Anda di halaman 1dari 14

Bab 1

1. Pengertian tasawuf secara terminologi


Para ahli berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian tasawuf. Berikut ini pendapat
mereka ;
a. Ma’ruf Al-Karkhi (w. 200 H)
“tasawuf menekankan hal-hal yang hakiki dan mengabaikan segala apa yang ada pada
makhluk.barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, berarti belum
bersungguh-sungguh dalam bertasawuf”.
b. Abu Hamzah
“ tanda sufi yang benar adalah berpikir setelah ia kaya, merendahkan diri setelah ia
bermegah-megah, dan menyembunyikan diri setelah ia terkenal. Sementra itu, tanda
sufi yang palsu adalah kaya setelah ia berpikir, bermegah-megah setelah ia
merendahkan diri, dan tersohor setelah ia bersembunyi”.
c. Al-Junaidi
“tasawuf ialah membersihkan hati dari yang menganggu perasaan, berjuang
menanggalkan pengarus insting, memadamkankelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu,
mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu ilmu hakikat, memakai
barang yang penting dan lebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua manusia,
memegang teguh dengan Allah dalam hakikat, serta mengikuti contoh rasulullah dalam
hal syariat”.
d. Syaikh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah At-Tustari
“sufi ialahorang yang bersih dari kotoran, penuh pemikiran, dan hanya memusatkan
semata-mata pada Allah. Baginya, antara harta benda dan tanah liat bernilai sama”.
2. Pengertian tasawuf secara etimologi
Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari bahas arab, yaitu
tashawwafa,yatashawwafu,tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya.
Ada yang mengatakan shuf (bulu domba),shaff (barisan),shafa(jernih), dan shuffah (serambi
Mesjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian Sahabat Rasulullah).
Pemikiran masing-masing pihak itu dilatar belakangi oleh fenomena yang ada pada
diri para sufi. Secra etimologi, pengertian tasawuf dapat dimaknai menjadi beberapa
macam, yaitu sebagai berikut:
1. Tasawuf bersal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang berarti
sekelompok orang di masa rasulullah yang banyak berdiam di serambi-serambi masjid
dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada allah. Mereka adalah
orang-orang yang ikut pindah dengan rasulullah dari mekah ke madinah, kehilangan
harta, berada dalam keadaan miskin, dan tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di
mesjid rasulullah dan duduk di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai
bantal. Pelana disebut shuffah dan kata sofa dalam bahasa-bahasa di eropa berasal dari
kata ini.
2. Tasawuf berasal dari kata shafah’ yang artinya suci. Kata shafa’ ini berbentuk fi’il mabni
majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah yang berarti sebagai
nama bagi orang-orang yang bersih atau suci. Jadi, maksudnya adalah –mereka itu
menyucikan dirinya di hadapan Tuhan melalui latihan yang berat dan lama.
3. Tasawuf berasal dari kata shaff. Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-orang yang
ketika shalat selalu berada di shaf (barisan) terdepan. Sebagaimana halnya shalat di shaf
pertama mendapatkan kemuliaan dan pahala, maka orang-orang penganut tasawuf ini
dimuliakan dan diberi pahala oleh Allah.

Dasar –dasar tasawuf dalam Al-qur’an

Terdapat dasar-dasar naqli dari tasawuf. Landasan naqli adalah landasan Alquran dan hadis. Hal ini
penting karena kedua landasan itu merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dijadikan pegangan
oleh umat islam.

Pada awal pembentukannya tasawuf adlah akhlak, sedangkan moral keagamaan ini banyak diatur
dalam Alquran dan sunnah, sumber pertama adalah ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf ditimba dari
Alquran,sunnah,dan amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu
saja tidak keluar dari ruang lingkup Alquran dan sunnah. Oleh karena itu, dua sumber utama tasawuf
adalah Qlquran dan sunnah.

Menurut Ath-thusi,para sufi secara khusus lebih menaruh perhatian terhadap moral luhur serta sifat
dan amalan utama. Hal ini demi mengikuti Rasulullah, para sahabar, serta orang-orang setelah
beliau. Menurut Ath-Thusi, semua ilmunya dapat dijajaki dalam kitab Allah, yaitu Alquran.

Alquran merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung pesan-pesan ajaran islam; baik Akidah,
syariat, maupun akhlak. Ketga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub
dalam Alquran. Ayat –ayat Alquran itu di satu sisi ada yang perlu dipahami secara konteksual-
rohaniah. Jika dipahami secara lahiriah saja, ayat-ayat Alquran akan terasa kaku, kurang dinamis, dan
tidak mustahil akan di temukan persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis.

Ajaran islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman
terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur
kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Alquran dan
sunnah,serta praktik kehidupan rasulullah dan para sahabatnya.Alquran antara lain berbicara
tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan tuhannya.

