PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam program kesehatan lingkungan suatu
pemukiman/perumahan sangat berhubungan dengan kondisi sosial,
ekonomi, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, letak goegrafis dan kondisi
masyarakat lokal. Selain itu kondisi lingkungan pemukiman/perumahan
dipengaruhi juga oleh beberapa faktor yang dapat meningkatkan kualitas
lingkungan antara lain, fasilitas pelayanan kesehatan, sarana penunjang
pendidikan, perlengkapan dan peralatan laing yang dapat terselenggaranya
kesehata fisik, kesehatan mental dan kesejahteraan sosial bagi individu dan
keluarganya. (Hasyim, 2010)
Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia yang
mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di beberapa kota
besar yang ada di negara tersebut. Hal ini disebabkan olah penyebab utama
berupa hasil dari migrasi penduduk desa ke perkotaan dan meningkatnya
populasi penduduk di kota tersebut.
Menurut laporan State of World Population, pada tahun 2008,
sekitar 3,3 miliar warga dunia menjadi bagian dalam proses urbanisasi,
atau lebih dari separuh penduduk dunia. Angka itu diperkirakan akan
menjadi lima miliar pada tahun 2030 berdasarkan perkiraan Badan PBB
yang mengurusi kependudukan (UNFPA). Laporan tahunan Komisi
Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNES-CAP) juga
menunjukkan, urbanisasi di kawasan Asia Pasifik mencapai tingkat
tertinggi di dunia. Khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, pada tahun 1950 hanya12,4% penduduk tinggal di
kota sedangkan pada tahun 2010 sudah mencapai 53,7%. Berdasarkan
proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) urbanisasi akan mencapai 68 persen
1
pada tahun 2025. Proyeksi itu mengacu kepada perbedaan laju
pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (urban
rural growth difference/URGD). Dalam data itu terlihat, provinsi di Pulau
Jawa dan Bali, tingkat urbanisasi-nya lebih tinggi dari Indonesia secara
total. Bahkan, tingkat urbanisasi di empat provinsi di Jawa pada 2025
sudah di atas delapan puluh persen, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, dan Banten.
Dari aspek demografi, urbanisasi merupakan suatu proses adanya
perubahan persebaran penduduk di suatu wilayah. Hal inilah yang
menimbulkan dampak adanya kepadatan penduduk, yang berimplikasi
kepada masalah-masalah kesehatan. Oleh karena itu, di dalam makalah ini
akan di bahas mengenai “Health City (Kota Sehat)”.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah tercapainya kondisi kota untuk
hidup dengan aman, nyaman dan sehat bagi warganya melalui upaya
peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara optimal
sehingga dapat mendukung peningkatan produktifitas dan perekonomian
wilayah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kota sehat adalah suatu kota yang terus-menerus menciptakan dan
meningkatkan lingkungan-lingkungan fisik dan sosial dan memperluas
sumber daya masyarakat mereka yang memungkinkan orang untuk saling
mendukung satu sama lain dalam melaksanakan semua fungsi kehidupan
dan mengembangkan potensi maksimal mereka. "Sebuah kota yang sehat
adalah salah satu yang terus-menerus menciptakan dan meningkatkan
mereka secara fisik dan sosial lingkungan dan memperluas sumber daya
masyarakat mereka yang memungkinkan orang untuk saling mendukung
satu sama lainnya dalam melaksanakan semua fungsi kehidupan dan
dalam mengembangkan potensi maksimal mereka. (Hancock, 1988).
Sebuah Kota Sehat berkomitmen untuk suatu proses mencoba
untuk mencapai yang lebih baik fisik dan sosial lingkungan. Setiap kota
dapat memulai proses menjadi Kota Sehat jika berkomitmen untuk
pengembangan dan pemeliharaan lingkungan fisik dan sosial yang
mendukung dan mempromosikan baik kesehatan dan kualitas hidup
penduduk. Membangun pertimbangan kesehatan dalam pembangunan
perkotaan dan manajemen sangat penting untuk Kota Sehat.
Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/Kota yang
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai
melalui terselenggaranya penerapan beberapa, tatanan dengan kegiatan
yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. (PB
MenDaGri dan MenKes, 2005)
Pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh
WHO pada tahun 1980-an sebagai strategi menyongsong Ottawa-Charter.
3
Ditekankan bahwa kesehatan dapat dicapai dan berkelanjutan apabila
sernua aspek, yaitu sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya diperhatikan.
Penekanan tidak cukup pada pelayanan kesehatan, tetapi kepada seluruh
aspek yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, baik jasmani maupun
rohani.
4
yang sahat maka dapat memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.
c. Menyediakan sanitasi dasar dan kebutuhan akan kebersihan
Konsep pembangunan kota sehat erat kalitannya dengan
adanya fasilitas sanitasi yang baik bagi seluruh penduduk. Salah
satu faktor penentu kualitas lingkungan yang sehat yaitu adanya
sanitasi lingkungan yang baik yang dapat meningkatkan kualitas
lingkungan dan akhirnya juga dapat meningkatkan status kesehatan
masyarakat di kota tersebut.
d. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan
Selain faktor lingkungan, adanya konsep pembangunan
kota sehat juga berpengaruh langsung terhadap ketersediaan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan baik. hal ini disebabkan
juga oleh fakta bahwa suatu wilayah tidak akan dikatakan sehat
apabila tidak mampu menyediakan akses terhadap pelayanan
kesehatan.
5
10. Status kesehatan yang tinggi (tingkat kesehatan tinggi, tingkat penyakit
rendah).
6
project. Ketiga, konsep healthy city menekankan pada keterlibatan
pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
konsep healthy city adalah gerakan yang dilakukan oleh semua komponen
masyarakat, sektor pemerintah dan swasta dan pemerintah lokal yang
bertujuan untuk mewujudkan kebijakan publik yang sehat (healthy public
policy).
7
a. Penataan ruang kota yang serasi sehingga tersedia ruang terbuka
hijau yang dapat dimanfaatkan untuk sebagai tempat bermain dan
tercapai keserasian antara bangunan, penghuni dan lingkungan
hidup serta tempat kerja yang dapat memberikan rasa nyaman,
aman dan sehat.
b. Terpenuhinya tempat-tempat umum dimana masyarakat dapat
menikmati palayanan umum secara nyaman, aman dan terhindar
dari penularan penyakit bagi para pengunjungnya.
c. Penataan dan pengelolaan pasar serta fasilitas pendukungnya
secara baik dan benar sehingga pasar tidak menjadi tempat
perkembangbiakkan vektor, sumber sampah dan kerawanan sosial
lainnya serta nyaman dikunjungi oleh orang yang membutuhkan.
d. Penataan sektor lingkungan informal (padagang kaki lima,
pedagang asongan, indistri rumah tangga) secara tertib, berdaya
guna dan berhasil guna sehingga memberikan prospek yang baik
sekaligus tidak mencemari lingkungan dan membahayakan
pedagang dan orang yang ada di sekitarnya.
e. Pangadaan dan peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi
perkotaan yang memadai sehingga kecalakaan, stress yang terjadi
akibat buruknya transportasi dapat dikurangi dan jarak tempuh
kendaraan dapat ditingkatkan dan teratasinya kemacetan lalu lintas.
3. Perilaku hidup yang sehat
a. Meniadakan perilaku tidak sehat (merokok, minuman keras,
ketergantungan obat) di wilayah tersebut.
b. Peningkatan upaya kesehatan mental sehingga maslaah kesehatan
mental yang cenderung meningkat dapat dikurangi melalui upaya
pencegahan, penanggulangan dan upaya promotif untuk
meningkatkan katahanan mental penduduk.
c. Pengurangan angka kejadian kekerasan serta kriminalitas sehingga
produktivitas kerja dan kehidupan yang nyaman, aman dan tentram
dapat dinikmati oleh penduduk.
d. Meningkatkan kepekaan dan upaya masyarakat didalam penegakan
keadilan dan hak azazi manusia.
