Anda di halaman 1dari 4

Weekly Report Pertemuan 9 – Ethics in Global Business

Determinan Isu Etika Apple


Oleh: Rizki Fatakhi (1606953423)

Apple merupakan perusahaan pertama di dunia yang memperoleh kapitalisasi pasar senilai
USD 1 triliun1, di mana kesuksesan ini diperoleh melalui brand unggulannya, yaitu iphone.
Namun, di balik kesuksesan tersebut terdapat beberapa kontroversi dan masalah kemanusiaan yang
tidak berhasil diselesaikan hingga saat ini. Lee et al., (2017)2 telah menjelaskan latar belakang
permasalahan isu etika bisnis di Apple, yang secara umum menjelaskan isu ketidakpantasan
supplier Apple di China dalam memperlakukan karyawannya.
Beberapa upaya sudah dilakukan oleh Apple untuk berusaha menanggulangi permasalahan
ini, namun isu tersebut masih terjadi. Isu etika bisnis yang sudah dipublikasi di media masa ini
juga nampaknya tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja bisnis Apple, termasuk dari
keberhasilan Apple meraih kapitalisasi pasar terbesar di dunia. Bahkan, pasar Apple di China juga
termasuk kontribusi terbesar dalam penjualan produk Apple yang dapat dilihat pada grafik 1,
seakan-akan masyarakat China juga tidak terpengaruh terhadap berita negatif Apple. Weekly
report ini akan meneliti lebih lanjut sebab utama (diagnosis) isu etika bisnis Apple merujuk pada
teori Hill et al., (2016)3, serta faktor pendukung yang mempengaruhi masalah utama tersebut
berdasarkan analisis Clarke dan Boersama (2017)4.

Sebab Utama Isu Etika Bisnis Apple: Ekspektasi Kinerja yang Tidak Realistis
Hill et al., (2016) menjelaskan bahwa isu etika dapat muncul disebabkan oleh 5 hal, di
mana salah satunya adalah ekspektasi kinerja yang tidak realistis. Tekanan pada suatu mitra bisnis
(baik anak perusahaan maupun mitra bisnis lain) untuk mencapai target bisnis yang sangat sulit
dicapai membuat mitra bisnis tersebut melakukan tindakan tidak beretika. Hal ini terjadi pada
supplier Apple, yaitu Foxconn dan Pegatron. Apple berusaha menekan biaya manufaktur untuk
dapat bersaing di bawah tekanan pasar, dan melimpahkan tekanan tersebut kepada Foxconn dan

1
Apple becomes world’s first trillion-dollar company, The Guardian, 8 Aug 2018
2
Apple and its suppliers: corporate social responsibility, Ivey Publishing, Harvard Business Review, 22 Mar 2016
3
Hill, Charles W.L, Chou-Hou Wee dan Krishna Udayasankar. (2016). International Business, 2nd Edition Mc Graw
Hill. (HWU)
4
Clarke, T., dan Boersama, M. (2017). Journal of Business Ethics Issue 143, hal 111-131, Springer.
Pegatron, di mana Foxconn dan Pegatron bersedia hanya memperoleh margin masing-masing
sebesar 1,7% dan 0,8% (Lee et al., 2017). Jika mereka tidak berhasil mencapai target margin
tersebut, Apple mungkin saja akan beralih kepada supplier lain. Tekanan untuk memperoleh
margin tersebut akhirnya membuat Foxconn dan Pegatron untuk melakukan tindakan tidak etis,
yaitu dengan mengurangi standar kesenjangan karyawan, menekan upah minimum, serta jam kerja
yang berlebihan. Seharusnya hal ini dapat dimitigasi apabila pemerintah dan stakeholders lainnya
(baik pelanggan maupun pemegang saham) melakukan intervensi, namun hal tidak dilakukan,
sehingga memberikan peluang kepada Foxconn dan Pegatron dalam melakukan tindakan tidak etis
(Clarke dan Boersama, 2017).

Sebab Pendukung 1: Standar Kesenjangan Pegawai dan Upah yang Minim di China
Clarke dan Boersama, (2017) menjelaskan bahwa standar kesenjangan pegawai serta upah
minimum di China sangat rendah. Pada dasarnya, pemerintah di China memiliki hak untuk
mengamandemen standar tersebut, namun hal tersebut juga tidak dilakukan oleh pemerintah
China. Selain itu, serikat buruh serta demonstrasi juga dilarang untuk didirikan di China, karena
pemerintah China beranggapan bahwa hal-hal tersebut dapat memicu revolusi di negara mereka.
Penegakkan hukum yang lemah pada standar kesenjangan pekerja ini memberikan peluang kepada
pelaku bisnis untuk melakukan tindakan tidak etis kepada pekerja di perusahaan mereka, termasuk
yang terjadi pada Foxconn dan Pegatron.

Sebab Pendukung 2: Kurangnya Tekanan dari Pelanggan dan Pemegang Saham


Adanya tekanan dari pelanggan dan pemegang saham membuat Apple menerbitkan Apple
Supplier Responsibility Report. Namun, tindakan tegas dari pelanggaran isu etika ini tidak
ditemukan hingga saat ini, sehingga tekanan tersebut masih dianggap kurang. Hal ini dapat terlihat
dari market share yang masih menjadi market leader di USA (grafik 2), bahkan pasar di China
sendiri juga merupakan kontributor penjualan nomor 3 (grafik 1). Tekanan yang lebih kuat
mungkin dapat diberikan oleh pemegang saham, seperti dengan memberhentikan kontrak dengan
supplier atau memberhintikan manajemen puncak jika isu tidak etis ini masih berlanjut tanpa
adanya perubahan signifikan. Namun, investor juga terlihat tidak terlalu peduli dengan situasi di
Apple, terlihat pada kapitalisasi Apple yang selalu meningkat, bahkan menjadi perusahaan pertama
yang meraih kapitalisasi USD 1 triliun.
Tindak Lanjut
Apple untuk saat ini mungkin tidak akan terkena dampak dari tindakan tidak etis yang
dilakukan oleh supplier-nya, didukung oleh pemerintah yang pasif dalam menegakkan keadilan
bagi pekerja serta tekanan yang lemah dari pelanggan dan pemegang saham. Namun, tindakan
CSR tidak harus selalu dilakukan mengikuti aturan yang berlaku, dapat dilakukan secara
voluntary. Jika Apple melakukan CSR lebih baik lagi, hal ini dapat meningkatkan valuasi pasar
Apple lebih tinggi lagi dari saat ini, sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Torugsa et al., (2013)5
serta Chen dan Wang (2011)6 yang menunjukkan bahwa kegiatan CSR yang lebih tinggi dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Grafik 1: Apple Quarterly Revenue Share by Region

Sumber: Business Intellegence (2017)

5
Torugsa, N. A., O’Donohue, W., Hecker, R. (2013). Proactive CSR: An Empirical Analysis of the Role of its
Economic, Social, and Environmental Dimensions on the Association between Capabilities and Performance.
Journal of Business Ethics Issue 2 hal 383-402
6
Chen H., dan Wang, X. (2011). Corporate Social Responsibility and Corporate Financial Performance in China: An
Empirical Research from Chinese Firms. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society
Issue 11 hal 361-370
Grafik 2: Apple Market Share USA January 2018

Sumber: vertoanalytics

Anda mungkin juga menyukai