- Dasar- dasar tasawuf dalam hadis


Jika kita melihat dengan seksama akan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad Saw
beserta para sahabat beliau yang telah mendapatkan keridhaan Allah, maka akan ditemukan
sikap kezuhudan dan ketawadhu’an yang terpadu dengan ibadah-ibadah baik wajib maupun
sunnah bahkan secara individu Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan shalat lail hingga
lutut beliau memar akibat kebanyakan berdiri, ruku’ dan sujud di setiap malam dan beliau
Saw tidak pernah meninggalkan amalan tersebut hingga akhir hayat beliau Saw, hal ini
dilakukan oleh beliau Saw karena kecintaan beliau kepada sang penggenggam jiwa dan alam
semesta yang mencintainya Dia-lah Allah yang cinta-Nya tidak pernah terputus kepada
orang-orang yang mencintai-Nya.
Uaraian tentang hadis fi’liyah di atas merupakan salah satu bentuk kesufian yang dijadikan
landasan oleh kaum sufi dalam menjalankan pahamnya.
Selain itu terdapat pula hadis-hadis qauliyah yang menjadi bagian dari dasar-dasar ajaran
tasawuf dalam Islam, diantara hadis-hadis tersebut adalah:
ْ‫عملت ه ْههْأ َ َحبَّني‬
َ ْ‫ع َملْْإذَاْأَنَا‬ َ ْ‫علَى‬ َ ْ‫ّللاْ هدلَّني‬ َّْ ْ‫ل‬َْ ‫سو‬‫لْيَاْ َر ه‬ َْ ‫سلَّ َْمْ َر هجلْْفَقَا‬ َ ‫علَيهْْ َو‬ َّْ ْ‫صلَّى‬
َ ْ‫ّللاه‬ َ ْ‫ي‬ َّْ ‫لْأَت َىْالنَّب‬
َْ ‫سعدْْالسَّاعديْْقَا‬ َ ْْ‫سهلْْبن‬ َ ْْ‫عن‬
َ
َّ َ
َْ‫ّللاهْ َوازهَدْْفي َماْفيْأيديْالناسْْيهحبُّوك‬ َّْ َْْ‫سل َْمْازهَدْْفيْالدُّنيَاْيهحبَّك‬ َّ َ
َ ‫عليهْْ َو‬َ ْ‫ّللاه‬
َّْ ْ‫صلى‬َّ َ ْ‫ّللا‬
َّْ ْ‫ل‬ ْ‫لْ َرسهو ه‬َْ ‫اسْفَقَا‬ َّ َ
ْ‫ّللاهْ َوأ َحبَّنيْالن ه‬
َّْ
Artinya:
Dari sahabat Sahal bin Saad as-Sa’idy beliau berkata: datang seseorang kepada Rasulullah
Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah ! tunjukkanlah kepadaku sutu amalan, jika aku
mengerjakannya maka Allah akan mencintaiku dan juga manusia’, Rasulullah Saw bersabda:
“berlaku zuhudalah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah
kamu atas segala apa yang dimiliki oleh manusia, maka mereka (manusia) akan
mencintaimu”.[1]
َْ َ‫علَيهْْأَم َرْههْ َو َجع‬
ْ‫لْفَق َرْهه‬ َّْ َْْ‫لْ َمنْْكَانَتْْالدُّن َياْ َه َّم ْه هْفَ َّرق‬
َ ْ‫ّللاه‬ ْ‫سلَّ َْمْ َيقهو ه‬َ ‫علَيهْْ َو‬ َّْ ْ‫صلَّى‬
َ ْ‫ّللاه‬ َ ْ‫ّللا‬َّْ ْ‫ل‬ َْ ‫سمعتهْْ َرسهو‬ َ ْ:ْ‫عنْزَ ي هْدْبنهْْثَابتْقال‬ َ
ْ‫ي‬ َ
َْ ‫لْغنَاْههْفيْقَلبهْْ َوأت َت ْههْالدُّنيَاْ َوه‬ َ
َْ َ‫ّللاهْلَ ْه هْأم َرْههْ َو َجع‬
َّْ ْ‫بْلَ ْه هْ َو َمنْْكَانَتْْاْلخ َرْة هْنيَّت َ ْههْ َج َم َْع‬ َْ ‫ّلْ َماْكهت‬ َّْ ‫عينَيهْْ َولَمْْيَأتهْْمنْْالدُّنيَاْإ‬
َ َْْ‫بَين‬
ْ‫َراغ َمة‬
Artinya:
Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata : Aku mendengarkan Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan berlepas diri dari
segala urusannya dan tidaklah ia mendapatkan dari dunia sesuatu apapun keculi apa yang
telah di tetapkan baginya. Dan barang siapa yang sangat menjadikan akhirat sebaga
tujuannya, maka Allah akan mengumpulkan seluruh harta kekayaan baginya, dan
menjadikan kekayaan itu dalam hatinya, serta mendapatkan dunia sedang ia dalam keadaan
tertindas”.[2]
Hadis pertama menunjukkan perintah untuk senantiasa berlaku zuhud di dunia, sementara
hadis kedua menjelaskan akan tercelanya kehidupan yang bertujuan berorientasi keduniaan
belaka, dan mulianya kehidupan yang berorientasi akhirat. Kedua hadis tersebut
menjelaskan kemuliaan orang-orang yang hanya menjadikan Allah sebagai tujuan utama
dalam hidupnya dan merasa cukup atas segala yang Allah telah karunianakan kepadanya.
Selain dari kedua hadis di atas terdapat pula banyak hadis yang memberikan wasiat kepada
orang-orang mu’min agar tidak bertumpu pada kehidupan dunia semata, dan hendaklah ia
senantiasa memangkas segala angan-angan keduniaan, serta tidak mematrikan dalam
dirinya untuk hidup kekal di dunia dan tidak pula berusaha untuk memperkaya diri di
dalamnya kecuali sesuai dengan apa yang ia butuhkan, oleh karena itu Rasulullah Saw
berwasiat kepada Abdullah bin Umar sambil menepuk pundaknya dan bersabda:
‫سبيل‬َ ْ‫عاب هْر‬ َ ْْ‫هكنْْفيْالدُّنيَاْ َكأَنَّكَْْغَريبْْأَو‬
Artinya:
“Hiduplah kamu di dunia seolah-seolah kamu adalh orang asing atau seorang musafir”[3]
Selain tiga hadis di atas masih terdapat banyak hadis lainnya yang menjadi landasan
munculnya tasawuf atau sufisme.
Dari keterangan-keterangan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadis di atas menunjukkan
bahwa ajaran tasawuf yang menjadi landasan utamanya adalah kezuhudan terhadap dunia
demi mencapai tingkatan atau maqam tertinggi di sisi Allah yaitu ketika seseorang
menjadikan dunia sebagai persinggahan sementara dan menjadikan rahmat, ridha, dan
kecintaan Allah sebagai tujuan akhir.

