Abstrak
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Penyakit TB disebabkan oleh
berbagai faktor, yaitu host, agent dan environment. Bakteri Mycobacterium tuberculosis berkembang pada
lingkungan padat, daerah yang lembab, dan penularannya melalui udara. Tujuan penelitian ini mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan, perilaku merokok, kondisi sosial ekonomi, kelembaban, lantai rumah dan luas
ventilasi rumah penderita TB terhadap kejadian kasus TB paru. Desain penelitian yaitu survei analitik dengan
pendekatan case control. Penelitian dilaksanakan April - Juli 2013. Populasi sebanyak 302 suspek kasus TB.
Jumlah kasus 34 responden dengan hasil laboratorium BTA positif dan jumlah kontrol 34 responden dengan
hasil laboratorium BTA negatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan (p value=0,015<0,05), lantai rumah (p value = 0,012<0,05) dan kelembaban (p value =
0,017<0,05) terhadap kejadian kasus TB BTA positif. Tidak ada hubungan antara perilaku merokok (p value =
0,330>0,05) dan kondisi sosial ekonomi (p value = 0,153>0,05) terhadap kejadian kasus TB BTA positif. Luas
ventilasi rumah tidak dianalisis, karena tidak memenuhi syarat Kepmenkes No 829/Menkes/SK/VII/1999.
Abstract
Tuberculosis (TB) is an infectious disease that is still the world's attention. TB disease is caused by various
factors, namely the host, agent and environment. Mycobacterium tuberculosis bacteria thrive in environments
dense, moist areas, and transmitted through the air. The purpose of this research know the correlation between
knowledge, smoking, socioeconomic conditions, humidity, ventilation and spacious house floor house TB
patients on the incidence of pulmonary TB cases. Design research is analytic survey with case control approach.
The experiment was conducted from April to July 2013. The population of as many as 302 suspected cases of
TB. The number of cases of 34 respondents with smear-positive laboratory results and the amount of control 34
respondents with smear negative laboratory results. The results showed that there was a significant relationship
between the level of knowledge (p value = 0.015 <0.05), floor of the house (p value = 0.012 <0.05) and humidity
(p value = 0.017 <0.05) the incidence of TB cases smear positive. There is no relationship between smoking
behavior (p value = 0.330> 0.05) and socioeconomic conditions (p value = 0.153> 0.05) on the incidence of
smear-positive TB cases. Spacious house ventilation is not analyzed, because it does not qualify Kepmenkes No.
829 / Menkes / SK / VII / 1999.
Korespondensi : Maria Tuntun S, Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, Jl.
Soekarno-Hatta No. 1 Bandar Lampung, mobile: 085279583168, e-mail: maria_tuntun@yahoo.
Hasil uji statistik variabel tingkat lantai rumah dan kelembaban dengan kejadian
pengetahuan (p value = 0,015), kelembaban (p kasus tuberkulosis BTA positif. Pada variabel
value = 0,019), dan lantai rumah (p value = perilaku merokok dan kondisi sosial ekonomi
0,013) didapatkan p value < 0,05, artinya ada menunjukan tidak ada hubungan dengan
hubungan dengan kejadian kasus tuberkulosis kejadian kasus tuberkulosis BTA positif.
BTA positif. Hasil uji statistik variabel Variabel luas ventilasi rumah menunjukkan
merokok (p value = 0,330), dan kondisi sosial semua responden baik kasus maupun kontrol
ekonomi (p value = 0,079), hal ini menunjukan bahwa tidak ada yang memenuhi
menunjukkan tidak ada hubungan dengan syarat luas ventilasi berdasarkan Kepmenkes no
kejadian kasus tuberkulosis BTA positif. 829/Menkes/SK/VII/1999, sehingga tidak dapat
Sedangkan variabel ventilasi rumah seluruh di olah ada tidaknya hubungan ventilasi rumah
responden kasus maupun kontrol tidak dengan kejadian kasus TB BTA positif.
