Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENYULUHAN

SEHAT JIWA DAN


MANAGEMEN STIGMA GANGGUAN JIWA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Ners Departemen Jiwa


Di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang

Oleh :
Affrida Nurlily C. W. 115070201111009
Arini Nur Hidayati 115070201111004
Fenti Diah Hariyanti 115070201111002
Risyda Ma’rifatul Kh. 115070207111030
Youshian Elmy 115070200111032

KELOMPOK 7 PROGRAM A
JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG, 2015
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN
MANAGEMEN STIGMA GANGGUAN JIWA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Jiwa


di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang

Oleh :
Affrida Nurlily C. W. 115070201111009
Arini Nur Hidayati 115070201111004
Fenti Diah Hariyanti 115070201111002
Risyda Ma’rifatul Kh. 115070207111030
Youshian Elmy 115070200111032

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Perseptor Akademik Perseptor Klinik

(Ns. Retno Lestari S.Kep, MN) (Barti Marhaendrajani, S.Kep)


NIP. 198009142005022001 NIP. 196680181990032010
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Sehat Jiwa dan Managemen Stigma Gangguan Jiwa


Sasaran : penduduk Dusun Krajan
Tempat : Rumah warga yang mendapat giliran pengajian rutin
Hari/Tanggal : Senin, 10 Agustus 2015
Waktu : 1 x 20 menit
Penyuluh : Fenti Diah dan Risyda Ma’rifatul

A. Latar Belakang
Dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa, keperawatan melaksanakan
perannya sebagai pemberi asuhan keperaawatan. Asuhan keperawatan jiwa
merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun tetap dilakukan secara
holistik ketika dilakukan asuhan keperawatan kepada klien. Berbagai terapi
keperawatan telah dikembangkan dan difokuskan kepada klien secara individu,
kelompok, keluarga, maupun komunitas. masyarakat menjadi salah satu jawaban
untuk mencegah timbulnya kejadian gangguan jiwa. Masyarakat diharapkan
mampu merawat anggota keluarga yang sudah sakit (menderita gangguan jiwa),
dan mampu mencegah terjadinya gangguan jiwa baru dari masyarakat yang
beresiko terjadi gangguan jiwa. Penanganan yang tepat terhadap konsumen jiwa
sehat dan masyarakat yang beresiko akan dapat menekan terjadinya kejadian
gangguan jiwa (CMHN, 2005).
Kecamatan Bantur merupakan salah satu kecamatan dengan konsumen
jiwa sehat terbanyak di Jawa Timur. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh
mahasiswa Keperawatan Brawijaya program A bekerja sama Puskesmas Bantur
Maret 2014 didapat data track record pasien konsumen jiwa sehat sebanyak 202
orang yang tersebar di 5 Desa yaitu Desa Bantur 66 orang, Wonorejo 14 orang,
Srigonco 30 orang, Sumber Bening 17 orang, dan Bandung Rejo 61 orang. Desa
Wonokerto mulai dikembangkan menjadi desa sihat jiwa dengan data dari
puskesmas pada bulan Juli 2015 terdapat 21 orang dengan gangguan jiwa, hasil
survey kader menemukan kurang lebih 12 orang yang mengalami gangguan jiwa
sehingga total klien gangguan jiwa kurang lebih 33 orang.
Banyaknya konsumen jiwa sehat di Kecamatan Bantur disebabkan banyak
faktor, salah satunya disebabkan oleh stigma. Stigma didefinisikan sebagai
penolakan lingkungan terhadap seseorang atau kelompok (Jones & Corrigan,
2012). Gangguan jiwa yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk
mendapatkan stigma yaitu jenis gangguan yang menunjukkan abnormalitas atau
penyimpangan (deviasi) pada pola perilakunya. Stigma masyarakat terhadap
kelompok konsumen jiwa sehat juga terjadi di seluruh wilayah termasuk di Desa
Wonokerto. Oleh karena itu diperlukan manajemen stigma masyarakat pada
kelompok konsumsi jiwa sehat supaya tidak terjadi perburukan kondisi pada
konsumen jiwa sehat yang ada di Desa Wonokerto.
Mengingat pentingnya peranan masyarakat sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan jiwa yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan jiwa di masyarakat, maka diperlukan suatu penyuluhan tentang stigma
terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa. Penyuluhan ini merupakan
kegiatan pemberian pendidikan bagi masyarkat dalam menjaga kesehatan jiwa di
lingkungan sekitar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengevaluasi peran warga dalam meningkatkan, memelihara, dan
mempertahankan kesehatan jiwa masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pengetahuan kepada warga desa Wonokerto tentang
manajemen stigma kesehatan jiwa di masyarakat
b. Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma
sebelum dilakukan penyuluhan
c. Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma
sesudah dilakukan penyuluhan