8
e. Penyiapan masyarakat dan aparat untuk mencegah dan
mengantisipasi rawan pangan dan terjaminnya kebutuhan gizi
menimal secara berkesinambungan.
4. Kehidupan sosial yang sehat
a. Menanggulangi dan membina anak jalanan agar memiliki masa
depan yang lebih baik.
b. Adanya jaminan pelayanan kesehatan bagi setiap warga negara
sesuai dengan pilihannya dan keikutsertaan dalam pendanaan
dalam bentuk jaminan pelayanan kesehatan masyarakat.
c. Tersedianya sarana perkantoran dan perdagangan yang sehat yang
dapat dinikmati oleh masyarakat.
d. Setiap warga dapat mencari kehidupannya secara aman. Bayi dan
anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Disamping
itu orang tua dapat menikmati hari tua dengan fasilitas yang
tersedia dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan usia tua yang
berdaya guna.
e. Adanya fasilitas untuk keperluan ibadah dan sosial yang kondusif
untuk semua pemeluk agama dan kepercayaan.
5. Kawasan industri yang sehat
a. Adanya komitmen pengelola industri dan masyarakat untuk
menciptakan lingkungan lingkungan pemukiman tidak saja sehat
bagi pekerja tetapi tidak mencemari lingkungan pemukiman.
b. Peningkatan keadaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
melalui antara lain penertiban dan pengadaan serta penggunaan
sarana dan prasarana pendukung K3 sehingga kejadian kecelakaan
dan kematian akibat kecelakaan kerja dapat dikurangi dan tercapai
keamanan tempat kerja bagi para pekerja.
6. Lingkungan atau Kawasan pariwisata yang sehat
a. Tersedianya informasi yang cukup tentang kesehatan dan
pariwisata.
b. Tersedianya akomodasi dan sarana untuk makan dan minum yang
nyaman, aman dan sehat di kawasan wisata.
c. Tersedianya objek wisata yang aman, nyaman dan sehat dan
memberi kesan kenangan khusus.
d. Tersedianya palayanan kesehatan sesuai dengan jenis dan
kebutuhan yang diinginkan oleh wisatawan.
9
e. Adanya dukungan prasarana dasar (air, listrik, telephone, sarana
sanitasi pariwisata, pengolahan air limbah yang cukup dan
memenuhi kualitas).
f. Adanya sarana penunjuang yang bersih, tertib, dan tidak
menimbulkan pencemaran, seperti tempat belanja, souvenir, temoat
ibadah dan lain-lain.
g. Adanya sarana angkutan dari dan menuju kawasan pariwisata yang
aman, nyaman dan sehat.
7. Pengembangan pendidikan yang berwawasan kesehatan
a. Penyediaan, pengelolaan dan penggunaan sarana dan prasarana
pendidikan (mulai dari taman kanan-kanan, sekolah dasar, sekolah
menengah hingga perguruan tinggi) yang memnuhi syarat
kesehatan.
b. Penataan lingkungan sekolah dan pembinaan perilaku murid dan
keluarga yang sehat antara lain melalui kegiatan UKS.
10
6. Memasyarakatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan di dalam
mewujudkan kota sehat.
7. Meningkatkan promosi dan penyuluhan agar masyarakat hidup dalam
kondisi yang tertib hokum, peka terhadap lingkungan fisik, social dan
budaya yang sehat.
8. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat, sesuai dengan
kondisi setempat baik berupa media cetak, elektronik termasuk melalui
internet dan media tradisional.
9. Membuat jaringan kerja sama antar kota pengembangan (replikasi)
kota sehat.
11
Dalam rangka peningkatan kapasitas pengelolaan
lingkungan hidup di daerah, Kementrian Lingkungan Hidup
berupaya merumuskan dan melaksanakan program yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang baik (Good Environmental
Governance-GEG). Sasaran dari program Bangun Praja adalah
terwujudnya pemerintahan yang baik (GG) dan lingkungan
yang baik (good environment).