- Pembagian tasawuf
Secara keseluruhan, ilmu tasawuf dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tasawuf ilmi atau
tasawuf Nazhari yang bersifat teoritis. Tasawuf dalam bagian ini adalah sejarah lahir tasawuf
dan perkembangannya hingga menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Termasuk didalamnya
adalah teori-teori tasawuf menurut berbagai tokoh tasawuf dn tokoh luar tasawuf yang
berwujud ungkapan sistematis dan filosofi.
Selanjutnya, tasawuf amali atau tasawuf Tathbiqi sebagai ajaran tasawuf yang bersifat
praktis. Orang yang menjalankan ajaran tasawuf ini akan mendapat keseimbangan dalam
hidupnya, antara material dan spiritual juga dunia dan akhirat.
Sementara itu, ada juga yang membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yaitu tasawuf akhlaki,
tasawuf Amali, dan tasawuf Falsafi. Perlu dipahami bahwa pembagian ini hanya dalam kajian
akademik. Ketiganya tidak dapat dipisahkan secara dikotomik sebab karena praktik ketiga
bagian itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang laiinya. Misalnya, pendalaman dan
pengalaman aspek batin adalah yang paling utama dengan tanpa mengabaikan aspek
lahiriah yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa. Kebersihan jiwa dimaksud adalah
hasil perjuangan (mujahadah) yang tak henti sebagai cara perilaku perorangan yang terbaik
dalam mengontrol diri pribadi. Dan pencapaian kesempurnaan serta kesucian jiwa, tidak lain
harus melalui pendidikan dan latihan mental (riyadhah) yang diformulasikan dalam bentuk
pengaturan sikap mental yang benar dan pendisiplinan tingkah laku yang tepat.

Bab 2
- Tujuan tasawuf
Pertama, tasawuf yang bertujuan pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan
kestabilan jiwa yang berkesetinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu
sehingga manusia konsisten kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini
pada umumnya bersifat praktif.
Kedua, tasawuf yang bertujuan ma’rifatullah melalui penyingkapan ]langsung atau metode
kasyf al-hijab.tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus
yang duformulasikan secara sistematis-analistis.
Ketiga, tasawuf ini bertujuan membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri
kepada Allah secara mistisfilosofis, pengkajian garis hubungan antara tuhan dan makhluk –
terutama hubungan manusia dengan tuhan da apa arti dekat dengannya.
- Manfaat tasawuf
1. Membersihkan hati dalam berinteraksi dengan Allah
2. Membersihkan diri dari pengaruh materi
3. Menerangi jiwa dari kegelapan
4. Memperteguh dan menyuburkan keyakinan agama
5. Mempertinggi akhlak manusia.

