUndang-
jabatan yang sebelumnya bersifat tertutup dan Undangan dalam rangka mewujudkan tata
internal berubah menjadi terbuka dan transparan. kelola pemerintahan yang baik. Adapun
Hal inilah yang menjadi menarik untuk ditelaah area perubahan yang menjadi fokus dalam
dikarenakan: misi reformasi birokrasi adalah perubahan
1. Sejalan dengan Rencana Pembangunan manajemen pemerintahan. Fokus area
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005- perubahan mengindikasikan bahwa selama
2025 dan Rencan Pembangunan Jangka ini terdapat permasalahan substansial dalam
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pengaturan sistem manajemen berupa
kebijakan manajemen Kepegawaian diarah- pembinaan PNS di Indonesia, karena itulah
kan untuk menjamin tugas pemerintahan diperlukan evaluasi. Selain dari itu, lemahnya
dan pembangunan secara berdaya guna dan pembinaan PNS menimbulkan implikasi
berhasil guna sesuai amanat Undang-Undang rendahnya tingkat kompetisi dan munculnya
ASN. Kebijakan manajemen PNS tersebut respon negatif masyarakat terhadap kinerja
selanjutnya diselenggarakan sesuai Rencana dari PNS di Indonesia. Karena itulah kebijakan
Strategis (Renstra) BKN 2010-2014 yang pengisian jabatan struktural menjadi sangat
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, strategis untuk ditelaah.
serta program dan kegiatan dari BKN Mendasarkan perkembangan hukum
dalam rangka melaksanakan tugas pokok kepegawaian yang dinamis di era reformasi
dan fungsi. Visi Komitmen BKN dituangkan ini, maka sudah sepatutnya UU ASN di-
dalam visi BKN dalam Renstra 2010-2014, berikan apresiasi atas substansi dan luaran
yaitu PNS yang Profesional, Netral, dan yang diharapkan melalui kritik dan masukan
Sejahtera Tahun 2025. Penentuan visi yang membangun. Oleh karena itul artikel
tersebut didasarkan pada landasan yuridis dimaksudkan untuk menanalisis arah ke-
dan lingkungan strategis dan arah kebijakan bijakan pengisian jabatan struktural dalam
pembangunan nasional. Sehubungan dengan mengintegrasikan urgensi yang terkandung
hal tersebut diatas, keberadaan PNS pada materi muatannya, agar selaras dengan
yang Profesional, Netral dan Sejahtera, men- Rencana Jangka Panjang Reformasi Birokrasi
jadi perhatian utama BKN dalam upaya di Indonesia.
perwujudannya melalui pembangunan
sistem manajemen kepegawaian berjangka
panjang (tahun 2010-2025). Adapun salah PEMBAHASAN
satu sistem dalam manajemen yang menjadi
fokus utama guna pencapaian visi BKN Titik taut pentingnya topik tentang
adalah perubahan pembinaan PNS melalui kebijakan pengisian jabatan struktural dalam
sistem karier dan prestasi kerja. rangka pengembangan SDM aparatur berbasis
63
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
merit untuk dielaborasi lebih dalam adalah dengan menggunakan status badan hukum
pertama, kebijakan ini masih dalam kerangka tersebut beserta hak dan kewajiban. Hak dan
umum, belum terperinci dan dimungkinkan kewajiban dilaksanakan oleh aparatur negara
menimbulkan multiinterpretasi; kedua, sistem yang didistribusikan kepada jabatan-jabatan
pengisian jabatan struktural masih dalam proses negara. Aparatur yang melaksanakan jabatan
mencari format yang ideal sehingga perlu negara disebut subyek hukum adalah PNS.
untuk dikritisi dan diberikan masukan; ketiga, Guna merealisasikan tujuan negara,
perlu adanya sinkronisasi dalam manajemen maka upaya sistematis yang dapat dilakukan
PNS yang lama dengan yang akan diterapkan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan tata
sehingga menciptakan harmonisasi dalam sistem pemerintahan yang baik (good governance).
pembinaan karier PNS melalui format promosi Dalam hal ini, yang dimaksud dengan good
yang selaras dengan tujuan dikeluarkannya UU- governance merupakan proses penyelenggaraan
ASN. Adapun tujuan yang diharapkan adalah: kekuasaan negara dalam melaksanakan penye-
1. Konstruksi kebijakan pengisian jabatan diaan public goods and service yang disebut
struktural dalam kerangka UU ASN; governance (pemerintahan, kepemerintahan),
2. Identifikasi celah permasalahan dan sedangkan praktik terbaiknya disebut ”good
memberikan solusi terhadap penerapan governance” (tata pemerintahan yang baik).
pengisian jabatan struktural dalam rangka World Bank mendefinisikan governance sebagai
pengembangan SDM aparatur berbasis ”the way state power is used in managing
merit berdasarkan UU ASN. economic and social resources for development
Tujuan negara merupakan suatu cita-cita and society” Sementara UNDP (United Nation
masyarakat yang tertulis dalam konstitusi. Untuk Development Program) mendefinisikannya
mencapai serta menegaskan tujuan tersebut, sebagai ”the exercise of political, economic and
maka negara memerlukan adanya sarana- administrative authority to manage a nation’s
prasana yang mendukung, baik berupa sumber affair at all levels”. Berdasarkan definisi tersebut,
daya manusia maupun sarana yang berbentuk Soedarmayanti (2003) mengklasifikasikan bahwa
benda, karena negara tidak dapat melakukannya governance mempunyai tiga kaki (three legs),
sendiri (Muchsan,1982). Dalam kaitan ini, yaitu:
tujuan negara dapat tercapai apabila adanya 1. Economic governance meliputi proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang pembuatan keputusan (decisions making
diwujudkan dalam masyarakat madani yang processes) yang memfasilitasi terhadap
taat hukum, berperadaban modern, demokratis, equity, poverty dan quality to live;
makmur, adil dan bermoral tinggi. Upaya yang 2. Political governance adalah proses ke-
harus dilakukan untuk mencapai tujuan negara putusan untuk formulasi kebijaksanaan;
yaitu dengan peningkatan kualitas manusia dan 3. Administrative governance adalah imple-
masyarakat secara berkelanjutan, berlandasan mentasi proses kebijaksanaan.