Strategi yang diterpakan dalam pelaksanaan program
Bangun Praja adalah: (1) menciptakan motivasi bagi Pemda
melalui pemberian insentif, antara lain berupa penghargaan
maupun bantuan lainnya; (2) menciptakan kompetisi antar
daerah/kota; (3) menerapkan pendekatan "Local Specific"
karena setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing.
2. Program ADIPURA
Program ADIPURA bertujuan untuk mengukur kinerja
pemerintah daerah (kabupaten dan kota) dalam pengelolaan
lingkungan, khususnya lingkungan perkotaan, guna
mewujudkan kota yang bersih dan teduh (Clean and Green
Cities). Dengan menggunakan pedoman, kriteria, dan indikator
yang disusun, Kementrian Lingkungan Hidup bersama dengan
Pemerintah propinsi melakukan monitoring dan evaluasi
kondisi fisik lingkungan perkotaan sekurang-kurangnya 2 kali
dalam setahun. Sementara, evaluasi non fisik dilakukan 1 kali
dalam setahun.
3. Program Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) Award
Tujuan dari Program IMP Award ini lebih mengarah
kepada peningkatan kapasitas dan manajemen Pemerintah
Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yaitu
untuk mendorong adanya perubahan kebijakan publik dan
institusi pemerintah. (Kingkungan, 2009).
12
Dalam membuat suatu penyelenggaraan progam Kota
Sehat, ada beberapa Tahapan yang diperlukan, yaitu ;
a. Komitmen terhadap kesehatan
1) Kesehatan bersifat holistik dengan unsur fisik, kejiwaan,
sosial, dan agama.
2) Kesehatan bisa ditingkatkan lewat kerjasama individu
dan kelompok asal peyuluhan kesehatan serta
pencegahan penyakit menjadi prioritas.
b. Proses pengmabilan keputusan untuk kesehatan masyarakat
1) Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas
perumahan, lingkungan, pendidikan, dan pelayanan
umum sangat penting dalam menunjang kesehatan.
2) Keputusan yang diambil di tingkat daerah hendaknya
menunjang kesehatan.
c. Kegiatan intersectoral
1) Program yang melibatkan semua unsur yang
mempengaruhi faktor penentu kesehatan (determinants
of health), termasuk sektor usaha, pemerintah daerah,
lembaga lain;
2) Tingkah laku/kegiatan individu dan lembaga di luar
sektor kesehatan diubah supaya menyumbang terhadap
lingkungan kota yang sehat.
d. Masyarakat umum memainkan peranan aktif
1) Masyarakat dapat mempengaruhi keputusan/kegiatan
pemerintah daerah.
2) Penyuluhan kesehatan yang mengubah pandangan,
sikap, dan pilihan masyarakat dalam hal yang
menyangkut kesehatan, cara hidup, dan penggunaan
pelayanan kesehatan.
e. Cara baru dalam pemikiran dan metode
1) Berhasilnya sebuah program Kota Sehat tergantung
pada adanya kesempatan untuk berinovasi.
2) Menyebarkan pengetahuan tentang metode baru,
mendorong pemikiran baru, dan menghargai
keberhasilan kebijakan dan program yang inovatif.
13
H. Indikator Kota Sehat
Untuk mengukur kemajuan kegiatan pada setiap tatanan yang
dipilih dalam masyarakat dibutuhkan indikator. Indikator tersebut
merupakan alat bagi semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai sendiri
kemajuan yang sudah dilakukan dan menjadi tolak ukur untuk
merencanakan kegiatan selanjutnya.
Setiap daerah dapat memilih, menetapkan dan melaksanakan
kegiatan sesuai indikator terkait. Besar idengan kondisi dan kemampuan
mereka untuk memenuhi indikator tersebut. Dengan demikian indikator
yang dimuat dalam pedoman ini merupakan daftar yang dapat dipilih oleh
forum bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan sektor terkait. Besar
indikator yang hendak dicapai oleh masing-masing Kabupaten/Kota di
provinsi yang bersangkutan.
Penilaian terhadap indikator adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan atau pencapaian kegiatan dari segi jangkauan dan output.