Bab 3

- sejarah timbulnya tasawuf


menurut ibnu Al-jauzi dan ibnu Khaldun, secara garis besar kehidupan kerohanian dalam
islam terbagi menjadi 2, yaitu zuhud dan Tasawuf. Diakui bahwa keduanya merupakan istilah
baru, sebab belum ada pada masa Rasulullah Muhammad SAW dan tidak terdapat dalam
Alquran, kecuali zuhud yang disebut sekali dalam surah Yusuf (12) ayat 20.
Term tasawuf dikenal secara luas di kawasan islam sejak penghujung abad II hijriah, sebagai
perkembangan lanjut dari keshalehan asketis atau para zahid yang mengelompok di serambi
masjid madinah. Dalam perjalan kehidapan, kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk
beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan
duniawi. Pola hidup keshalehan yang demikian merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang
kemudian berkembang pesat dalam masyarakat islam. Sebenarnya cikal bakal munculnya
tasawuf bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan islam itu sendiri, sebagai
suatu agama dengan perilaku hidup sederhana yang dicontohkan rasulullah sebagai
sumbernya.
- Kehidupan rasulullah sebagai sumber tasawuf
Tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya agama
islam, sejak zaman rasulullah muhammad SAW bahkan sebelum beliau diangkat menjadi
rasul. Kehidupan beliau sudah mencerminkan ciri dan perilaku kehidupan sufi. Hal itu dapat
dilihat dari kehidupan sehari-harinya yang sangat sederhana, di samping mengabiskan waktu
untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada allah.
Tasawuf pada masa rasulullah adalah sifat umum yang terdapat pada hampir semua sahabat
beliau. Dengan cara seperti ini, sedikit demi sedikit lahirlah filsafat ibadah dan penyelidikan-
penyelidikan secara mendalam. Bersamaan dengan itu pula lahirlah mazhab-mazhab
rohaniah yang mendalam dan semuanya termasuk dalam perilaku tasawuf.
- Faktor-faktor lahirnnya tasawuf
1. Faktor ajaran islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya Alquran dan
sunnah.
2. Reaksi keharmonian kaum muslim terhadap sistem sosial-politik dan ekonomi di
kalangan umat islam sendiri, yaitu ketika islam telah tersebar ke berbagai negara sudah
tentu membawa konsekuensi tertentu, seperti terbuka kemungkinan kemakmuran di
satu pihak, dan pihak lain terjadinya pertikaian politik internal umat islam yang
menyebabkan perang saudara antara ali bin thalib dan mu’awiyah, bermula dari al-
fitnah al-kubra yang menimpa khalifah utsman bin Affan.
3. Kependetaan (rabaniyyah) agama nisrani sebagai konsekuensi agama yang lahir sebelum
islam.
4. Reaksi terhadap fiqih dan ilmu kalam.

- Unsur arab

Untuk melihat bagaimana tasawuf berasal dari dunia Islam, pelacakan terhadap sejarah
munculnya tasawuf mengingat kehadiran Islam bermula dari daratan arab maka melacak sejarah
perkembangan tasawuf, tidak hanya memperhatikan ketika tasawuf mulai dikaji sebagai ilmu,
melainkan sejak zaman Rasulullah. Memang pada masa Rasulullah dan masa datangnya agama Islam,
istilah tasawuf itu belum ada. Akan tetapi, tidak dapat disangkal lagi bahwa hidup seperti yang
digambarkan dalam kalangan ahli-ahli sufi itu sudah ditemukan, baik pada diri Nabi Muhammad
sendiri maupun pada diri sahabatnya. Sikap zuhud, misalnya, telah banyak ditananamkan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya dalam keseharian beliau.
Kalau dilihat sejarahnya, hidup zuhud telah ada sebelum munculnya Islam di tanah Arab.
Oleh sebab itu untuk melihat sejarah tasawuf, perlu ditinjau perkembangan peradaban Islam sejak
zaman Rasulullah. Hal ini karena pada hakekatnya kehidupan rohani telah ada pada diri beliau sebagai
panutan agama. Kesederhanaan hidup dan upayanya menghindari bentuk kemewahan sudah tumbuh
sejak Islam datang. Ini tergambar dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya yang berada
dalam suasana kesederhanaan. Dengan demikian, pada abad pertama Hijriyah, orang Islam belum
mengenal istilah tasawuf dan yang ada hanyalah benih-benih kezuhudan yang sudah ada sejak dalam
kehidupan Rasulullah SAW.
Sikap-sikap Rasulullah dan para sahabat ini kemudian dipraktekkan pula oleh kaum sufi
berikutnya. Para Tabi’in merupakan perintis dalam usaha sendiri-sendiri untuk mendekatkan diri
kepada Allah tanpa melepaskan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pokok syari’at Islam.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf Dalam Islam
Pertumbuhan Tasawuf Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli Mistik yang
menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya; antara lain terdapat pada
India Kuno yang beragama Hindu maupun Budha. Orang-orang mistik tersebut dinamakan
Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut Al-hukama’ul Uroh oleh penulis Arab. Yang dapat
diartikan sebagai orang-orang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena
ahli-ahli mistik orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.
Selanjutnya dapat dikemukakan beberapa nash yang mengandung ajaran tasawuf yaitu:
1) Nash-nash al-qur’an, antara lain QS; Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya: : “ Hai orang-orang yang
beriman berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya di waktu pagi
dan petang”.
2) Nash-nash hadits yang antara lain artinya berbunyi; ”Bersabda Rasulullah saw: Takutilah firasat
orang-orang mu’min, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk Allah). “ H.R.Bukhari yang
bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudriyyi.