kemampuan nasional dengan memanfaatkan Ketiga elemen di atas merupakan suatu
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta proses kegiatan yang saling melengkapi. Namun
memperhatikan perkembangan sosial. menurut konsep Weber, model birokrasi hanyalah
Konsep ini didasari oleh pendapat merupakan sebuah mesin yang disiapkan
Utrecht yang yang menyatakan bahwa negara untuk menjalankan dan mewujudkan tujuan-
merupakan badan hukum yang terdiri dari tujuan negara yang hanya masuk dalam ranah
persekutuan orang (Gemeenschaap Van Merten) administrative governance. Dengan demikian,
yang ada karena perkembangan faktor-faktor setiap pekerja atau pejabat dalam birokrasi
sosial dan politik dalam sejarah. Dalam kaitan pemerintah merupakan pemicu dan penggerak
ini, negara sebagai organisasi kekuasaan dari sebuah mesin yang tidak mempunyai
merupakan suatu badan yang berstatus hukum kepentingan pribadi (each individual civil servant
sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek is a cog in the machine with no personalities
hukum). Negara akan mencapai tujuannya interest). Dalam kaitan ini, maka setiap pejabat
64
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
publik, kecuali pada bidang tugas dan tanggung kepadanya. Pemikiran seperti ini menjadikan
jawab yang dibebankan kepadanya. Pemikiran birokrasi pemerintah bertindak, sebagai kekuatan
seperti ini menurut Thoha (2008) menjadikan yang netral dari pengaruh kepentingan kelas
birokrasi pemerintah bertindak sebagai kekuatan atau kelompok tertentu. Netralitas birokrasi
yang netral dari pengaruh kepentingan kelas atau diartikan bukan dalam hal lebih condong mau
kelompok tertentu. menjalankan kebijakan atau perintah dari ke-
Cita-cita utama dari sistem birokrasi kuatan politik yang sedang memerintah sebagai
adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal masternya pada saat tertentu, sementara
mungkin. Max Weber berpendapat bahwa kepada kekuatan politik lainnya yang sekarang
dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat memerintah tidak mau. Akan tetapi lebih
tipe ideal dari birokrasi. Tipe ideal merupakan diutamakan kepada kepentingan negara dan
konstruksi abstrak yang membantu kita untuk rakyat secara keseluruhan.
membedakan antara kondisi organisasi tertentu Berdasarkan hal diatas, maka konsepsi
dengan lainnya. Menurutnya bahwa proses birokrasi modern telah melandasi pola adminis-
semacam ini bukanlah menunjukan objektivitas trasi di sektor publik dan pola tersebut mem-
dari esensi birokrasi, dan bukan pula mampu berikan kekuasaannya kepada otoritas hukum
menghasilkan sesuatu deskripsi yang benar dari sehingga dapat menjalankan fungsi peme-
konsep birokrasi secara keseluruhan. Akan tetapi rintahan secara rasional. Sistem inilah yang
suatu tipe ideal tersebut merupakan sebuah didalam lapangan instansi pemerintahan di-
konstruksi yang bisa menjawab suatu masalah sebut dengan sistem administrasi kepegawaian.
tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu. Administrasi kepegawaian merupakan mana-
Dalam hal ini, tipe ideal birokrasi akan digunakan jemen sumber daya manusia yang berstatus PNS,
untuk menjelaskan bahwa birokrasi atau yang membelajarkan tentang kebijaksanaan,
administrasi itu mempunyai suatu bentuk yang sasaran dan proses pembinaannya (Tayibnapis:
pasti dimana semua fungsi dijalankan dengan 1994). Ruang lingkup administrasi kepegawaian
cara-cara yang rasional. Istilah rasional dengan diantaranya adalah penerimaan, penempatan,
segala aspek pemahamannya merupakan kunci pengembangan dan pemberhentian tenaga
dari konsep ideal birokrasi weberian. kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan
Menurut Thoha (2008), birokrasi organisasi sesuai tujuan yang telah ditetapkan
weberian diartikan sebagai fungsi sebuah biro (Satoto:2004). Hubungan antara proses dan
yang merupakan jawaban rasional terhadap tujuan pembinaan bagi PNS ditetapkan dalam
serangkaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal bentuk aturan/hukum.
tersebut merupakan sarana untuk merealisasikan Mengacu pada konsepsi diatas, maka
tujuan-tujuan tersebut. Seorang pejabat birokrat perubahan paradigma dalam administrasi
tidak seyogyanya menerapkan tujuan-tujuan kepegawaian dapat dijadikan sebagai tuntutan
yang ingin dicapai tersebut. Penetapan tujuan sekaligus harapan akan reformasi menuju tata
merupakan fungsi politik dan menjadi wewenang pemerintahan yang baik (good governance) di
dari pejabat politik. Model birokrasi weberian Indonesia. Karena itulah, yang diperlukan kali
merupakan sebuah mesin yang disiapkan untuk pertama adalah adanya pembaharuan dalam
menjalankan dan mewujudkan tujuan tersebut. hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara
Dengan demikian, setiap pekerja atau pejabat (HAN). Menurut Saragih (2008), pertanyaan
dalam birokrasi pemerintah merupakan pemicu yang kemudian muncul adalah, kenapa
dan penggerak dari sebuah mesin yang tidak HAN begitu besar peranannya dalam dalam
mempunyai kepentingan pribadi (each individual reformasi birokrasi dan penyelenggaraan good
civil servant is a cog in the machine with no governance? Peranan yang besar tersebut
personalities interest). Dalam kaitan ini, maka muncul karena dengan adanya HAN, maka
setiap pejabat pemerintah tidak mempunyai penyelenggaraan negara dan pemerintahan
tanggung jawab publik, kecuali pada bidang akan berjalan baik. Hal ini didasarkan pada
65
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
konsepsi HAN sebagai sarana pengendalian pembinaan pegawai. Dalam kaitan ini, tulisan ini
atas kemungkinan timbulnya kesewenang- lebih fokuskan pada pengisian jabatan. Definisi
wenangan dari pejabat tata usaha negara (TUN) jabatan menurut Wursanto (1991) adalah
dan merupakan salah satu sumber legalitas bagi kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
mereka. jawab, wewenang, dan hak seseorang pegawai
Dalam konteks HAN, keberadaan profesi dalam susunan suatu organisasi.” Jabatan
PNS sebagai bagian dari ASN dikonstruksikan berkaitan dengan serangkaian pekerjaan yang
untuk memiliki dan melaksanakan kewenangan akan dilakukan dan persyaratan yang diperlukan
melalui media yang dinamakan jabatan. Konsep untuk melakukan tugas dan kondisi lingkungan
jabatan inilah yang terkandung dalam UU di mana pekerjaan tersebut dilakukan. Didalam
ASN yang dimaksudkan untuk menciptakan jabatan terkandung tugas-tugas (duties),
kesebandingan antara hak dan kewajiban bagi tanggungjawab (responsibility) , kemampuan
profesi PNS melalui penataan manajemen manusia (human ability), dan standar unjuk kerja
ASN. Salah satu isu sentral dalam manajemen (performance standard).
