BERPIKIR ILMIAH
1.1 Pendahuluan
Berpikir merupakan ciri utama seorang manusia yang membedakannya
dengan makhluk hidup lain. Hal ini disebabkan oleh karunia yang diberikan tuhan
YME, yaitu berupa akal. Akal merupakan salah satu karunia tuhan YME yang
diberikan hanya kepada manusia, dan tidak kepada makhluk hidup lain. Adanya
akal membuat seorang manusia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam
beradaptasi dengan alam sekitarnya. Secara umum, kegiatan berpikir dapat
dilakukan secara ilmiah dan non-ilmiah (alamiah).
Berpikir alamiah adalah pola penalaran berdasarkan kebiasaan sehari-
hari dari pengaruh alam sekelilingnya, sedangkan berpikir ilmiah adalah pola
penalaran berdasarkan pola dan sarana tertentu secara teratur. Salah satu
contoh adalah fenomena infotainment yang hadir setiap hari hampir pada setiap
stasiun televisi swasta. Pemberitaan pada infotainment merupakan salah satu
contoh kegiatan berpikir non-ilmiah. Hal tersebut dikarenakan fenomena yang
hadir di infotainment tidak didasarkan atas langkah-langkah metode ilmiah.
Fenomena yang hadir tersebut hanya didasarkan atas gosip dan isu yang
beredar di masyarakat sekitar.
Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah-langkah metode ilmiah
seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui
bahwa ketika kita melihat suatu masalah yang beredar di masyarakat, maka
secara sudut pandang ilmiah harus dilakukan dengan langkah-langkah metode
tersebut.
Berfikir ilmiah bukanlah berfikir biasa, tetapi berfikir teratur, disiplin,
bermetode dan bersistem, dimana ide dan konsep yang sedang difikirkan tidak
dibiarkan berkelana tanpa arah dan tujuan. Pembiasaan cara berfikir ilmiah
merupakan cara yang terbaik untuk mempertajam rasio. Cara berfikir seseorang
yang terdidik dalam berfikir ilmiah adalah sangat berbeda dengan cara berfikir
orang-orang yang tidak tahu atau belum pernah sama sekali terlatih untuk itu.
Berpikir ilmiah merupakan hal penting dalam melakukan sesuatu
pekerjaan. Pekerjaan kita dianggap benar jika dalam pekerjaan tersebut
didasarkan atas sebuah pemikiran yang ilmiah. Dengan adanya hal
tersebut hasil pekerjaan kita akan dipercaya oleh orang lain. Berpikir
ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian, baik tentang
tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Mengingat pentingya suatu
kegiatan berpikir ilmiah, pada bab ini akan dibahas tentang berpikir ilmiah
beserta langkah-langkah dan contoh-contoh dalam berpikir ilmiah.
Data rasio. Data rasio adalah data yang diukur dengan jarak dua titik
sudah diketahui dan mempunyai titik nol yang absolut. Titik nol absolut
ini yang membedakan data rasio dengan data interval. Misalnya jika
diketahui 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan
masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp.
50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi
C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D
adalah 5 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi C
adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B. Contoh lain adalah ketika
kita mendata rasio jumlah penduduk dengan jumlah rumah sakit yang
ada di kota Bandung pada tahun 2008-2010. Dengan pengelompokkan
berdasarkan data rasio, maka data tersebut dapat disajikan pada tabel
1.2.
Tabel 1.2. Data jumlah dan rasio rumah sakit per jumlah penduduk di
kota Bandung tahun 2008-2010
No Uraian 2008 2009 2010
1. Jumlah rumah sakit daerah 2 3 3
2. Jumlah rumah sakit swasta 4 4 4
3. Jumlah rumah sakit 1 1 1
AD/AU/AL/Polri
Jumlah seluruh rumah sakit 7 8 8
Jumlah penduduk 3.127.008 3.172.880 3.215.548
Rasio 1:446.715 1:396.607 1:401.943
2. Data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur dalam
skala numerik. Namun karena dalam statistik semua data harus dalam
bentuk angka, maka data kualitatif umumnya dikuantifikasi agar dapat
diproses. Kuantifikasi dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan data
dalam bentuk kategori. Data kualitatif dapat dibedakan menjadi:
Data nominal. Data nominal, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk
kategori. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, nama,
atau diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki
urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua
anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang
tindih dan bersisa. Salah satu contoh adalah ketika kita mau mendata
hobi olahraga yang dilakukan pada siswa kelas 1 di SMA X.