Kehidupan Rasulullah saw yang menggambarkan kehidupan sebagai sufi yang sangat sederhana,
karena beliau menjauhkan dirinya dari kehidupan mewah, yang sebenarnya merupakan amalan zuhud
dalam ajaran Tasawuf.

Bab 4

2. Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam

Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak perkembangan melalui beberapa tahap sejak
pertumbuhannya hingga sekarang. Pada sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis, yaitu terbunuhnya
khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi kekacauan dan kemerosotan akhlak. Akhirnya
para ulama’ dan para sahabat yang masih ada, berpikir dan berikhtiar untuk membangkitkan kembali
ajaran Islam, mengenai hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah yang menjadi awal timbulnya benih
tasawuf ang paling awal.
1. Abad I dan II Hijriyah

Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud. Yaitu ketika sekelompok kaum muslim memusatkan
perhatian dan memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar kepentingan
akhirat. Tokohnya antara lain:

• Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H)

• Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).

2. Abad III dan IV Hijriiyah

Pada abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian
yang pada masa permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan
utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan
pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung
dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi
tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai ( fana fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan mendorong
ke persatuan dengan yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-
orang syariat dan ahli hakikat.

Pada fase ini berdiri lembaga pendididkan yang khusus mengajarkan pendidikan cara hidup sufisik
dalam bentuk tarekat. Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`, ittihad dan hulul.
Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik ( al-
hissiyat). Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masing-
masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ). Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh
manusia yang dipilih. Tokoh-tokohnya adalah:

• Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)

• Al-Junaid

• Al-Sari Al-Saqathi

• Al-Kharraz

• Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)

3. Abad V Hijriyah

Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu
al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai
dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap
fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syari’ah atau tradisi (sunnah)
Nabi dan sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal adalah Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang
lebih dikenal dengan al-Ghzali yang menjadi acuan para tokoh sufi lainnya. Tokoh tasawuf pada fase
ini adalah:
• Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)

• Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)

• Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)

• Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)

• Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)

• Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)

4. Abad VI Hijriyah

Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (
dzauq ) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman –
pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan
dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya
adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan
khayalan. Dalam aliran ini para sufi lebih mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah.
Perhatian mereka sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan. Para
tokohnya antara lain:

• Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560 – 638 H.) dengan
konsep wahdah al-Wujudnya.

• Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.

• Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)

• Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)

Tasawuf sunni

Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan ilmu tasawuf sunni baik secara bahasa maupun secara
istilah.

Secara Bahasa

Ilmu tasawuf berkembang dalam islam sebagaimana ilmu filsafat. Tasawuf sendiri dalam bahasa
Arab berasal dari kata Shufah yang artinya adalah selembar bulu (baca jazirah islam dan sejarah
islam di Arab Saudi). Maksudnya, para sufi atau ahli tasawuf adalah layaknya bulu yang ringan dan
tidak ada apa-apanya dibanding Allah SWT pencipta seluruh alam semesta.
Kata tasawuf juga diyakini berasal dari kata shafah yang artinya bersih dan jernih, dengan kata lain
tasawuf sendiri merupakan bentuk ilmu yang mengedepankan kejernihan dan kebersihan hati serta
akal sehat, selain itu para sufi juga menyeru kepada umat islam lainnya untuk senantiasa menaati
Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini

ْ‫ّلْتهطعْْ َمنْْأَغفَلنَا‬ َْ ‫عن ههمْْتهري هْدْزينَ ْةَْال َح َياةْْالدُّن َياْْ َو‬ َْ ‫سكَْْ َم َْعْالَّذينَْْ َيدعهونَْْ َربَّ ههمْْبالغَ َداةْْ َوال َعشيْْيهريدهونَْْ َوج َه ْههْْ َو‬
َ ْ‫ّلْت َع هْد‬
َ َْْ‫عينَاك‬ َ ‫َواصبرْْنَف‬
ً‫عنْْذكرنَاْ َواتَّبَ َْعْه ََواْههْ َوكَانَْْأَم هرْههْفه هرطا‬ َ ْ‫قَلبَ ْهه‬

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas. (QS Al Kahfi :28)

Secara Istilah

Ada dua aliran utama dalam ilmu tasawuf yakni tasawuf falsafi dan tasawuf sunni. Pengertian
Tasawuf sunni adalah suatu aliran tasawuf yang tidak dicampuri oleh filsafat atau para pelakunya
hanya berusaha mengikuti Alqur’an dan hadits dengan sebaik-baiknya serta membersihkan hati dan
pikiran, dan juga memperbaiki akhlak dan ibadah mereka disisi Allah SWT.