ASN adalah menempatkan profil pegawai Artikel ini didasarkan pada pendekatan
berdasarkan kecakapan, kemampuan atau normatif yang difokuskan pada inventarisasi
keahlian tertentu yang sesuai dengan tingkatan hukum dan sinkronisasi hukum, baik secara
jabatannya. Pernyataan di atas menurut Sri vertikal maupun horizontal melalui penekanan
Hartini, dkk (2008) memberikan gambaran proses berpikir silogisme secara deskriptif
bahwa pola karier dalam sistem pembinaan PNS analitis. Untuk memecahkan masalah, digunakan
didasarkan sistem manajemen kepegawaian pendekatan perUndang-Undangan (statute
yang meliputi kegiatan-kegiatan: approach), pendekatan analisis (analitycal
1. Pengadaan dan seleksi tenaga kerja/ approach) dan pendekatan konsep (conceptual
pegawai, yang diketahui dari rangkaian approach). Analisis normatif kualitatif dimaksudkan
kegiatan tentang pengadaan, seleksi, dan untuk menelaah tentang kebijakan pengisian
pengangkatan melalui ujian calon pelamar jabatan struktural yang selaras dengan norma
menjadi pegawai; hukum, teori hukum dan doktrin hukum. Untuk
2. Penempatan dan penunjukan, diketahui menemukan makna hukumnya digunakan inter-
melalui rangkaian ditempatkannya calon pretasi secara gramatikal dan sistematis.
pegawai pada jabatan atau fungsi tertentu
yang telah ditetapkan; Konstruksi Kebijakan Pengisian Jabatan
3. Pengembangan, yang diketahui dari segenap Struktural Bagi Pegawai Negeri Sipil dalam
proses latihan (training) baik sebelum atau Kerangka Undang-Undang Aparatur Sipil
sesudah menduduki jabatan dikaitkan Negara
promosi pegawai; Hakikatnya, manusia mempunyai ber-
4. Pemberhentian, yang diketahui melalui bagai kebutuhan yang merupakan pemacu
proses diberhentikannya tenaga kerja/ bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya,
pegawai, baik sebelum masanya maupun seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi
sudah saatnya (pensiun) pemenuhan kebutuhan. Pada masyarakat
Manajemen kepegawaian adalah per- yang hidupnya masih terbelakang, kebutuhan
paduan kata manajemen dan kepegawaian, oleh dipenuhi dari alam sekitarnya, sedangkan
karenanya untuk mendefinisikan perlu diartikan pada masyarakat yang maju telah terdapat
masing-masing. Siagian (1996) mengemukakan diferensiasi tugas, pemenuhan dilakukan
bahwa manajemen adalah “kemampuan atau dengan membuat barang atau jasa. Pem-
keterampilan untuk memperoleh suatu hasil berdayaan menurut Handoko dan Tjipotono
dalam rangka pencapaian tujuan melalui (1996) adalah upaya memberikan otonomi,
kegiatan orang lain. Adapun pada umumnya yang wewenang dan kepercayaan kepada setiap
dimaksud dengan kepegawaian adalah segala individu dalam suatu organisasi, serta men-
hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak, dan dorong mereka untuk kreatif agar dapat
66
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
(assesment center) atau metode penilaian Mencermati ketiga unsur diatas, maka
lainnya. Selain dari itu, dalam rumusan Undang- dalam rangka penyediaan tenaga dan me-
Undang ASN, pengisian jabatan pimpinan tinggi nentukan profil pimpinan yang ideal, diperlukan
dapat pula dilakukan oleh instansi pemerintah 3 (tiga) hal penting yang dapat menjadi
yang telah menerapkan sistem merit dalam pem- pertimbangan dalam pengangkatan calon
binaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN. pejabat, yaitu kemampuan, kemauan, dan etika
moral, yaitu:
Kritik dan Solusi 1. Kemampuan adalah pengetahuan, penga-
Perlu dicermati bahwa beragam kebijakan laman, dan keterampilan yang dimiliki oleh
yang dikeluarkan pemerintah bukanlah sesuatu seorang individu untuk melakukan kegiatan
yang bersifat otonom, namun didasarkan pada atau tugas-tugas tertentu sesuai dengan
permasalahan sebelumnya dan menggunakan program untuk mencapai tujuan yang telah
metode yang tepat. Hal inilah yang kemudian ditetapkan bersama;
menjadi tantangan dan harapan bagi pemerintah, 2. Kemauan berhubungan dengan keyakinan,
salah satunya dengan cara menelaah kembali komitmen, dan motivasi untuk menyelesai-
substansi kebijakan pengisian jabatan struktural. kan tugas atau program yang telah di-
Guna menyempurnakan kebijakan yang ada, tentukan;
Tayibnapis (1994) menjelaskan bahwa diperlukan 3. Etika moral adalah berhubungan dengan
peranan administrasi kepegawaian guna nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan
menyediakan tenaga-tenaga yang dibutuhkan kejujuran, ketaatan, kedisiplinan, tanggung
pada setiap tingkatan jabatan dalam organisasi, jawab, dan menjunjung tinggi norma-
yang secara umum meliputi: norma yang berlaku. (Tim Peneliti Badan
1. Aparatur pemerintah sebagai abdi negara Kepegawaian Negara: 2003)
dan abdi masyarakat perlu ditingkatkan Keseluruhan unsur haruslah dapat di-
pengabdian dan kesetiaannya kepada terapkan dan dilaksanakan secara terpadu,
cita-cita perjuangan bangsa dan negara karena tanpa menunjukkan kemampuan berarti
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; orang tidak punya kemauan. Tanpa kemauan
2. Pembangunan aparatur pemerintah di- berarti orang tidak akan menghasilkan apapun,
arahkan untuk menciptakan aparatur kemudian kemampuan dan kemauan harus
yang lebih efisien, efektif, bersih dan ber- ditunjang dengan etika moral yang tinggi,
wibawa serta mampu melaksanakan sehingga output pekerjaan tidak berdampak
seluruh tugas umum pemerintahan dan negatif. Sejalan dengan adanya kebijakan
pembangunan sebaik-baiknya dengan tersebut, maka pembinaan PNS diarahkan
dilandasi semangat dan pengabdian untuk dapat mewujudkan PNS yang profesional,
pada masyarakat, bangsa dan negara. memiliki wawasan luas, memiliki kemampuan, dan
Dalam hubungan ini kemampuan aparatur kapabilitas dengan kualitas tinggi yang setara
pemerintah untuk merencanakan, meng- dan seimbang baik di pusat maupun di daerah.
