LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 57 tahun
Alamat : Welahan, Jepara
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
No.RM : 048XXX
Tgl. Masuk RS : 24 Maret 2018
Pembiayaan : BPJS
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 24
Maret 2018 pukul 10.00 WIB di Bangsal MS RS PKU Muhammadiyah
Mayong.
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PKU Mayong diantar keluarganya
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas sudah dirasakan pasien sejak 1
minggu yanga lalu. Awalnya sesak dirasakan pada saat pasien melakukan
aktivitas berat seperti naik tangga tetapi membaik saat istirahat tetapi
semakin lama sesak yang dirasakan semakin berat sampai mengganggu
aktivitas bahkan saat pasien istirahat atau tidur dengan bantal tinggi seperti
yang dilakukannya sehari-hari tetap terasa sesak. Pasien mengatakan rasa
sesaknya seperti tercekik dan kadang dadanya ikut nyeri. Pasien juga
mengeluhkan dada bagian kirinya terasa ampeg sejak tadi pagi. Keluhan
lainya seperti batuk, pusing, lemas, tidak nafsu makan dan keluar keringat
1
dingin. Karena kesulitan bernafas dan nyeri dada inilah akhirnya keluarga
memutuskan untuk membawa pasien berobat ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat HT : disangkal
- Riwayat DM : diakui (2 tahun yang lalu)
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat sakit asma : disangkal
- Riwayat opname : diakui (2 tahun yang lalu karena kecelakan)
- Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Keluarga
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat Pribadi
Pasien tidak pernah berolah raga, pasien tidak merokok dan tidak minum
minuman beralkohol.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anak-anaknya. Pasien seorang ibu rumah tangga.
Anak-anak pasien bekerja membuat batu bata. Biaya kesehatan ditanggung
BPJS. Kesan keadaan sosial ekonomi pasien kurang.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sesak nafas
2. Kesadaran : compos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
2
b. Nadi : 115 kali/menit
c. Pernafasan : 38 kali/menit
d. Suhu : 36,7 ºC
e. SpO2 : 97%
5. Status Gizi
a. Tinggi badan : 155 cm
b. Berat badan : 48 kg
c. IMT : 19 kg/m2
d. Status gizi : normal
6. Status Generalis
a. Kepala
Bentuk oval, simetris, warna rambut putih, tanda trauma (-).
b. Mata
Eksophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-),
konjunctiva palpebra anemis (+/+), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+).
c. Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang
dalam perabaan baik, mukosa hiperemis (-/-), epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (+/+).
d. Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, sekret (-/-), serumen (+/+).
e. Mulut
Bibir sianosis (-), bibir kering (-).
f. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
otot bantu nafas (-)
g. Thorax
Paru
Dextra Sinistra
Paru Depan
3
Inspeksi Diameter lateral>antero Diameter lateral>antero
posterior posterior
Hemithorax simetris statis Hemithorax simetris statis
dinamis. Retraksi (-) dinamis. Retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus kanan = kiri Stem fremitus kanan = kiri
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran SIC (-) Pelebaran SIC (-)
Arcus costa normal Arcus costa normal
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), Suara dasar paru vesikuler (+),
wheezing (-), ronkhi basah wheezing (-), ronkhi basah
halus (+) halus (+)
Paru Belakang
Palpasi Stem fremitus kanan = kiri Stem fremitus kanan = kiri
Hemithorax simetris Hemithorax simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran SIC (-) Pelebaran SIC (-)
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), Suara dasar paru vesikuler (+),
wheezing (-),ronkhi basah wheezing (-),ronkhi basah
halus (+) halus (+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea mid clavicula sinistra dan
kuat angkat. Pulsus parasternal (-). Sternal lift (-). Pulsus epigastrium
(-). Thrill (-)
Perkusi :
Batas kanan atas jantung : ICS II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah jantung : ICS VI linea midclavicula dextra
Batas atas jantung : ICS II parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
4
Batas kiri bawah jantung : ICS VII 2 cm lateral linea media
clavicularis sinistra
Kesan: batas jantung melebar ke lateral
Auskultasi: Bunyi jantung I & II murni, bising jantung (-), gallop (-),
pericardial friction rub (-).