Dengan kata lain para penganut tasawuf sunni cenderung menjauhi hal-hal yang bersiafat keduniaan
seperti jabatan, kekayaan dan hal lain yang bisa menggangu ibadahnya kepada Allah SWT. (baca cara
meningkatkan akhlak terpuji dan akhlak dalam islam)

Sejarah Tasawuf Sunni

Perkembangan ilmu tasawuf khususnya ilmu tasawuf sunni melewati beberapa fase dan tahapan
sebagaimana disebutkan berikut ini.

Awal Abad Hijriyah

Ilmu tasawuf sudah berkembang sejak awal-awal tahun hijriyah. Saat itu para penganut tasawuf
bahkan tidak memperdulikan makanan, pakaian, tempat tinggal dan hal lain yang terkait dengan
dunia dan hanya berfokus pada ibadah dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim saja.

Diantara para penganut tasawuf saat itu antara lain adalah para sahabat dan tabiin seperti halnya
salman Al Farisi, Ammar bin Yasir,Abu dzar Al ghifari dan Hudzaifah bin Al Yaman. Selanjutnya pada
ketiga dan keempat hijriyah, ilmu tasawuf pun berkembang dan pada abad ini tasawuf lebih fokus
pada perbaikan akhlak atau tasawuf akhlak dimana akhlak terpuji menjadi salah satu hal utama yang
harus dimiliki umat muslim.
Abad kelima hijriyah dan seterusnya

Barulah pada abad kelima hijriyah muncul pengaruh ilmu dan budaya bangsa barat terutama
filsafat bangsa Yunani yang mulai mmepengaruhi paham tasawuf dalam agama islam dan
kemudian dikenql dengan istilah tasawuf falsafi. Banyaknya kalangan yang tidak menyetujui
tasawuf falsafi pada abad itu dan akhirnya seorang cendekiawan muslim yakni Al Ghazali
menetapkan dasar atau landasan pokok tasawuf berdasarkan Alqur’an dan sunnah dan yang
selanjutnya dikenal sebagai tasawuf sunni

- Tasawuf di indonesia
Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia

Dari segi Linguistik dapat dipahami bahwa tasawuf merupakan sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan
selalu bersikap bijaksana.[1] Sikap mental yang seperti ini hakikatnya pada akhlak yang mulia
karena hanya dapat dipandang dengan mengaplikasikannya dalam kebijakan mengambil.
Tasawuf juga berperan dalam membersiahkan hati sanubari. Karean tasawuf banyak
berurusan dengan dimensi esoterik (batin).
Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia dan
tasawuf mengalami banyak perkembangan itu ditandai dengan banyaknya berkembang
ajaran tasawuf dan tarikat yang muncul dikalangan masyarakat saat ini yang dibawah oleh
para ulama Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madina kemudian berkembang.
Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peran para sufi dalam
menyebarkan Islam pertama kali di Nusantara. Ia menyebutkan Syekh Abdullah Arif yang
menyebarkan untuk pertama kali di Aceh sekitar abad ke-12 M. Dengan beberapa mubalig
lainya. Menurut Hawash Abdullah kontribusi para sufilah yang sangat memperngaruhi
tumbuh pesatnya perkembangan Islam di Indonesia.[2]
Perlu kita ketahui bahwa sebelum Islam datang, dianut, berkembang dan saat ini
mendominasi (mayoritas) bahwa telah berkembang berbagai faham tentang konsep Tuhan
seperti Animisme, Dinamisme, Budhaisme, Hinduisme. Para mubalig menyebarkan Islam
dengan pendekatan tasawuf. M. Sholihin menerangkan bahwa hamper semua daerah yang
pertama memeluk Islam bersedia menukar kepercayaannya.[3] Karena tertarik pada ajaran
tasawuf yang di ajarkan para mubalig pada saat itu.
Dalam perkembangan tasawuf di Nusantara menurut Azyumadi Azra, tasawuf yang pertama
kali menyebar dan dominan di Nusantara adalah yang bercorak falsafi, yakni tasawuf yang
sangat filosofis dan cendrung spekulatif seperti al-Ittihad (Abu Yazid Al-Bustami), Hulul (Al-
Hallaj), dan Wahda al Wujud (Ibn Arabi). Dominasi tasawuf filsafi terlihat jelas pada kasus
Syekh Siti jenar yang dihukum mati oleh Wali Songo karena dipandang menganut paham
tasawuf yang sesat.[4]
Kemudian pada abad ke-16 kitab-kitab klasik mulai ada dan dipelajari kemudian
diterjemahkan dalam bahasa melayu seperti kitab Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali.
Kemudian muncullah beberapa tokoh tasawuf asli Indonesia seperti Hamzah Fansuri,
Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdul Rauf Singkili, Abdul Somad Al-Palembani, Syekh yusuf Al-
Makassari.