awasi dan mengendalikan pembangunan Upaya pengembangan PNS pusat dan daerah
perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu di- sebagaimana tersebut diatas dapat diwujudkan
tingkatkan mutu, kemampuan dan ke- dengan melaksanakan pembinaan berdasarkan
sejahteraan manusianya, organisasi dan norma, standar dan prosedur operasional
tata kerja termasuk koordinasi serta yang berlaku secara nasional. Kesalahan
penyediaan sarana dan prasarana. pembinaan dalam tahap pengisian jabatan
3. Pembinaan, penyempurnaan dan pendaya- struktural akan menimbulkan hambatan terhadap
gunaan aparatur pemerintah, baik ditingkat penyelenggaraan organisasi, misalnya: tidak
pusat maupun daerah perlu dilakukan tercapainya sasaran organisasi, tidak adanya
secara terus menerus sehingga dapat suasana kerja yang harmonis, hubungan kerja
meningkatkan kemampuan, pengabdian, yang selalu tegang antara pemimpin dengan
disiplin dan keteladanannya. bawahan, cara kerja yang tidak efisien dan efektif,
68
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
72
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Abstrak
Tulisan akan mengelaborasi lebih lanjut mengenai perspektif energizing bureaucracy sebagai model alternatif dalam
pengembangan kompetensi birokrasi. Adapun pengembangan kompetensi birokrat tidaklah hanya berdasarkan pada merit
system yang berdasarkan pada profesionalitas dan berorientasi pada hasil. Namun juga mengarah pada pembentukan sikap
afeksi dan afirmasi dalam pelayanan publik. Perspektif ini mensinergiskan nilai-nilai profesionalisme dan voluntarisme dalam
pengembangan kompetensi birokrat agar bisa menghasilkan kinerja maksimal baik pada publik maupun organisasi.
Abstract
The writings shall have a further elaboration about the perspective of energizing bureaucracyas an alternative model in the
bureaucratic competency development. As for the bureaucratic competency development, it is not only based on a merit
system relied on professionalism and results-oriented but also leads to affirmation and affection formation attitude in public
service. This perspective synergizes the professionalism and voluntarism values in the bureaucratic competency development
in order to produce highest working performance both on the public and organizations.
73
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
ialah peringkat birokrasi layanan publik dasar menjadi sumber klasik dan retoris birokrasi kita
negara kita masih kalah jauh dengan Malaysia sebenarnya terletak pada kemauan diri untuk
(27) maupun Thailand (54). Sebagai data berubah ataukah stagnan. Masih ditemuinya
komparatif terhadap analisa Forum Ekonomi keinginan relatif ditambah lagi dengan adanya
Dunia tersebut, dalam laporan Bank Dunia kecemburuan perihal tunjangan antara birokrat
selama 2011-2013 menempatkan pelayanan pusat dan daerah tentu harus segera di-
publik Indonesia berada di peringkat 129 dari tanggulangi akarnya. Adanya penerapan Undang-
183 negara dunia. Bank Dunia sendiri menyoroti Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
masih ditemukannya adanya mata rantai Sipil Negara (UU ASN) yang disahkan semenjak
birokrasi yang masih panjang, output pelayanan Januari 2014 yang mana mendasarkan pada
publik yang masih mengecewakan, infrastruktur proses meritokrasi dalam transparansi kinerja
operasional pelayanan publik yang tidak suportif, layanan publik maupun proses pelayanan publik
dan lain sebagainya (Daryanto: 2007). tentu perlu diapresiasi secara positif. Hal itu
Sedangkan untuk permasalahan kedua dikarenakan akan mendorong birokat secara
yakni permasalahan transparansi kinerja langsung maupun tidak langsung akan memacu
birokrat di level individual maupun institusional kinerjanya agar sesuai dengan determinan
juga masih setali tiga uang dengan pelayanan target yang mesti dicapai. Amanat UU ASN
publik. Hal ini dikarenakan muara dari proses yang mengamanatkan adanya kerja berbasis
pelayanan publik yang belum sempurna adalah kompetensi dan profesionalitas bagi para
kinerja birokrat yang juga demikian. Dalam hal birokrat, sudah tentu perlu dijabarkan secara
ini, terjadi proses disparitas yang terjadi dalam nyata baik struktural maupun lintas sektoral.
problematika transparansi ini. Dalam ranah Tujuannya jelas yakni untuk mengikis adanya
nasional, pelayanan publik sendiri menujukkan praktik patologis birokasi yang selama ini
hampir 75,5 % proses transparansi berjalan belum tereduksi sepenuhnya dalam dua ranah
dengan baik. Hal itu dikarenakan adanya tersebut.
penerapan kebijakan remunerasi berdasar pada Maka dalam hal ini, masalah motivasi
absensi maupun pelaporan kinerja berdasar adalah sumber utama dalam upaya men-
target yang dinilai atasan langsung. Maka, dukung pengembangan SDM Aparatur agar
secara tidak langsung, proses kinerja birokrat sesuai dengan kompetensi maupun mencegah
sendiri kemudian sudah berjalan sesuai dengan kontinuitas kinerja birokrasi yang lambat
sistem karena ada sanksi penurunan tunjangan dan berantai dalam kinerjanya. Tulisan akan
bagi yang tak memenuhi target. Adapun kinerja mengelaborasi lebih lanjut tentang perspektif
di daerah tidaklah sedemikian “cemerlang” energizing bureaucracy sebagai tawaran
bila dibandingkan dengan pusat. Hampir 60,8 konsepsi dalam memacu kinerja birokrasi baik
persen kinerja pemerintah daerah masih berada secara organisasional, individual, amupun dalam
dalam zona merah pelayanan publik. Adanya jaringan. Dalam era good governance sekarang
ketidakmerataan dalam proses transparansi ini, birokrasi haruslah secara optimal dalam
kinerja menciptakan adanya kecemburuan melayani masyarakat sebagaimana cara pasar
struktural di antara pusat dan daerah. Birokrasi hingga mencapai kata kepuasan (satisfactory).