memenuhi syarat, sehingga tidak dianalisis
dengan uji chi-square. Artinya variabel ventilasi 1. Hubungan tingkat pengetahuan
bukan salah satu variabel yang dapat dengan kejadian TB paru BTA positif
dihubungkan dengan kejadian kasus TB BTA Tingkat pengetahuan responden kasus
positif di Kecamatan Wonosobo. dengan pengetahuan kurang sebanyak 22 orang
(66,7%) dan 11 orang (33,3%) pada responden
Pembahasan kontrol. Hasil uji didapatkan p value 0,015, p
value < 0,05 artinya ada hubungan tingkat
Hasil penelitian ini didapatkan adanya pengetahuan dengan kejadian kasus TB paru
hubungan antara variabel tingkat pengetahuan, BTA positif. Nilai OR 3,833 yang artinya
tingkat pengetahuan kurang 3,833 kali lebih dengan hasil BTA negatif yang berjenis
beresiko menderita penyakit TB paru kelamin perempuan. Dari hasil data
dibandingkan tingkat pengetahuan tinggi. Hasil menunjukan adanya perbedaan perilaku
ini menunjukan bahwa semakin tinggi atau merokok responden laki-laki dan responden
semakin baik pengetahuan seseorang terhadap perempuan.
suatu objek maka akan semakin baik pula sikap
seseorang tersebut terhadap objek itu. 3. Hubungan kondisi sosial ekonomi
Pengetahuan dan sikap seseorang dipengaruhi dengan kejadian TB paru BTA positif
oleh banyak faktor antara lain pendidikan Pada variabel kondisi sosial ekonomi
(Ridwan, 2009), pengalaman dan fasilitas. diperoleh nilai p value 0,079 > 0,05 dan nilai
Dengan seseorang mendapatkan informasi, baik OR 2,774 berarti dapat disimpulkan bahwa
dari orang lain maupun media massa, semakin secara statistik kondisi sosial ekonomi tidak
banyak informasi yang masuk semakin banyak berhubungan dengan kejadian kasus TB BTA
pula pengetahuan yang didapat tentang positif. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil teori yang ada. Hasil penelitian ini sejalan
penelitian Soejadi (2006), menunjukan ada dengan Aminah (2010) yang menyebutkan
pengaruh tingkat pengetahuan terhadap bahwa pendapatan keluarga tidak berhubungan
kejadian kasus TB. dengan kejadian kasus TB. Namun hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan Achmadi
2. Hubungan perilaku merokok dengan (2005) yang menyebutkan bahwa 90%
kejadian TB paru BTA positif penderita TB didunia menyerang kelompok
Perilaku merokok pada responden kasus dengan kondisi sosial ekonomi rendah atau
dan kontrol menunjukan hasil 58,1 % pada miskin.
kasus dan 41,9 % pada kontrol. Nilai p=0,330 > Hasil penelitian variabel kondisis tingkat
0,05 artinya tidak ada hubungan perilaku ekonomi tidak ada hubungan dengan kejadian
merokok dengan kejadian kasus TB paru BTA kasus TB BTA positif di Kecamatan Wonosobo
positif. Nilai OR 1,817. Hasil penelitian ini Kabupaten Tanggamus. Hal ini disebabkan
menunjukan tidak ada hubungan perilaku adanya bias penelitian yaitu peneliti hanya
merokok dengan kejadian kasus TB. Hasil melihat pendapatan keluarga dan tidak
penelitian ini tidak sesuai dengan dengan teori memperhitungkan jumlah anggota keluarga.
yang ada dan tidak sejalan dengan Soejadi Tidak ada hubungannya kondisi sosial ekonomi
(2006) meneliti di Kabupaten Karo, yang dengan kejadian kasus TB paru mungkin
mengatakan kebiasaan merokok mempengaruhi disebabkan jumlah pendapat keluarga di
kejadian kasus tuberkulosis paru. Setiarni bandingkan dengan anggota keluarga.
(2009) di Kabupaten Ketapang, juga Meskipun pendapatan keluarganya tinggi, akan
mengatakan bahwa kebiasaan merokok tetapi jika jumlah anggota keluarga tersebut
berhubungan dengan kejadian kasus juga banyak maka pembagian nilai konsumsi
tuberkulosis paru pada orang dewasa. per anggota keluarga tersebut juga kecil.