B. Tokoh tasawuf dan karyanya


1. Hamzah Fansuri (w. 1016 H/ 1607 M)
Hamzah Fansuri diakui sebagai seorang pujangga Islam yang sangat populer sezamannya dan
namanya masih menghiasi sejarah kesusastraan melayu. Ia juga adalah ulama dan sufi yang
pertama kali menghasilkan karya tulis tasawuf dan ilmu-ilmu dalam bahasa melayu yang
sangat bagus dan kemudian menjadi bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Tempat Hamzah
Fansuri belum diketahui sampai sekarang, kata “Fansuri” pada namanya diambil dari nama
sebuah daerah di bagian pantai barat Sumatra Utara yang terletak di antara Sibolga dan
Singkel yang orang Arab dikenal dengan kata Fansur.

a) Karya-karya Hamzah Fansuri


Karya-karyanya dalam bentuk syair dan prosa terkumpul dalam beberapa buku yang
terkenal seperti Syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Pungguk, Syair Sidang Faqir, Syair
Ikan Tongkol, dan Syair Perahu. Karyanya dalam kajian ilmiah seperti Asarar Al-Arifin fi Bayan
Ilm As-Suluk wa at-Tauhid, Syarb Al-Asyiqin Al-Muhtadi, Ruba’i Hamzah Al-Fansuri.[5]

b) Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri


Pola pikir Hamzah Fansuri banyak dipengaruhi oleh Ibn Arabi dalam paham wahdat
wujudnya, antara lain: Allah adalah zat yang mutlak dan qadim karena Dia (Allah) sebagai
pencipta, dan bahwa Allah itu bersifat Imanen juga tidak bertempat, Hakikat wujud, wujud
itu hanya kelihatan banyak tetapi hakikatnya hanyalah satu, semua benda yang ada
sebenarnya gambaran dari wujud yang hakiki,Manusia, manusia merupakan tingkat terakhir
dari penjelmaan, tingkat yang paling penting, penjelmaan yang paling penuh dan sempurna.
Manusia adalah pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Kemudian menurut Hamzah
Fansuri adanya kesatuan antara manusia dan Allah.

2. Syekh Abdul Rauf As-Sinkili (1024-1105)


Abdul Rauf As-Sinkili adalah seorang ulama dan mufti besar dari Kerajaan Aceh pada abad
ke-17. Nama lengkapnya Syekh abdul Rauf bin Ali Fansuri.
a) Karya-karya Syekh Abdul Rauf As-Sinkili
Karya-karyanya di antaranya :
1) Mir’at At-Thullab (fiqh Syafi’I bidang mu’amalat)
2) Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian, peradilan, dan pembuktian
3) Umdat Al-Muhtajin (tasawuf)
4) Syams Al-Ma’rifah (tasawuf tentang ma’rifat)
5) Hikayat Al-Muhtajin (tasawuf)
6) Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf)
7) Turjuman Al-Mustafidh (tafsir)

b) Ajaran Tasawufnya

Kesesatan ajaran tasawuf wujudiyyah, sama dengan Nuruddin al-Raniri, yang di anggap sesat
dan penganutnya dianggap murtad, akan tetapi berbeda halnya dalam menanggapinya As-
sinkili menyikapinya dengan lebih bijaksana. Rekonsiliasi antara tasawuf dan syari’at, Dzikir
dapat memperoleh fana’ (wujud Allah), Martabat Wujud Tuhan. Menurutnya, ada tiga
martabat perwujudan Tuhan. Yaitu Ahadiyyah, Wahdah atau Ta’ayyun Awwal dan
Wahdiyyah atau Ta’ayyun Tsani