pusat dipandang masih menikmati privilege Maka konseptualisasi energizing bureaucracy ini
terhadap kucuran dana remunerasi maupun menjadi urgen dan signifikan dalam membentuk
tunjangan lainnya. Sedangkan birokrasi daerah nilai, norma, maupun perilaku birokrat dalam
juga dituduh hanya membebani alokasi belanja menstimulus dan memacu adanya motivasi dan
daerah saja dimana hampir 70 persen digunakan semangat bekerja. Tulisan ini akan memaparkan
untuk urusan birokrat dengan hanya menyisakan lebih lanjut bagaimana pengaruh energizing ini
30 persen pembangunan. dan prospek dampaknya di masa mendatang
Terkait dengan dua kajian tersebut, dalam mengkonstruksi nilai-nilai kepegawaian
kita bisa menyimpulkan bahwa masalah berbasis merit system.
pelayanan publik dan transparansi kinerja yang
74
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Pilar-pilar Energizing Bureaucracy Nilai New Public Management Nilai New Public Services
76
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Adanya perbedaan nilai-nilai “mem- negara hanya akan berfokus pada penyelesaian
berdayakan birokrasi” (energizing bureaucracy) tugas pokok fungsi maupun analisis beban kerja
baik yang berasal dari NPM maupun NPS yang diperintahkan pimpinan sehingga tidak
tidaklah terlalu diperdebatkan, karena semua dimungkinkan untuk melakukan improvisasi
esensinya sama menuju perbaikan layanan diri. Dikarenakan akan lebih fokus pada
publik. Hal terpenting adalah bagaimana sistem penyelesaian tugas terlebih dahulu dikarenakan
dan budaya organisasi menjadi media penting sistem pengawasan ketat dari pimpinan. Maka
dalam menghantarkan konteks menginjeksi dengan adanya paradigma individual centered
energi baru kepada aparatur negara tersebut. sendiri, pengembangan kompetensi sendiri
Agenda reformasi birokrasi kita pada tahun dapat dilakukan oleh maksimal dikarenakan
2015 mengamanatkan adanya dua tahapan adanya independensi maupun desentralisasi
yakni inward looking yakni kewenangan antar kewenangan dalam penentuan beban analisis
fungsi-fungsi pemerintahan dan penataan ulang kerja maupun tugas pokok fungsi merupakan hasil
proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga negosiasi dari manajer publik dengan aparatur
terendah. Selain itu, penekanan pada sisi negara itu sendiri. Hal itulah yang sekiranya dapat
administrasi terlihat dari area perubahan yang mereduksi adanya beban kerja yang berlebihan
disasar, yaitu organisasi, tatalaksana, peraturan dari aparatur negara baik yang tetap maupun
perundangan, SDM aparatur, pengawasan, honorer sehingga dapat memilih beban kerja,
akuntabilitas, pelayanan publik, pola pikir asal bisa mencapai capaian target kerja tertentu.
(mindset), dan budaya kerja (culture set) Kondisi itulah yang memungkinkan aparatur
aparatur. Adapun secara outward looking yakni untuk bisa mengembangkan kompetensinya
menghindari adanya politisasi birokrasi baik dalam bidang-bidang lainnya yang menopang
berada dalam ranah daerah maupun nasional, jabatan publiknya. Energizing dalam konteks
memperhatikan konteks lokasi sosial politik inilah yang sebenarnya bisa mengakselerasi
sekarang ini yang serba liberalistik. Maka dengan peforma sistem maupun organisasional dari
semakin pluralistiknya keadaan sekarang ini, suatu instansi tertentu. Dengan adanya beban
kinerja aparatur sendiri antara diawasi dengan kerja minimal, namun pencapaian hasil maksimal
mengawasi dalam soal kinerjanya. Maka tentu akan memiliki efek bola salju dalam
penginjeksian nilai-nilai energizing dalam peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
tubuh aparatur negara seperti stimulus kerja, masyarakat. Dalam konteks inilah sebenarnya
kerja minimal hasil maksimal, akuntabilitas, kemudian satisfaction didapatkan baik dari
kenaikan pangkat berdasar prestasi dan kredit masyarakat maupun manajer publik karena ada
poin, maupun parameter kerja yang disepakati peningkatan SDM dari aparatur negara utamanya
bersama oleh manajer publik, publik, aparatur di street level bureaucracy.
negara perlu untuk segera diimplementasikan Adapun pola energizing yang diambilkan
lebih lanjut. Adapun amalgamasi antara pola pada nilai-nilai volunterisme seperti halnya
kerja swasta dengan pola kerja voluntarisme pembentukan trust, networking, solidarity,
seperti kerja ala aktivis memang menjadi misi maupun bentuk modal sosial lainnya yang
utama dalam energizing terhadap pengem- diambilkan dari pola kerja aktivis kemasya-
bangan kompetensi aparatur negara ini. rakatan memang sangatlah mendukung kinerja
Secara swasta, pola energizing dalam aparatur negara. Perlu diingat bahwa, pada
pengembangan kompetensi sendiri terletak era demokrasi yang serba pluralistik sekarang
pada pengubahan paradigma dari semula job ini, publik selalu senantiasa untuk dilayani
centered menuju individual centered menuju sampai mencapai kata puas yang didapatkan.
performance centered. Analisis kerja yang Kondisi inilah yang sekiranya mengharuskan
berdasarkan pada job justru tidak membuat kinerja aparatur negara juga perlu untuk lebih
kompetensi seorang aparatur negara menjadi banyak turun ke bawah dan kembali kepada
tidak berkembang, malah justru berubah menjadi tujuan awalnya sebagai pelayan masyarakat.
