Anda di halaman 1dari 15

A.

DEFINISI
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional ( Dorland,
2002 ).Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Insiden trauma
abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul daripada trauma tusuk.
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI,
1995).Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997).

B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium).Disebabkan oleh :
 Luka akibat terkena tembakan
 Luka akibat tikaman benda tajam
 Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
 Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 Hancur (tertabrak mobil)
 Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
 Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

C. KLASIFIKASI
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1. Trauma penetrasi
- Trauma Tembak
- Trauma Tumpul
2. Kompresi
-Hancur akibat kecelakaan
-Sabuk pengaman
- Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.


1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinanterjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan
masa darah dapatmenyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
ronggaabdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena
trauma penetrasi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum manifestasi yang muncul pada trauma abdomen adalah sesuai
dengan etiologi dari terjadinya trauma, secara umum menurut (Hudak & Gallo, 2001)
tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri : Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium
yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma : Nyeri disebelah kiri yang disebabkan
oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) : Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
Pada hakekatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena hal-hal
sebagai berikut :
1. Pecahnya Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang
dapat bervariasi dari ringan sampai sangat berat, bahkan kematian. Gejala dan
tandanya adalah :
 Gejala perdarahan secara umum : Penderita tampak anemis (pucat). Bila
perdarahan berat akan timbul gejala dan tanda dari syok hemoragik
 Gejala adanya darah intra-peritoneal : Penderita akan merasa nyeri abdomen,
yang dapat bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat. Pada auskultasi biasanya
bising usus menurun, yang bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya,
karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan lain. Pada pemeriksaan
akan teraba bahwa abdomen nyeri tekan, kadang-kadang ada nyeri lepas dan
defans muskular (kekakuan otot) seperti pada peritonitis. Perut yang semakin
membesar hanya akan ditemukan apabila perdarahan hebat dan penderita tidak
gemuk. Pada perkusi akan dapat ditemukan pekak sisi yang meninggi.
2. Pecahnya organ berlumen : Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan
menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali (gaster) atau lebih
lambat.
3. Apabila trauma tajam, maka kadang-kadang akan ditemukan bahwa ada organ
intra-abdomen yang menonjol keluar. Keadaan ini dikenal sebagai eviserasi.
4. Trauma ginjal akan menyebabkan perdarahan yang tidak masuk rongga
peritoneum (organ ekstra-perotoneal). Jarang perdarahan dari ginjal akan
menyebabkan syok (walaupun bisa). Gejala lain pada trauma ginjal adalah
behwa kebanyakan penderita ini akan kencing kemerahan atau kencing darah
(hematuria).
Secara spesifik di setiap kerusakan organ akan ditemui tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Pada Liver
 Iritasi peritoneal
 Elevasi diafragma disisi kanan
 Fraktur tulang rusuk
 Hipotensi
 Takikardi
 Penurunan CVP
 Ligamentum teres
2. Pada Limpa
 Nyeri di LUQ
 Ballance’s sign (+)
 Kehr’s sign (+)(bila nyeri di rongga peritoneal)
 Iritasi peritoneal
 Hipotensi
 Takikardi
 Penurunan CVP
 Kaku abdomen
3. Pada Pankreas
 Nyeri epigastrik
 Tenderness
 Ada tanda Grey-Turner’s
 Gejala muncul setelah 12-36 jam kejadian
4. Pada abdomen, duodenum, mesentry, small bowel
 Nyeri abdomen
 Tanda-tanda inflamasi peritoneal
 Bunyi auskultasi abdomen menghilang
 Ada darah dalam nasogastric tube
 Shock
5. Pada Usus besar dan Rektum
 Peritonitis
 Nyeri & tenderness selama pemeriksaan rectal
 Infeksi insisi
 Abses
 Obstruksi intestine
 Fistula colocutaneus
 Iskemi bowel
6. Vascular (Vena Cava inferior, pembuluh darah portal aorta)
 Instabilitas hemodinamik
 Nervus vagus terstimulus karena adanya darah di abdomen
 Trombus
 Infeksi
 Fistula enterik vascular
7. Ginjal
 Ekimosis di iga ke 11 atau 12
 Adanya tenderness di bagian panggul atau abdomen saat dipalpasi
 Hematuria
 Infeksi
 Gagal ginjal