h. Abdomen
Inspeksi : Datar (-), warna kulit sama dengan sekitar (+)
Auskultasi: Bising usus (+) N, bruit hepar (-), metalic sound (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen (+), pekak sisi (-) N
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-) dan splenomegali
(-), ginjal tidak teraba
i. Extremitas
Extremitas Superior Extremitas Inferior
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2’ < 2’
Akral dingin +/+ +/+
Tremor -/- -/-
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Tgl 24-03-2018)
Parameter Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
- Hb 9,3 (L) 12 - 16 g/dl
- Leukosit 10.000 4.500 - 11.000 /ul
- Trombosit 569.000 (H) 150.000 - 400.000 /mm3
- Eritrosit 3,32 (L) 4,0 – 5,1 jt/uL
- Hematokrit 29,6 (L) 37 – 43 %
- MCV 89,3 82 – 95 fl
- MCH 28,0 27 – 31 pg
- MCHC 31,4 (L) 32 – 37 g/dL
5
Diff Count
- Eosinofil 0 1–3%
- Basofil 0 0–1%
- Neutrofil Batang 0 2–6%
- Neutrofil Segmen 72 50 – 70 %
- Limfosit 21 20 – 40 %
- Monosit 7 2 –10 %
Kimia Klinik
- Glukosa sewaktu 144 70-150 mg/dl
- SGOT 16 20,00-60,00 mg/dl
- SGPT 24 20,00-60,00 mg/dl
6
3. Pemeriksaan Radiologi (Tgl 24-3-2018)
D. DAFTAR ABNOMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Sesak nafas 8. KU sesak nafas 15. Hb 9,3 ()
2. Pusing 9. Takikardi 16. Trombosit 569000 ()
3. Lemas 10. Takipneu 17. Ht 29,6 ()
4. Batuk 11. Nafas cuping hidung 18. SGOT 16 ()
5. Keringat dingin 12. RBH 19. Ro Thorax :
6. Anoreksia 13. kardiomegali kardiomegali dengan
7. Riwayat DM 14. Akral dingin oedem pulmonum
20. EKG sinus takikardi
E. DIAGNOSIS
CHF NYHA IV, anemia normokromik normositer
F. INITIAL PLAN
Diagnosis : CHF NYHA IV, anemia normositik normokromik,
Initial plan
a. Ip Dx : Pemeriksaan elektrolit
7
b. Ip Tx
- Posisi setengah duduk
- O2 2-4 L/menit
- Inf RL 12 tpm
- Diuretik kuat : Furosemide 1 amp/ 12 jam
- ACE inhibitor : Captopril 6,25 mg tiap 8 jam p.o
- Beta Bloker : propanolol 10 mg tiap 8 jam p.o
- Spironolakton 50 mg tiap 24 jam p.o
- ISDN 1 tab 10 mg tiap 8 jam p.o
- Metformin 500 mg tiap 8 jam p.o
c. Ip Mx
- Keadaan umum, tanda-tanda vital, ureum, kreatinin, EKG
d. Ip Ex
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit, pengobatan, komplikasi yang mungkin timbul baik
komplikasi akut maupun kronik, pencegahan berulangnya komplikasi,
serta intervensi gaya hidup, seperti :
- Diet rendah garam 1g (seperempat sendok teh)
- Pemenuhan cairan ± 1 liter/ hari
- Berhenti merokok dan alcohol
- Aktivitas fisik rutin misal berjalan kaki 3-5 kali/minggu 20-30
menit
- Istirahat/ tirah baring.
G. Prognosis
- Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
- Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
- Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
I. PENDAHULUAN
II. DEFINISI
9
ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah
relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit
menjadi gagal jantung. 1
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
10
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa
disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
II1. ETIOLOGI
11
kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal
jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia,
infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. 1
IV. PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard,
maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai
akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan
bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena
jugularis. 5,6,7
12
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan
peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya
rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung
dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi
kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai
dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin
akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6
13
Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik pada gagal jantung. 8
14
Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8
3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
15
Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon
terhadap hemodinamik berlebih. 8
V. MANIFESTASI KLINIK
16
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara
individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada
derajat penyakit.1, 4, 9
17
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang
terjadi akibat distensi vena.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-
vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat
peregangan kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia
(diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema
anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran
vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat
mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.
VI. DIAGNOSIS
18
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2, 10
Kriteria Diagnosis : 11
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9
Kriteria Major :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1
19
NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri
dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.
NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
b. Pemeriksaan Penunjang
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q
20
wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan
vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab
nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada
LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler
juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan
penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis
komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold
standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload.
Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai
21
akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%),
fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara
bermakna (<30-40%). 11
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi : 14
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan
profesi yang masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya.
22
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker,
vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan
anti-aritmia. 14, 15
23
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 –
2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah
baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian
heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.
24
Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium,
gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13
25
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat
juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru.
Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
13
26
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan /
atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan
tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka
inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan
darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah
dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata >
65 mmHg. 13
27
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90
mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30
menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt.
Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13
28
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik. 13
VIII. PROGNOSA
29
DAFTAR PUSTAKA
30
13. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with
heart failure. A statement for healthcare professionals from The
Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation
Circulation 2000.
31