stagnan dan statis. Hal itu dikarenakan aparatur Memang antara konsep dengan realitas perihal
77
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
jalur terbuka dengan skema lelang jabatan. Hal gagasan revolusioner dan progresif. Selama ini
ini tentunya sangatlah menekankan pada proses yang menjadi trending topics dalam birokrasi
kompetensi kerja yang ditawarkan secara Indonesia menyangkut politisasi PNS, jenjang
kompetitif secara terbuka kepada publik untuk karier tak jelas, pengembangan kompetensi dan
menduduki jabatan tersebut. Adanya kebijakan kepangkatan yang tak tentu arah sebagai akibat
tersebut tentu saja untuk memutus adanya dari acuan penilaian kinerja PNS yang lebih
politisasi jabatan yang acap kali digunakan berdasar kepada like and dislike dari pimpinan,
oleh upper level bureaucracy untuk menunjuk hingga masalah hukum yang tak bisa dihindari
kalangan terdekat yang terkadang belum tentu PNS terkait pelaksanaan tugasnya. Adapun
berkompeten untuk posisi jabatan tersebut. UU yang mengatur tentang PNS lainnya yakni
Oleh karena itulah, lelang dimaksudkan untuk Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
mereduksi adanya politisasi tersebut agar jangan Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
sampai terulang kembali. 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (UU
Keempat, adalah memutus pula sistem Kepegawaian) sendiri banyak mengandung
honorarium maupun perbedaan kinerja antara unsur normatif dan retorik dalam manajemen
aparatur negara yang berstatus pegawai pengelolaan sumber daya aparatur seperti jenjang
tetap dengan pegawai tidak tetap. Selama pengangkatan karier maupun depolitisasi PNS
ini yang terjadi di lapangan adalah sering dari organisasi politik tertentu baik yang terlarang
terjadi proses ketidakadilan kinerja dimana ataukah tidak. Hal itulah yang kemudian kinerja
pembebanan kinerja pegawai tidak tetap PNS sendiri tidak memiliki cetak biru yang tepat
acap kali lebih banyak ketimbang pegawai dalam pengelolaan kinerja. Implikasinya adalah
tetap. Bahkan seringkali dijumpai temuan PNS hanya menjadi agen politik dari eksekutif
bahwa ada model “pelimpahan” kinerja yang sendiri.
dilakukan secara informal dan tidak melalui Adapun gagasan revolusioner dan
mekanisme penunjukkan yang benar. Adanya progresif yang dituangkan adalah terbukanya
iming-iming terhadap pencalonan pegawai seleksi jabatan eksekutif senior bagi publik
menjadi pegawai tetap itulah yang membuat maupun internal PNS sendiri yang memenuhi
kerelaan dari pegawai untuk menerima beban syarat dan kompetensi tertentu sehingga
kerja lainnya dari pegawai tidak tetap. Maka menciptakan adanya sistem kompetitif, di-
tidaklah mengherankan, apabila kompetensi bentuknya dewan Komite Aparatur Sipil Negara
kerja dan performa kerja para pegawai tidak (KASN) sebagai lembaga pengawas kode
tetap lebih terasah daripada pegawai tetap. etik dan kinerja aparatur negeri sipil secara
Oleh karena itulah, UU ASN sebenarnya ingin keseluruhan baik nasional maupun lokal, di-
memutus adanya rantai ketidakadilan tersebut berikannya peluang untuk naik jabatan secara
yakni dengan memberikan semacam perjanjian cepat ke dalam struktur eselon yang lebih
kontrak dengan keharusan mencapai capaian tinggi, penilaian kinerja PNS sendiri dilakukan
dengan waktu kerja tertentu. Hal inilah yang oleh atasan, akademisi, maupun masyarakat,
mendorong secara tidak langsung sistem dihentikannya peluang politisasi terhadap
kompetisi yang sehat dan setara antara sesama PNS baik yang dilakukan oleh manajer dinas
pegawai dalam suatu instansi tertentu. maupun tingkatan atas yang lebih tinggi lagi,
adanya capaian kinerja yang harus dipenuhi
dan diawasi secara ketat oleh atasan maupun
PEMBAHASAN publik, maupun adanya tiga kompetensi yang
harus dilaksanakan seorang aparatur negara
Dimensi Energizing Bureaucracy Sebagai dalam melaksanakan kinerjanya yakni memiliki
Merit System Dalam UU ASN kompetensi teknis, kompetensi manajerial
Membaca arah kebijakan pengembangan sosial, maupun kompetensi sosial budaya.
kinerja aparatur negara yang termuat dalam Ketiga hal itulah yang setidaknya menjadi kunci
UU ASN memang banyak mengandung kompetensi bagi seorang aparatur negara dalam
79
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
menjalankan fungsi kedinasannya baik dalam pelayanan publik. Adapun dibukanya keran
pengembangan kompetensi maupun pelayanan lelang jabatan bagi publik baik swasta maupun
publik. masyarakat untuk bisa berkecimpung menjadi
Adapun keterlibatan publik terutama eksekutif senior di suatu instansi tertentu
tokoh masyarakat, akademisi, bahkan juga memang sangatlah bagus. Hal itu dikarenakan
swasta yang utamanya berasal dari kalangan bisa menstimulus ide-ide baru dari luar untuk
akademisi maupun tokoh masyarakat sendiri diterapkan dalam mesin birokrasi yang kaku.
menjadi kajian menarik dalam manajemen Adanya nilai-nilai volunterisme yang didapat
kinerja aparatur negara. Ketiganya selama ini dari sektor publik maupun nilai-nilai kefektifan
dinilai bersebrangan opini dengan manajemen dan efektivitas kerja dari sektor swasta tentunya
aparatur sendiri dimana kritikan yang dilontarkan dapat mengefiesiensi dan melatih jiwa sosial
selalu pedas dan kritis. Opini yang umum selalu dari birokrat itu sendiri. Namun demikian, nilai-
menjadi tema kritikan adalah birokrasi selalu nilai volunterisme maupun nilai-nilai efektivitas
berada dalam puncak menara gading yang dan efisiensi dalam energizing bureaucracy
terbebas dari fungsi pelayanan publik maupun sendiri harus diselaraskan dengan nilai-nilai dari
khittah-nya sebagai pelayan publik. Pelibatan paradigma NPM yang berlaku dalam UU ASN
aktor luar seperti tokoh masyarakat, akademisi, ini seperti halnya profesionalitas, akuntabel,
dan swasta memanglah selaras dengan konsep transparan, proporsionalitas, keterpaduan, mau-
governance yang selama ini ingin diterapkan. pun keterbukaan. Hal yang paling mengena dari
Terkhususnya adalah dimensi networking yang UU ASN ini adalah masih kuatnya paradigma
menjadi ganjalan dalam mengawasi kinerja reinventing government yang menekankan
birokrasi karena institusi inspektorat yang ada pada keterlibatan individu dalam melalkukan
selama ini berjalan dalam internal birokrasi improvisasi dalam bekerja. Tentunya hal itu bisa
sendiri hanya berjalan stagnan. Maka dalam dilakukan antara ya dan tidak tergantung pada
UU ASN, pelibatan itu sendiri diafirmasi dalam kondisi diskresi yang ada dalam waktu dinas.