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
 Pemeriksaan abdomen untuk menentukan tanda-tanda eksternal dari cedera.
Perlu diperhatikan adanya area yang abrasi dan atau ekimosis.
 Observasi pola pernafasan karena pernafasan perut dapat mengindikasikan
cedera medulla spinalis. Perhatikan distensi abdomen, yang kemungkinan
berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi gastrik, atau ileus yang
diakibatkan iritasi peritoneal.
 Bradikardi mengindikasikan adanya darah bebas di intra peritoneal pada
pasien dengan cedera trauma tumpul abdomen.
 Cullen sign (ekimosis periumbilikal) menandakan adanya perdarahan
peritoneal, namun gejala ini biasanya muncul dalam beberapa jam sampai
hari. Memar dan edema panggul meningkatkan kecurigaan adanya cedera
retroperitoneal.
 Inspeksi genital dan perineum dilakukan untuk melihat cedera jaringan lunak,
perdarahan, dan hematoma.
b. Auskultasi :
 Bising pada abdomen menandakan adanya penyakit vaskular atau fistula
arteriovenosa traumatik.
 Suara usus pada rongga thoraks menandakan adanya cedera diafragmatika.
 Selama auskultasi, palpasi perlahan dinding abdomen dan perhatikan
reaksinya.
c. Palpasi :
 Palpasi seluruh dinding abdomen dengan hati-hati sembari menilai respon
pasien. Perhatikan massa abnormal, nyeri tekan, dan deformitas.
 Konsistensi yang lunak dan terasa penuh dapat mengindikasikan perdarahan
intraabdomen.
 Krepitasi atau ketidakstabilan kavum thoraks bagian bawah dapat menjadi
tanda potensial untuk cidera limpa atau hati yang berhubungan dengan
cedera tulang rusuk.
 Ketidakstabilan pelvis merupakan tanda potensial untuk cedera traktus
urinarius bagian bawah, seperti hematom pelvis dan retroperitoneal. Fraktur
pelvis terbuka berhubungan tingkat kematian sebesar 50%.
 Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dilakukan untuk menilai perdarahan
dan cedera. Feces semestinya juga diperiksa untuk menilai adakah
perdarahan berat atau tersamar. Tonus rectal juga dinilai untuk mengetahui
status neurologis dari pasien.
 Pemeriksaan sensori pada thorak dan abdomen dilakukan untuk evaluasi
adanya cedera medulla spinalis. Cedera medulla spinalis bisa berhubungan
dengan penurunan atau bahkan tidak adanya persepsi nyeri abdomen pada
pasien.
 Distensi abdomen dapat merupakan hasil dari dilatasi gastrik sekunder
karena bantuan ventilasi atau terlalu banyak udara.
 Tanda peritonitits (seperti tahanan perut yang involunter, kekakuan) segera
setelah cedera menandakan adanya kebocoran isi usus.
d. Perkusi :
 Nyeri pada perkusi merupakan tanda peritoneal
 Nyeri pada perkusi membutuhkan evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan
besar konsultasi pembedahan.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara rendahnya kadar
hematokrit (<30%) dengan cidera berat. Peningkatan sel darah putih tidak spesifik
dan tidak dapat menunjukkan adanya cidera organ berongga.
b. Kimia serum
Jika pengukuran gas darah tidak dilakukan, kimia serum dapat digunakan
untuk mengukur serum glukosa dan level karbon dioksida. Pemeriksaan cepat
glukosa darah dengan menggunakan alat stik pengukur penting pada pasien dengan
perubahan status mental.
c. Tes fungsi hati
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kadar aspartate aminotransferase
(AST) atau alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130 U pada
koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar Lactate Dehydrogenase
(LDH) dan bilirubin tidak spesifik menjadi indikator trauma hepar.
d. Pengukuran Amilase
Peningkatan amylase atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat
hipotensi sistemik yang menyertai syok.
e. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen dan atau
panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan hipotensi, dan mekanisme
deselerasi yang signifikan.
f. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien dengan trauma
mayor. Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2) dapat
digunakan untuk menilai pasien dengan kecurigaan asidosis metabolic hasil dari
asidosis laktat yang menyertai syok.
g. Skrining obat dan alkohol
Pemeriksaan skrining obat dan alkohol pada pasien trauma dengan
perubahan tingkat kesadaran. Nafas dan tes darah dapat mengindentifikasi tingkat
penggunaan alkohol.