Sumber data untuk menilai keberhasilan ini adalah daftar masalah yang
dapat diatasi dari daftar yang disusun dalam lokakarya perncanaan. Untuk
penetapan pemilihan indikator agar memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Setiap daerah dapat memilih, menetapkan indikator sesuai dengan
kegiatan, kondisi dan kemampuannya, dan kesepakatan bersama
dengan pemerintah daerah. Setiap tahun sasaran indikator dan sasaran
berkembang sesuai kondisi yang ada.
2. Forum bersama Pemerintah Daerah dapat memilih besaran indikator
yang sesuai dengan kapasitasnya.
3. Pencapaian pendekatan Pemerintah/Kota Sehat tergantung dari
kemampuan dari masing-masing daerah.
4. Indikator proses adalah cara mengukur seberapa jauh langkah-langkah
Kabupaten/Kota Sehat sudah dilaksanakan di masing-masing daerah :
a. Dukungan pemerintah daerah dalam membentuk kebijakan, perda,
penerapan dan pelibatan masyarakat.
b. Aktifitas kelembagaan yang ada, yaitu Forum Kabupaten/Kota
Sehat, ForumKomunikasi Desa/Kelurahan Sehat, Pokja dan Tim
Pembina.
14
5. Indikator output adalah pencapaian sasaran kegiatan yang telah
disepakati masyarakat.
6. Indikator gerakan masyarakat antara lain ditunjukan dengan adanya
program percontohan ; dana berputar, keterlibatan forum dan
masyarakat rehadap program yang dilaksanakan sektor ; adanya
kegiatan penyuluahn rutin/penyebarluasan informasi melalui media
massa/pembuatan media/workshop, dan lain-lain. Forum juga dapat
menyampaikan konsep pemecahan masalah kepada Pemerintah
Daerah/sektor tentang program yang disepakati.
Menu kegiatan menurut tatanan dan jenis indikator adalah sebagai berikut :
15
Per 1.000/Kh
7. Adanya RUTRK (rencana Detail
Tata Ruangan Kota)
8. program dana sehat dan jaminan
sosial nasional bagi masyarakat
miskin.
16
bakar yang memenuhi syarat.
d. Penurunan Kasus gangguan
pernapasan (ISPA/pneumonia).
e. Penurunan kasus TB Paru.
a. Terlarang membuang sampah ke
sungai
b. Terlarang membuang kotoran
17
sampah basah dengan sampah
lainnya.
c. TPA tidak mencemari
lingkungan.
d. Angka kepadatan lalat.
e. Angka jentik aedes.
f. Terlaksananya program PSN 3
M, di sekolah, tempat-tempat
umum.
a. Adanya sarana fasilitas umum.
b. Bebas jentik aedes.
c. Bebas banjir.
d. Meningkatnya Rumah Sehat
yang memenuhi syarat.
e. Menurunnya keluhan kesehatan
akibat pencemaran
6. Perumahan dan
industri/pertambangan.
permukiman f. Tidak terjadi KLB penyakit
Diare & DBD, atau malaria.
g. Meningkatnya pemanfaatan
Puskesma
h. Rumah Sakit menyelenggarakan
pelayanan 4 (empat) spesialis
dasar
a. Tersedianya taman dan
7. Pertamanan dan Hutan
pertanaman
Kota b. Adanya pengaturan
Pemeliharaan Hutan
a. Adanya kegiatan UKS dan
Organisasi BP3
b. Meningkatnya kesehatan murid
8. Sekolah c. Terlaksananya program olahraga
yang terencana
d. Menurunnya jumlah peserta
didik putus sekola
9. Pengelolaan Pasar a. Keamanan dan kenyamanan
terjamin
18
b. Pemeliharaan kebersihan oleh
pedagang
c. Tersedia sarana mencegah
kebakaran
d. Toilet umum terjaga
kebersihannya
e. Pasar yang memenuhi
persyaratan
f. Terlaksananya program jaminan
kesehatan pada pedagang.