rangka pengawasan maupun sinergisitas Biasanya dalam berbagai kasus organisasional,
dalam memperbaiki dan menginjeksi ulang seorang eksekutif senior akan memberikan
(reenergizing bureaucracy) dalam memperbaiki contoh ala entrepreneur leader yang mampu
kualitas kinerja. Dari segi swasta, birokrasi mendorong kinerja anak buahnya agar mampu
sendiri dapat belajar dari untuk mengatur sisi menghasilkan serupa bahkan lebih dibandingkan
efektivitas dan efisiensi kinerja yang berpatokan dengan atasannya.
pada hasil (result oriented) maupun peningkatan Artinya bahwa dimensi-dimensi pro-
peforma institusi secara makro keseluruhan. Dari fesionalitas dan nilai-nilai transparansi dan ke-
segi publik, aparatur dapat mengasah kepekaan terbukaan tentu saja tidak bisa diukur melalui
sosial maupun kepekaan populisnya dalam adanya peningkatan karier dengan cepat
menanggapi aspirasi masyarakat. Kepekaan melalui prestasi, adanya lelang jabatan, maupun
tersebut menjadi urgen dan signifikan dalam adanya mekanisme pengembangan kompetensi
mengasah dimensi pelayanan yang dinilai tertentu. Hal itu sebenarnya masuk dalam
masih kurang dalam setiap birokrat. Padahal progam eksaminasi dan aksentuasi dari UU ASN
kepekaan sendiri menjadi penting dalam upaya sendiri untuk menstimulus timbulnya kompetensi
mempercepat menghadirkan solusi secara cepat daripada aparatur negara. Namun yang menjadi
dan akurat untuk sekedar menghadirkan resolusi. pertanyaan kritis dalam model pengembangan
Kompetensi menjadi bahasa penting dalam kompetensi seperti apa yang ingin dimunculkan
memahami substansi pasal per pasal dalam UU dan dihadirkan dalam pengembangan kom-
ASN dimana terdapat keharusan bagi aparatur petensi aparatur negara dalam UU ASN ini.
negara untuk meningkatan kemampuan dan Kompetensi yang dimaksudkan dalam UU ASN ini
kompetensinya selama kinerja. Keharusan adalah bagaimana nilai, norma, maupun perilaku
tersebut sangatlah berkorelasi dengan tingkat dari kinerja sebuah aparatur negara sendiri dapat
kompetisi kerja maupun perbaikan kualitas ditransformasikan dalam peningkatan kinerja dan
80
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
pengembangan kapasitas (Mutiarin, 2010). Dalam telah hilang dalam mesin birokrasi yang rigid.
hal ini, tingkat kompetensi yang menjadi concern Kondisi tersebut juga ingin mengembalikan
aparatur negara dalam memperbaiki kualitas sektor aparatur negara kembali pada sektor non
kinerja dan layanan publiknya, setidaknya ada profit sector yakni secara benar melayani dan
empat hal kompetensi dasar yang perlu dimiliki tidak mengharapkan adanya rente dalam proses
yakni 1) Mengenali berbagai permasalahan pelayanan publik. Selain halnya level trust yang
yang timbul dalam internal organisasi birokrasi ingin dibangun, hal lainnya adalah peningkatan
maupun eksternal masyarakat, 2) Merumuskan performa aparatur negara melalui pengawasan
strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut, langsung secara internal maupun eksternal
3) Merancang progam-progam dan rencana melalui skema result oriented yakni dengan
aksi, dan 4) Memanfaatkan secara efektif adanya pencapaian hasil dan kinerja yang harus
sumber-sumber dasar untuk progam tersebut, dipenuhi. Adapun peningkatan pangkat maupun
5) Memanfaatkan arus balik dari progam kesejahteraan sendiri pada dasarnya adalah
tersebut. Adanya berbagai macam parameter bentuk stimulus dan penghargaan akan adanya
tentang kompetensi dasar tersebut. Tentunya kinerja birokrasi yang semakin meningkat dan
parameter-parameter itulah yang kemudian melebihi target setelah dilakukannya proses
perlu untuk dianalisiskan dan di brainstorming reenergizing. Tentunya proses energizing sendiri
ke dalam nilai-nilai energizing bureaucracy. tidaklah semudah dilakukan dalam sebuah
Dalam hal ini peran seorang eksekutif skema diklat maupun penyegaran di suatu
senior dalam melakukan proses brainstorming kawasan sejuk tertentu. Dalam konteks ini,
dalam mensosialisasikan nilai-nilai energizing budaya organisasional sangatlah kuat dalam
bureaucracy menjadi penting dan signifikan memberi fondasi yang kuat dimana dimensi
dalam melakukan injeksi nilai tersebut. Hal volunterisme maupun dimensi entrepreneurship
tersebut terkait dengan menghubungkan publik bisa melakukan sinergisitas satu sama lain
dengan proses pengambilan keputusan (decision dalam mengukuhkan energizing bureaucracy
making process) untuk membangun kembali yang dapat dapat dilihat dalam tabulasi berikut
level kepercayaan dari publik yang selama ini ini.