Berdasarkan hasil pendataan didapatkan bahwa siswa kelas 1 SMA X
melakukan 4 macam olahrga, yaitu sepak bola berjumlah 20 orang,
basket 15 orang, renang 4 orang, dan bulu tangkis 6 orang. Untuk
memudahkan pendataan, maka berdasarkan data nominal masing-
masing olahraga yang dialkukan kita berikan angka, misalnya sepak
bola (1), renang (2), bulu tangkis (3) dan basket (4). Hasil tersebut
disajikan pada tabel 1.3.
Tabel 1.3. Data hobi olahraga yang dilakukan siswa kelas 1 SMA X
Olahraga yang dilakukan Jumlah siswa (orang)
1 (sepak bola) 20
2 (renang) 4
3 (bulu tangkis) 6
4 (basket) 15
Jumlah 45
Berdasarkan data pada tabel 1.3 terlihat bahwa angka yang diberikan
tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket lebih tinggi dari
sepak bola ataupun tingkat renang lebih tinggi dari bulu tangkis. Angka
tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang
diberikan hanya berfungsi sebagai label saja.
Data ordinal. Data ordinal merupakan data yang dinyatakan dalam
bentuk kategori, namun posisi data tidak sama derajatnya karena
dinyatakan dalam skala peringkat. Sebagai contoh,
tingkatkosmopolitan petani suatu daerah diketegorikan:
Sangat rendah diberi kode 1.
Rendah diberi kode 2.
Sedang diberi kode 3.
Tinggi diberi kode 4.
Sangat tinggi diberi kode 5.
Contoh tersebut memperlihatkan bahwa angka 5 menunjukkan tingkat
kosmopolitan yang tertinggi (besar nilainya lebih tinggi dibanding
dengan tingkat 4, 3, 2, dan 1). Angka ini menunjukkan kode kategori
dan nilai/derajat yang berbeda.
Berdasarkan dimensi waktu, data dapat dibedakan menjadi:
Data runtut waktu (time-series). Data runtut waktu merupakan data
yang secara kronologis disusun menurut waktu. Data runtut waktu
digunakan untuk melihat perubahan dalam rentang waktu tertentu.
Variasi antar variabel terjadi karena adanya perbedaan waktu. Data
runtut waktu dibedakan menjadi; Data harian, misalnya data Indeks
Harga Saham setiap hari dan data harga sembilan bahan-bahan
pokok; Data mingguan, misalnya data perkembangan harga beras
dalam satu minggu (7 hari); Data bulanan, misalnya data tingkat inflasi,
data suku bunga Bank Indonesia; Data kuartalan, misalnya data
Produk Domestik Bruto suatu Negara; dan Data tahunan, misalnya
data pendapatan nasional setiap tahun (12 bulan).
Data silang tempat (cross-section). Data silang tempat merupakan
data yang dikumpulkan pada suatu titik waktu. Data silang tempat
digunakan untuk mengamati perilaku dalam periode yang sama.
Variasi variabel terjadi karena adanya perbedaan antar pengamatan.
Data ini biasanya lebih sesuai untuk mendukung penelitian atau kajian-
kajian perilaku individu, perusahaan, atau wilayah. Misalnya, data
sensus yang diterbitkan setiap 10 tahun sekali. Sebagai contoh, antara
lain sensus penduduk untuk setiap kabupaten pada tahun 2000;
sensus ekonomi dari setiap perusahaan di setiap kabupaten pada
tahun 1996; dan data jumlah penduduk miskin pada setiap desa di
Propinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.
Data pooling. Data pooling merupakan kombinasi antara data runtut
waktu dan silang tempat.
Berdasarkan sumbernya data diklasifikasikan menjadi:
Data internal dan data eksternal. Data internal yaitu data yang
bersumber dari dalam organisasi, sedangkan data eksternal yaitu data
yang bersumber dari luar organisasi.
Data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh melalui survey lapangan dengan menggunakan metode
pengumpulan data tertentu, sedangkan data sekunder adalah data
yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan
dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder
akan lebih mempermudah dan mempercepat jalannya penelitian.
Namun karena umumnya data sekunder dimaksudkan untuk
konsumen peneliti dalam jumlah besar, seringkali data yang tersedia
tidak sesuai benar dengan keinginan peneliti.