Hal ini disebabkan responden dengan Sebaliknya juga apabila pendapat keluarga
perilaku merokok hampir sama sehingga rendah atau sedang namun anggota keluarga
menyebabkan perilaku merokok tidak tersebut sedikit maka pembagian konsumsi per
berhubungan dengan kejadian kasus TB di anggota keluarga tersebut cukup. Sebaiknya
kecamatan Wonosobo. Kejadian kasus TB BTA penelitian pada variabel kondisi sosial ekonomi
positif pada pasien rawat jalan di UPT yaitu mengunakan variabel pendapatan
Puskesmas Wonosobo Kecamatan Wonosobo perkapita.
Kabupaten Tanggamus disebabkan oleh
variabel lain yang lebih dominan atau variabel 4. Hubungan lantai rumah dengan
lain yang tidak termasuk dalam variabel kejadian TB paru BTA positif
penelitian ini. Pada penelitian ini terjadi bias Lantai rumah responden kasus dengan
saat pengambilan sampel kontrol, jenis kelamin keadaan kurang sebanyak 14 orang (77,7%) dan
responden kasus dan kontrol tidak sama. responden kontrol sebanyak 4 orang (22,3%).
Terdapat 2 responden dengan BTA positif di Nilai p value 0,013, p value < 0,05 artinya ada
desa soponyono berjenis kelamin laki-laki akan hubungan lantai rumah dengan kejadian kasus
tetapi suspek yang berjenis kelamin laki-laki TB paru BTA positif. Nilai OR 5,250 yang
dengan pemeriksaan BTA negatif tidak ada. artinya lantai rumah dengan keadaan kurang
Sehingga responden kontrol menggunakan 5,250 kali lebih beresiko menderita penyakit
suspek yang tetap satu desa yaitu responden TB paru bandingkan dengan keadaan lantai
yang baik. Lantai rumah responden masih kecil atau sama dengan 60%. Kelembaban
banyak yang terbuat dari tanah yaitu 14 merupakan sarana baik untuk pertumbuhan
responden. Hasil penelitian tersebut bahan mikroorganisme, termasuk kuman TB
menunjukan bahwa lantai tanah kurang baik sehingga viabilitas lebih lama. Seperti telah
dan tidak memenuhi syarat berhubungan dikemukakan, kelembaban berhubungan dengan
dengan kejadian kasus TB. kepadatan dan ventilasi. Topografi menurut
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan penelitian juga berhubungan terhadap
Republik Indonesian No.829/Menkes/SK/VII/ kelembaban, wilayah lebih tinggi cenderung
1999 ketentuan kriteria rumah sehat, lantai yang memiliki kelembaban lebih rendah (Achmadi,
sehat yaitu kedap air dan mudah dibersihkan. 2005).
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki
peran terhadap proses kejadian TB, melalui 6. Hubungan ventilasi rumah dengan
kelembaban dalam ruangan yang dihasilkan kejadian TB paru BTA positif
dari kondisi lantai yang terbuat dari tanah. Dalam hasil penelitian diketahui bahwa
Lantai tanah cenderung menimbulkan dari seluruh responden kasus maupun kontrol,
kelembaban. Dengan demikian viabilitas kuman luas ventilasi rumah tidak ada yang memenuhi
TB di lingkungan juga sangat dipengaruhi dan syarat yaitu sebesar 100%. Luas ventilasi rumah
bakteri atau kuman dapat bertahan hidup lebih terkecil sebesar 0,83 % dan terbesar 6,67 % .