81
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
83
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
INDEKS
Indeks Kata
devided government 50
good governance 64
jabatan 63
merit system 3, 8, 46
prinsip-prinsip merit system 19
reward and punishment 22
pengembangan SDM 4
pelatihan dan pendidikan 38
pengembangan karir PNS 35
pengembangan kompetensi PPPK 35
rekrutmen 15
rekrutmen berbasis merit 17
vested-interest 50
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Jurnal Civil Sevice Kebijakan dan Manajemen Kepegawaian PNS mengucapkan terima kasih atas partisipasi Mitra
Bestari atau Reviewer yang memberikan kontribusi dalam edisi Vol 8 No.1, Juni 2014, yaitu:
Prof. Riset Rusdi Muchtar, MA., APU, Ahli bidang Kebijakan Publik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Dr. Hj. R. Ira Irawati, Ahli bidang Organisasi Publik dan Manajemen SDM
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran
BIODATA PENULIS
Drs. Bambang Sunaryo, MSc, lahir di Salatiga tahun 1954. Menyelesaikan pendidikan S1 Administrasi
Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 1981 dan pendidikan
S2 Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun
1985 dan Tourism, Rural and Regional Development di Asian Institut of Technology, Thailand pada tahun
1986. Saat ini bekerja sebagai Tenaga pengajar aktif Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Celly Cicellia S.IP, M.PA, lahir di Ngawi tahun 1988. Menyelesaikan pendidikan S1 Administrasi Negara
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 dan menyelesaikan S2
Manajemen dan Kebijakan Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada
tahun 2013. Pernah menjadi tutor berbagai mata kuliah di Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas
Gajah Mada sejak tahun 2008 dan saat ini menjadi Peneliti Bidang Kebijakan Publik dan Sosial Housing
Reseach Center (HRC) Yogyakarta.
Prof. Dr. Eko Prasojo, lahir di Kijang tahun 1970. Menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Administrasi Publik
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tahun 1995, menyelesaikan pendidikan S2
Public Administration di Deutsche Hochschule für Verwaltungswissenschaften Speyer Germany pada
tahun 2000 dan menyelesaikan pendidikan S3 Public Administration di Deutsche Hochschule für Ver
waltungswissenschaften Speyer Germany pada tahun 2003. Pernah menjabat sebagai Direktur Local
Governance Watch (LOGOWA) FISIP Universitas Indonesia dan saat ini menjabat sebagai Guru Besar
Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Wakil Menteri
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Hayat, S.AP., M.Si. Lahir di Sampang 1982. Menyelesaikan pendidikan S1 Administrasi Negara
di Universitas Islam Malang pada tahun 2007 dan menyelesaikan pendidikan S2 Administrasi Publik
di Universitas Merdeka Malang pada tahun 2012. Saat menjadi Peneliti di Research Center for Local
Government (Recelgo) dan Dosen Tetap Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Islam Malang.
Indaru Setyo Nurprojo, S,IP., M.A., lahir di Pubalingga tahun 1977. Menyelesaikan pendidikan S1
Ilmu Politik di FISIP Universitas Airlangga pada tahun 2000, menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Politik di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009 dan sedang mengambil
S3 Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Saat ini menjabat sebagai
Dosen pada Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman.
Dr. Laode Rudita,S.H., M.H, lahir di Kendari tahun 1982. Menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Jayabaya pada tahun 2004, menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2007 dan menyelesaikan pendidikan S3 Ilmu Hukum
di Fakultas Hukum Indonesia pada tahun 2011. Pernah menjabat sebagai dosen berbagai perguruan
tinggi swasta di Jakarta dan tenaga ahli di DPR RI. Saat ini menjadi Konsultan Hukum dan Regulasi pada
program Reform the Reformers Continuation (RtR-C) kerja sama antara Kemitraan (Partnership) dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
Dr. Slamet Rosyadi, S.Sos., M.Si, lahir di Majalengka tahun 1972. Menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu
Administrasi Negara di FISIP Universitas Jenderal Soedirman pada tahun 1995, menyelesaikan pendidikan
S2 Ilmu Administrasi di FIA Universitas Brawijaya pada tahun 1997 dan menyelesaikan pendidikan S3
Development Study di University of Goettingen, Jerman pada tahun 2003. Pernah menjadi Ketua Jurusan
Ilmu Administrasi Negara dan saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Program Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman.
Tedi Sudrajat, SH., MH, lahir di Bogor tahun 1980. Menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman, menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman S1 dan S2 diselesaikan di UNSOED. Saat ini sedang melanjutkan
pendidikan S3 Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran (UNPAD). Saat ini aktif sebagai Dosen Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman dan penyunting ahli di Jurnal Dinamika Hukum Fakultas Hukum
UNSOED (terakreditasi).
Wasisto Raharjo Jati, S. IP, lahir di Yogyakarta tahun 1990. Menyelesaikan S1 Politik dan Pemerintahan
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Saat ini menjadi peneliti bidang politik
nasional di Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan aktif menulis di
berbagai jurnal ilmiah nasional.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
”Civil Service” Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS menerima tulisan naskah tentang hasil penelitian,
gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, tinjauan kepustakaan dan resensi buku dalam bidang
kebijakan dan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 8, No.1, Juni 2014
CIVIL SERVICE
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
Civil Service merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian
BKN. Jurnal ini diterbitkan dua kali setiap tahun dan berisi tulisan-tulisan hasil penelitian, pengkajian,
telaah pustaka, maupun ulasan yang berkaitan dengan kebijakan dan manajemen kepegawaian.
Naskah penulisan yang sesuai dapat dikirim ke:
Redaksi Civil Service “Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS”
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian – Badan Kepegawaian Negara
Lt. 2 Gd. Blok II BKN
Jl. May Jend Sutoyo No. 12 Cililitan, Jakarta Timur
Telp. (021) 80887011, (021) 8093008 ext. 2206-2207
Fax. (021) 80887011
e-mail: litbang@bkn.go.id
puslitbang_bkn@yahoo.com
•
Jika bersumber dari artikel atau tulisan di internet:
Effendi, Taufik. 2007. Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance. https://
www.setneg.go.id/, diakses 12 Juni 2008, 14.45 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_sumber_daya_manusia#Rekrutmen_.26_Seleksi.
Diakses 10 Oktober 2012, 11:59 WIB.
• Jika bersumber dari makalah presentasi atau seminar:
Effendi, Sofian. 2006. Reformasi Aparatur Negara Untuk Melaksanakan Pemerintahan Demokratis
dan Ekonomi Global. Makalah disampaikan pada seminar nasional MIPI. 3-4 Mei di Hotel
Santika, Medan.
Thoha, Miftah. 2004. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Makalah disampaikan dalam
Diskusi PPSK. 1 Juli di Yogyakarta.
5. Naskah diketik dengan memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat dalam
pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
6. Para Penulis diharapkan benar-benar memperhatikan format dan tata cara penulisan dengan baik.