1.3.4. Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya dalam konsep berpikir ilmiah adalah pengujian
hipotesis. Untuk menguji suatu hipotesis, terlebih dahulu kita menganalisis
data yang telah dikumpulkan pada langkah pengumpulan data. Untuk
memudahkan kita dalam menganalisis data, maka data yang telah terkumpul
terlebih dahulu dilakukan pengorganisasian dan diurutkan dalam pola,
kategori,dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Setelah analisis data dilakukan, maka dapat dilakukan suatu
pengujian hipotesis. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah
jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir
ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis.
Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan
atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis
tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus
terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf
signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derajat
kepercayaan terhadap hasil suatu penelitian. Hal ini dimaklumi karena taraf
signifikansi berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian
hipotesis itu sendiri.
Contoh :
Kadmium (Cd) merupakan salah satu logam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan sel hati. Salah satu mekanisme yang diduga terlibat adalah
melalui stres oksidatif dan peroksidasi lipid (H2O2). Kita ketahui bahwa dalam
stres oksidatif terjadi peningkatan kadar radikal bebas seperti hidrogen
peroksida, dan akibat stres oksidatif tersebut mengakibatkan peroksidasi
lipid dengan produknya yaitu malondialdehid (MDA). Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dabat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat perbedaan antara kadar H2O2 hati tikus yang terpajan
dengan tidak terpajan Cd?
Apakah terdapat perbedaan antara kadar MDA hati tikus yang terpajan
dengan tidak terpajan Cd?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dibuat hipotesis
sebagai berikut:
Ha : Terdapat perbedaan antara kadar H2O2 hati tikus yang terpajan
dengan tidak terpajan Cd.
Terdapat perbedaan antara kadar MDA hati tikus yang terpajan
dengan tidak terpajan Cd.
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara kadar H2O2 hati tikus yang
terpajan dengan tidak terpajan Cd.
Tidak terdapat perbedaan antara kadar MDA hati tikus yang
terpajan dengan tidak terpajan Cd
Setelah dilakukan perumusan hipotesis, maka langkah selanjutnya yaitu
melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengukur kadar H2O2 dan MDA pada hati tikus yang terpajan dan tidak
terpajan Cd. Setelah dilakukan pengumpulan data maka data yang didapat
dapat kita lihat pada gambar 1.1 a dan b.
40 600
(a) (b)
Gambar 1.1. Kadar (a) H2O2 dan (b) MDA pada hati tikus yang terpajan dan
tidak terpajan Cd
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa kadar H2O2 dan MDA terlihat lebih
tinggi pada kelompok yang terpajan Cd. Hasil tersebut sebenarnya telah
memperlihatkan perbedaan antara kadar H2O2 dan MDA pada hati tikus
yang terpajan dan tidak terpajan Cd. Namun untuk menguji hipotesis yang
telah kita ajukan sebelumnya, maka data tersebut perlu dilakukan sebuah
analisis data. Analisis yang lazim dilakukan adalah menggunakan bantuan
statistika. untuk mengetahui kebermaknaan suatu perbedaan antara dua
kelompok perlakuan, maka uji yang paling tepat dilakukan adalah
menggunakan uji T tidak berpasangan. Setelah kita mengetahui uji apa yang
mau dilakukan, sebelumnya kita tentukan dulu taraf signifikansinya. Taraf
signifikansi yang lazim digunakan untuk penelitian kesehatan adalah
menggunakan taraf signifikansi 95% (α=0,05). Selanjutnya kita lakukan
pengujian hipotesis tersebut dengan cara manual ataupun dengan bantuan
program komputer seperti SPSS. Hasil analisis menunjukkan terdapat
perbedaan yang bermakna antara kadar H2O2 dan MDA pada hati tikus yang
terpajan dan tidak terpajan Cd. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
tersebut, maka hipotesis yang kita ajukan diterima.
1.3.5. Perumusan Kesimpulan
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah
metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan
simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan
sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat
deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis
data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan,
walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak
peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting,
walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah
yang diajukannya.
Contoh:
Contoh penarikan kesimpulan dapat kita ambil dari masalah yang ada pada
sub anak sub bab 1.3.5. berdasarkan hasil pengujian hipotesis telah kita
ketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar H2O2 dan
MDA pada hati tikus yang terpajan dan tidak terpajan Cd.
Berdasarkan hasil tersebut dapat kita buat beberapa kesimpulan, antara lain:
Pajanan Cd menyebabkan peningkatan kadar H2O2 pada hati.
Pajanan Cd menyebabkan peningkatan kadar MDA pada hati.
Pajanan Cd dapat memicu kerusakan hati melalui mekanisme stres
oksidatif dan peroksidasi lipid melalui peningkatan kadar H2O2 dan MDA.