C. Materi Penyuluhan
1. Pengertian gangguan jiwa
2. Pengertian stigma gangguan jiwa
3. Faktor penyebab stigma gangguan jiwa
4. Dampak stigma gangguan jiwa
5. Managemen stigma gangguan jiwa
D. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah warga dusun Gampingan yang menghadiri
pengajian rutin.
E. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab
F. Media
Media yang digunakan adalah leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan
Tahap Waktu Kegiatan Peserta Metode media
Penyuluhan
Pembukaan 5  Membuka  Menjawab salam Ceramah, -
menit kegiatan dengan  Mendengarkan Tanya
mengucapkan  Memperhatikan jawab
salam  Menjawab
 Memperkenalkan pertanyaan pre
diri test
 Menjelaskan
maksud dan
tujuan dari
penyuluhan
 Kontrak waktu
 Melakukan pre
test

Penyajian 10 Menjelaskan  Mendengarkan Ceramah, Leaflet


menit tentang : dan Tanya
 Pengertian memperhatikan jawab
gangguan jiwa  Memberikan
 Pengertian tanggapan dan
stigma gangguan pertanyaan
jiwa mengenai hal
 Faktor penyebab yang kurang
stigma gangguan dimengerti
jiwa
 Dampak stigma
gangguan jiwa
 Managemen
stigma gangguan
jiwa
Penutup 5  Melakukan post - Menjawab Ceramah,
menit test pertanyaan Tanya
 Meyimpulkan - Memberikan jawab
hasil kegiatan tanggapan balik
penyuluhan
 Menutup dengan
salam

H. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
a. Melakukan perizinan kepada kepala puskesmas mengenai kegiatan
penyuluhan dua hari sebelum acara
b. Melakukan perizinan kepada perangkat desa mengenai kegiatan
penyuluhan dua hari sebelum acara
c. Melakukan kerjasama dengan kader dalam melakukan persiapan dan
kegiatan penyuluhan
d. Persiapan penyuluhan oleh kelompok 7
e. Pelaksanaan penyuluhan sesuai dengan yang dirumuskan di SAP
2. Proses :
a. Jumlah peserta penyuluhan minimal 20 peserta
b. Media yang digunakan adalah leaflet
c. Waktu penyuluhan adalah 20 menit
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan
penyuluhan berlangsung
e. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan penyuluhan
3. Hasil
a. 95% peserta penyuluhan memahami tentang pengertian gangguan
jiwa.
b. 80% peserta penyuluhan memahami tentang stigma, penyebab,
dampak, management dan cara mengubah stigma.
c. 75% peserta berkomitmen untuk merubah stigma tentang gangguan
jiwa.
I. Materi Penyuluhan (lampiran 1)
J. Daftar pustaka (lampiran 2)
K. Pretest dan Post-test penyuluhan (lampiran 3)
L. Berita Acara Penyuluhan (lampiran 4)
M. Daftar Hadir Peserta Penyuluhan (lampiran 5)
N. Dokumentasi Penyuluhan (lampiran 6)
Lampiran 1. Materi Penyuluhan
A. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah kelainan perilaku yang disebabkan oleh rusaknya
fungsi jiwa (ingatan, pikiran, penilaian/persepsi, komunikasi, aktivitas,
motivasi, belajar) sehingga menyebabkan adanya hambatan dalam
melakukan fungsi sosial (interaksi/bergaul). Penyebab gangguan jiwa adalah
ketidakmampuan seseorang beradaptasi dengan masalah. Gangguan jiwa
dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Perilaku yang menunjukkan
seseorang mengalami gangguan jiwa adalah sangat beragam

CIRI PERILAKU
 Sedih berkepanjangan dalam waktu lama
 Kemampuan melakukan kegiatan sehari – hari (kebersihan, makan,
minum, aktivitas) berkurang
 Motivasi untuk melakukan kegiatan menurun (malas)
 Marah – marah tanpa sebab
 Bicara atau tertawa sendiri
 Mengamuk
 Menyendiri
 Tidak mau bergaul
 Tidak memperhatikan penampilan/kebersihan diri
 Mengatakan atau mencoba bunuh diri