3. Pemeriksaan Gambar
Pemeriksaan radiografi abdomen perlu dilakukan pada pasien yang stabil
ketika pemeriksaan fisik kurang meyakinkan (Hoff et al., 2001).
a. Foto polos : Udeani & Steinberg (2011) menyatakan bahwa :
 Meskipun secara keseluruhan evaluasi pasien trauma tumpul abdomen
dengan rontgen polos terbatas, namun foto polos dapat digunakan untuk
menemukan beberapa hal.
 Radiografi dada bisa digunakan untuk diagnosis cedera abdomen seperti
ruptur hemidiafragmatika atau pneumoperitoneum.
 Radiografi dada dan pelvis dapat digunakan untuk menilai fraktur vertebra
torakolumbar
 Udara bebas intraperitoneal atau udara yang terjebak pada retroperitoneal
dari perforasi usus kemungkinan bisa terlihat.

b. Ultrasonografi
Evaluasi FAST abdomen terdiri visualisasi perikardium (dari lapang pandang
subxiphoid), rongga splenorenal dan hepatorenal, serta kavum douglas pada pelvis.
Tampilan pada kantong Morrison lebih sensitive, terlebih jika etiologinya adalah
cairan (Jehangir et al., 2002).
c. Computed Tomography (CT) Scan
Keuntungan CT scan adalah tingginya spesifitas dan petunjuk manajemen
nonoperatif pada cidera organ padat CT serta sumber perdarahan (Feldman, 2006).

4. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk
menentukan adanya perdarahan intraabdomen. DPL juga berguna untuk pasien
dimana pemeriksaan abdomen lebih lanjut tidak dapat dilakukan (Feldman, 2006).
Indikasi dilakukannya DPL pada trauma tumpul dimana :
a. Pasien dengan cedera medulla spinalis
b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan
c. Pasien dengan cedera abdomen
d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen
e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi
yang lebih panjang untuk prosedur yang lain.
Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah kebutuhan untuk laparotomi yang
nyata. Kontraindikasi relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan
abdomen multipel, dan kehamilan. (Udeani&Steinberg,2011).
Hasil lain dari DPL yang menjadi indikasi dilakukan eksplorasi termasuk
adanya empedu atau kadar amylase tinggi yang abnormal (indikasi perforasi usus),
serat makanan, atau bakteri pada pemeriksaan bakteri (King&Bewes,2002).
Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau
syok yang tidak terkontrol, penurunan secara klinis selama observasi, ditemukannya
hemoperitoneum setelah pemeriksaan FAST atau DPL (Feldman, 2006).

F. PENATALAKSANAAN
1. Airway dan Breathing
Ini diatasi terlbih dahulu. Selalu ingat bahwa cedera bisa lebih daris atu area tubuh,
dan apapun yang ditemukan, ingat untuk memprioritaskan airway dan breathing
terlebih dahulu.
2. Circulation
Kebanyak trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa-apa pada fase pra-
RS, namun terhadap syok yang menyertainya perlu penanganan yang agresif.
Seharusnya monitoring urin dilakukan dengan pemasangan DC, namun umumnya
tidak diperlukan pada fase pra-RS karena masa transportasi yang pendek
3. Disability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis. Selalu periksa tingkat
kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan motorik yang
lebih lemah satu sisi). Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup dengan
menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada
benda menancap, jangan dicabut, tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap
dinding perut.