a. Tersedianya sarana prasarana
untuk berolah raga
b. Tersedianya tempat bermain
Anak-anak anak-anak dan
rekreasi
10. Sarana Olah Raga dan c. Tersedianya pelayanan kesehatan
19
a. Terpenuhinya pesyaratan kendaraan
umum yang bersih dan hygienis,
serta bebas rokok
b. Terpenuhinya persyaratan emisi
kendaraan bermotor
1. Pelayanan Angkutan umu c. Bebas dari kebisingan
(bus, angko, taxi) d. Jaminan keamanan angkutan
barang dan pangan
e. Adanya pemerikasaan kendaraan
secara rutin
a. Tingkat kepadatan
kendaraan/kemacetan
3. Penataan b. Pengaturan jalur kendaraan umum,
pribadi, sepeda motor, dan pejalan
kaki
20
d. Menurunnya tingkat kecelakaan
lalu lintas
a. Terlaksananya persyaratan
pemberian SIM baru dan
perpanjangan
6. Kemasyarakatan b. Terlaksananya penggunaan bahan
bakar ramah lingkungan
c. Tersedianya bengkel yang
berakreditasi
a. Terselenggarakannya asuransi
kesehatan bagi wisatawan
b. Kesehatan petugas penjamah
makanan di restoran memenuhi
4. Pelayanan Kesehatan.
syarat
c. Tidak terjadi keracunan makanan
d. Penurunan kasus kecelakaan obyek
wisata
21
sampah)
c. Tersedianya sarana transportasi
wisatawan yang memadai
d. Tersedianya sarana tanggap
darurat
a. Industri/perkantoran sesuai
dengan industri
RUTRK/RDTRK.
b. Permukiman di sekitar kawasan
1. Lingkungan Fisik industri, tidak kumuh.
c. Emisi/effluent memenuhi
persyaratan.
d. Tersedianya ruangan khusus
untuk merokok.
22
sarana sector informal
d. Terselenggaranya jaminan
pelayanan kesehatan bagi pekerja
a. Terselanggaranya jaminan
pelayanan kesehatan kerja
kesehatan bagi karyawan dan
pencegahan
4. Keselamatan dana, kesehatan b. penurunan kasus penyakit akibat
23
sarana pelayanan kesehatan,
tempat ibadah).
24
status kawasa
b. Keikutsertaan masyarakat dalam
tata batas Kawasan
c. Terwujudnya tata batas kawasan
a. Meningkatnya pelaksanaan
reboisasi dan konservasi
b. Meningkatnya gerakan
masyarakat tanah dalam
3. Rehabilitasi lahan dan penghijauan
konservasi tanah c. Terpeliharanya daerah resapan
air
d. Berfungsinya bangunan
penanggulangan erosi dan atau
sumber daya air
25
kemasyarakatan hutan tertentu oleh
masyarakat
26
b. Bebas keracunan pestisida pada petani
27
b. Tidak terjadi kasus keracunan di
fasilitas penyediaan makanan.
28
keselamatan paripurna;
e. Penurunan kasus kecelakaan kerja;
f. Penurunan Kasus penyakit kerja;
g. Adanya Pemantauan perilaku dalam
K3;
h. Menurunnya angka kematian
kecacatan karena keelakaan rudapaksa di
rumah, jalan sekolah, tempat umum.