lama pada kondisi tersebut (Achmadi, 2005). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesian No.829/Menkes/SK/VII/
5. Hubungan kelembaban dengan 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan,
kejadian TB paru BTA positif lubang ventilasi alamiah yang permanen
Kelembaban rumah responden kasus minimal 10% luas lantai. Hasil penelitian
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 12 orang menunjukan tidak ada yang memenuhi syarat,
(80%) dan kasus kontrol sebanyak 3 orang sehingga faktor luas vetilasi rumah tidak dapat
(20%). Nilai p value 0,019. P value < 0,05 diolah dan diambil kesimpulan apakah ada atau
artinya ada hubungan kelembaban dengan tidak ada hubungan dengan kejadian kasus TB
kejadian kasus TB paru BTA positif. Nilai OR BTA positif pada pasien rawat jalan di UPT
5,636 yang artinya kelembaban rumah yang Puskesmas Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
tidak memenuhi syarat 5,636 kali beresiko lebih Supriyono (2003) di Ciampea menghitung
tinggi dibandingkan dengan kelembaban yang risiko untuk terkena TB 5,2 kali pada penghuni
memenuhi syarat. Lantai rumah yang kurang yang memiliki ventilasi buruk dibanding
dengan kondisi rumah dalam kelembaban yang penduduk berventilasi memenuhi persyaratan
tidak memenuhi syarat, akan menyebabkan kesehatan. Meski secara skeptikal, bisa saja
bakteri akan mudah berkembang biak dan terdapat bias karena sebab lain, misalnya
viabilitas yang lebih lama. Kelembaban dalam kemiskinan. Ventilasi secara teoritis bermanfaat
rumah akan jadi mempermudah untuk untuk sirkulais udara dan “pengencer” Kuman
berkembangbiaknya mikroorganisme antara (Achmadi, 2005).
lain bakteri, spiroket, riketsia dan virus. Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi
Mikroorganisme tersebut dapat masuk dalam pergantian udara dalam rumah serta
tubuh melalui udara, selain itu kelembaban mengurangi kelembaban. Keringat manusia
yang tinggi dapat menyebabkan membran juga dikenal mempengaruhi kelembaban.
mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang Semakin banyak manusia dalam satu ruangan,
efektif dalam menghadang mikroorganisme. kelembaban semakin tinggi khususnya karena
Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi uap air baik dari pernapasan maupun keringat.
media yang baik untuk tumbuh dan Kelembaban dalam ruangan tertutup dimana
berkembangbiaknya bakteri-bakteri pathogen banyak manusia didalamnya lebih tinggi
termasuk kuman tuberkulosis. Aminah (2010) dibanding kelembaban di luar ruang. Ventilasi
menunjukan kelembaban rumah yang tidak mempengaruhi proses dilusi udara, juga dengan
memenuhi syarat 32,5% pada penderita TB di kata lain mengencerkan konsentrasi kuma TB
kecamatan Kedaton. dan kuman lain, terbawa keluar dan mati
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan terkena sinar ultra violet.
Mulyadi (2003) meneliti di kota Bogor, Seluruh responden kasus dan kontrol
penghuni rumah mempunyai kelembaban lebih pada penelitian ini memiliki ventilasi rumah
besar dari 60% berisiko terkena TB 10,7 kali yang tidak memenuhi syarat, kondisi lantai
dibanding penduduk yang tinggal pada rumah terbuat dari tanah sehingga perlu adanya
perumahan yang memiliki kelembaban lebih penyuluhan oleh petugas kesehatan Puskesmas
Wonosobo tentang syarat rumah sehat dan Kecamatan Kedaton Kota Bandar
penyakit TB kepada masyarakat di Kecamatan Lampung. Tanjung Karang
Wonosobo. Dengan penyuluhan tersebut
diharapkan masyarakat di Kecamatan 4. Departemen Kesehatan RI. 2007.
Wonosobo mengetahui informasi bagaimana Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis
syarat rumah sehat dan informasi tentang Panduan Bagi Petugas Laboratorium.
penyakit TB diantaranya penyebab, diagnosa, Jakarta. Depkes RI. 41 halaman.
penularan, pencegahan penularan, pengobatan
dan sebagainya. Apabila masyarakat 5. Departemen Kesehatan RI. 2008.
mengetahui tentang syarat rumah sehat dan Pedoman National Penanggulangan
penyakit TB, maka diharapkan kejadian kasus Tuberkulosis. Jakarta. Depkes RI. 121
TB dapat dicegah penularannya dan halaman.
mengurangi penyebaran kasus TB BTA positif
paru BTA positif di Kecamatan Wonosobo. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus.