3. Abdul Somad Al-Palimbani (w. 1203 H/ 1788 M)


Abdul Somad Al-Palimbani adalah Seorang ulama sufi yang lahir di palembang pada abad ke-
18 putra Abd jalil bin Syekh Abdul Wahab bin Syekh Ahmad Al-Mahdani dari Yaman.
a) Karya-karya Abdul Somad Al-Palimbani
Mengenai karya-karyanya antara lain:
1) Hidayat As-Salikin
2) Sair As-Salikin
3) Zahrat Al-Mufid fi Bayan Kalimat At-Tauhid
4) Tuhfat Al-Raghibin fi bayan Haqiqat Iman Al-Mu’minin
5) Nashihat Al-Muslimin wa Tadzkirat Al-Mu’minin fi Fadha’il Al-Jihad fi Sabilillah,
6) Al-Urwat Al-Wutsqa wa Silsilat Uli Al-Ittiqa
7) Ratib Abd Samad Al-Palembani
8) Zad Al-Muttaqin fi Tauhid Rabb Al-Alamin

b) Ajaran Tasawuf al-Palimbani


Tentang nafsu. Menurut al-palimbani ajaran tentang nafsu dari al-Ghazali masih kurang, ia
menambahkan tingkatan menjadi tujuh (amarah, lawwamam, mulhammah, muthma’innah,
radhiyah, mardiyah, dan kamilah). Tentang Martabat Tujuh. Menurutnya ada tujuh, yaitu:
Ahadiyyatul Ahadiyah, al-Wahidah, al-Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam al-Ajsam
dan Alam al-Jami’ah. Tentang Syari’at, ia percaya bahwa Tuhan hanya dapat didekati melalui
keyakinan yang benar pada Keesahan Tuhan yang mutlak dan kepatuhan pada ajaran-ajaran
syari’at. Tentang Ma’rifat, menurutnya mencapai ma’rifat tertinggi tidak hanya bias
memandang Allah secara langsung melalui mata hati akan tetapi juga harus terlibat aktif
dalam arus kehidupan dunia.

4. Syekh Yusuf Al-makassari (1037-1111 H/ 1627-1699)


Seorang tokoh sufi agung yang berasal dari sulawesi. Ia di lahirkan pada tangga 8 syawal
1036 H. atau bersamaan dengan 3 juli 1629 M. dalam salah satu karyanya , ia menulis ujung
nama nya denga bahasa arab ‘ Al Makasari ’.naluri fitrah pribadi syekh yusuf sejak kecil telah
menampakkan diri cinta akan pengetahuan. dalam tempo yang relatif singkat, ia tamat
mempelajari Al Quran 30 juz. Termasuk juga penghafal, ia pempelajari pengetahuan-
pengetahuan lain, seperti ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, maani, badi, balaghah, dan
manthiq. Ia pun belajal pula ilmu fiqih,ilmu usuluddin dan ilmu tasawuf. Ilmu yang terakhir
ini tampak nya lebih serasi pada diri nya
Pada masa syekh yusuf, mamang hampir setiap orang lebih menggemari ilmu tasawuf orang
yang hidup di zaman itu lebih mementingkan mental dan materiel.
Syekh yusuf perna melakukan perjalanan ke yaman. Di yaman, ia menerima tarekat dari
syekhnya yang terkenal yaitu syekh Abdullah Muhammad bagi billah.

a) Ajaran tasawuf syekh yusuf Al-Makasari


Syariat dan hakekat. Syekh yusuf mengungkapkn paradigm sufistiknya bertolak dari asumsi
dasar bahwa ajaran islam meliputi dua aspek: aspek lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat).
Syariat dan hakikat harus di pandang dan di amalkan sebagai suatu kesatuan.
Trasendensi Tuhan. Meskipun berpegang teguh pada transendensi tuhan, ia meyakini
bahwa tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu itu, syekh yusuf
mengembangkan istilah al-ihathah (peliputan) dan al-ma’iyyah (kesertaan) kedua istilah itu
menjelaskan bahwa tuhan turun (tanazul), sementara manusia naik (taroqi), dari proses ini
akan saling mendekatkan antara manusia dengan Tuhan.
Insan Kamil dan proses penyucian jiwa . Menurutnya manusia tetap manusia walaupun
derajatnya naik, begitu pula dengan Tuhan tetap Tuhan meskipun Tuhan turun kepada
hambanya. Penyucian jiwa, menurutnya kehidupan duniawi tidak harus ditinggalkan dan
hawa nafsu bukan untuk dimatikan akan tetapi diarahkan menuju Tuhan. Dengan melalui
tiga cara yaitu: Akhyar (orang-orang terbaik), Mujahadat asy-syaqa’ (orang-orang yang
berjuang melawan kesulitan) dan Ahl adz-dzikr.
Daftar isi
Abuddin Nata. 2010. Akhlak Tasawuf, Rajawali : Press,Jakarta
Amin munir, samsul. 2012. Ilmu tasawuf. Universitas sains Al-Qur’an. Wonosobo
Syam, nur. 2007. Tasawuf kultural. Surabaya
Ali, muhammad daud. 2016. Pendidikan agama islam. Jakarta
Asrifin, Tokoh-tokoh Shufi,(Surabaya: Karya Utama)

Anda mungkin juga menyukai