Penatalaksanaan menurut Jenis Trauma:


1. Trauma Tumpul Abdomen
Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus
dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan.
Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan.
Sedangkan pada organ berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan
sederhana sampai reseksi sebagian.
2. Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya
aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan
kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian
bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat semua
pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah,
tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik
stabil.

Berdasarkan organ yang mengalami trauma:


a. Limfa
Tidak semua pasien dengan cedera limfa memerlukan operasi, operasi diperlukan
ketika keadaan pasien tidak stabil, Gun Shot Wound (GSW) pada limfa, cedera limfa
yang mengenai seluruh kapsul limfa. Tujuannya untuk mengembalikan fungsi dari
limfa jika memungkinkan
b. Liver
Diperlukan tindakan operatif jika untuk memperbaiki cedera dan status hemodinamik
c. Intestinal besar dan kecil
Koreksi cairan melalui IV, tindakan operatif (untuk menyambung dan menutup lubang
pada usus)
d. Pankreas
Diperlukan tindakan operatif ntuk mengembalikan fungsi endokrin dan eksokrin dari
pankreas. Diperlukan endoscopic retrograde untuk mengetahui jika terjadi cedera
pada ductus pankreas
e. Diafragma
Pasien dengan ruptur diagfragma memerlukan tindakan operatif untuk mencegah
hilangnya tekanan negatif dari rongga dada. Peningkatan angka mortalitas
meningkat ketika identifikasi dan treatment tertunda.
f. Vaskular
Management pada ED berkonsentrasi pada menjaga akses IV dan menyediakan
transport cepat untuk tindakan operatif.

G. KOMPLIKASI
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen
karena adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis
adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-
organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum,
kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh
trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang
mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana
vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis
antara lain:
a. Nyeri perut seperti ditusuk
b. Perut yang tegang (distended)
c. Demam (>380C)
d. Produksi urin berkurang
e. Mual dan muntah
f. Haus
g. Cairan di dalam rongga abdomen
h. Tidak bisa buang air besar atau kentut
i. Tanda-tanda syok
Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi
yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini
bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat
bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bulechek, G.M., Butcher, H.W. & Dochterman, J.M. (2008). Nursing intervention
classification (NIC). (5th edition). St Louis: Mosby Elsevier.
2. Dochterman, Joanne M et al. 2008. Fift Edition Nursing Interventions Classification
(NIC). Missouri: Mosby Elsevier
3. Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3,EGC,
4. Dudley, H. A. F. 1992 Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta : UGM Press.
5. Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 05 Juni 2016 dari
http://www.docstoc.com/docs/30321684/Blunt-Abdominal-Trauma-Evaluation.
6. Heather, T Herdman. 2012. NANDA International NURSING DIAGNOSES:
DEFINITIONS & CLASSIFICATION 2012-2014. Oxford:Wiley Blackwell
7. Hoff. W S., Holevar M., Nagy K. K., Patterson L., Young .J S., Arrillaga A., Najarian M.
P., Valenziano C. P. 2001 PRACTICE MANAGEMENT GUIDELINES FOR THE
EVALUATION. Coatesville : Eastern Association for the Surgery of Trauma.
8. Jehangir B., Bhat A. H., Nazir, A. 2002 The Role of Ultrasonography in Blunt Abdominal
Trauma. JK-practitioner.
9. Keogh, Jimm. 2010. Nursing Laboratory and Diagnostic Tests Demystified .
United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.
10. King M., Bewes P. 2002 Bedah Primer Trauma. Jakarta : EGC.
11. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media Aesculapius
12. Moerhead, Sue. 2008. Fourth Edition Nursing Outcomes Classification (NOC).
Missouri: Mosby Elsevier
13. Morrhead, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. (2008). Nursing outcomes
classification (NOC) (4th edition). St.Louis: Mosby Elsevier
14. Newfield, Susan A Et Al. 2007. Cox’s Clinical Apprications of Nursing Diagnosis
Adult, Child,Women’s, Mental Health, Gerontic, and Home Health
Considerations 5th Edition. Philadelphia : F.A Davis
15. Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011 Emergency Medicine: Abdominal Blunt
Trauma.Emedicine. WebMD. Diakses pada 05 Juni 2016 dari
http://emedicine.medscape.com/article/433404-print .
16. Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
PATOFISIOLOGI
Adanya kekuatan, tenaga, dan gaya dari luar tubuh