a. Berkembangnya kelompok
masyarakat peduli dalam pelayanan
kesehatanb. Tersedianya fasilitas
konseling remaja
6. Kesehatan Keluarga, Reproduksi
c. Terlaksananya pemeriksaan pada
KB
siswa SD oleh tenaga terlatih/guru UKS
d. Terlaksananya program dokter kecil di
Sekolah Dasar
e. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
a. Tersedianya akses/keterjangkauan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas
7. Pembinaan Kesehatan Jiwa b. Penurunan kasus gangguan mental
Masyarakat dan Pola asuh anak c. Tersedianya Pelayanan Konseling
Klinik swasta
d. Peningkatan kelompok yang mampu
menfasilitasi life skills bagi remaja
a. Meningkatnya partisipasi masyarakat
berolahraga yang teratur dan terukur
8. Kesehatan Olah Raga dan
b. Meningkatnya derajat kesegaran/
Kebugaran Jasmani
kebugaran jasmani masyarakat
c. Tersedianya pelayanan kesehatan
olah raga pada masyarakat
29
a. Adanya gerakan anti merokok alcohol
dan narkotika di masyarakat
b. Meningkatnya lingkungan bebas
rokok di lingkungan sekolah, tempat
kerja, dan tempat umum
9. Program Anti tembakau c. Terciptanya kebijakan untuk
mengatasi penyalahgunaan
obat/narkotika
d. Tersedianya klinik pelayanan
penanggulangan obat/narkotika
e. Menurunnya prevaelensi perokok dan
penyalahgunaan obat/narkotika
a. Meningkatnya cakupan UCI
b. Menurunnya Acute Flaccid Paralysis
(AFP)
c. Meningkatnya masyarakat yang
melakukan imunisasi secara mandiri
10. Imunisasi
d. Tersedianya informasi tentang bahaya
penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi
e. Meningkatnya akses penduduk pada
fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan imunisasi
a. Meningkatnya penggunaan posyandu
purnama & mandiri
b. Meningkatnya penggunaan rumah
11. Pelayanan pengobatan dan
sakit
perawatan
c. Tersedianya pelayanan rumah sakit
bagi GAKINd. Meningkatnya
pemanfaatan oleh masyarakat
30
a. Menurunnya angka kesakitan malaria
b. Masyarakat berperan serta dalam
sistim kewaspadaan dini dan upaya
penanggulangan fokus serta KLB
12. Pembertantasan Malaria c. Adanya intervensi lingkungan pada
tempat perindukan nyamuk
d. meningkatnya keikutsertaan
masyarakat dalam penanggulangan
malaria di daerah pariwisata dan PETI
(Pertambangan Tanpa Ijin)
a. Menurunnya angka kesakitan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kecamatan
endemis
b. Masyarkat berperan serta sistim
13. Pemberantasan Penyakit DBD kewaspadaan dini dan penanggulangan
focus serta KLB
c. Terlaksananya upaya PSN/3M
sekolah, tempat tempat umum
d. Bebas jentik aedes
31
a. Meningkatnya kelompok jantung
sehat serta kencing manis di masyarakat
termasuk orang sehat. Tersedianya
informasi risiko dan upaya pencegahan
16. Pencegahan penyakit sehat
b. Penyakit jantung dan tekanan darah
Degeneratif
tinggi, kencing manis dan kanker
c. Meningkatnya upaya pengawasan
berkala jantung sehat melalui kelompok
jantung sehat
a. Adanya kegiatan kelompok
masyarakat dalam upaya
penanngulangan masalah gizi
b. Meningkatkan KEP pada ibu hamil
c. Menurunnya penderita kretin baru
d. Menurunnya ibu hamil yang anemia
dan kekurangan yodium
e. Menurunnya masyarakat kekurangan
17. Gizi
vitamin A
f. Penurunan kasus gizi berlebih
g. Kecamatan bebas rawan gizi
h. Menurunnya Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR)
i. Persentase bayi mendapat ASI
ekslusif
j. Meningkatnya persentase keluarga
sadar gizi
32
a. meningkatnya proporsi penduduk
yang terlindung dengan pelbagai bentuk
JKP prabayar (30% pada tahun 2005,
80% pada tahun 2010)
18. JPKM b. Terlindunginya penduduk miskin
dengan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan/Kartu sehat (80% atau
lebih pada tahun 2005, 100% pada tahun
2010)
33
e. Adanya akses terhadap pelayan
34
d. Menurunnya jumlah tindak kekerasan
dan kerusuhan
e. Persentase kab/kota mempunyai
contingency plan masalah kesehatan
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep Kota Sehat merupakan pola pendekatan untuk mencapai
kondisi kota/kabupaten yang aman, nyaman dan sehat bagi warganya
melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya
secara optimal sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan
perekonomian wilayah (atau lebih bertujuan kepada ‘good governance’).