B. Stigma Gangguan Jiwa


1. Definisi Stigma Gangguan Jiwa
Seringkali penderita gangguan jiwa justru dihindari atau dikucilkan
oleh masyarakat. Istilah penghindaran pada dasarnya berbeda dengan
stigma. Label penghindaran mengacu pada keadaan dimana individu
memilih tidak menggunakan fasilitas kesehatan untuk menyelesaikan
masalah kejiwaan yang dialami untuk menghindari label negatif padanya
(Corrigan, et al., 2011). Sedangkan stigma didefinisikan sebagai
penolakan lingkungan terhadap seseorang atau kelompok (Jones &
Corrigan, 2012).
Stigma berasal dari kecenderungan manusia untuk menilai orang
lain. Bedasarkan penilaian tersebut, kategorisasi atau stereotip dilakukan
tidak berdasarkan fakta, tetapi pada apa yang masyarakat anggap
sebagai tidak pantas, luar biasa, memalukan, atau tidak dapat diterima.
Stigmatisai terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Seseorang
dapat dikenai stigma karena penyakit yang diderita, cacat fisik, pekerjaan
dan status ekonomi, atau gangguan jiwa yang dialami. Gangguan jiwa
mengacu pada ketidakmampuan yang bersifat serius dalam
menyesuaikan diri dengan tuntutan atau kondisi lingkungan yang
mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. (Syaharia, 2008).
Gangguan jiwa yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk
mendapatkan stigma yaitu jenis gangguan yang menunjukkan
abnormalitas atau penyimpangan (deviasi) pada pola perilakunya. Stigma
yang lebih memberatkan yaitu gangguan jiwa yang mempengaruhi
penampilan (performance) fisik seseorang daripada gangguan jiwa yang
tidak berpengaruh pada penampilan fisik seseorang (Syaharia, 2008).

2. Faktor Penyebab Stigma Gangguan Jiwa


Stigma sosial yang berhubungan dengn masalah kesehatan jiwa
muncul karena beberapa penyebab. Selama ini, seseorang dengan
masalah kesehatan jiwa selalu diperlakukan berbeda, dikucilkan, bahkan
diperlakukan dengan buruk. Perlakuan ini mungkin berasal dari pemikiran
masyarakat yang menganggap bahwa penderita gangguan jiwa dapat
bersikap kasar atau jahat atau tidak terduga dibandingkan dengan
seseorang yang sehat secara jiwa. Selain itu, kepercayaan terhadap
kekuatan jahat atau hal-hal yang gaib sebagai penyebab gangguan jiwa
merupakan salah satu alasan munculnya ketakutan dan diskriminasi pada
penderita gangguan jiwa (Davey, 2013).
Beberapa faktor yang menjadi sebab terjadi atau munculnya stigma
gangguan jiwa antara lain sebagai berikut:
a. Adanya kesalahpahaman mengenai gangguan jiwa yang disebabkan
kurangnya pemahaman tentang gangguan jiwa sehingga muncul
anggapan bahwa gangguan jiwa identik dengan istilah “gila”
b. Adanya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap hal-hal gaib
sehingga ada asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan hal-hal yang
bersifat supranatural, seperti makhluk halus, setan, roh jahat, atau
akibat terkena pengaruh sihir.

3. Dampak Stigma Gangguan Jiwa


Stigmatisasi pada orang yang mengalami gangguan jiwa dapat
berdampak pada penanganan gangguan jiwa yang kurang tepat. Menurut
Corrigan dan Watson (2002), dampak stigma dapat dibagi menjadi dua,
yaitu dampak stigma publik dan dampak stigma diri (self-stigma). Stigma
publik dapat diartikan sebagai reaksi masyarakat terhadap penderita
gangguan jiwa. Sedangkan self-stigma merupakan penilaian penderita
gangguan jiwa terhadap dirinya sendiri. Baik stigma public dan self-stigma
dapat digambarkan dalam tiga komponen, yaitu stereotip, anggapan
(prejudice), dan diskriminasi. Perbedaan ketiga komponen tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Stigma Publik
Stereotipe keyakinan negative tentang kelompok (seperti berbahaya,
ketidakmampuan, kelemahan karakter)
Prejudice kesepakatan antara keyakinan dan/atau reaksi emosi
negative (respon marah, ketakutan)

Diskriminasi respon terhadap prejudice (menghindari, mengucilkan


penderita gangguan jiwa)
Self-stigma
Stereotipe keyakinan negative tentang diri sendiri (kelemahan karakter,
ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu
Prejudice kesepakatan antara keyakinan dan/atau reaksi emosi
negative (harga diri rendah)

Diskriminasi respon terhadap prejudice (gagal dalam pekerjaan)