2012. Profil Kesehatan Kabupaten
Tanggamus. Tanggamus. Dinkes
Kesimpulan Tanggamus.
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil 7. Dzen, Sjokoer M: et all (eds). 2003.
penelitian ini adalah ada hubungan yang Bakteriologi Medik. Malang. Bayu Media
bermakna antara tingkat pengetahuan (p value Publishing.
=0,015, OR=3,833), lantai rumah (p value
=0,012, OR=5,250), kelembaban (p value 8. Kemenkes. 2012. TBC Masalah
=0,017, OR=5,636) dengan kejadian kasus TB Kesehatan Dunia. diunduh dari
BTA positif. Tetapi variabel perilaku merokok (http://www.depkes.go.id/index.php/berit
(p value =0,330), dan kondisi sosial ekonomi a/press-release/1444-TBC-masalah-
(p value =0,153) tidak ada hubungan yang kesehatan-dunia.html/ (2 Januari 2013)
bermakna dengan kejadian kasus TB BTA
positif. Variabel ventilasi rumah tidak ada yang 9. Kemenkes. 2011. Profil Data Kesehatan
memenuhi syarat Kepmenkes Indonesia Tahun 2011. Jakarta.
No.829/Menkes/SK/VII/1999, sehingga data Kemenkes.
tidak diolah dengan Chi square.
Saran yang dapat diberikan untuk 10. Misnadiarly, As. APU. 2006.
mencegah dan mengurangi penyebaran kasus Tuberkulosis dan Mycobacterium Atipik.
TB BTA positif pada masyarakat Kecamatan Jakarta. Dian rakyat.
Wonosobo yaitu perlu melakukan penyuluhan
kesehatan masyarakat secara berkesinambungan 11. Notoatmojdo, Soekidjo. 2010. Ilmu
oleh petugas Puskesmas Wonosobo yang Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan Cipta.
masyarakat tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan TB paru dan syarat rumah 12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
sehat. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan Di Indonesia.
diunduh dari
Daftar Pustaka http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb
.pdf ( 16 Januari 2013)
1. Achmadi, Prof. Dr. Umar Fahmi. 2005.
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. 13. Perkumpulan Pemberantasan
Jakarta. Kompas. 315 halaman. Tuberkulosis Indonesia. 2012. Hubungan
Rokok dan TBC. diunduh dari
2. Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip dasar http://www.ppti.info/2011/06/hubungan-
Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia. 333 rokok-dan-tbc.html ( 16 Januari 2013)
halaman.
14. Puskesmas Wonosobo. 2012. Profil
3. Aminah, Siti. 2012. Faktor-faktor yang Puskemas Wonosobo. Tanggamus.
berpengaruh terhadap kejadian TB-paru Puskesmas Wonosobo.
Usia Diatas 14 Tahun Di Wilayah
15. Rahma, Sri. 2012. Penyebab Penyakit 18. Soejadi, Teddy Bambang; Desy Ari
TBC (Tuberkulosis)penyebab dan Apsari. Suprapto. 2006. Analisis Faktor-
pencegahan. diunduh dari Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
www.berkatherbal.com/2012/07/Penyakit Kasus Tuberculosis Paru. Yogyakarta.
-TBC-Tuberculosis-Penyebab-dan.html Fakultas Kesehatan Mayarakat
(16 Januari 2013) Universitas Ahmad Dahlan.
16. Ridwan, Achmad. 2009. Keterkaitan 19. WHO. 2012. Global Tuberkulosis Report
Tingkat Pendidikan dan Pendapatan 2012. diunduh dari
Masyarakat. diunduh dari http://ridwan- http://who.int/tb/publication/global-
belitung.blogspot.com/2009/10/keterkaita report/gtbr12-main.pdf (11 Maret 2013)
n-tingkat-pendidikan-dan.html (16
Januari 2013)