Kota Sehat merupakan gerakan untuk mendorong inisiatif
masyarakat (capacity building) menuju hidup sehat. Memperhatikan
konsepsi gerakan kota sehat tersebut, tampak bahwa gerakan kota sehat
merupakan pendekatan ‘multi stakeholders’, dimana sektor kehutanan
(pemerintah dan swasta) yang merupakan bagian dari stakeholders dapat
ikut aktif/ berpartisipasi sesuai dengan bidang tugasnya. Partisipasi
tersebut dalam tahap awal dapat berupa upaya untuk mempromosikan/
menginformasikan kegiatan-kegiatan yang telah dan akan dilakukan, yang
dapat menunjang gerakan kota sehat, serta menselaraskan kegiatan dengan
sektor lain yang secara bersama-sama dapat mewujudkan kota sehat.
B. Saran
Untuk mengukur kemajuan kegiatan kota sehat, dibutuhkan
indikator yang jelas sehingga semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai
sendiri kemajuan yang sudah dilakukan, dan menjadi tolok ukur untuk
36
merencanakan kegiatan selanjutnya. Setiap daerah dapat memilih,
menetapkan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuan masing-masing untuk memenuhi indikator tersebut.
Karenanya, modal dasar pengembangan kota menuju healthy city adalah
kemauan dan komitmen pemerintah kota untuk mewujudkan tatanan hidup
yang lebih berkeadilan, aspiratif dan menempatkan masyarakat sebagai
mitra pembangunan. Pelibatan semua elemen masyarakat kota
merefleksikan makna kepemilikan mereka akan kota yang, secara tidak
langsung akan melahirkan kekuatan dan keikhlasan untuk secara bersama-
sama merekayasa perubahan kota.
DAFTAR PUSTAKA
37
Bahtiar, Hakiman. 2011. Urbanisasi dan Kemiskinan Kota, (online),
(http://zaenuri04.wordpress.com/2011/11/29/masalah-urbanisasi/, diakses 7
November 2012).
Depatemen Kehutanan. Info Lingkungan : Gerakan Kota Sehat, (online),
(http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN
_KEHUTANAN/INFO_III01/VI_III01.htm, diakses pada tanggal 7
November 2012).
Fanany, Rebecca. 2010. Kota Sehat Menjelang SEA Games 2011 (PPT). Seminar
Kesehatan Internasional BEM FKM Universitas Sriwijaya.
Hancock, T. and L. Duhl. Promoting Health in the Urban Context. WHO Healthy
Cities Papers No.1, 1988.
(http://www.healthycities.org.cn/upload/file/1276669620.pdf, diakses pada
tanggal 6 November 2012).
Hasyim, Hamzah. 2010. Modul Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya: Indralaya.
Ismail, Noor Hassim. 2010. Healthy City : Malaysia experiences (PPT). Seminar
Kesehatan Internasional BEM FKM Universitas Sriwijaya.
Kingkungan, 2009. Pengelolaan Lingkungan Perkotaan.
(http://kingkungan.blogspot.com/ diakses pada tanggal 7 November 2012).
Peraturan Beersama Mentri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan, 2005.
(http://danamonpeduli.or.id/wp-content/uploads/2011/05/PBM-
KEMDAGRI-KEMKES-2005.pdf. diakses pada tanggal 6 November 2012.)
Sunarsih, Elvi. 2010. Kesehatan Lingkungan Pemukiman Perkotaan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya: Indralaya.
World Health Organization (WHO). 1995. Twenty Steps for Developing a Healthy
Cities Project. ( http://www.who.int/whr/1995/media_centre/en/, diakses
pada tanggal 06 November 2012).
World Health Organization (WHO). 1997. Twenty Steps for Developing a Healthy
Cities Project. http://www.who.int/csr/don/archive/year/1997/en/index.html,
diakses pada tanggal 06 November 2012).
38
Peraturan Beersama Mentri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan, 2005.
(http://danamonpeduli.or.id/wp-content/uploads/2011/05/PBM-
KEMDAGRI-KEMKES-2005.pdf. diakses pada tanggal 6 November 2012.)
39