Jika dilihat dari stigma yang dialami oleh penderita gangguan jiwa,
maka dampak yang muncul dapat dibedakan menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama penanganan pada klien dengan stigma bahwa orang
yang menderita gangguan jiwa karena kesurupan sedangkan stigma yang
kedua adalah bahwa penderita gangguan jiwa merupakan aib keluarga.
Perlakuan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa dengan stigma
bahwa mereka mengalami penyakit yang berhubungan dengan kekuatan
supranatural yaitu mereka akan segera diberi pengobatan dengan
memanggil dukun atau kyai yang dapat mengusir roh jahat dari tubuh
penderita. Waktu penyembuhan tersebut bisa memakan waktu sebentar
ataupun lama. Dampak yang ditimbulkan adalah bahwa gangguan jiwa yang
terjadi pada penderita tersebut akan semakin berat tanpa pertolongan
dengan segera.
Sedangkan perlakuan pada orang yang menganggap gangguan jiwa
adalah aib yaitu dengan cara menyembunyikan keadaan gangguan jiwa
tersebut dari masyarakat. Mereka tidak segera membawa orang yang
mengalami gangguan jiwa tersebut ke profesional tetapi cenderung
menyembunyikan atau merahasiakan keadaan tersebut dari orang lain
ataupun masyarakat. Hal ini berdampak pada pengobatan yang terlambat
dapat memeperparah keadaan gangguan jiwanya.
Dengan adanya stigma di masyarakat, penderita gangguan jiwa lebih
memilih tidak memberitahukan kondisinya pada masyarakat, sehingga
cenderung menarik diri dan hal ini akan memperparah keadaannya.
Disamping itu, terjadi pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap
pasien gangguan jiwa baik yang baru ataupun yang sudah sembuh dari
gangguan. Hal ini dapat berakibat pada gangguan yang lebih parah yang
dapat berdampak pada kekambuhan yang lebih cepat.
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat di
sekitar penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan
yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami
gangguan jiwa. Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan
jiwa yang tidak tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan
tidak terkontrol yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan.

4. Manajemen Stigma Gangguan Jiwa


Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang tidak
mudah. Namun tetap diperlukan usaha untuk menurunkan stigma tersebut
dengan harapan di masa yang akan datang akan hilang dengan sendirinya.
Penanganan stigma memerlukan pendidikan dan keinginan yang keras dari
individu-individu di masyarakat dan memerlukan keberanian yang besar
untuk ikut serta dalam penanganan tersebut.
Beberapa kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk
mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain:
a. Melakukan kampanye pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa.
Kampanye tersebut dapat dilakukan di masyarakat melalui program desa
siaga ataupun dengan media massa. Kita berikan akses seluas-luasnya
bagi masyarakat ataupun wartawan secara akurat dan terbaru tentang
kesehatan jiwa.
b. Pantangan untuk menggunakan istilah yang digunakan dalam merujuk
kepada orang-orang dengan penyakit mental, atau terkait dengan istilah
kata-kata yang digunakan sebagai cemoohan, seperti psikopat, gila, atau
menderita skizofrenia.
c. Melibatkan keluarga ataupun masyarakat dalam pelaksanaan tindakan
terhadap pasien gangguan jiwa sehingga kesadaran keluarga dan
masyarakat tentang cara pandang mereka pada pasien gangguan jiwa
dapat berubah dan dapat membantu menanganinya.
d. Pemerintah ataupun lembaga swasta perlu memberikan kesempatan
pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuannya kepada orang-
orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun orang-orang yang telah
sembuh dari gangguan jiwa.
e. Tenaga kesehatan maupun tokoh masyarakat harus mampu
menunjukkan atau memberi contoh bahwa tidak melakukan stigma
tersebut. Kita harus menentang kesalahpahaman tentang gangguan jiwa
dan menunjukkan fakta-fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum
dan dapat disembuhkan dengan manajemen tindakan yang tepat.

Lampiran 2. Daftar Pustaka

Corrigan Patrick W. and Watson Amy C. 2002. Understanding the Impact of


Stigma on People with Mental Illness. Journal Worl Psyciahtry.
Corrigan Patrick W, Amy C. Watson and Leah Barr. 2011. The Self Stigma of
Mental Illness : Implication for Self Esteem and Self Efficiacy. Journal Of
Social and Clinical Psychology.
Jones Nev and Corrigan Patrick W. 2012. Mental Health Stigma in The Muslim
Community. Ilinoiis Institue of Technology. Volume 7.
Lampiran 3. Pre dan Post Test
PRE & POST TEST

1. Ciri perilaku orang dengan gangguan jiwa adalah….


a. Mampu melakukan aktifitas sehari – hari
b. Berbicara dan tertawa sendiri
c. Berpenampilan rapi
2. Apa yang dimaksud dengan STIGMA gangguan jiwa?
a. Penolakan lingkungan
b. Penerimaan masyarakat
c. Penganiayaan fisik
3. Yang merupakan faktor penyebab STIGMA gangguan jiwa adalah...
a. Kepercayaan terhadap hukum
b. Kepercayaan terhadap hal-hal ghaib
c. Kepercayaan terhadap pemerintah
4. Yang merupakan dampak dari STIGMA gangguan jiwa adalah...
a. Penghormatan terhadap penderita gangguan jiwa
b. Dukungan terhadap penderita gangguan jiwa
c. Diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa
5. Di bawah ini yang merupakan kegiatan atau program yang dapat dilakukan
untuk mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain...
a. Bersih desa
b. Kampanye sehat jiwa
c. Kampanye partai politik

Anda mungkin juga menyukai