Dinding abdomen

Injury abdomen

Trauma abdomen

Trauma Luka ledakan Trauma


abdomen (secondary concern) abdomen
penetrasi non
(tajam) penetrasi
(tumpul)

Sepsis, Kerusakan Perdarahan Isi organ Eviserasi


iritasi, organ tidak keluar (bila ada) Pembengkakan
inflamasi yang solid terkontrol Retroperitoneal space
lapisan Eritema
abdomen Peritoneal space
Ekimosis

Pelvic space
Hematemesis Hematochezia Hematuria
LIVER LIMPA PANKREAS ABDOMEN, USUS BESAR, VASCULAR (Vena Cava GINJAL
DUODENUM, REKTUM inferior, pembuluh
MESENTERY, SMALL darah portal aorta)
BOWEL

 Iritasi peritoneal  Nyeri di LUQ  Nyeri epigastrik  Nyeri abdomen  Peritonitis  Instabilitas  Ekimosis di
 Elevasi diafragma  Ballance’s sign (+)  Tenderness  Tanda-tanda  Nyeri & hemodinamik iga ke 11 atau
disisi kanan  Kehr’s sign (+)(bila nyeri  Ada tanda Grey- inflamasi peritoneal tenderness  Nervus vagus 12
 Fraktur tulang di rongga peritoneal) Turner’s  Bunyi auskultasi selama terstimulus  Adanya
rusuk  Iritasi peritoneal  Gejala muncul abdomen menghilang pemeriksaan karena tenderness di
 Hipotensi  Hipotensi setelah 12-36 jam  Ada darah dalam rectal adanya darah bagian
 Takikardi  Takikardi kejadian nasogastric tube di abdomen panggul atau
 CVP ↓  CVP ↓  shock  HR ↓ abdomen saat
 Ligamentum teres  Kaku abdomen Adanya udara dipalpasi

bebas di selaput
abdomen, uji
 jumlah white ↓ hemoglobin &  jumlah WBC,  Adanya udara ↓ hemoglobin & Hematuria
fekal darah (+),
blood count, level hematokrit,  level amilase bebas di selaput tingkat
jml WBC
↓hemoglobin dan jumlah WBC. abdomen. hematokrit.
level hematokrit,  Infeksi, gagal
Fistula enterik/ ginjal.
enzim liver, Infeksi insisi,
kutaneus, pancreatic Ileus, peritonitis, Trombus, infeksi,
koagulasi abses, obstruksi
pseudocyst, abses, komplikasi fistula enterik
abnormal,  intestine, fistula
perdarahan yg bersifat pulmonal, sindrom vaskular.
clotting & colocutaneus,
delayed, iskemi bowel,
prothrombin time. iskemi bowel.
diabetes/ketidakcukup fistula lambung.
an pankreatik, trauma
pankreas.
DIC, sepsis, Infeksi postplenectomy/
komplikasi terancam pneumococcal
pulmonal, abses bacteremia, infeksi luka,
intraabdomen, liver abses subdiaphragmatic,
failure. komplikasi pulmonal, syok
hipovolemi, perdarahan yg
delayed.

Keterangan : : tanda dan gejala


: keabnormalitasan dari hasil test diagnostik
: Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai