Anda di halaman 1dari 119

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN INDUSTRI

Disusun oleh :

ANISA MULYANI

NIM. 164101484010055

AKADEMI FARMASI ISFI

BANJARMASIN

2018

i
ii

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN

di

1. PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. Jalan Indofarma No. 1, Cikarang


Barat 17530, Bekasi
2. PT. Martina Berto
3. BPOM Jalan. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat 10560

Disusun oleh:

ANISA MULYANI

NIM. 164101484010055

AKADEMI FARMASI ISFIBANJARMASIN

2017/2018

ii
iii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN

DI

1. PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. Jalan Indofarma No. 1, Cikarang


Barat 17530, Bekasi
2. PT. Martina Berto
3. BPOM

Disusun oleh:

ANISA MULYANI

NIM. 164101484010055

Disetujui oleh

Dosen Pembimbing

(Anna Khumaira Sari, M.Farm., Apt )

MENGETAHUI

Wakil Direktur Bidang Akademik


Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin

(Erna Prihandiwati, S. F., M.Farm., Apt)

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN

2017/2018

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun laporan

dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam laporan kunjungan

industri ini kami akan membahas mengenai “PT .INDOFARMA,PT.MARTINA

BERTO, dan BPOM RI ”.

Laporan kunjungan industri ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan

beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan

dan hambatan selama mengerjakan laporan ini.Oleh karena itu, kami

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada

laporan ini.Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran

serta kritik yang dapat membangun.Kritik dari pembaca sangat kami harapkan

untuk penyempurnaan laporan selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya

bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Banjarmasin,4 Desember 2018

Penyusun

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Maksud dan Tujuan Kunjungan Keja Lapangan

Maksud dilaksanakannya kunjungan kerja lapangan ini sebagai

persyaratan untuk kelulusan sebagai Ahli Madya Farmasi.

Tujuan kunjungan kerja lapangan mahasiswa Akademi Farmasi

ISFI Banjarmasin di Industri Farmasi adalah :

1. Mengetahui Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) di industri

farmasi PT. Martina Berto, Tbk, sehingga menghasilkan produk kosmetik

yang aman dan berkualitas.

2. Mengetahui Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di industri farmasi PT. Indofarma,

Tbk.

3. Mengetahui tentang peran, tugas, fungsi dan tanggung jawab seorang Ahli

Madya Farmasi dari seluruh kegiatan yang dilakukan di Badan POM.

4. Membekali diri dengan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman kerja ketika bekerja di Badan POM

5. Membandingkan adanya kesesuaian teori tentang industri farmasi yang

didapat selama diperkuliahan dengan kenyataan yang terjadi di industri

farmasi.

6. Meningkatkan dan memperluas keterampilan mahasiswa sebagai bekal

untuk memasuki dunia kerja.

1
2

7. Menambah wawasan dan memperoleh ilmu pengetahuan tentang industri

farmasi dan profesi farmasi di industri farmasi.

Penulisan laporan ini merupakan kelanjutan tujuan KKL yang telah

ditempuh para mahasiswa dan merupakan rangkuman dari kegiatan yang

telah dilaksanakan, sehingga dapat mempermudah mempelajari dan

menelaahnya kembali.

B. Pengertian-Pengertian

1. Industri Farmasi

Menurut PERMENKES RI NO.1799/MENKES/PER/XII2010 tentang

Industri Farmasiadalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

2. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Menurut PERMENKES No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian.

Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbebtuk badan hukum yang

memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan

farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3. Perbekalan Farmasi

Menurut PERMENKES No. 922 / Menkes / PER / 1993 Perbekalan

farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat, obat asli

Indonesia, alat kesehatan, kosmetika dan sebagainya.

4. Bahan Baku

2
3

SK. Menkes No. 245 / Menkes /SK /V / 1990 Bahan baku adalah semua

bahan, baik berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam

pengolahan obat dengan standar mutu bahan baku farmasi.

5. Bahan Obat

Menurut PERMENKES RI No. 1799 / MENKES / PER / XII / 2010

tentang Industri Farmasi. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat

maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan

standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.

6. Karantina

Karantina adalah status bahan atau produk yang dispisahkan secara fisik

dengan sistem tertentu menunggu keputusan apakah bahan atau produksi

tersebut ditolak atau dapat digunakan untuk pengolahan, pengemasan dan

distribusi (Badan POM, 2003).

7. Pengemasan

Pengemasan adalah bagian siklus produksi yang dilakukan produk ruahan

untuk menghasilkan produk jadi (Badan POM, 2003).

8. Produk Ruahan

Produk ruahan adalah tiap bahan-bahan yang telah selesai diolah dan

tinggal memerlukan tahap pengemasan untuk menghasilkan produk jadi

(Badan POM, 2003).

9. Produk Antara

3
4

Produk antara adalah tiap bahan atau campuran bahan yang masih

memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi

produk ruahan (Badan POM, 2003).

10. Tanggal Daluarsa/Expire Date

Tanggal daluarsa / Expire date adalah tanggal yang menyatakan bahwa

sebelum tanggal tersebut suatu batch masih memenuhi spesifikasi standar

mutu yang memenuhi syarat (Badan POM, 2003).

11. CPOB atau Cara Pembuatan Obat yang Baik

Menurut PERMENKES RI No. 1799 / MENKES / PER/ XII / 2010

tentang Industri Farmasi. Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang

disingakat CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk

memastikan agar mutu obat yangdihasilkan sesuai dengan persyaratan dan

tujuan pengguanaanya.

12. Obat

Menurut PERMENKES RI No. 1799 / MENKES / PER / XII / 2010

tentang Industri Farmasi.Obat adalah bahan atau panduan bahan, termasuk

produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki

sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan

kontrasepsi untuk manusia.

13. Obat Jadi

Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk

biologi dan kontrasepsi yang siap untuk digunakan mempengaruhi dan

4
5

menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan

(Badan POM, 2003).

14. Produksi

Produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan dan

penyiapan bahan baku serta bahan pengemasan, pengolahan dan

pengendalian mutu sehingga diperoleh produk jadi yang siap

didstribusikan (Badan POM, 2003).

15. Pengemasan

Pengemasan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari pengisian,

pembungkusan, pemberian etiket dan atau kegiatan lain yang dilakukan

terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi (Badan

POM,2003).

16. Pengawasan Mutu (Quality Control)

Pengawasan mutu (Quality Control) adalah semua upaya yang dilakukan

selama pembuatan dan dirancang untuk menjamin keseragaman produk

obat yang memenuhi spesifikasi, identitas, kekuatan, kemurnian, dan

karakteristik lain yang ditetapkan (Badan POM, 2003).

17. Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subjeknya (Badan POM, 2003).

18. Bets

5
6

Bets adalah sejumlah obat yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam

yang dihasilkan dalam satu siklus pembuatan atas suatu perintah

pembuatan tertentu (Badan POM, 2003).

19. Nomor Bets

Nomor Batch adalah penandaan yang terdiri dari angka atau huruf atau

gabungan keduanya, yang merupakan tanda pengenal suatu batch, yang

memungkinkan penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan batch

tersebut, termasuk seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi

(Badan POM, 2003).

20. Granulasi basah

Granulasi basah adalah cara pembuatan tablet dengan mencampurkan zat

aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan

cairan pengikat dengan jumlah yang tepat sehingga diperoleh masa lembab

yang dapat digranulasi (Depkes RI, 1999).

21. Granulasi kering

Granulasi basah adalah proses pembuatan tablet dengan cara

mencampurkan zat aktif dan eksipien dalam keadaan kering, untuk

kemudian dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi

persyaratan (Depkes RI, 1999).

22. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, disingkat limbah B3 adalah sisa

suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau

beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,

6
7

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau

merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan

hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain

(Depkes RI, 1999).

7
8

BAB II

URAIAN OBJEK KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN

A. PT. MARTINA BERTO, Tbk.

1. Gambaran Umum

1.1 Sejarah

PT. Martina Berto merupakan perusahaan kosmetika dengan

keinginan mempercantik wanita Indonesia lahir dan batin dengan

memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia.Perusahaan ini didirikan

pada tahun 1977 oleh Dr HC. Martha Tilaar, (Alm) Pranata Bernard, dan

Theresa Harsini Setiady. Pada tahun 1981, perusahaan mendirikan pabrik

modern pertama di Jl. Pulo Ayang No 3, Pulogadung Industrial Estate,

yang memproduksi kosmetik dan jamu dengan merek "Sariayu Martha

Tilaar" untuk pertama kalinya. Pada tahun 1986, Perusahaan mendirikan

pabrik modern kedua di Jl. Pulo Kambing, Kawasan Industri Pulogadung

("Pabrik Pulo Kambing"). Karena pertumbuhan penjualan yang pesat, pada

tahun 1995, perusahaan mengalihkan produksi herbal untuk Gunung Putri,

Bogor. Sementara factrory Pulo Ayang ditransfer ke anak perusahaan,

yaitu PT Cempaka Belkosindo Indah. Ini memproduksi kosmetik dengan

merek "Mirabella" dan "Cempaka". Pada tahun 2005, PT Cempaka Indah

Belkosindo digabung dengan perusahaan sehingga merek "Mirabella" dan

"Cempaka" juga dikombinasikan dengan produksi di pabrik Pulo

Kambing. Selanjutnya, Pulo Ayang pabrik dialihkan dan memungkinkan


9

sebagai kantor penjualan samping untuk perusahaan Distribution Center,

yang terletak di Jl. Pulo Ayang No 24-25, Kawasan Industri Pulogadung.

Tahun 1993, perusahaan mengakuisisi pabrik kosmetik PT Cedefindo

sebagai manufaktur kontrak untuk internal dan eksternal. Pada tahun 1996

PT Martina Berto menjadi pabrik kosmetik pertama di Indonesia yang

memperoleh ISO 9001 certification. dan ISO 2000, perusahaan ini menjadi

satu-satunya pendiri Global Compact PBB dari Asia, juga mendapatkan

sertifikat ISO 14001 dan sertifikat GMP: CPKB (Cara Produksi kosmetika

Yang Baik) dan CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional Yang Baik).

Pada tahun 2008, ia dianugerahi “Most Admired Enterprise di ASEAN”

kategori ‘Inovasi’ dari Asean Bussiness Forum.PT. Martina Berto

mengeluarkan produksi kosmetik yang di tata dari tahun 1998 sampai

sekarang berjumlah lebih dari 600 macam produk. PT. Martina Berto

memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 500 orang sebagaian besar adalah

wanita dengan maksud untuk membantu mendapatkan pekerjaan yang

layak. Dengan dihasilkannya produk yang berkualitas kepada para

konsumen,

1.2 Visi dan Misi

 Visi

Menjadi perusahaan perawatan kecantikan dan spa (Beauty & Spa) yang

terkemuka di dunia dengan produk yang bernuansa ketimuran dan alami,

melalui pemanfaatan teknologi modern dan menempatkan penelitian dan


10

pengembangan sebagai sarana peningkatan nilai tambah bagi konsumen

dan pemangku kepentingan lainnya.

 Misi

1. Mengembangkan, memproduksi dan memasarkan produk perawatan

kecantikan dan spa yang bernuansa ketimuran dan alami dengan

standar mutu internasional guna memenuhi kebutuhan konsumen di

berbagai segmen pasar dari premium, menengah atas, menengah dan

menengah-bawah dalam suatu portofolio yang sehat dan setiap merek

mampu mencapai posisi 3 besar di Indonesia di setiap segmen pasar

yang dimasukinya.

2. Menyediakan layanan yang prima kepada semua pelanggan dalam

porsi yang seimbang, termasuk konsumen dan para penyalur produk.

3. Mempertahankan kondisi keuangan yang sehat dan pertumbuhan

bisnis.

4. Merekrut, melatih dan mempertahankan tenaga kerja yang kompeten

dan produktif sebagai bagian dari aset Perusahaan.

5. Memanfaatkan metode operasi, sistem dan teknologi yang efisien dan

efektif di seluruh unit dan fungsi usaha.

6. Menerapkan ‘Good Corporate Governance’ secara konsisten demi

kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders).

7. Memberikan tingkat keuntungan yang wajar kepada para pemegang

saham.
11

8. Mengembangkan pasar kosmetika dan jamu internasional dengan fokus

jangka menengah di kawasan Asia Pasifik dengan produk dan merek

pilihan, dan fokus jangka panjang di pasar global.

1.3 Aktifitas utama perusahaan

 Memproduksi barang kosmetik dan obat tradisional (jamu)

 Pemasaran dan Niaga kosmetik, perawatan kecantikan dan barang obat

tradisional.

 Selain itu, perusahaan memiliki dukungan dari kegiatan usaha yang

dilakukan oleh anak perusahaannya, PT Cedefindo, yang kosmetik

manufaktur kontrak atau makloon dengan kering, semi-padat, cair, dan

aerosol. Selain itu, termasuk layanan formulasi, pendaftaran, pembuatan

bahan baku / kemasan, proses produksi, pengemasan, dan satu-stop

layanan logistik untuk internal Martha Tilaar Group dan eksternal kepada

perusahaan lain.

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT. Martina Berto, Tbk. dapat dilihat pada lampiran.

3. Proses Produksi

Produksi yang dilakukan Martha Tilaar telah berstandar Internasional yaitu

ISO 9001, ISO 14001, Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), and

Good Manufacturing Practices (GMP). Semua produk yang dihasilkan akan

diteliti dibagian R n D (Research and Development)

3.1 Bahan Baku


12

Bahan baku berupa simplisia yang berasal dari supplier dan bahan

baku berupa herba ekstrak diolah mandiri dari kebun yang dikelola di

gunung Putri. Bahan baku berupa minyak yang diambil sarinya dengan

kadar tertentu diperoleh dari supplier dalam bentuk sediaan yang sudah

jadi.

Sebelum bahan baku diproses, bahan baku terlebih dahulu ditimbang,

diuji fisik, lalu dibersihkan kemudian disortir dengankadar air 5%. Bila

memenuhi persyaratan maka bahan baku dapat diproses.

3.2 Proses Pembuatan

Produksi menggunakan formulasi tradisional yang diproses dengan

menggunakan teknologi canggih. Pengembangan suatu produk dapat

dipasarkan dimulai dari suatu ide, yang oleh pihak laboratorium

kemudian dibuat formulanya berdasarkan farmakope dan literatur lain.

Bentuk sediaan kosmetik terbagi 2, yaitu :

Bentuk Padat

Produk / Sediaan Cara Pembuatan

Bahan dihaluskan dengan mesin

1. Bedak Tabur penghalus kemudian di

tambahkan talk dan bahan

tambahan dan siap untuk

dikemas.

2. Bedak Padat Bahan dihaluskan dengan mesin

penghalus di tambah zat pengikat


13

dan zat pelicin lalu di cetak

langsung pada wadahnya pada

tekanan tertentu.

3. Pemulas Mata dan Pipi Bahan dihaluskan dengan mesin

(blush on dan eye shadow) penghalus ditambah zat pengikat,

zat pelicin dan zat pewarna lalu

dicetak langsung pada wadahnya

dengan tekanan tertentu

4. Lipstik Basis minyak tengkawang,

dicampur carbowa, paraffin, zat

pewarna dan minyak zaitun.

Dilumerkan pada suhu tertentu

sehingga diperoleh lipstik cair,

dituang kedalam cetakan

dinginkan.Setelah lipstik

memadat, masukan kedalam

kemasan khusus lalu dilewatkan

diatas api khusus untuk

mengkilapkan dan membuat

batang lipstik menjadi lebih rata

dan warnanya cerah.

Pembuatan lipstik berdasarkan area :


14

 Liquid Processing Area : Lipstik diproses (untuk pembuatan

lipstik 1 warna satu hari atau

perminggu semua bahan dan wangi-

wangian.

 Lipstik Moulding Area :Lipstick yang sudah dicampur siap

untuk dicetak.

 Lipstik Flaming Area :Lipstik diperhalus dan diperlicin

permukaannya.

 Lipstik Packing Area : Lipstik yang dicetak dan dikemas

siap untuk diedarkan.

Bentuk Semi Padat

Produk / Sedian Cara Pembuatan

1. Lotion Vaselin dan oleum dilebur pada

suhutertentu lalu dimasukan

kedalam mikser, diaduk bersama

sampai dingin. Kemudian ditambah

dengan bahan tambahan seperti

bahan pengawet, diaduklagi sampai

homogeny. setelah itu dimasukan

dalam pengemas.

2. Krim Bahan baku ditimbang sesuai

formula, fase minyak ditambahkan


15

dengan air dan surfaktan,

dimasukan kedalam mesin,

kemudian dicampur dengan zat

berkhasiat sampai homogen.

4. Pengujian Mutu

Pengujian mutu pada industri kosmetik adalah suatu kegiatan

analisis untuk mengetahui atau menentukan bahwa suatu hasil kosmetik

tersebut mempunyai mutu yang baik atau memenuhi standar dan untuk

memenuhi persyaaratan dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan

penggunanya karen tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif (Badan

POM, 2012).

Pengujian dilakukan mulai dari bahan baku, bahan baku setengah

jadi dan bahan jadi. Quality Control (QC) meliputi penentuhan pH,

penetapan kadar,zat warna,derajat halus dan viskositas. Pengujian kualitas

dilakukan pada konsumen salon dengan pengawasan dokter kulit(Badan

POM, 2012).

4.1 Terhadap Bahan Baku

 Pengujian kadar zat berkhasiat dilakukan untuk menentukan kadar zat

aktif dalam sediaan dan untuk memastikan bahwwa kandungan zat

berkhasiat yang terdapat dalam sediaan telah memenuhi syarat.


16

 Pengujian kemurnian dilakukan untuk menentukan sediaan tidak

tercampur dengan bahan atau zat yang tidak diinginkan.

 Pengujian kadar airdilakukan untuk mengetahui apakah bahan pangan

tersebut memiliki daya simpan yang panjang dan kualitas yang baik.

4.2 Terhadap produk antara

Sediaan Pengujian Mutu

Bedak tabur 1. Homogenitas

Tidak boleh ditemukan adanya

lapisan warna atau ketidakcampuran

pada dispersi bedak yang

menyebabkan pulverisasi yang jelek

atau pengeluaran warna keseragaman

pada bedak dapat dengan mudah

diperiksa dengan menyebarkannya

pada kertas putih dan diuji dengan

kaca pembesar. Jika terdapat

ketidakseragaman yang terdeteksi,

proses selanjutnya untuk

memperoleh pengembangan warna

maksimal harus diperoleh dalam

homogenitas (Syamsuni, 2006).

Bedak tabur 2. Kadar air

Pengukuran kandungan air yang


17

berada dalam bahan ataupun sediaan

dilakukan dengan cara yang tepat

yang bertujuan memberikan batasan

minimal atau rentang tentang

besarnya kandungan air dalam

bahan, dimana nilai maksimal atau

rentang yang diperbolehkan terkait

dengan kemurnian dan kontaminasi

(Badan POM, 2012).

Sediaan Pengujian Mutu

Bedak Padat 1. Shade control dan Lighting

Shade control adalah salah

satu dari aspek yang

mengancam dalam

pengendalian mutu bedak.

Variasi antar bets yang sama

terjadi, dan titik yang tepat

dimana untuk

mempertimbangkan suatu bets

baru dapat menjadi pilihan

komersil walau kadang-

kadang sukar untuk


18

ditentukan. Pengendalian

produksi harus sedemikan

rupa sehingga shade-nya tidak

berbeda dari yang baku

(Badan POM, 2012).

Bedak Padat 2. Dispersi Warna

Pewarna pada bedak wajah

haruslah terdispersi secara

homogen dalam dasar bedak.

Tidak boleh ditemukan

adanya lapisan warna atau

ketidakbercampuran pada

dispersi bedak yang

menyebabkan pulverisasi yang

jelek atau pengeluaran warna

keseragaman pada bedak

dapat dengan mudah diperiksa

dengan menyebarkannya pada

kertas putih dan diuji dengan

kaca pembesar. Jika terdapat

ketidakseragaman yang

terdeteksi, proses selanjutnya

untuk memperoleh
19

pengembangan warna

maksimal harus diperoleh

dalam homogenitas(Badan

POM, 2012).

Bedak Padat 3. Pay Off

Hasil dari bedak harus selalu

diperiksa pada kulit. Jika tekanan

pada cake terlalu besar, bedak

yang dihasilkan tidak akan tersapu

bersih dengan mudah. Jika

tekanannya terlalu rendah, cake

akan menjadi lembek dan

mempunyaikecenderungan

menjadi remuk dan pecah.

Bedak Padat 4. Uji Tekanan

Pada bedak tekanan yang diberikan

secara alami haruslah rata, dengan

adanya kantung-kantung udara akan

membuat cake menjadi mudah pecah.

Keseragaman dan kekerasan dari cake

sebaiknya diperiksa dengan

penetrometer. Pemeriksaan pada table


20

sebaiknya diambil dari berbagai segi

untuk meyakinkan bahwa produk

cukup keras dan tekanan yang

diberikan seragam (Farmakope

Indonesia Edisi III).

Langkah yang paling baik terhadap

kecenderungan bedak menjadi pecah

adalah dengan menjatuhkan bedak

pada permukaan kayu beberapa kali

pada ketinggian 8-10 inci. Jika cake

yang dihasilkan tidak rusak,

mengindikasikan bahwa

kekompakannya lulus uji dan dapat

disimpan tanpa menghasilkan hal-hal

yang tidak memuaskan

(Syamsuni,2006).

Sediaan:

 Lipstik

1. Pemeriksaan kekuatan lipstik

Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan

cara lipstik diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari


21

tepi lipstik, digantungkan beban yang berfungsi sebagai penekan.

Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 gram). Penambahan

berat sebagai penekanan dilakukan terus menerus sampai lipstik

patah, pada saat lipstik patah merupakan nilai kekuatan lipstiknya.

2. Penentuan pH sediaan

Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan

menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan

dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH

tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu

dikeringkan dengan tissu. Sampel dibuat dalamkonsentrasi 1%

yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilebur dalam beker glass dengan

100 ml air suling di atas penangas air. Setelah dingin kemudian

elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat

menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan

pH meter merupakan pH sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali

pada tiga lipstik terhadap masing-masing konsentrasi (Syamsuni,

2006).

3. Pemeriksaan stabilitas sediaan

Pemeriksaan stabilitas sediaan dilakukan terhadap adanya

perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan

terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu

kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga

hari ke-30. Pada perubahan bentuk diperhatikan apakah lipstik


22

terjadi perubahan bentuk dari bentuk awal pencetakan atau tidak,

pada perubahan warna diperhatikan apakah lipstik terjadi

perubahan warna dari warna awal pembuatan lipstik atau tidak,

pada perubahan bau diperhatikan apakah lipstik masih berbau khas

dari parfum yang digunakan atau tidak.

4. Pemeriksaan titik lebur lipstik

Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan

cara melebur lipstik. Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan

lipstik dengan titik lebur dengan suhu di atas 50ºC. Lipstik

dimasukkan dalam oven dengan suhu awal 50ºC selama 15 menit,

diamati apakah lipstik meleleh atau tidak, setelah itu suhu

dinaikkan 1ºC setiap 15 menit dan diamati pada suhu berapa lipstik

mulai meleleh.

5. Uji oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan

lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati

banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali

pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang

baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan

banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan

tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang

tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata.

Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang


23

dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali

pengolesan (Syamsuni, 2006).

6. Pemeriksaan homogenitas

Masing-masing sediaan lipstik diperiksa homogenitasnya

dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca

yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang

homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar(Syamsuni,

2006).

7. Uji iritasi

Uji iritasi dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

bahwa lipstik yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit

atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi

primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan

atau penyentuhan pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya

baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada

kulit (Syamsuni, 2006).

Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel

terbuka (Patch Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10

orang panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan

sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5 x

2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini

dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama tiga hari berturut-turut

untuk sediaan yang paling tinggi konsentrasi pewarnanya, yaitu


24

konsentrasi 18%, reaksi yang terjadi diamati. Reaksi iritasi positif

ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada

kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya

kulit merah diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++), dan

yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (0). Kriteria

panelis uji iritasi sesuai dengan Ditjen POM, 1985.

Sedian

 Lotion dan krim

1. Pemeriksaan organoleptis sediaan

Pemeriksaan organoleptis sediaan meliputi bentuk, bau dan

warna sediaan yang dilakukan secara visual.

2. Penentuan tipe emulsi

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan cara

sebanyak 1 tetes krim ditempatkan di atas gelas objek, ditambah 1

tetes larutan metilen biru, dicampur merata, diamati di bawah

mikroskop, akan terbentuk warna biru yang homogen yang

menunjukkan terbentuknya emulsi tipe minyak dalam air

sedangkan jika terbentuk warna biru yang tidak homogen pada fase

luar menunjukkan terbentuknya emulsi tipe air dalam minyak

(Syamsuni, 2006). Sediaan pelembab pada penelitian ini harus

memiliki tipe emulsi minyak dalam air.

3. Pengukuran pH sediaan
25

Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang

dihasilkan dapat diterima pH kulit atau tidak, karena hal ini

berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan sediaan ketika

digunakan. Apabila tidak sesuai dengan pH kulit maka sediaan

dapat menyebabkan iritasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan

dalam penggunaan.Pengukuran ukuran partikel ( Aminiati, 2010)

4. Pengukuran viskositas

Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan

suatu zat. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi

tingkat kekentalan zat tersebutPengukuran daya sebar ( Aminiati,

2010)

5. Pengukuran daya sebar

Pengukuran daya sebar sediaan dilakukan dengan cara 0,5 gram

sediaan diletakkan diatas kertas grafik yang dilapisi kaca transparan

lalu dibiarkan ± 15 detik. Selanjutnya dihitung luas daerah yang

diberikan oleh sediaan lalu ditutup lagi dengan lempengan kaca

yang diatasnya diberi beban dengan berat tertentu (10 g, 20 g, 30 g)

dan dibiarkan selama 60 detik lalu dihitung luas yang diberikan

oleh sediaan. Sediaan harus dapat menyebar secara merata. Kriteria

uji daya sebar dapat dilihat pada tabel ( Aminiati, 2010)

6. Pengukuran homogenitas sediaan


26

Pengukuran homogenitas sediaan dilakukan dengan cara

sediaan ditimbang 0,5 gram di atas wadah kemudian diamati

secara visual dan sensoris dengan cara diraba (Syamsuni, 2006).

7. Pengukuran daya tercucikan air

Krim ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dioleskan pada

telapak tangan dan dicuci dengan sejumlah volume air sambil

membilas tangan. Air dilewatkan dari buret dengan kecepatan

0,25 tetes per detik lalu diamati secara visual da atau tidaknya

krim yang masih tersisa pada telapak tangan. Volume air yang

terpakai kemudian dicatat (Anggraini dkk, 2011). Sediaan

pelembab harus mudah tercucikan air.

4.3 Terhadap Produk Jadi

Produk-produk yang dihasilkan nantinya akan diuji salah satunya

dengan dipanaskan dibawah sinar matahari untuk mengetahui apakah

produk tersebut dapat terkena cahaya matahari secara langsung atau

tidak. Umumnya semua produk pada tahap ini dapat bertahan selama 6

bulan sampai dengan 3 tahun.

Laboratorium QC terdiri dari 5 bagian pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan Raw Material

Dilakukan terhadap setiap bahan baku yang datang dari supplier .

Staf QC yang bertugas sebagai sampler bahan baku yang akan

menyampling bahan baku yang telah diberi status karantina. Jumlah


27

sampel yang disampling adalah n+1 (n=kemasan) untuk jumlah

kemasan diatas 20 buah. Sedangkan kemasan dalam jumlah dibawah 20

maka akan diperiksa secara keseluruhan. Bahan baku yang diperiksa

meliputi bahan baku cair, wax atau granular, serbuk, zat warna, dan

parfum. Acuan pada pemeriksaan bahan baku adalah standar bahan

baku internal yang ditetapkan R&D standardisasi. Setiap hasil uji diberi

label status sesuai hasil pemeriksaannya. Label status tersebut antara

lain:

 Label released (warna hijau) untuk pemeriksaan yang memenuhi

spesifikasi pemeriksaan.

 Label rejected (warna merah) untuk pemeriksaan yang tidak

memenuhi spesifikasi pemeriksaan.

 Label hold (warna jingga) untuk pemeriksaan yang memerlukan

keputusan penanganan lebih lanjut.

Bahan baku released dipindahkan penyimpanannya dari ruang

karantina ke ruang penyimpanan bahan baku. Untuk menjaga kualitas

bahan baku yang ada dilakukan pemeriksaan ulang. Setiap bahan baku

memiliki masa periksa ulang yang berbeda Bahan baku cair

mempunyai masa periksa ulang (PU) 6 bulan sekali untuk bahan yang

tidak sensitif dan 3 bulan untuk bahan yang sensitif. Bahan baku

serbuk mempunyai masa periksa ulang 1 tahun sekali untuk bahan

yang tidak sensitif dan 6 bulan untuk bahan yang senstif. Sedangkan
28

bahan baku parfum mempunyai masa periksa ulang 1 tahun sekali dan

zat warna 2 tahun.

2. Pemeriksaan Packaging Material

Packaging material terdiri dari wadah kemas dan kemas cetak.

Pemeriksaan wadah kemas meliputi pemeriksaan warna, bentuk,

dimensi, uji kebocoran, berat, daya cengkram, uji printing, body text,

dan uji fungsi.

Uji kebocoran wadah yang dilakukan ada 3 macam yaitu

 Uji kebocoran positif,

 Uji kebocoran negatif, dan

 Uji kebocoran dengan air pressure.

Ketiga metode tersebut dilakukan tergantung dari jenis wadah

kemas, Pemeriksaan kemas cetak meliputi warna, bentuk, dimensi, uji

printing, body text, jenis material, berat jenis, daya rekat, dan uji fungsi

terhadap wadah. Bahan kemas cetak yang datang dari supplier ,

dibuatkan BPPB (Bon Penerimaan Pembelian Barang) oleh petugas

gudang dan masuk ke dalam ruang karantina. Apabila dari hasil

pemeriksaan ditemukan banyak ketidaksesuaian, maka akan dilakukan

sampling ulang dan diperiksa kembali untuk memastikan hasil

pemeriksaan.

3. Pemeriksaan Bulk Work in Process

Pemeriksaan bulk WIP dilakukan terhadap bulk, bulk ruahan, dan

produk antara baik liquid dan dry. Parameter pemeriksaan untuk


29

bulk liquid berdasarkan SPR (Standar Produk Ruahan) Parameter

pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemerian, viskositas, pH,

densitas, warna, titik leleh, dan homogenitas. Berbeda dengan bulk

liquid, pemeriksaan terhadap bulk dry dilakukan terhadap produk antara

dan ruahan. Parameter untuk pemeriksaan bulk dry antara lain

homogenitas, warna, densitas, moisture content, dan titik leleh (standar

ditetapkan oleh R&D).

4. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi menjadi perhatian penting bagi produk

kosmetik karena resiko kontaminasi dapat berasal dari berbagai sumber

meskipun dalam produk sudah mengandung bahan antimikroba.

Parameter pemeriksaan yang dilakukan antara lain Angka Lempeng

Total (ALT), angka kapang dan khamir, serta bakteri patogen.

Standar pemeriksaan mikrobiologi mengacu pada standar BPOM. Air

yang dipakai untuk produksi juga dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.

Biasanya dilakukan satu bulan sekali untuk parameter mikrobiologi dan

satu minggu sekali untuk pemeriksaan pH (pH 6.5 – 7.5). Pemeriksaan

mikrobiologi juga dilakukan pada ruang produksi, air untuk mencuci,

dinding, dan lantai serta mesin produksi.

5. Pemeriksaan in Process Control dan Outgoing Product

Pemeriksaan IPC dilakukan pada tahap awal, tengah, dan

akhir pengemasan. Parameter yang diperiksa oleh IPC antara lain :


30

 Kelengkapan lampiran pada PCO ( packing order) dan LPK (lembar

petunjuk kemas),

 Kesesuain pada produk dan kemasan,

 Hasil penimbangan,

 Kesesuaian kemasan,

 Penampilan produk,

 Fungsi kemasan,

 Kelengkapan kemasan,

Tahap akhir pengemasan meliputi pengecekan nama dan isi

produk, nomor bets , nomor regestrasi/notifikasi, segel, pengambilan

retained sample, periksa PSP penimbangan, inner box. Untuk produk

dry seperti make up base, lipstik, dan dekoratif dilakukan pemeriksaan

outgoing product . Pemeriksaan ini dilakukan terhadap produk yang

telah dimasukkan dalam inner/master box. Pada pemeriksaannya

disesuaikan nama produk dan nama pada inner box, nomor bets, nomor

registrasi/notifikasi, expired date, jumlah produk, dan kondisi produk

serta kelengkapan produk.

5. Pengemasan

1.Bentuk sediaan Padat Pengemasan

a.Pemulas mata atau pipi dan bedak Dikemas dalam wadah pipih yang

padat ditentukan oleh pihak produksi

b.Lipstik Dikemas dalam wadah berbentuk


31

tabung.

c.Bedak tabur Dikemas dalam wadah

yangbermacam-macam tergantung

berat bedak dan merkproduk

masing-masing

2. Sediaan cair Sediaan cair dimasukkan pada botol

atau tube dengan ukuran tertentu

sesuai ke praktisan dan mek produk

masing-masing.

6. Distribusi

Pemasaran produk dilakukan dengan dua cara :

 Pemasaran Langsung

yaitu metode penjualan dimana pengiklan ataupenjual mendekati

pelanggan potensial secara langsung dengan produk atau jasa yang

ditawarkan. Contoh dari pemasaran langsung ialah penjualan lewat

telepon, email diminta atau tidak diminta, dan katalog mail, leaflet,

iklan outdoor, brosur dan kupon (Widha Utawi,2010).

Secara riilnya yaitu hasil produksi langsung dipasarkan oleh perusahaan

kepada konsumen. ( Sesuai )

 Pemasaran Tidak Langsung


32

Yaitu merupakan strategi untuk mempromosikan suatu produk atau jasa

yang ditujukan untuk menyentuh pikiran dan perasaan konsumen secara

tidak langsung. wujud penjualan tidak langsung (soft-sell) dapat

ditemui dalam bentuk iklan, humas, tanggung jawab sosial (corporate

social responsibility), dan pemasaran interaktif via internet secara tidak

langsung (Widha Utawi,2010).

Secara riil yaitu pendistribusian dilakukan oleh yang menyalurkan

produk kepada konsumen. Produk-produk PT. Marthita Berto juga

dipasarkan diluar negeri seperti Malaysia, Brunnei Darusalam dan

Eropa. (Sesuai)

7. Hasil Produksi (Brand)

No Brand Logo

1. Belia

2. Berto Tea

3. Biokos

4. Caring Colours

5. Cempaka cosmetics
33

6. Dewi Sri Spa

7. Jamu Garden

8. Mirabella Cosmetics

9. PAC

10. Rudy Hadisuwarno

11. Sariayu

Gambar 2.1 Produk-produk PT. Martina Berto, Tbk.

8. Pengolahan Limbah

8.1 Limbah Padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur

atau bubur yang berasal dari proses pengolahan.Jenis limbah padat:

Kertas, kayu, kain, karet, kulit tiruan, plastik, gelas / kaca, metal, kulit

telur, dll.Metode Pengelolaan Limbah Padat :

-Penimbunan

a. metode penimbunan terbuka (open dumping), sampah dikumpulkan

dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan,

biasanya di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA).


34

b. metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang

dialasi lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah

perembesan limbah ke tanah.

-Insinerasi

adalah pembakaran sampah/Iimbah padat menggunakan suatu alat yang

disebutinsinerator.

Proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkanlistrik.

Jenis limbah padat yang cocok untuk insinerasi di antaranya adalah

kertas, plastik, dan karet, sedangkan contoh jenis limbah padat yang

kurang sesuai untuk insinerasi adalah kaca, sampah makanan, dan

baterai.

-Dibuat Kompos

Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik, seperti sayuran,

daun dan ranting, serta kotoran hewan, melalui proses

degradasi/penguraian oleh mikroorganisme tertentu.

Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan menggunakan kompos yang

telah jadi, kultur mikroorganisme, atau cacing tanah.

Kompos dapat juga dibuat dengan bantuan cacing tanah karena cacing

tanah mampu menguraikan bahan organik.

-Daur Ulang

Jenis limbah padat yang dapat didaur ulang adalah kertas, kaca, logam

(seperti besi, baja, dan alumunium), plastik, dan karet.


35

Contoh, limbah kertas bisa didaur ulang menjadi kertas kembali.

Limbah kaca dalam bentuk botol atau wadah bisa didaur ulang menjadi

botol atau wadah kaca kembali ataudicampur dengan aspal untuk menjadi

bahan pembuat jalan (Nusa Idaman Said, 2011).

Secara Riil :

Limbah langsung dibakar, contoh limbah yaitu sisa dari bahan

pengemas. (Sesuai)

8.2 Limbah Cair

Limbah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak

diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.Jenis

limbah cair : air sisa cucian, air sisa pabrik, sisa bahan kimia, dll (Nusa

Idaman Said, 2011).

Secara Riil :

Jika limbah tersebut mengandung bahan berbahaya maka akan

diuji dulu kadarnya, dan yang tidak melewati ambang batas maka

dinetralkan dahulu sebelum dibuang. (Sesuai)

9. Menurut Permenkes tahun 2003 tentang Proses Produksi Cara

Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB)

9.1. Bahan Awal

9.1. A i r

9.1.1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan

penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya


36

harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air

hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.

9.1.2. Air yang digunakan untuk produksi sekurangkurangnya berkualitas

air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi

harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada

kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.

9.1.3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau

filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun

pendistribusian harus dipelihara dengan baik.

9.1.4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar

dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

9.2. Verifikasi Material (Bahan)

Verifikasi Material (Bahan) 9.2.1. Semua pasokan bahan

awal (bahan baku dan bahan

pengemas) hendaklah

diperiksa dan diverifikasi

mengenai pemenuhannya

terhadap spesifikasi yang

telah ditetapkan dan dapat

ditelusuri sampai dengan

produk jadinya.

9.2.2. Contoh bahan awal


37

hendaklah diperiksa secara fisik

mengenai pemenuhannya terhadap

spesifikasi yang ditetapkan, dan

harus dinyatakan lulus sebelum

digunakan

9.2.3. Bahan awal harus diberi

label yang jelas.

9.2.4. Semua bahan harus bersih

dan diperiksa kemasannya terhadap

kemungkinan terjadinya

kebocoran, lubang atau terpapar.

9.3. Pencatatan Bahan

9.3.1 Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai

nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal

penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.

9.3.2 Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan

diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.

9.4. Material Ditolak (Reject)

9.4.1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai,

dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

9.5. Sistem Pemberian Nomor Bets


38

Sistem Pemberian Nomor Bets 9.5.1. Setiap produk antara, produk

ruahan dan produk akhir hendaklah

diberi nomor identitas produksi

(nomor bets) yang dapat

memungkinkan penelusuran

kembali riwayat produk.

9.5.2. Sistem pemberian nomor

bets hendaknya spesifik dan tidak

berulang untuk produk yang sama

untuk menghindari kebingungan /

kekacauan.

9.5.3. Bila memungkinkan, nomor

bets hendaknya dicetak pada etiket

wadah dan bungkus luar.

9.5.4. Catatan pemberian nomor

bets hendaknya dipelihara.

9.6. Penimbangan dan Pengukuran

9.6.1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan

peralatan yang telah dikalibrasi.

9.6.2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan

dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.

9.7. Prosedur dan Pengolahan


39

Prosedur dan Pengolahan 9.7.1. Semua bahan awal harus

lulus uji sesuai spesifikasi yang

ditetapkan.

9.7.2. Semua prosedur pembuatan

harus dilaksanakan sesuai prosedur

tetap tertulis

9.7.3. Semua pengawasan selama

proses yang diwajibkan harus

dilaksanakan dan dicatat.

9.7.4. Produk ruahan harus diberi

penandaan sampai dinyatakan lulus

oleh Bagian Pengawasan Mutu.

10.1 Pelabelan dan Pengemasan

10.1.1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan.

Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi

dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.

10.1.2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus

diambil contoh secara acak dan diperiksa.

10.1.3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas

untuk mencegah campur baur.


40

10.1.4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan

dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih

lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.

10. Menurut Permenkes tahun 2003 tentang Pengawasan Mutu Cara

Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB)

Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi

jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.

10.1. Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa

produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai,

serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.

10.2. Pengawasan mutu meliputi:

Pengawasan mutu meliputi: 10.2.1. Pengambilan contoh

(sampling), pemeriksaan dan

pengujian terhadap bahan awal

produk dalam proses, produk

antara, produk ruahan dan produk

jadi sesuai spesifikasi yang

ditetapkan.

10.2.2. Program pemantauan

lingkungan, tinjauan terhadap

dokumentasi bets, program

pemantauan contoh pertinggal,


41

pemantauan mutu produk di

peredaran, penelitian stabilitas dan

menetapkan spesifikasi bahan

awal dan produk jadi agar

senantiasa memenuhi standar yang

ditetapkan.

11. Kesimpulan Secara Riil Di PT. MARTINA BERTO, Tbk dengan

Teoritis menurut CPKB

PT. MARTINA BERTO, Tbksudah melakukan sesuai dengan CPKB pada

tahap proses pembuatan produk sampai pengemasan produk, dan pada PT.

MARTINA BERTO, Tbk karyawan menggunakan safety yang sesuai

dengan yang diharuskan.


42

B. PT. INDOFARMA

1. Gambaran Umum

1.1 Sejarah

PT. Indonesia Farma (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yang bergerak di bidang farmasi dan kesehatan. Sejarah

perusahaan dimulai dari tahun 1918 sebagai sebuah pabrik kecil di

lingkungan Rumah Sakit Pusat Pemerintah Kolonial Belanda yang

memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut. Tahun 1931

pengembangan pertama mulai dilakukan dengan memindahkan unit

produksi ke Manggarai, Jakarta Pusat dan memperluas produksi hingga

mencakup tablet dan injeksi. Sejak saat itu pabrik ini dikenal dengan

nama Pabrik Obat Manggarai.

Tahun 1979 status Pabrik Obat Manggarai ini ditetapkan sebagai

Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang

bertugas membantu usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di bidang kesehatan, yaitu memproduksi obat-obat untuk

rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan masyarakat. Obat-obatan

yang dimaksud bersifat esensial, artinya bahwa obat tersebut banyak

dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring dengan semakin banyaknya tugas

yang diberikan, pada 11 Juli 1981 Pemerintah meningkatkan statusnya

jadi Perusahaan Umum Indonesia Farma (Perum Indofarma), yang

kemudian pada tahun 1996 berubah status menjadi PT. Indofarma


43

(Persero) Tbk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(PP) No. 34 tahun 1995.

Semakin berkembangnya PT. Indofarma dapat dilihat juga dengan

dibangunnya pabrik makanan bayi di Lippo Cikarang Industrial Estate di

Jawa Barat dan diperolehnya sertifikat ISO 9002 oleh perusahaan

khususnya untuk unit produksi steril. Ditambah lagi peningkatan

penjualan dari tahun ke tahun, bahkan PT Indofarma akan melakukan

“Go Public” pada bulan April 2001.

PT Indofarma yang sebelumnya adalah Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dan pada tahun 2001 mulai go public dengan dengan

menawarkan sahamnya kepada khalayak dalam rangka program

pemerintah untuk mengadakan privatisasi beberapa BUMN di Indonesia.

Selain tetap memproduksi obat-obatan essensial dan obat organik

berlogo, PT Indofarma juga mengembangkan produk-produk merk

dagang, khususnya yang kini menjadi andalan PT Indofarma adalah

produk obat tradisional (herbal medicine).

Awal tahun 2000, Indofarma melakukan pengembangan ke hilir

dalam bidang bisnis distribusi dan perdagangan yang diserahkan pada

anak perusahaan yang baru dibentuk dengan nama PT. Indofarma Global

Medika (IGM). PT. Indofarma melakukan penawaran saham perdana

sebanyak 20% di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Indonesia dengan

kode INAF.Tahun 2011, dalam rangka meningkatkan penyebaran produk

dan ketersediaan produk, Indofarma melakukan langkah baru yaitu


44

melalui strategi multidistributor. Distribusi produk Over The Counter

(OTC) dilakukan oleh PT. Mensa Bina Sukses (MBS), sedangkan produk

Obat Generik Berlogo

(OGB) didistribusikan oleh

PT. Sawah Besar Farma

(SBF). Keberadaan dua

distributor baru memberikan

dampak positif terhadap perkembangan bisnis Indofarma guna

memperluas sektor ritel apotek dan rumah sakit. Hingga saat ini

Indofarma telah memproduksi sebanyak hampir 200 jenis obat dengan

obat generik sebagai produk unggulan perusahaan (Sumber: Laporan

Tahunan Indofarma 2013).

1.2 Logo Perusahaan

Logo perusahaan melambangkan kependekan nama perusahaan

“INF” dengan warna biru yang melambangkan sikap pengabdian

Indofarma yang tidak terbatas, dan posisi miring yang melambangkan

dinamika perseroan yaitu tidak terpaku pada konvensikonvensi yang

sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti

gerak laju teknologi. Logo perusahaan dapat dilihat pada gambar 1.1
45

Gambar 1.1

Logo PT. Indofarma

1.3 Visi dan Misi

1.3.1 Visi

Menjadi perusahaan yang berperan signifikan dalam perbaikan

kualitas hidup manusia dengan memberi solusi dalam masalah

kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

1.3.2 Misi

PT Indofarma (Persero) Tbk memiliki misi antara lain :

a. Menyediakan produk dan layanan yang berkualitas dengan harga

yang terjangkau oleh masyarakat.

b. Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif

dengan prioritas untuk mengobati penyakit dengan tingkat

revalensi tinggi.
46

c. Mengembangkan potensi sumber daya manusia sehingga

memiliki kepedulian profesionalisme dan kewirausahaan tinggi.

1.4 Produk

PT. Indofarma memproduksi beberapa kategori produk, diantaranya

adalah Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter (OTC), Ethical

Branded dan Rapid Test Diagnostic. Beberapa produknya dapat dilihat pada

gambar 1.2

Gambar 1.2

Produk PT. Indofarma

Sumber: Laporan Tahunan Indofarma 2011

a. Obat Generik Berlogo (OGB): merupakan obat-obat esensial yang

paling banyak dibutuhkan untuk peresepan dokter yang digunakan

secara rutin untuk pengobatan pasien di rumah sakit, klinik, praktek

dokter swasta, rumah bersalin, Puskesmas dan pengobatan pasien

korban bencana alam.


47

b. Over The Counter (OTC): merupakan obat bebas maupun suplemen

yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat tanpa harus dengan

resep dokter untuk penyakit tertentu terdiri dari produk herbal dan non

herbal.

c. Ethical Branded: merupakan obat ethical yang diberi label nama dagang

tertentu sebagai pembeda dengan produk sejenis yang diproduksi oleh

perusahaan lainnya, biasanya digunakan harus melalui resep dokter

dalam pengobatan pasien di rumah sakit, klinik dan tempat praktik

dokter.

d. Rapid Test Diagnostic: Merupakan alat deteksi dini (screening) untuk

beberapa penyakit antara lain hepatitis A, B, C, penyakit HIV/AIDS,

demam berdarah (dengue), malaria, test narkoba, chikungunya, test

kehamilan, test gula darah, leptospirosis dan lain-lain.

PT Indofarma adalah perusahaan farmasi yang sebagian besar

produknya adalah obat-obat generik, diantaranya ada obat generik berlogo

(OGB) dan obat generik brand. Untuk produk OTC (Over The Counter), PT

Indofarma mempunyai dua divisi produk OTC yaitu OTC Herbal yang

kandungan obatnya berasal dari bahan-bahan alam. Produk dari OTC Herbal

antara lain adalah ;

1) Biovision®

Ekstrak Billbery 80 mg, Vitamin C 60 mg, Betacaroten 3 mg, Vitamin

B2 1,5 mg.

2) Prolipid®
48

Guazumae Folium 670 mg, Sonchi folium 200 mg, Murrayae folium

120 mg.

3) Prouric®

Androgarphis paniculata 600 mg, Sonchus arvensis 475 mg, Curcuma

xanthorrhiza 240 mg, Cyperus rotundus 22 mg, piper nigrum 200 mg.

4) Bioprost®

ekstrak saw palmetto 160 mg.

5) OBH Indo Plus®

Parasetamol 200 mg, Succus liquiritae 75 mg, Amonium Klorida 25

mg, Pseudoefedrin HCl 15 mg, chlorfeniramine maleat 0,5 mg.

Sedangkan divisi yang kedua adalah Divisi OTC Indo yang

merupakan divisi baru yang bekerjasama dengan pemerintah dalam program

obat murah untuk masyarakat Indonesia. Divisi ini memproduksi 12 item

obat yang harganya hanya Rp 1000,- per strip/blister/sachet, namun baru 12

item yang telah beredar dipasaran, sisanya sedang didaftarkan ke BPOM.

Produkproduk dari OTC Indo yang sudah beredar dipasaran antara lain

adalah:

1) Indo Obat Batuk dan Flu® : Paracetamol 500mg, Pseudoefedrin HCl

30mg, Dextromethrophan HBr 15mg.

2) Indo Obat Batuk Cair® : Glyceryl guaiacolate 100mg,

Dextromethrophan HBr 15mg, Chlorpheniramin Maleate 2mg.

3) Indo Obat Batuk Berdahak® : Bromhexine HCl 8mg, Glyceryl

guaiacolate 100m.
49

4) Indo Obat Sakit Kepala® : Paracetamol 650mg, caffeine 50mg.

5) Indo Obat Flu® : Paracetamol 500mg, Pseudoefedrine HCl 30mg,

Chlorpheniramine Maleate 2mg.

6) Indo Obat Penurun Panas Anak® : Paracetamol 250mg.

7) Indo Obat Penurun Panas® : Paracetamol 500mg.

8) Indo Obat Asma® : Theophyline Anhydrous 130 mg, Ephedrine HCl

12,5mg

9) Indo Obat Cacing Anak ® : Mebendazole 100mg.

10) Indo Obat Cacing® : Mebendazole 500mg.

11) Indo Obat Maag® : Magnesium Hydroxide 200mg, Aluminium

Hydroxide 200mg, Simethicone 20mg.

12) Indo Obat Tambah darah® : Exsiccated ferrous sulphate 200mg, Folic

Acid 25mg

2. Struktur Organisasi

PT. Indofarma (Persero) Tbk dipimpin oleh seorang Direktur

Utama yang dibantu oleh empat orang staf direksi, yaitu Direktur

Produksi, Direktur Umum dan SDM, Direktur Pemasaran dan

Direktur Keuangan. Masing-masing direktur membawahi bidang dan

tiap bidang membawahi beberapa seksi. Selain itu, ada beberapa

bagian yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama (non

direktorat), yaitu Corporate Secretary, Strategic Business Development


50

(SBD), Manajemen Resiko, Compliance and GCG, Satuan Pengawasan

Internal (SPI) dan Supply Chain Management (SCM)

3. Kedudukan, Fungsi dan Peranan

3.1 Kedudukan

Kedudukan atau status PT Indofarma (Persero) Tbk. Adalah

sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi

obat-obat penting dan merupakan produsen obat generik berlogo yang

terbesar di Indonesia. PT Indofarma juga mengembangkan produk-

produk merk dagang, khususnya yang kini menjadi andalan PT

Indofarma adalah produk obat tradisional (herbal medicine).

3.2 Fungsi

PT Indofarma (Persero) Tbk memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang farmasi dalam arti

yang seluas-luasnya terutama dalam bidang pengadaan produk farmasi

yang sangat diperlukan oleh sarana kesehatan pemerintah maupun

masyarakat umum.

2. Mendapatkan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan

untuk membiayai serta mengembangkan perusahaan dan untuk

disumbangkan bagi pembangunan nasional sesuai dengan kemampuan

perusahaan.

3.3 Peranan

PT Indofarma (Persero) Tbk memiliki peranan sebagai berikut :


51

1. Andalan utama produsen obat esensial bermutu. Indofarma termasuk

pemasok terbesar obat esensial dan menggunakan sebagian besar

kapasitas produksinya untuk memproduksi obat esensial.

2. Asalnya kebijakan motto perusahaan yaitu “Menjadi Pilihan

yang Rasional untukSehat”, yang artinya bahwa Indofarma akan

selalu berusaha meningkatkan mutu produksinya untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik.

Indofarma sebagai perusahaan BUMN di bentuk untuk memenuhi

upaya kesehatan yang bersifat yang menyeluruh dan terpadu termasuk

pemerataan penyediaan obat bermutu dengan harga yang terjangkau.

3. PT.Indofarma juga sebagai tempat pelatihan tenaga farmasi dan

profesi lainnya (teaching factory) dalam

meningkatkan sumber daya manusia di industri farmasi.

4. Lokasi dan Fasilitas Produksi PT.Indofarma (Persero) Tbk.

Seluruh fasilitas produksi farmasi dan obat herbal dirancang sesuai

konsep CPOB dan dibangun diatas tanah seluas ± 20 hektar di Cibitung,

Bekasi, Jawa Barat. Pabrik lainnya yaitu pabrik makanan bayi seluas ±

0,25 hektar di Cikarang.

Fasilitas produksi yang tersedia di PT.Indofarma (Persero) Tbk.

dijelaskan pada tabel di bawah ini :


52

Tabel 1. Lokasi dan Fasilitas Produksi PT.Indofarma (Persero)

Tbk.

Pharma Production Building Cibitung Cikarang

Main Production Building 8.721 m² 2.520 m²

β-lactam 3.368 m²

Sterile Product 1.615 m²

Herbal Medicine Building 3.432 m²

(Extraction Plant) , terdiri dari:

R & D, QC, Extraction,

Formulation, Packaging,

Warehouse

Research and development 1.326 m²

Building

QC Laboratory 1.020 m² 140 m²

Warehouse 5.346 m² 924 m²

Supporting Facilities , terdiri

dari: Head Office 2.000 m² 420 m²

Workshop 360 m² 42 m²

Untilities 720 m² 48 m²

Training an Meeting Hall 675 m² 40 m²

Others 3.680 m² 2.676 m²

Total 32.254 m² 4.401 m²


53

5. Penerapan CPOB di PT Indofarma Tbk.

5.1 Manajemen Mutu

Menurut CPOB, industri farmasi harus membuat obat sedemikian

rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan

yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak

menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak

aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab

untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang

memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua

departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,

diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan

diterapkan secara benar.

Pemastian mutu (Quality Assurance) adalah suatu konsep luas

yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif

yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian

mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk

memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan

tujuan pemakaiannya.

Pengawasan mutu (Quality Control) adalah bagian dari CPOB

yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan

pengujian, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan
54

yang belum diluluskantidak digunakan serta produk yang belum

diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan

dinyatakan.

5.2 Personalia

Ditinjau dari struktur organisasi, PT. Indofarma (Persero) Tbk telah

berusaha untuk menerapkan CPOB dalam pelaksanaannya. Hal tersebut

dapat dilihat dari pemisahan kepemimpinan antara bagian Produksi dan

bagian Pemastian Mutu. Pemisahan tersebut dimaksudkan agar masing-

masing bidang dapat menjalankan fungsinya dengan semestinya secara

objektif dan menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang. Dengan

adanya pemisahan tersebut diharapkan juga dapat menghasilkan produk

(obat) yang memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), mutu (quality), dan

keamanan (safety).

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan

penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat

yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk

menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai

untuk melaksanakan semua tugas. Dalam CPOB disebutkan bahwa

personal yang dimiliki oleh perusahaan harus memiliki kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan tugasnya. Maka dari itu,

PT. Indofarma (Persero) Tbk secara rutin melakukan pelatihan dan

pendidikan kepada karyawannya untuk meningkatkan pengetahuan dan


55

keterampilan serta meningkatkan produktivitasnya, terutama yang

berkaitan dengan CPOB.

Masing-masing manajer memiliki tanggung jawab dalam

menyusun dan mengesahkan prosedur-prosedur tertulis, memantau

kegiatan di masing-masing bidang baik personil, mesin dan peralatan

lain, prosedur kerja, dan lingkungan kegiatan apakah selalu memenuhi

spesifikasi yang ditetapkan dan pedoman CPOB atau telah terjadi

penyimpangan sehingga memerlukan tindakan perbaikan segera. Setiap

manager dibantu oleh asisten manager yang selalu mengadakan

pertemuan rutin dengan karyawan untuk mengingatkan agar karyawan

selalu menerapkan CPOB dalam setiap kegiatan produksi obat. Untuk

membantu pekerjaan manager, di PT. Indofarma (Persero) Tbk.

dikerahkan tenaga supervisor serta operator dan tenaga terlatih dalam

jumlah yang efisien dan efektif untuk melaksanakan kegiatan produksi

sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

Sebagai salah satu aspek CPOB, personalia mempunyai peranan

yang penting dimana jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah

cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang

sesuai dengan tugasnya serta memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi

untuk mewujudkan tujuan CPOB.

5.3 Bangunan dan Fasilitas


56

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya

dan dirawatdengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang

benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan

kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan dan perawatan yang

efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau

kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Beberapapersyaratan rancang bangun dan tata letak ruang menurut

CPOB adalah pemisahan bangunan untuk pembuatan obat yang

mengandung bahanbahan beracun, bahan yang dapat menimbulkan

sensitifisasi seperti hormon, bahan sitostatika, dan antibiotik tertentu

termasuk sediaan penisilin dan turunannya. Hal tersebut dilakukan untuk

mencegah tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda serta

menghindari kontaminasi silang dengan produk lainatau resiko

terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Selain itu

syaratnya, yaitu sudut ruangan yang berbentuk lengkung dengan lantai

dicat epoksi dan dinding dicat minyak dengan maksud agar

permukaannya menjadi licin sehingga mudah dibersihkan dan tahan

terhadap bahan pembersih.

Bangunan dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi

secara umum telah memenuhi ketentuan CPOB. Ruang produksi yang

telah memenuhi persyaratan CPOB, yaitu ruang produksi steril, karena


57

untuk produksi steril memerlukan persyaratan yang ketat. Ruang

produksi steril dibagi menjadi ruang kelas I, II, III dan IV yang masing-

masing dipisahkan dengan ruang antara dan dilengkapi dengan sistem air

handling unit (AHU), air lock, air shower, dan pass box yang memiliki

peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban dan tekanan serta sirkulasi

udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan dimana

ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan udara yang

lebih tinggi dari kelas yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya.

Untuk menunjang jalannya proses produksi, bidang teknik dan

pemeliharaan dituntut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam

hal pemeliharaan dan pemakaian mesin-mesin produksi, alat-alat

laboratorium, alatalat penunjang lainnya tetap berada dalam keadaan baik

dan selalu siap digunakan sehingga menjamin produksi tetap berjalan

dengan baik dan lancar. Mesin dan peralatan yang digunakan untuk

proses produksi harus divalidasi dan dikalibrasi secara berkala oleh tim

kalibrasi. Peralatan yang digunakan untuk produksi telah memenuhi

syarat CPOB karena alat-alat tersebut telah diberi label dan penandaan

untuk menunjukkan apakah alat tersebut dalam keadaaan bersih, kotor,

ataupun tidak dalam keadaan rusak dan tidak dapat dipakai. Selain itu

diupayakan satu ruangan hanya terdapat satu mesin, hal ini dimaksudkan

agar tidak terjadi kontaminasi silang antar bahan. Setiap mesin

mempunyai protap yang diletakkan di dekat mesin, dan selalu dikalibrasi

secara berkala oleh petugas.


58

5.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan

konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan

dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta

seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta

perawatan.

PT. Indofarma (Persero) Tbk dilengkapi dengan fasilitas dan

peralatan modern untuk memproduksi obat. Peralatan yang dimiliki oleh

PT. Indofarma (Persero) Tbk dirancang sesuai kebutuhan produksi.

Penempatan peralatan disesuaikan dengan persyaratan CPOB yaitu diatur

untuk menjamin keleluasaan kerja operator dan mencegah terjadinya

kekeliruan atau kontaminasi silang antar bahan selama produksi.

Masing-masing alat dilakukan kalibrasi secara berkala untuk

menjamin keseragaman mutu produk dari waktu ke waktu. Setiap alat

diberi nomor identitas dan catatan waktu kapan kalibrasi dilaksanakan

dan kapan harus dikalibrasi kembali sehingga fungsi alat selalu terkontrol

dengan baik.

Setiap mesin produksi memiliki seorang operator yang

bertanggung jawab atas kelancaran fungsi mesin. Operator ini

sebelumnya ditraining khusus mengenai CPOB dan tanggung jawabnya

serta berkoordinasi dengan bagian teknik dalam perawatan mesin

tersebut.
59

Setiap peralatan produksi yang dimiliki oleh PT. Indofarma

(Persero) Tbk telah memiliki prosedur tetap yang ditulis dengan rinci

untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan prosedur ini diletakkan di

ruangan alat itu berada sehingga operator dapat mengerjakan prosedur ini

dengan tepat dan benar. Peralatan yang digunakan setelah produksi harus

segera dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan

prosedur tetap yang ada. Sebelum dipakai, kebersihan alat diperiksa lagi

untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch

sebelumnya telah dihilangkan. Setelah proses pembersihan maka

operator tersebut harus menulis apa yang sudah dilaksanakan dan catatan

ini disimpan sebagai dokumen. Prosedur pembersihan ini secara rutin

divalidasi pada periode-periode tertentu sehingga selalu sesuai dengan

ketentuan CPOB.

5.5 Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene di PT. Indofarma (Persero) Tbk. ruang

lingkupnya meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan,

bahan produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan

sumber pencemaran produk.

Selama proses produksi berlangsung, para karyawan harus selalu

memperhatikan sanitasi dan higiene untuk keamanan diri sendiri dan

untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Oleh karena itu,

sebaiknya karyawan yang berada di ruang produksi harus mengenakan


60

pakaian kerja yang disediakan lengkap dengan topi, masker, sarung

tangan dan sepatu karet. Sebaiknya supervisor atau tingkatan yang lebih

tinggi senantiasa memperhatikan dan mengawasi serta melakukan

pendekatan kepada karyawan agar memakai perlengkapan kerja yang

lengkap untuk mencegah kontaminasi dan melindungi karyawan dari

bahaya obat yang merupakan racun bagi manusia.

Kebersihan mesin dan peralatan yang akan digunakan dalam proses

produksi harus dipastikan baik sebelum maupun sesudah proses produksi

dilaksanakan untuk menjamin bahwa mesin atau peralatan terkait sudah

terbebas dari bahanbahan atau produk hasil proses produksi sebelumnya.

Untuk itu, maka setiap mesin dan peralatan yang telah dibersihkan diberi

label yang menandakan bahwa mesin dan peralatan tersebut sudah

dibersihkan dan diperbolehkan kembali untuk pelaksanaan proses

produksi.

5.6 Produksi

Produksi harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan sehingga menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan.

Proses produksi dilakukan berpedoman pada Perintah Pengolahan (PP)

dan Catatan Produksi Bets yang dikeluarkan oleh PPPP, dimana formula

dan proses telah divalidasi melalui pelaksanaan trial produksi dari

Litbang.

Dalam buku pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik dinyatakan

bahwaproses produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti


61

prosedur yang telah ditetapkan yang dapat menjamin dan senantiasa

menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.

1. Bahan Awal

Mulai dari pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan dicatat dalam

suatu catatan harian (log book) yang meliputi keterangan mengenai

persediaan, nomor batch atau lot, tanggal penerimaan atau pengeluaran,

tanggal diluluskan dan tanggal daluarsa dari suatu bahan awal. Setiap

bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, dikarantina

terlebih dahulu untuk diperiksa oleh bagian pengawasan mutu (Quality

Control) agar memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan.

Bahan awal yang tidak diluluskan diberi label “DITOLAK”, diletakkan

di tempat terpisah, untuk kemudian dikembalikan kepada pemasok atau

dimusnahkan.

2. Validasi Proses

PT. Indofarma (Persero) Tbk melakukan validasi seluruh proses

produksi yang dilakukan oleh tim validasi dan dilaksanakan sesuai

prosedur yang telah ditetapkan serta didokumentasikan dengan baik.

Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan dilakukan

verifikasi terhadap setiap prosedur pelaksanaan untuk membuktikan

bahwa prosedur bersangkutan cocok untuk pelaksanaan produksi rutin


62

dan proses yang dilakukan akan senantiasa menghasilkan produk yang

memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

3. Pencegahan Pencemaran Silang

Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain

harus dihindarkan. Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu

obat mempengaruhi kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Resiko

pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu,

gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang

diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator.

Cemaran dapat dicegah dengan cara pembersihan setiap selesai

melakukan proses produksi. Dan untuk mencegah kontaminasi silang

akibat penggunaan peralatan, maka pada setiap ruangan hanya terdapat

satu alat untuk melakukan satu tahapan produksi.

4. Sistem Penomoran Batch atau Lot

Sesuai dengan ketentuan CPOB, PT. Indofarma (Persero) Tbk

memiliki sistem penomoran batch yang rinci untuk memastikan bahwa

produk antara, produk ruahan atau obat jadi dapat dikenali dengan

mengetahui nomor batchnya, dan dengan sistem penomoran tersebut

tidak akan terdapat produk lain yang memiliki nomor batch yang sama

dan pemberian nomor batch ini selalu segera dicatat dalam buku

catatan harian yang mencakup pemberian nomor, identitas produk dan

besarnya suatu batch. Seluruh kegiatan produksi selalu mengikuti

prosedur yang ditetapkan dalam CPOB sehingga dapat menjamin mutu


63

bahan awal dan produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditentukan.

5. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan.atau penghitungan dan penyerahan bahan baku,

bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan merupakan suatu

bagian dari alurproduksi dan didokumentasikan secara lengkap.

Prosedur penanganan, penimbangan, perhitungan, dan penyerahan

bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk jadi dilakukan

sesuai dengan prosedur tertulis. Bahan baku, bahan pengemas, produk

antara dan produk jadi yang diserahkan harus telah diluluskan oleh

bagian pengawasan mutu.

Sebelum dilakukan penimbangan, pengawas produksi

melaksanakan pemeriksaan ulang terhadap kebenaran penandaan

bahan baku, termasuk label kelulusan dari bagian pengawasan mutu.

Alat timbang dan alat ukur senantiasa diukur kapasitas, ketepatan,

dan ketelitian sebelum digunakan dengan melakukan verifikasi harian

sesuai dengan instruksi pada prosedur tertulis. Tempat penimbangan

dan penyerahan harus dibersihkan setelah selesai dilakukan kegiatan

dengan metode yang sesuai dengan prosedur tertulis. Wadah dan

peralatan yang digunakan untuk menimbang harus diperiksa terlebih

dahulu kebersihannya oleh pengawas.

6. Pengembalian
64

Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan

yang dikembalikan ke gudang penyimpanan harus diperiksa kebenaran

jumlah dan identitasnya oleh bagian IPC (In Process Control).

Penyimpanan barang-barang tersebut dilakukan pada kondisi yang

sesuai dengan stabilitas bahan.

7. Pengolahan

Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan diperiksa

kesesuaiannya terlebih dahulu dengan catatan pengolahan dalam batch

sebelum digunakan oleh pengawas produksi, meliputi nomor analisis,

nomor batch, nama produk, bentuksediaan dan kode-kode bahan baku.

Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara diberi label

yang menyatakan tahap pengolahannya dan label tersebut berisi

keterangan tentang nama produk, nomor batch, jumlah, tanggal

kadaluarsa dan tanggal dilakukannya proses. Semua produk antara dan

produk ruahan diberi label yang tepat, bila belum diluluskan oleh

bagian pengawasan mutu maka diberi label “KARANTINA” yang

berwarna kuning dan setelah diluluskan diberi label “DITERIMA”

berwarna hijau.

8. Pengemasan

Semua kegiatan pengemasan dilaksanakan sesuai dengan instruksi

yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum

dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan

dicatat dalam catatan pengemasan batch.


65

Sebelum prapenandaan dimulai, pengawas memeriksa kebenaran

bahan pengemas yang diperlukan, nomor batch, tanggal kadaluarsa,

dan informasi lain yang diperlukan. Pengawas melakukan pemeriksaan

berdasarkan instruksi pengemasan secara ketat pada tiap tahap proses

pengemasan.

Setelah proses rekonsiliasi pengemasan selesai, maka kelebihan

bahan pengemas dan produk ruahan diawasi secara ketat, agar bahan

pengemas dan produk yang memenuhi syarat saja yang dapat

dikembalikan untuk dapat digunakan lagi. Untuk bahan pengemas dan

produk ruahan yang tidak dapat dikembalikan akan dimusnahkan dan

jumlahnya dicatat dalam catatan pengolahan batch.

9. Pengawasan

Selama Proses Pengawasan dalam proses meliputi pemeriksaan

volume atau unit dosis, kebenaran dan kelengkapan isi dari produk

yang dikemas serta kesesuaian hasil kemasan dengan spesifikasi yang

telah ditentukan dalam prosedur pengemasan induk. Hasil pengujian

dan pemeriksaan selama proses dicatat dalam catatan pengemasan

batch.

10. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan, dan

Dikembalikan

Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan jika bahan

atau produk tersebut memenuhi persyaratan untuk diolah ulang

dengan prosedur yang telah ditetapkan dan tidak terjadi perubahan


66

yang berarti terhadap mutu. Prosedur pengolahan ulang tersebut

dicatat dan didokumentasikan.

11. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum

produk diserahkan ke gudang produk jadi untuk siap didistribusikan.

Penyerahan produk jadi ke daerah karantina dan cara penyimpanan

sambil menunggu pelulusan dan cara pemindahan selanjutnya ke

gudang produk jadi dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis. Seluruh

batch yang sudah terkemas disimpan dengan status karantina selama

menunggu pelulusan dari QC. Setiap obat yang statusnya masih

karantina, membutuhkan kondisi penyimpanan yang khusus, diberi

label yang jelas yang menyatakan syarat penyimpanannya. Bagian QC

juga melakukan penyimpanan produk jadi yang sudah dikemas dalam

jumlah yang cukup sebagai contoh pertinggal yang akan digunakan

untuk pengujian di masa mendatang.Setelah bagian pengawasan mutu

meluluskan suatu batch, produk jadi dipindahkan dari daerah

karantina ke gudang produk jadi .

Berdasarkan struktur organisasi Direktorat Produksi terdiri atas Bidang Produksi I


(sediaan solid I, solid II, pengemasan), bidang Produksi II (β-laktam; salep, sirup, serbuk;
steril), produksi Herbal dan produksi MP-ASI. Proses produksi di PT. Indofarma
(Persero) Tbk. melibatkan semua bagian yang berada dibawah Direktur Produksi
dibantu dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Produk. Proses produksi
dilakukan berpedoman pada Perintah Pengolahan (PP) dan Catatan Pengolahan
67

Bets dimana formula dan proses telah divalidasi melalui pelaksanaan trial
produksi dari litbang. Sistem penomoran bets atau lot ditetapkan untuk
memudahkan pengendalian selama produksi berlangsung dan penelusuran
kembali apabila ada keluhan produk dari konsumen.
Pada saat dikeluarkan Perintah Pengolahan (PP) dan Perintah Kemas (PK) dikenal
ada 2 proses yaitu, in line process (one line process) dan non in line process. In
line process yaitu proses dimana hasil produksi langsung dikemas dalam wadah
pengemasan, PP dan PK dikeluarkan bersama-sama. Jadi mulai dari bahan awal
sampai menjadi menjadi produk dalam kemasan akhir, proses tidak terputus.
Proses ini ditetapkan untuk produk cair, sirup cair, sirup kering, salepdan oralit.
Sedangkan non in line process PP dan PK tidak dikeluarkan secara bersama-sama.
Setelah PP dikeluarkan dimulailah proses penyiapan bahan awal sampai menjadi
produk yang siap dikemas. Produk ini dikarantina menunggu hasil pengujian
kemudian dikeluarkan PK. Proses ini ditetapkan pada proses pembuatan kapsul,
tablet, dan sediaan steril.
Seksi produksi steril bertanggung jawab terhadap proses produksi sediaan steril
termasuk proses pengemasan produk dan pemeriksaan kejernihan sediaan ampul
dan pencetakan label.
Bidang Produksi Herbal secara keseluruhan telah mengacu pada Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), baik bangunan, personalia, peralatan dan proses
produksinya. PT. Indofarma (Persero) Tbk, sudah mempunyai pusat ekstraksi
yang digunakan sebagai sarana pengolahan dari bahan alam yang modern meliputi
unit ekstraksi, destilasi dan produksi yang dilengkapi fasilitas produksi sendiri.
Gudang penyimpanan dijaga dan dipelihara sehingga barang-barang terlindung
dari pengaruh yang merugikan, pengaruh tersebut antara lain perubahan
temperatur dan kelembaban, adanya debu, bau serta binatang yang masuk. Bidang
Penyimpanan PT. Indofarma (Persero) Tbk., melakukan pemisahan terhadap
barang yang berbahaya dan sensitif dengan adanya gudang solven dan gudang β-
laktam yang letaknya terpisah dengan gudang utama. Kegiatan penerimaan sistem
FIFO (First In First Out) dan selalu dicatat dalam kartu stok.
Bidang Perencanaan dan Pengendalian Produksi dan Persediaan (PPPP)
merupakan jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi, pengadaan,
penyimpanan dan pengembangan produk. Perencanaan produksi harus dilakukan
sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang
mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan atau kekurangan stok barang.
Kelemahan Bidang PPPP yang tampak pada saat ini yaitu pada perencanaan
produksi kurang memperhatikan laju proses pengemasan, akibatnya banyak
produk ruahan yang telah selesai diproduksi dan telah dinyatakan memenuhi
syarat tidak dapat segera dikemas dan tertumpuk di koridor. Hal ini kemungkinan
karena banyak jumlah item obat yang harus diawasi.
Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) merupakan unit fungsional yang
membantu Direktur Utama dan mempunyai ruang gerak yang luas dan fleksibel.
Bidang Litbang diharapkan mampu mengembangkan diri secara optimal dalam
kemajuan perusahaan. Di negara-negara industri, bidang Litbang mempunyai
peranan besar di dalam pengembangan produk baru melalui riset yang terencana.
Bidang Litbang di PT. Indofarma (persero) Tbk., dituntut untuk melakukan
68

efisiensi formulasi produk barunya yang meliputi proses pembuatan, stabilitas


sediaan, penampilan fisik, dan kemasan sehingga dapat bersaing dengan produk
lain.
Bidang Litbang mempunyai peran yang penting dalam mendukung kegiatan
operasional dan pengembangan perusahaan. Meskipun produk utama PT.
Indofarma (persero)Tbk., merupakan obat-obat generik, namun bidang Litbang
tetap dibutuhkan untuk dapat menyusun formula induk bagi produk-produk
yangakan dibuat. Kendala utama yang dihadapi yaitu pasokan bahan baku yang
terbatas sehingga tidak mencukupi skala produksi PT. Indofarma (persero)Tbk.,
yang sangat besar. Peran bidang Litbang dibutuhkan untuk membuat formula
alternatif agar produk yang dihasilkan tetap memenuhi persyaratan. Disamping
obat generik, saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk., telah melakukan
pengembangan ke arah produk fitofarmaka dan makanan kesehatan. Hal tersebut
merupakan tantangan sekaligus beban tugas bagi bidang Litbang untuk dapat terus
melakukan inovasi dan mengembangkan produk-produk baru.

6. Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)

Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu

yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen

semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan

untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada

distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan

laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait

dengan mutu produk.

Pengawasan Mutu (QC) bertugas melakukan pemeriksaan terhadap

bahan awal, pengujian mikrobiologi dan In Process Control (IPC) dan

melakukan pengujian produk jadi.

1. Seksi pemeriksaan bahan awal


69

Seksi ini bertanggung jawab atas pemeriksaan kualitas

bahan baku dan bahan pengemas yang akan digunakan dalam

proses produksi.

2. Seksi pemeriksaan produk jadi

Seksi ini bertanggung jawab terhadap pemeriksaan obat

jadi berdasarkan spesifikasi masing-masing produk dan

bertanggung jawab menangani sampel pertinggal (retained

sample). Untuk produk antara sediaan padat, pengambilan sampel

dilakukan pada bagian atas, tengah, dan bawah campuran serta

dilakukan pemeriksaan yang antara lain meliputi kadar air dan zat

aktif. Untuk sediaan cair dilakukan pemeriksaan pH, berat jenis,

viskositas dan kadar zat aktif. Sedangkanuntuk sediaan setengah

padat dilakukan pemeriksaan terhadap pH, homogenitas, dan kadar

zat aktif.

Pemeriksaan poduk ruahan tablet dilakukan sesuai

spesifikasi yang meliputi pemerian tablet, kekerasan tablet,

keseragaman bobot, friabilitas dan kadar zat aktif. Selama proses

pengisian sediaan cair dilakukan pemeriksaan awal proses dan

selama berlangsungnya proses pengisian. Pengisian sediaan cair

dilakukan pemeriksaan terhadap volume pengisian dan kejernihan

sediaan sedangkan pada pengisian semi solid dilakukan

pemeriksaan berupa keseragaman bobot, kualitas lipatan tube dan

penandaan kemasan. Pada pengisian serbuk ke dalam sachet


70

dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot dalam sachet dan uji

kebocoran sachet. Retained sample dimaksudkan untuk

pembanding obat jadi yang dipasarkan dan untuk memudahkan

penelusura kembali apabila terdapat keluhan terhadap obat jadi

yang telah dipasarkan. Sampel diambil setelah selesai proses

pengemasan dan diperiksa sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan

3. Seksi pemeriksaan mikrobiologi dan IPC

Bagian ini bertugas melakukan pemeriksaan secara

mikrobiologi terhadap bahan baku, produk jadi, alat dan ruang

produksi, potensi antibiotika serta mengontrol air yang digunakan

dalam proses produksi. Seksi ini juga bertanggung jawab terhadap

IPC. IPC dilakukan terhadap produk antara dan produk ruahan.

Produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (persero) Tbk., adalah produk yang
mutu sesuai CPOB. PT. Indofarma (Persero) Tbk., juga menghasilkan obat generik
berlogo bertujuan untuk menyediakan obat-obat dengan harga terjangkau dan bermutu
sehingga derajat kesehatan masyarakat akan meningkat.
Bidang pemastian mutu merupakan bidang yang bertanggung jawab terhadap mutu
produk dengan mengadakan pengawasan mulai dari bahan baku yang diterima sampai
dihasilkannya obat jadi. Bidang ini juga melakukan evaluasi terhadap contoh pertinggal
(Retained Sampel) secara berkala. Bidang pemastian mutu bekerja sebelum, selama, dan
setelah proses produksi. Sebelum proses, proses produksi bersama-sama dengan Bidang
Litbang.
Bidang pemastian mutu melakukan pengujian yang meliputi proses produksi, kondisi
ruang, peralatan, hasil produksi dan pengawasan terhadap limbah hasil proses produksi.
Setelah proses produksi bidang pemastian mutumemastikan bahwa selama penyimpanan
dan proses distribusi berjalan dengan semestinya hingga produk tetap dalam keadaan
utuh, baik scara fisik maupun aktivitasnya. Pengujian mutu dilakukan dari awal yaitu
mulai barang masuk sampai menjadi produk jadi. Selama proses produksi masih
berlangsung, bidang pemastian mutu melakukan In Proces Control (IPC) untuk menjamin
mutu produk yang dihasilkan. Tiap proses produksi mengikuti protap yang ditentukan
oleh perusahaan dan data-datanya akan terulang dalam Batch Record (Catatan Bets).
Bidang pemastian mutu juga menerapkan CPOB, dimana selama pelaksanaan pengujian
produk, bidang pemastian mutu berusaha membangun mutu ke dalam produk dengan
71

menerapkan sistem manajemen mutu terpadu. Dengan maksud bahwa mutu adalah
tanggung jawab semua pihak sesuai fungsinya masing-masing. Sebagai acuan digunakan
Farmakope Indonesia, dan acuan lainnya seperti USP, BP, Farmacopeia Jepang dan acuan
standar lainnya. Selain itu untuk memastikan bahwa proses produksi dan pengujian yang
dilakukan akan memberikan hasil yang meyakinkan, dilakukan kalibrasi terhadap alat-
alat yang digunakan dilanjutkan dengan validasi proses serta validasi metode analisa.
Kedua tahap tersebut dilakukan secara berkala.

7. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan dari inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua

aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan

CPOB. Untuk mengatur penerapan CPOB dan melakukan inspeksi diri di

PT. Indofarma(Persero) Tbk. dibentuk komisi khusus CPOB yaitu IQA

(Internal Quality Audit) yang bertujuan untuk menilai seluruh kegiatan

produksi yang berlangsung agar senantiasa memenuhi persyaratan CPOB

dan ISO. Program inspeksi diri dalam PT. Indofarma (Persero) Tbk.

dikoordinir oleh bidang Quality System yang pada saat ini telah digabung

menjadi bagian dari Quality Assurance. Program inspeksi diri dirancang

untuk mendeteksi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan

untuk menetapkan tindakan perbaikan selain itu juga untuk menilai apakah

seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi pedoman

CPOB.Inspeksi diri dilakukan melalui Internal Quality Audit (IQA) yang

dilakukan setiap enam bulan.

8. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian


72

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan

kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai

dengan prosedur tertulis. Keluhan merupakan indikasi adanya masalah

dalam penerapan sistem managemen kualitas yang diterapkan oleh

perusahaan. Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut

mutu obat, efek samping yang merugikan, atau efek terapeutik. Semua

keluhan dan laporan keluhan harus diteliti dan dievaluasi dengan cermat

kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuat laporan. Dari hasil

laporan terhadap keluhan tersebut kemudian dikategorisasikan dan dibuat

analisanya sebagai pedoman untuk membuat langkah-langkah pencegahan.

Tindakan yang diambil dapat beerupa tindakan perbaikan yang diperlukan,

penarikan kembali bets obat atau seluruh obat yang bersangkutan, dan

tindak lanjut yang sesuai. Penarikan kembali obat jadi dilakukan bila

ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas

dasar pertimbangan efek samping yang tidak diperhitungkan yang

merugikan kesehatan. Semua kegiatantersebut dikoordinasikan dan

merupakan tanggung jawab bidang pemastian mutu.Penanganan terhadap

keluhan ini juga merupakan tanggung jawab dari bidang Pemastian Mutu.

Selain itu bidang pemastian mutu juga melakukan post marketing

survaillence untuk memantau produk-produk yang telah beredar.

Penandaan khusus pada strip, blister, atau kemasan bertujuan untuk

menghindari terjadinya pemalsuan produk-produk Indofarma sehingga PT.

Indofarma (Persero) Tbk. dapat mengontrol produknya dari bahaya


73

pemalsuan di pasaran. Sebab pemalsuan produk ini dapat membahayakan

keselamatan pasien dan merugikan perusahaan secara finansial.

9. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian

mutu. Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem

informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan

instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh

rangkaian pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan

setiap operator mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang

tugas yang dilaksanakan, sehingga memperkecil resiko terjadinya salah

tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan

komunikasi lisan.

Sistem dokumentasi menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets

atau lots sehingga memungkinkan penyelidikan dan penelusuran terhadap

bets atau lots yang bersangkutan. Sistem dokumentasi juga digunakan dalam

pemantauan dan pengendalian contohnya pada kondisi lingkungan,

perlengkapan, dan personalia. CPOB mensyaratkan dokumen-dokumen

sebagai berikut: prosedur tetap (Standard Operating Procedures), spesifikasi

bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan obat jadi, dokumen

produksi (catatan pengolahan batch/catatan pengemasan batch), identifikasi

(kode/penomoran protap, peralatan, batch), penandaan (status ruangan,


74

mesin, label bahan baku, karantina, rejected), protokol dan laporan

qualifikasi/validasi, dokumen pengawasan mutu, dokumen penyimpanan

dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan, dan pemantauan

kondisi ruangan dan peralatan, dokumen registrasi, dokumen keluhan

terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan

obat,dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri,

dan pedoman catatan pelatihan CPOB bagi karyawan. PT. Indofarma Tbk.

telah melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan CPOB.

Dokumentasi yang dilakukan Bidang Pemastian Mutu digunakan

untuk memastikan penerapan prosedur dan metode berdasarkan standar

yang telah diterapkan, serta menjamin pelaksanaan monitoring dan evaluasi

setiap produkyang dihasilkan. Fungsi lain dari sistem dokumentasi yaitu

sebagai dokumen resmi pembuatan obat dan penanganan apabila ada

tuntutan atau komplain dari pihak lain terhadap produk yang dihasilkan.

Dokumentasi yang dibuat berupa CPB dan contoh pertinggal (retained

sample), kemudian disimpan di ruang khusus oleh bidang pemastian mutu

dan disimpan selama masa kadaluarsa ditambah 1 tahun. Terhadap contoh

pertinggal senantiasa dilakukan pengujian secara berkala sampai masa

simpannya habis. Untuk dokumen catatan bets juga dilakukan evaluasi

setiap akhir tahun yaitu dengan Pengkajian Tahunan Produk (Annual

Product Review).

Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak


75

Menurut CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindaari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak
tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas
menentukan tanggungjawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

10. Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi dan validasi menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi

yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi

untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti

pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan

signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi

mutu produk hendaklah divalidasi. Setiap industri farmasi disyaratkan untuk

mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian

terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan

terhadap fasilitas, peralatan, dan prosesyang dapat mempengaruhi mutu

produk harus divalidasi dan direncanakan. Unsur utama program validasi

hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.

Bagian tim validasi PT. Indofarma (Persero) Tbk menyusun rencana

induk validasi (RIV) setiap tahunnya. Rencana Induk validasi ini mencakup

informasi tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi;

format dokumen berupa format protokol, laporan validasi dan jadwal

perencanaan pelaksanaan validasi; acuan dokumen yang digunakan dan

struktur organisasi yang melaksanakan kegiatan validasi tersebut. Dengan


76

adanya hal ini, proses produksi diharapkan akan menghasilkan produk yang

berkualitas secara konsisten dan reprodusibel

11. Keterlibatan Dalam Proses Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah

ditetapkan, sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan selalu

memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Setiap bahan awal, sebelum

dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan

awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan

dalam spesifikasi.

Kegiatan produksi PT. Indofarma (Persero) Tbk meliputi sediaan

kapsul, tablet, salep, krim, serbuk, sirup, obat tetes mata dan injeksi. Dan

salah satu proses produksi yang berlangsung adalah tabletting metode cetak

langsung dengan tahapan-tahapan proses produksi sebagai berikut:

a. Penerimaan bahan awal

Dimulai dari penerimaan bahan baku dan bahan pengemas (primer

dan sekunder) dari supplier, yang kemudian dilakukan pemeriksaan

oleh petugas dan ditandatangani oleh manager produksi dan manager

QA.

b. Pemeriksaan alat-alat dan ruangan untuk proses produksi

Sebelum proses produksi dimulai, maka seluruh peralatan dan

ruangan yang akan digunakan dalam proses produksi sudah benar-

benar diperiksa keadaannya dari segi kebersihan.


77

c. Penimbangan

Proses produksi ini diawali dengan penimbangan bahan baku yang

terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan-bahan tambahan (bahan

pengisi, bahan pengikat, bahan pengembang, serta bahan lubrikan) di

suatu ruangan khusus penimbangan yang dilakukan oleh petugas dari

gudang bahan baku dan dicek oleh petugas dari bagian produksi.

Penimbangan dilakukan satu persatu sesuai dengan batch record.

d. Pencampuran (Mixing)

Setelah dilakukan penimbangan, maka dilakukan pencampuran

pada suatu ruangan khusus. Seluruh bahan baku yang terdiri dari bahan

berkhasiat dan bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang akan

dimixing di ruangan ini. Sebelum melakukan mixing maka seluruh

ruangan yang telah diperiksa sebelumnya, harus dalam keadaan bersih

dan bebas dari sisa produk sebelumnya.

Di dalam poses pencampuran ini, dilakukan pencatatan berapa

hasil yang diperoleh, kapan dilaksanakan setiap tahapan pencampuran

dan ditandatangani oleh petugas yang bertanggung jawab.

e. Pencetakan

Setelah release dari QC, maka dilakukan pencetakan tablet dengan

menggunakan mesin cetak di ruang pencetakan. Sebelum memulai

pencetakan, ruangan diperiksa terlebih dahulu. Harus bersih dan bebas

dari produk sebelumnya. Tablet ditampung dalam suatu kontainer dan

dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan oleh bagian QC.


78

Sambil menunggu release dari bagian QC, tablet disimpan dalam ruang

karantina. Apabila tablettelah memenuhi syarat sesuai dengan

monografinya maka tablet akan release dari QC.

f. Pengemasan

Sebelum dilakukan pengemasan primer, maka ruangan diperiksa

terlebih dahulu. Harus bersih dan bebas dari sisa produk sebelumnya.

Hasil stripping ditampung dalam container bertutup, lalu ditimbang

dan dihitung hasilnya. Sambil menunggu pelulusan dari pihak QC

maka tablet yang telah distrip disimpan di dalam ruang karantina.

Setelah diperoleh pelulusan dari bagian QC, maka dilanjutkan ke

pengemasan sekunder berupa kotak obat dan diberi brosur tablet.

Proses pengemasan sekunder ini dilakukan secara manual. Hasil

pengemasan disimpan di Ruang Karantina Produk Jadi untuk

menunggu diluluskan oleh bagian QC sebelum dikirim ke gudang

produk jadi. Dan setelah mendapat release dari bagian QC maka label

karantina yang terdapat pada produk diganti dengan label release, dan

produk akhir dikirim ke gudang produk jadi untuk menunggu

pendistribusian selanjutnya.

12. Sistem Pengelolaan Lingkungan

Penanganan limbah yang dihasilkan cukup melalui proses

sederhana dimana sistem pengolahan limbah melalui bak-bak

penampungan, aerasi dan penampungan untuk lembah cair sehingga


79

hasilnya dapat dimanfaatkan kembali untuk mengairi tanaman di sekitar

pabrik. Sistem pengelolaan lingkungan ini harus lebih diperhatikan lagi

karena mengingat saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk. sedang menjajaki

untuk meperoleh sertifikat ISO 14000, yang berkaitan dengan masalah

pengelolaan lingkungan di sekitar pabrik.

1. Sistem Pengolahan Air

PT. Indofarma mempunyai lima sumur artesis sebagai sumber air.

Kelima sumur tersebut memiliki kedalaman +150 m, air melalui proses

wats treatment. Air ini digunakan untuk seluruh kegiatan di industri

tersebut.

2. Sistem Air Handling Unit (AHU)

Sistem AHU adalah suatu sistem pengendalian udara yang masuk

dan keluar ruangan produksi. Sistem ini mengatur suhu, tekanan,

kelembaban dan kebersihan udara. Sistem ini berfungsi : a) Mencegah

kontaminasi dalam proses pembuatan obat b) Mengatur tekanan, suhu

dan kelembaban relatif ruangan

3. Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Limbah yang dihasilkan oleh PT. Indofarma berupa limbah cair,

padat dan gas. Untuk menjaga kelestarian lingkungan maka limbah

tersebut harus ditangani dengan sebaik-baiknya. IPAL berfungsi untuk

mencegah pencemaran lingkungan oleh produksi. Berikut penanganan

limbah berdasarkan jenisnya :

a) Limbah Padat
80

Limbah padat berupa drum-drum kosong, tong-tong plastik, kertas,

karton bekas, kayu-kayu bekas, powder hasil tangkapan dust

collector engine, filter yang kotor, botol-botol pecah, dan lain-lain.

Sebelum dimasukkan dalam proses selanjutnya limbah tersebut

dipilah-pilah, sebagian dibakar di incenerator dan didaur ulang oleh

pihak kedua diluar pabrik. Pihak luar tersebut adalah PPLI

(Perusahaan Pamunah limbah Industri). Pihak luar yang legal adalah

suatu perusahaan/institusi yang telah mendapat izin dari

Kementriaan Lingkungan Hidup, misalnya Dinas Kebersihan Bagian

Pengelolaan Limbah B3 DKI dan PPLI yang berlokasi di Rawa

Bebek, Bekasi. Sedangkan yang dibakar adalah semua jenislimbah

padat yang sudah terkontaminasi dengan bahan baku atau proses

produksi, seperti plastik, karton, kemasan primer dan sebagainya.

Limbah padat yang masih dapat didaur ulang diserahkan

penanganannya pada koperasi pegawai Indofarma.

b) Limbah Cair

Untuk menangani limbah cair di Indofarma dipisah atas 3 bagian,

yaitu :

i. Sewer System Instalation

Upaya pengolahan limbah cair yang telah dilakukan ialah

dengan memisahkan saluran pembuangan, antara buangan

produksi dengan limbah cair dari sanitasi/domestik dan air


81

hujan, sehingga masing-masing menempati satu saluran

khusus.

Untuk limbah cair yang berasal dari pencucian alat-alat dan

ruang produksi obat, sisa produksi dan sisa pereaksi kimia pada

kegiatan QC yang mengandung zat-zat yang bersifat toksik dan

mengandung antibiotik dialirkan melalui saluran khusus

sebelum diolah pada satu unit IPAL.

Khusus untuk produksi β-laktam sebelum dialirkan ke

IPAL, dilakukan pre-threatment terlebih dahulu yang meliputi :

1. Air cucian mesin dari proses produksi β-laktam

dikumpulkan pada drum yang telah disediakan.

2. Dilakukan penambahan NaOH sambil diaduk sampai

diperoleh pH 12-13.

3. Larutan tersebut didiamkan selama 2x24 jam.

4. Kemudian pada larutan diatas ditambahkan H2SO4 sambil

dikocok sampai diperoleh pH netral.

5. Larutan dengan pH netral tersebut dialirkan ker saluran

limbah yang telah disediakan menuju IPAL

ii. Sanitary System Instalation (Saluran Air Limbah Rumah

Tangga)

Air yang berasal dari kamar mandi termasuk kloset

dimasukkan kedalam septic tank untuk mengendapkan kotoran


82

yang berupa partikel padat dan airnya dialirkan kerembesan

yang terletak di belakang pabrik.

iii. Drainase System Instalation (Saluran Air Hujan)

Air hujan yang turun di lokasi pabrik dialirkan melalui

inspection fit agar partikel padatnya, seperti tanah, pasir dan

lumpur dapat tertampung, sebelum air tersebut dialirkan ke

sungai kebelakang pabrik.

c) Limbah Gas

Upaya pengelolaan yang dilakukan untuk menangani limbah gas

dan partikulat dari hasil pembakaran solar diboiler ialah dengan

menyalurkan melalui ceroobong asap sebanyak 2 buah. Untuk gas

buang dan partiker hasil pembakaran sebuah obat dilakukan upaya

pengelolaan pada incenerator menggunakan satu buah burner (alat

pembakar). Temperatur pembakaran dikontrol dengan pengaturan

laju limbah konstan dan diatur melalui satu buah mesin pengotrol.

Udara untuk proses pembakaran diatur berdasarkan laju alir limbah,

kemudian aliran gas diemisi kan ke udar luar melalui cerobong gas

yang mempunyai ketinggian 7 m dari permukaan tanah, dengan suhu

burner 500-600 °C dan suhu cerobong sekitar 350 °C.

Suhu pembakaran dapat mencapai 900 °C. Pengelolaan

debu yang timbul pada pembuatan obat jadi dilakukan melalui sistem

AHU. Pada prinsipnya sistem ini mengatur sirkulasi udara disetiap

ruangan produksi melalui fanfan yang dapat menyedot debu-debu


83

yang berterbangan untuk dipisahkan atau disaring dalam beberapa

konteplar dust box yang terletak diruangan teratas dari berbagai

macam serbuk obat ditampung dalam kantongkantong plastik

sebelum dibakar pada unit incenerator. Khusus untuk debu yang

berasal dari β-laktam dilakukan penyaringan debu dalam ruangan

tersendiri. Udara hasil penyedotan dibuang ke udara bebas melaui

cerobong dengan ketinggian 2 m dari atap.

Bidang usaha dari PT. Indofarma Tbk. adalah menufaktur (produk

farmasi dan herbal, serta makanan bayi), toll manufacturing, dan

distribusi (produk farmasi dan alat kesehatan). Sumber pendapatan PT.

Indofarma Tbk. berasal dari penjualan produk sendiri dan produk pihak

lain, penjualan jasa toll manufacturing, serta hasil investasi dan jasa

giro.
84

C. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

1. Gambaran Umum
1.1 Sejarah

Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaan

Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan


pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. Pendidikan
asisten apoteker semula dilakukan di tempat kerja yaitu di apotik oleh apoteker
yang mengelola dan memimpin sebuah apotek. Setelah calon apoteker bekerja
dalam jangka waktu tertentu di apotek dan dianggap memenuhi syarat, maka
diadakan ujian pengakuan yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Dari buku Verzameling Voorschriften tahun 1936 yang dikeluarkan
oleh Devanahalli Venkataramanaiah Gundappa (DVG) yang merupakan seorang
penulis dan jurnalis, dapat diketahui bahwa Sekolah Asisten Apoteker didirikan
dengan Surat Keputusan Pemerintah No. 38 tanggal 7 Oktober 1918, yang
kemudian diubah dengan Surat Keputusan No. 15 (Stb No. 50) tanggal 28
Januari 1923 dan No. 45 (Stb. No. 392) tanggal 28 Juni 1934 dengan nama
Leergang voor de opleleiding van apotheker-bedienden onder den naam van
apothekers-assisten school".

Peraturan ujian asisten apoteker dan persyaratan ijin kerja diatur dalam
Surat Keputusan Kepala DVG No. 8512/ F tanggal 16 Maret 1933 yang
85

kemudian diubah dengan Surat Keputusan No. 27817/ F tanggal 8 September


1936 dan No. 11161/ F tanggal 6 April 1939. Dalam peraturan tersebut, antara
lain dinyatakan bahwa persyaratan untuk menempuh ujian apoteker harus
berijasah MULO bagian B, memiliki Surat Keterangan bahwa calon telah
melakukan pekerjaan kefarmasian secara terus menerus selama 20 bulan di
bawah pengawasan seorang apoteker di Indonesia yang memimpin sebuah
apotek, atau telah mengikuti pendidikan asisten apoteker di Jakarta.

Pada masa pendudukan Jepang mulai dirintis Pendidikan Tinggi Farmasi


di Indonesia dan diresmikan pada tanggal 1 April 1943 dengan nama Yakugaku
sebagai bagian dari Jakarta Ika Daigaku. Pada tahun 1944 Yakugaku diubah
menjadi Yaku Daigaku.

Periode setelah perang kemerdekaan sampai dengan tahun 1958

Pada periode tahun 1950an jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten
apoteker mulai bertambah dalam jumlah yang relatif besar. Namun pada tahun
1953 terdapat kekurangan tenaga apoteker sehingga pemerintah mengeluarkan
Undang- Undang No. 3 tentang Pembukuan Apotek. Sebelum dikeluarkannya
Undang-Undang ini, untuk membuka sebuah apotek boleh dilakukan dimana
saja dan tidak memerlukan izin dari pemerintah.

Dengan adanya undang-undang ini, maka pemerintah dapat melarang


kota-kota tertentu untuk mendirikan apotek baru karena jumlahnya sudah
dianggap cukup memadai. Izin pembukaan apotek hanya diberikan untuk
daerahdaerah yang belum ada atau belum memadai jumlah apoteknya. Undang-
undang No. 3 ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Undang-undang No.
4 tahun 1953 tentang apotek darurat, yang membenarkan seorang asisten
apoteker untuk memimpin sebuah apotek. Undang-undang tentang apotek
darurat ini sebenarnya harus berakhir pada tahun 1958 karena klausula yang
termaktub dalam undangundang tersebut yang menyatakan bahwa undang-
undang tersebut tidak berlaku lagi 5 tahun setelah apoteker pertama dihasikan
oleh Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia. Akan tetapi, karena lulusan
86

apoteker ternyata sangat sedikit, undangundang ini diperpanjang sampai tahun


1963 dan perpanjangan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 770/ Ph/ 63/ b tanggal 29 Oktober 1983.

Periode tahun 1958 sampai dengan 1967

Pada periode ini meskipun usaha untuk memproduksi obat telah banyak
dirintis, dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan
dan kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya
sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan
hanyalah industri yang mendapat jatah atau mereka yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas
dan sebagian besar berasal dari import. Sementara itu karena pengawasan belum
dapat dilakukan dengan baik, banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi
yang tidak memenuhi standar.

Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah
kefarmasian Indonesia, yakni berakhirnya apotek-dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 33148/ Kab/ 176 tanggal 8
Juni 1962, antara lain:

1. Tidak dikeluarkannya lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter


2. Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Januari 1963. Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 770/ Ph/ 63/ b tanggal 29 Oktober 1963
yang isinya antara lain:
3. Tidak lagi dikeluarkan izin baru untuk pembukaan apotek darurat
4. Semua izin apotek darurat ibukota daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku
lagi sejak tanggal 1 Februari 1964
5. Semua izin apotek darurat di ibukota daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya
dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Mei 1964
87

Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang-Undang Pokok Kesehatan telah


dibentuk Lembaga Farmasi Nasional (Surat Keputusan Menteri No. 39521/
Kab/199 tanggal 11 Juni 1963). Dengan demikian pada waktu itu ada dua
instansi pemerintah di bidang kefarmasian yaitu Direktorat Urusan Farmasi dan
Lembaga Farmasi Nasional. Direktorat Urusan Farmasi yang semula Ispektorat
Farmasi pada tahun 1967 mengalami pemekaran organisasi menjadi Direktorat
Jenderal Farmasi.

Periode Orde Baru

Pada masa orde baru stabilitas politik, ekonomi dan keamanan telah
semakin mantap sehingga pembangunan di segala bidang telah dapat
dilaksanakan dengan lebih terarah dan terencana. Pembangunan kesehatan
sebagai bagian integral Pembangunan Nasional, dilaksanakan secara bertahap
baik pemenuhan sarana pelayanan kesehatan maupun mutu pelayanan yang
semakin baik serta jangkauan yang semakin luas. Hasil-hasil pembangunan
kesehatan yang telah dicapai selama orde baru ini dapat diukur dengan
indikator-indikator penting, antara lain kematian, umur harapan hidup dan
tingkat kecerdasan yang semakin menunjukkan perbaikan dan kemajuan yang
sangat berarti.

Pada periode Orde Baru ini pula, pengaturan, pengendalian dan


pengawasan di bidang kefarmasian telah dapat ditata dan dilaksanakan dengan
baik. Sehingga pada tahun 1975, institusi pengawasan farmasi dikembangkan
dengan adanya perubahan Direktorat Jenderal Farmasi menjadi Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Berbagai peraturan
perundangundangan telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sebagai basis
dan kerangka landasan untuk melanjutkan pembangunan pada masa-masa
mendatang. Terhadap distribusi obat telah dilakukan penyempurnaan, terutama
penataan kembali fungsi apotek melalui Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
1980

Periode tahun 2000


88

Untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap obat dan makanan tersebut


maka pemerintah mengambil kebijakan dengan mengadakan perubahan
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, yang mana dahulu
Direktorat Jenderal Obat dan Makanan bertanggung jawab kepada Departemen
Kesehatan namun sekarang setelah terjadinya perubahan maka Badan
Pengawasan Obat dan Makanan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan
Pengawasan Obat dan Makanan sekarang merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 103 tahun 2000 dan telah
mengalami perubahan melalui Keputusan Presiden No. 166 tahun 2003.

1.2 Visi dan Misi

1.2.1 Visi

Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inofatif, kredibel,


dan diakui secara internasional untuk melindungi masyrakat

1.2.2 Misi

1. Melakukan Pengawasan Pre-Market dan Post-Market Berstandar


Internasional.
2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten.
3. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di Berbagai
Lini.
4. Memberdayakan Masyarakat agar Mampu Melindungi Diri dari Obat dan
Makanan Yang Berisiko Terhadap Kesehatan.
5. Membangun Organisasi Pembelajaran (Learning Organization)

2. Struktur Organisasi
Proses pengisian jabatan structural melalui seleksi yang diinformasikan
secara terbuka dan dapat diikuti oleh setiap pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Badan Pengawasan OBat dan Makanan atau dari kementerian
/lembaga/pemerintah Daerah.
89

Struktur organisasi dapat dilihat di lampiran.


3. Tugas dan Fungsi BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disingkat BPOM
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. BPOM berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Obat dan Makanan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik, dan pangan olahan.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan


Perpres Nomor 80 Tahun 2017, BPOM menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;


2. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
3. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
4. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
5. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah;
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
7. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;
9. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BPOM;
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan
90

11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur


organisasi di lingkungan BPOM.

Fungsi Balan Besar/Balan POM (Unit Pelaksana Teknis)

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, Unit


Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.


2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaanlaboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BadanPengawas Obatdan
Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

4. Wewenang BPOM

Berdasarkan Pasal 69 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, BPOM


memiliki kewenangan :

1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.


2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidangnya.
91

4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk


makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.
5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman Obat.

5. Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen

BPOM membentuk ULPK sebagai Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen


BPOM bertujuan untuk menampung pengaduan dan memberikan informasi
kepada masyarakat. Unit ini berada di BPOM Pusat serta Balai Besar/Balai POM
seluruh Indonesia.
ULPK melayani pemberian informasi yang berkaitan dengan keamanan,
kemanfaatan, dan mutu serta aspek legalitas produk Obat, Obat tradisional,
Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan.Selain itu ULPK juga menerima
pengaduan yang berkaitan dengan produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika,
Makanan Suplemen Kesehatan, Pangan, Bahan Berbahaya, Narkotika,
Psikotropik, Zat Adiktif, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang
tidak memenuhi syarat, ilegal, dan atau salah penggunaannya yang dapat
merugikan kesehatan.
Peningkatan pelayanan publik adalah salah satu titik penting dalam
pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance), sehingga kualitas
pelayanan publik juga menjadi indikator utama bagi masyarakat untuk menilai
sejauh mana kepemerintahan sudah semakin baik. Reformasi pelayanan publik
dimulai dari aspek yang paling mendasar yaitu menampung aspirasi masyarakat
yang akan menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang
pelayanan publik.
Oleh karena itu BPOM sebagai Badan Publik melaksanakan peningkatan
kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat (stakeholders) melalui
wadah Unit Layanan Pengaduan Konsumen baik di Pusat BPOM maupun Unit
Pelaksana Teknis (Balai Besar/Balai POM) di seluruh Indonesia yang saat ini
92

telah diperkuat juga dengan layanan Contact Center HALO BPOM 1500533, yang
tujuan utamanya adalah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat/
konsumen (stakeholders) untuk mencari informasi atau menyampaikan keluhan-
keluhan baik yang bersifat ilmiah maupun segala masalah yang berkaitan dengan
pengawasan produk obat dan makanan yang menjadi kompetensi BPOM.

6. Cara Mendaftarkan Produk ke BPOM

Produk obat, kosmetik, dan makanan yang akan dipasarkan harus


melewati serangkaian uji lab dan verifikasi dokumen sebelum dinyatakan layak
dan mendapatkan izin edar. BPOM sudah menyiapkan serangkaian persyaratan
yang wajib dipenuhi produsen dan importir untuk memastikan produk yang akan
dipasarkan berkualitas, aman, dan layak dikonsumsi.

Hingga saat ini pendaftaran produk makanan dan minuman dari seluruh
Indonesia hanya dapat ditangani langsung oleh Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan, yakni Badan POM, dan tidak bisa diwakilkan di lembaga perwakilan
POM daerah.

Sebelum membahas proses dan persyaratan pendaftaran produk, ada


baiknya untuk mengetahui jenis nomor pendaftaran yang berlaku. Sejauh ini ada
tiga nomor pendaftaran izin edar yang diberlakukan untuk produk, yakni:

a. Nomor SP (Sertifikat Penyuluhan): nomor pendaftaran yang diberikan kepada


pengusaha kecil dengan modal dan pengawas dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kotamadya.
b. Nomor MD: diberikan produsen bermodal besar yang mampu memenuhi
kriteria kualitas dan keamanan produk yang ditetapkan pemerintah.
c. Nomor ML: diberikan untuk produk impor, baik berupa kemasan langsung
maupun yang dikemas ulang.

6.1Pendaftaran Produk Secara Manual


93

Input data perusahaan dan spesifikasi produk dapat dilakukan baik secara
manual maupun digital. Pada pendaftaran manual, beberapa persyaratan berkas
yang harus dipenuhi terdiri dari:

1. Fotokopi izin industri dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan atau


Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
2. Berkas asli hasil uji laboratorium yang berhubungan dengan produk dan terdiri
dari klaim gizi, zat yang diklaim pada label, uji kimia, cemaran mikrobiologi
dan cemaran logam. Hasil analisa lab tersebut berlaku selama enam bulan.
3. Rancangan label sesuai dengan yang akan diedarkan sekaligus contoh
produknya.
4. Formulir pendaftaran yang telah diisi lengkap. Formulir pendaftaran tersebut
dapat diperoleh di bagian Tata Usaha Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Badan POM.

Sementara itu, berlaku persyaratan yang berbeda untuk pendaftaran izin


edar produk luar negeri. Beberapa persyaratan berkas yang harus dipenuhi yakni:

1. Salinan Surat Penunjukan dari negara asal.


2. Health Sertificate (izin dari departemen kesehatan negara asal).
3. Hasil uji laboratorium.
4. Label berwarna.
5. Sampel produk minimal tiga buah.
6. Data komposisi dan spesifikasi produk.
7. Salinan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Angka Pengenal Importir
(API).

6.2 Pendaftaran Produk Secara Online

Untuk melakukan registrasi produk secara online, anda dapat mengakses


layanan e-Registration. Berikut langkah pendaftaran produk melalui platforme-
Registration:

1. Sebelum mendaftarkan produk, pastikan perusahaan Anda telah terdaftar di


layanan online BPOM untuk dapat mengakses e-Registration Pangan maupun
94

Bahan Tambahan Pangan (BTP). Jika perusahaan Anda telah terdaftar di laman
e-BPOM, Anda dapat langsung mengisi data produk yang akan didaftarkan.
2. Untuk mendaftarkan produk, pilih menu Registrasi, Pengajuan Dokumen, dan
isi data registrasi produk.
3. Setelah itu, isi daftar komposisi tabel. Data isian komposisi yang telah
dimasukkan masih dapat diubah atau dihapus selama belum memasuki tahap
verifikasi.
4. Setelah memasukkan data komposisi produk, klik tombol Hasil Analisa.
Barulah Anda dapat melakukan proses entry data hasil analisis produk.
5. Simpan hasil analisis produk. Setelah semuanya tersimpan, klik tombol
Informasi Gizi dan masukkan data informasi gizi produk Anda .
6. Langkah selanjutnya setelah memasukkan informasi gizi adalah Klaim Produk.
7. Setelah semua data telah diisi dan file-file yang di syaratkan telah dikirim,
Anda dapat melanjutkan proses registrasi dengan mengirimkan data pada
verifikator.
95
BAB III

PEMBAHASAN

Industri farmasi berfungsi dalam menyediakan berbagai obat yang

bermutu dan mempunyai keamanan yang tinggi, sekaligus dapat diterima oleh

masyarakat. Obat yang aman, manjur, dan acceptable dapat dicapai apabila industri

obat menerapkan suatu standar mutu dalam seluruh rangkaian proses produksi. Oleh

karena itu, setiap industri farmasi wajib mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) sebagai standar mutu dalam produksi obat. Dengan ketentuan tersebut, maka

PT. Indofarma (Persero) Tbk yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dibawah naungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, berkewajiban

untuk melaksanakan CPOB pada semua aspek produksi mulai dari personalia,

bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu,

inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan

kontrak, kualifikasi dan validasi dan manajemen mutu.

PT. Indofarma (Persero) Tbk tumbuh menjadi industri farmasi di

Indonesia yang turut memberikan kontribusi dalam pembangunan kesehatan menuju

Indonesia sehat 2010. Berbagai hal terus dilakukan demi meningkatkan mutuproduk,

baik oleh pihak internal PT. Indofarma (Persero) Tbk, maupun oleh pemerintah

selaku deregulator dan pemegang saham. Pemerintah menjalankan perannya diwakili

oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan.Akhir-akhir ini tuntutan global yang

makin meningkat, mengharuskan industri-industri farmasimemperbaiki diri.Dengan

adanya rencana-rencana ini maka industri-industri farmasi diharuskan melakukan

96
97

kinerja sesuai dengan CPOB terkini.Oleh karena itu pihak industri melakukan

pembenahan gedung, peralatan dan juga SDM.

3.1 Manajemen Mutu

Mutu adalah derajat dimana seperangkat karakteristik memenuhi

persyaratan dari pelanggan dan pihak terkait.Mutu dijadikan prioritas pertama demi

kepuasan pelanggan.Mutu mencakup seluruh kegiatan perusahaan, mulai dari

penelitian dan pengembangan, produksi sampai pemasaran.Mutu dibangun dalam

suatu sistem manajemen mutu terpadu oleh semua pihak melalui perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian yang efektif dan efisien dan selalu dijaga dan

ditingkatkan.

Manajemen mutu memberikan arahan kebijakan tentang mutu kepada

perusahaan dalam memproduksi suatu obat dalam suatu sistem mutu. Sistem mutu

yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban, semua sumber

daya yang diperlukan dan semua prosedur yang mengatur proses yang ada. Bidang

Pemastian Mutu melakukan tindakan secara sistematis untuk melaksanakan sistem

mutu sesuai dengan CPOB.CPOB berfungsi untuk menghindarkan dan

meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya

kontaminasi dan tercampurnya produk.Salah satu aspek CPOB yang berperan dalam

manajemen mutu adalah pengawasan mutu, yang kegiatannya terfokus kepada

pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai

yang dengan standar.

Untuk menjaga kualitas atau mutu produk yang dihasilkan, PT.

Indofarma (Persero) Tbk telah melakukan manajemen mutu secara baik yang

mengacu kepada CPOB sehingga produk yang dihasilkan mempunyai jaminan

terhadap kualitas produk. Selain mengacu kepada CPOB, manajemen mutu PT.

97
98

Indofarma (Persero) Tbk juga mengacu kepada ISO 9001 yang mana sistem

manajemen mutu tidak hanya pada jaminan produk, melainkan pada kepuasan

pelanggan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap produk yang

dipasarkan.

3.2 Personalia

Ditinjau dari segi organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab personil,

PT. Indofarma (Persero) Tbk telah berupaya mengikuti secara baik pedoman

CPOB.Dalam struktur organisasi terdapat pemisahan kepemimpinan antara manager

produksi dan manager pemastian mutu.Tujuan dari pemisahan tersebut adalah agar

pengawasan dan pengaturan terhadap masing-masing bidang lebih terfokus agar

setiap bidang dapat menjalankan tugasnya dengan baik.Selain itu adanya pemisahan

ini juga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Struktur organisasi di PT. Indofarma (Persero) Tbk telah mengalami

pergantian jajaran.Dari struktur organisasi terlihat adanya pemisahan kepemimpinan

yang terstruktur dengan tujuan agar masing-masing bidang dapat berjalan efektif dan

efisien dengan pengawasan yang ketat.Struktur organisasi PT. Indofarma (Persero)

Tbk dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi empat direktorat yaitu

Direktorat Produksi, Direktorat Pemasaran, Direktorat Umum, dan Direktorat

Keuangan.

Masing-masing manajer memiliki tanggung jawab dalam menyusun dan

mengesahkan prosedur-prosedur tertulis, memantau kegiatan di masing-masing

bidang baik personil, mesin dan peralatan lain, prosedur kerja, dan lingkungan

kegiatan apakah selalu memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan pedoman CPOB

atau telah terjadi penyimpangan sehingga memerlukan tindakan perbaikan

segera.Setiap manager dibantu oleh asisten manager yang selalu mengadakan

98
99

pertemuan rutin dengan karyawan untuk mengingatkan agar karyawan selalu

menerapkan CPOB dalam setiap kegiatan produksi obat.

Untuk membantu pekerjaan manager, di PT. Indofarma (Persero) Tbk

dikerahkan tenaga supervisor dan mandor serta operator dan tenaga terlatih dalam

jumlah yang efisien dan efektif untuk melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan

prosedur dan aturan yang telah ditentukan.Untuk memenuhi persyaratan produk

dengan mutu yang senantiasa memenuhi persyaratan, diperlukan personalia yang

terampil dengan penempatan yang sesuai dengan pendidikan dan kemampuan.PT.

Indofarma (Persero) Tbk selalu mengadakan pendidikan dan pelatihan-pelatihan bagi

karyawannya, juga secara rutin dilakukan perputaran dan perpindahan posisi untuk

menghindari kejenuhan bekerja di satu bidang tertentu.Pengelolaan program

pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bidang Sumber Daya Manusia (SDM),

mulai dari tahap perencanaan hingga pada tahap pelaksanaannya. Materi pendidikan

dan pelatihan yang diberikan berdasarkan kepada program perusahaan ataupun

berdasarkan permintaan masing-masing bidang dengan memperhatikan kebutuhan

bidang tersebut, disamping materi-materi umum tentang Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3), Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin (5R), dan tentang

CPOB.Pendidikan dan pelatihan dilakukan untuk menambah pengetahuan ataupun

sebagai penyegaran kembali terhadap materi yang pernah diberikan sebelumnya.

PT. Indofarma (Persero) Tbk telah melakukan kebijakan dalam

pengaturan tenaga kerja terutama tenaga harian lepas (THL) yang telah mendapatkan

pelatihan CPOB.Para tenaga harian lepas ini ditempatkan pada lini pengemasan

produksi I dan II.Kebijakan ini dilakukan karena setiap dua kali masa kontrak selalu

ada pergantian dan hal ini sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh

Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). Kebijakan ini mempunyai sisi positif dari segi

99
100

manajemen karena meringankan beban yang dipikul untuk biaya man hours dan

menguntungkan dari segi efisiensi biaya produksi. Namun konsekuensinya dengan

adanya pergantian karyawan yang sering maka pihak manajemen harus sering

melakukan pelatihan-pelatihan yang berkala terhadap karyawan baru yang tentunya

memerlukan biaya tidak sedikit dan dapat menghambat proses produksi, karena

ketrampilan karyawan akan kembali ke tingkat awal lagi dan juga karyawan

mengalami rasa gelisah ketika mendekati akhir masa kontrak sehingga menimbulkan

beban psikologis dan dapat menurunkan kinerja kerja sumber daya manusia.

Sebagai salah satu aspek CPOB, personalia mempunyai peranan yang

penting dimana jumlah karyawan disemua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki

pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugasnya serta

memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan tujuan CPOB. Bidang

pemastian mutu dan pengawasan mutu di PT. Indofarma (Persero) Tbk belum

dipisahkan, namun dalam waktu dekat akan segera dipisah sesuai dengan pedoman

CPOB.

3.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas yang ada di PT. Indofarma (Persero) Tbk telah

disesuaikan dengan CPOB, dimana mempersyaratkan bentuk bangunan yang

sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan

perawatan. Salah satu persyaratan tersebut yaitu sudut ruangan yang berbentuk

lengkung, lampu yang rata dengan langit-langit dan lantai dicat epoksi dan dinding

dicat minyak dengan maksud agar permukaannya menjadi licin sehingga mudah

dibersihkan, tahan terhadap bahan pembersih dan tahan terhadap pengaruh cuaca.

Selain itu rancang bangun dan gedung sedemikan rupa sehingga diharapkan dapat

mencegah terjadinya kontaminasi dan kontaminasi silang terhadap proses produksi

100
101

obat atau resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Untuk

mencegah penggunaan daerah produksi sebagai lalu lintas umum bagi kariawan atau

barang, disediakan koridor dimana ruang produksi dapat dicapai tanpa harus melalui

ruang produksi lain. Tersedianya ruang penyimpanan yang memadai memudahkan

dalam proses penyediaan bahan baku dan penyimpanan hasil produksi. Ruang

produksi herbal telah memenuhi persyaratan CPOTB dan dibuat sedemikian rupa

sehingga mudah dibersihkan dan dapat menjamin kualitas dari produk herbal yang

dihasilkan.

Dalam meningkatkan fasilitas produksi guna memenuhi ketentuan

standar CPOB, PT Indofarma (Persero) Tbk sejak 2008 mulai melaksanakan renovasi

fasilitas produksi.Dampak positif renovasi adalah peningkatan kapabilitas untuk

menciptakan kondisi yang ideal guna terjaminnya kualitas dan stabilitas produk yang

baik.Renovasi ini mencakup area dan objek. Berdasarkan area, terdiri dari main

building (lantai 1, 2 dan 3), produksi steril, water treatment dan

areapendukung.Sedangkan bedasarkan objek, terdiri dari arsitektur (tata ruang/ layuot

konstruksi), sistem HVAC, lighting, sistem alarm, dust collector, sistem kontrol dan

monitoring, water system (yaitu renovasi demineralize plant storage dan looping

distribution system).

Produk β laktam diproduksi dalam ruangan tersendiri dan terpisah

dengan produk non betalaktam, tetapi ruang tersebut tetap berada di bidang Produksi

II.Pemisahan ini dilakukan karena CPOB mempersyaratkan bahwa dalam

memproduksi sediaan penisilin dan turunannya dilakukan di ruang tersendiri.

Pemisahan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan kontaminasi

silang dengan produk lain. Ruang produksi betalaktam terdiri dari ruang kelas III

dan IV.

101
102

Ruang produksi steril yang telah memenuhi persyaratan CPOB, dimana

produksi steril memerlukan persyaratan yang ketat. Ruang produksi steril dibagi

menjadi ruang kelas I, II, III dan IV yang masing-masing dipisahkan dengan ruang

antara dan dilengkapi dengan sistem air handling unit (AHU), air lock, air shower,

dan pass box yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban dan

tekanan serta sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan

dimana ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan udara yang lebih

tinggi dari kelas yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya.

Gudang penyimpanan bahan awal ataupun gudang penyimpanan produk

jadi dijaga dan dipelihara sehingga barang-barang terlindung dari pengaruh yang

merugikan. Pengaruh tersebut antara lain perubahan temperatur dan kelembaban,

adanya debu, bau serta binatang yang masuk. Bidang penyimpanan PT. Indofarma

(Persero) Tbk melakukan pemisahan terhadap barang yang berbahaya dan sensitive

dengan adanya gudang solven dan gudang β-laktam yang letaknya terpisah dengan

gudang utama. Kegiatan penerimaan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First

Expire date First Out) serta selalu dicatat kedalam kartu stok.

3.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan didesain untuk membantu proses produksi.

Bahan yang digunakan bersifat inert, terutama yang akan bersentuhan dengan bahan

awal, produk antara dan produk ruahan. Untuk menunjang jalannya proses produksi,

bidang teknik dan pemeliharaan dituntut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik

dalam hal pemeliharaan dan pemakaian mesin-mesin produksi, alat-alat laboratorium,

alat-alat penunjang lainnya tetap berada dalam keadaan baik dan selalu siap

digunakan sehingga menjamin produksi tetap berjalan dengan baik dan lancar. Mesin

dan peralatan yang digunakan untuk proses produksi harus divalidasi dan dikalibrasi

102
103

secara berkala oleh tim kalibrasi. Peralatan dikelompokkan berdasarkan

penggunaannya, yaitu peralatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan

produksi (mesin mixing, mesin cetak tablet dan lain-lain), peralatan pengawasan

mutu (peralatan laboratorium), peralatan penunjang produksi (alat kebersihan, alat

pengaman dan lain-lain).

Peralatan yang digunakan di PT. Indofarma (Persero) Tbk untuk produksi

telah memenuhi syarat CPOB karena alat-alat tersebut telah diberi label dan

penandaan untuk menunjukkan apakah alat tersebut dalam keadaaan bersih, kotor,

ataupun tidak dalam keadaan rusak dan tidak dapat dipakai. Selain itu diupayakan

satu ruangan hanya terdapat satu mesin, hal ini dimaksudkan agar tidak

terjadikontaminasi silang antar bahan. Setiap mesin mempunyai prosedur tetap yang

diletakkan di dekat mesin, dan selalu dikaliberasi secara berkala oleh petugas.

Sanitasi dan higiene karyawan merupakan hal penting yang harus

diperhatikan.PT. Indofarma (Persero) Tbk memiliki kotak P3K (Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan), toilet, tempat cuci tangan dan ruang istirahat yang terpisah dari

ruang produksi. Kantin juga diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya mudah

dijangkau dan tidak berhubungan langsung dengan gedung produksi yang dapat

menggangu jalannya proses produksi.

Karyawan yang berada di ruang produksi harus menggunakan pakaian

kerja yang disediakan lengkap dengan topi, masker, sarung tangan dan sepatu

karet.Manager, asisten manager, supervisor dan mandor senantiasa memperhatikan,

mengawasi serta melakukan pendekatan kepada karyawan untuk memakai

perlengkapan kerja dengan lengkap.Tujuannya untuk mencegah terjadinya

kontaminasi dan melindungi karyawan dari bahaya obat yang merupakan racun bagi

manusia.Disarankan untuk terus melakukan pendekatan dan pengawasan, memotivasi

103
104

serta meningkatkan kedisiplinan karyawan dalam hal perlengkapan kerjaHal ini dapat

dilakukan dengan pendekatan secara audio visual yaitu dengan melibatkan karyawan

tersebut sebagai peraga sehingga diharapkan lebih mudah diingat dan

dilaksanakan.Pemeriksaan terhadap karyawan dilakukan secara rutin untuk menjamin

keselamatan karyawan. Prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk

memastikan bahwa prosedur yang bersangkutan masih cukup

efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

3.5 Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene karyawan merupakan hal penting yang harus

diperhatikan.PT. Indofarma (Persero) Tbk memiliki kotak P3K (Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan), toilet, tempat cuci tangan dan ruang istirahat yang terpisah dari

ruang produksi. Kantin juga diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya mudah

dijangkau dan tidak berhubungan langsung dengan gedung produksi yang dapat

menggangu jalannya proses produksi.

Karyawan yang berada di ruang produksi harus menggunakan pakaian

kerja yang disediakan lengkap dengan topi, masker, sarung tangan dan sepatu karet.

Manager, asisten manager, supervisor dan mandor senantiasa memperhatikan,

mengawasi serta melakukan pendekatan kepada karyawan untuk memakai

perlengkapan kerja dengan lengkap.Tujuannya untuk mencegah terjadinya

kontaminasi dan melindungi karyawan dari bahaya obat yang merupakan racun bagi

manusia.Disarankan untuk terus melakukan pendekatan dan pengawasan, memotivasi

serta meningkatkan kedisiplinan karyawan dalam hal perlengkapan kerja Hal ini

dapat dilakukan dengan pendekatan secara audio visual yaitu dengan melibatkan

karyawan tersebut sebagai peraga sehingga diharapkan lebih mudah diingat dan

dilaksanakan.Pemeriksaan terhadap karyawan dilakukan secara rutin untuk menjamin

104
105

keselamatan karyawan. Prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk

memastikan bahwa prosedur yang bersangkutan masih cukup

efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

3.6 Produksi

Proses produksi di PT. Indofarma (Persero) Tbk melibatkan semua

bagian yang berada dibawah direktorat produksi. Proses produksi berpedoman kepada

Perintah Pengolahan (PP) dan Catatan Pengolahan Bets (CPB) dimana formula dan

proses telah divalidasi melalui pelaksanaan trial produksi dari litbang. Sistem

penomoran ditetapkan untuk memudahkan pengendalian selama produksi

berlangsung dan penelusuran kembali apabila ada keluhan produk dari konsumen.

Proses produksi di bidang produksi I menggunakan sistem vertical

closed system, dimana proses pemindahan bahan baku atau produk antara dilakukan

dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi atau menggunakan tenaga manusia,

mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi, serta memungkinkan untuk

mengolah produk dengan ukuran bets yang besar.

Bidang produksi II membawai 3 seksi yaitu seksi salep, sirup, serbuk,

seksi β-laktam, dan seksi produksi steril. Pelaksanaan proses produksi di bidang

produksi II menggunakan sistem vertical closed system yang ditetapkan untuk

produksi oralit. Sedangkan untuk produksi sediaan β laktam dan steril menggunakan

horizontal closed system. Bahan baku selama proses dipindahkan dengan sistem

tertutup menggunakan azo (power pneumatic transport) yang berfungsi memindahkan

bahan yang didispensing. Untuk mengirim campuran bahan dalam bin di lantai tigake

lantai dua atau ke lantai satu menggunakan tunnel. Proses pengemasan berada

dibawah bidang ini untuk memudahkan koordinasi karena besarnya volume produksi.

105
106

Pada saat dikeluarkan Perintah Pengolahan (PP) dan Perintah Kemas

(PK) dikenal ada dua proses yaitu, in line process (one line process) dan non in line

process. In line process yaitu proses dimana hasil produksi langsung dikemas dalam

wadah pengemasan, PP dan PK dikeluarkan bersama-sama.Jadi mulai dari bahan

awal sampai menjadi menjadi produk dalam kemasan akhir, proses tidak terputus.

Proses ini ditetapkan untuk produk cair, sirup cair, sirup kering, salep dan oralit.

Sedangkan non in line process PP dan PK tidak dikeluarkan secara bersama-sama.

Setelah PP dikeluarkan dimulailah proses penyiapan bahan awal sampai menjadi

produk yang siap dikemas. Produk ini dikarantina menunggu hasil pengujian

kemudian dikeluarkan PK. Proses ini ditetapkan pada proses pembuatan kapsul,

tablet, dan sediaan steril.

Seksi produksi steril bertanggung jawab terhadap proses produksi

sediaan steril termasuk proses pengemasan produk dan pemeriksaan kejernihan

sediaan ampul dan pencetakan label.

Bidang produksi herbal secara keseluruhan telah mengacu pada Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), baik bangunan, personalia,

peralatan dan proses produksinya. PT. Indofarma (Persero) Tbk sudah mempunyai

pusat ekstraksi yang digunakan sebagai sarana pengolahan dari bahan alam yang

modern meliputi unit ekstraksi, destilasi dan produksi yang dilengkapi fasilitas

produksi sendiri. Pengadaan bahan baku dilakukan melalui petani binaan.

Pembentukan petani binaan dimaksudkan agar simplisia yang dihasilkan dapat

terjamin mutunya, selanjutnya simplisia dilakukan standarisasi simplisia sebagai

bahan baku ekstrak yang disesuaikan dengan buku resmi yang digunakan (Materia

Medika Indonesia).

106
107

Pengadaan bahan baku dan penolong yang berasal dari luar negeri

dilakukan secara impor langsung dari suplier luar negeri atau melalui perwakilan

agen di dalam negeri. Pengadaan bahan baku produksi dilakukan secara sekaligus

dengan pengaturan waktu penyerahan barang sesui dengan jadwal penggunaan.

Pengaturan Jadwal Kedatangan Barang (JKB) dilakukan berdasarkan kemampuan

keuangan, jadwal produksi dan kapasitas gudang yang tersedia.

Bidang Perencanaan dan Pengendalian Produksi dan Persediaan (PPPP)

merupakan jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi, pengadaan,

penyimpanan dan pengembangan produk. Perencanaan produksi harus dilakukan

sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhi

sehingga tidak terjadi penimbunan atau kekurangan stok barang. PPPP menyusun

rencana dengan menyesuaikan permintaan marketing dan bidang produksi dengan

mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi dan

peralatan yang tersedia. Fungsi PPPP akan optimal jika didukung dengan sumber

daya manusia yang menguasai pengetahuan dan keterampilan di bidang sistem

informasi.

Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) diharapkan mampu

mengembangkan diri secara optimal dalam kemajuan perusahaan.Litbang mempunyai

peran yang penting dalam mendukung kegiatan operasional dan pengembangan

perusahaan. Meskipun produk utama PT. Indofarma (persero) Tbk merupakan obat-

obat generik, namun Litbang tetap dibutuhkan untuk dapat menyusun formula induk

bagi produk-produk yang akan dibuat, yang biasanya merupakan me too produk.

Peran bidang Litbang dibutuhkan untuk membuat formula alternatif agar produk yang

dihasilkan tetap memenuhi persyaratan.Disamping obat generik, saat ini PT.

Indofarma (Persero) Tbk telah melakukan pengembangan kearah produk herbal

107
108

medicine.Hal tersebut merupakan tantangan sekaligus beban tugas bagi Litbang untuk

dapat terus melakukan inovasi dan mengembangkan produk-produk baru. Bidang

Litbang masih memiliki beberapa kelemahan antara lain formula yang sangat sulit

untuk diproduksi dan sering kali membutuhkan reformulasi ataupun reproses. Dengan

adanya reproses terhadap suatu produk, akan menyebabkan kerugian, baik dari segi

biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi masalah-masalah seperti itu, hendaknya

dilakukan evaluasi terhadap formula induk.

Selama perusahaan melakukan renovasi, perusahaan melakukan

outsourcing sebagai aktifitas produksi dengan melakukan toll out manufacturing.

Kondisi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pesanan, meskipun disadari pada

gilirannya akan menambah biaya produksi. Sebab, selain tetap harus mengeluarkan

dana tetap produksi, perusahaan juga harus mengeluarkan dana tambahan untuk toll

out manufacturing ini. PT. Indofarma (Persero) Tbk masih menjadi leader market

untuk pasar obat generik di Indonesia. Untuk mempertahankan share market pasar

generik, tahun 2009 diluncurkan beberapa produk baru yang diharapkan bisa

meningkatkan dan menambah kontribusi terhadap total penjualan, seperti Amlodipin ,

Paracetamol drop dan Zinkid.

3.7 Pengawasan Mutu

Produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (persero) Tbk adalah

produk yang memiliki mutu sesuai CPOB. PT. Indofarma (Persero) Tbk juga

menghasilkan obat generik berlogo yang bertujuan untuk menyediakan obat-

obatdengan harga terjangkau dan bermutu sehingga dapat meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Bidang pemastian mutu merupakan bidang yang bertanggung

jawab terhadap mutu produk dengan mengadakan pengawasan mulai dari bahan baku

yang diterima sampai dihasilkannya obat jadi. Bidang ini juga melakukan evaluasi

108
109

terhadap contoh pertinggal (Retained Sampel) secara berkala. Bidang pemastian mutu

bekerja sebelum, selama, dan setelah proses produksi. Sebelum proses, proses

produksi bersama-sama dengan bidang Litbang.

Bidang pemastian mutu melakukan pengujian yang meliputi proses

produksi, kondisi ruang, peralatan, hasil produksi dan pengawasan terhadap limbah

hasil proses produksi. Setelah proses produksi bidang pemastian mutu memastika

bahwa selama penyimpanan dan proses distribusi berjalan dengan semestinya hingga

produk tetap dalam keadaan utuh, baik scara fisik maupun aktivitasnya. Pengujian

mutu dilakukan dari awal yaitu mulai barang masuk sampai menjadi produk jadi.

Selama proses produksi masih berlangsung, bidang pemastian mutu melakukan In

Proces Control (IPC) untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Tiap proses

produksi mengikuti prosedur tetap yang ditentukan oleh perusahaan dan data-datanya

akan tertuang dalam Batch Record (Catatan Bets).

Bidang pemastian mutu juga menerapkan CPOB, dimana selama

pelaksanaan pengujian produk, bidang pemastian mutu berusaha membangun mutu

kedalam produk dengan menerapkan sistem manajemen mutu terpadu.Dengan

maksud bahwa mutu adalah tanggung jawab semua pihak sesuai fungsinya masing-

masing.Sebagai acuan digunakan Farmakope Indonesia, danacuan lainnya seperti

USP, BP dan acuan standar lainnya. Selain itu untuk memastikan bahwa proses

produksi dan pengujian yang dilakukan akan memberikan hasil yang meyakinkan,

dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yang digunakan dilanjutkan dengan validasi

proses serta validasi metode analisa. Kedua tahap tersebut dilakukan secara berkala.

109
110

3.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Inspeksi diri dan audit mutu dilakukan untuk mengetahui kekurangan

atas pemenuhan CPOB, baik yang kritis, yang berdampak besar maupun yang

berdampak kecil. Inspeksi diri dilakukan secara independent oleh orang yang

kompeten, yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam

melakukan inspeksi diri. Untuk inspeksi diri, PT. Indofarma (Persero) Tbk

membentuk suatu seksi pengendalian sistem yang ada dibawah bidang pemastian

mutu direktorat produksi.

Program inspeksi diri dalam aspek produksi dan audit mutu selalu

memenuhi pedoman CPOB dan ISO. IQA (Internal Quality Audit) merupakan bagian

dari pemastian mutu dan biasanya dilaksanakan melalui pembentukan tim inspeksi

diri yang diseleksi. Untuk audit mutu, dilakukan secara internal (oleh tim yang

ditunjuk oleh perusahaan yang berasal dari berbagai bidang dalam perusahaan itu

sendiri) dan eksternal (oleh pihak luar yang ditunjuk oleh perusahaan). Hasil akhir

inspeksi diri dan audir mutu digunakan untuk meningkatkan kualitas dari perusahaan.

1.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupundari luar perusahaan,

dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.Semua keluhan dan

laporan keluhan juga dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang

sesuai dan dibuatkan laporan.Keluhan dan informasi yang berasal dari dalam dapat

dari bagian produksi, pengawasan mutu, gudang dan pemasaran, sementara dari luar

dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotik dan Balai

110
111

POM. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau

beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan

bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Ruang lingkup produk yang

dikembalikan yaitu salah kirim, salah administrasi, kadaluarsa, penarikan kembali

atau sebab lain seperti tidak sampai ke distributor karena gangguan di perjalanan.

Penandaan khusus pada strip, blister, atau kemasan bertujuan untuk

menghindari terjadinya pemalsuan produk-produk PT. Indofarma (Persero) Tbk

sehingga perusahaan dapat mengontrol produknya dari bahaya pemalsuan di

pasaran.Sebab pemalsuan produk ini dapat membahayakan keselamatan pasien dan

merugikan perusahaan secara finansial.

3.10 Dokumentasi

Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah

mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau atau mencatat seluruhaspek

produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu.Untuk memenuhi kebutuhan ini,

ada berbagai dokumen yang diperlukan, antara lain spesifikasi, instruksi/ prosedur

tetap, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca

dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.

Dokumentasi yang dilakukan di PT. Indofarma (Persero) Tbk berupa

dokumen tertulis dan komputerisasi (Enterprice Resounance Planing/ ERP). Fungsi

sistem dokumentasi yaitu sebagai dokumen resmi pembuatan obat dan penanganan

apabila ada tuntutan atau komplen dari pihak lain terhadap produk yang dihasilkan.

Misalnya dokumentasi produksi obat yang dibuat berupa CPB (Catatan Pegolahan

Bets) dan contoh pertinggal (retained sample), kemudian disimpan di ruang khusus

oleh bidang pemastian mutu dan disimpan selama masa kadaluarsa ditambah satu

tahun.Terhadap contoh pertinggal senantiasa dilakukan pengujian secara berkala

111
112

sampai masa simpannya habis. Untuk dokumen catatan bets juga dilakukan evaluasi

setiap akhir tahun yaitu dengan Pengkajian Tahunan Produk (Annual Product

Review).

3.11 Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak mencakup dua hal utama,

yaitu pemberi kontrak dan penerima kontrak. Pembuatan dan analisa kontrak harus

dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman

yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan berada pada mutu yang tidak

memuaskan. PT. Indofarma (Persero) Tbk selaku perusahaan yang bekerja sama

dengan pihak lain dalam pengadaan bahan untuk produksi, selalu diawasioleh bagian

Pemastian Mutu. Tiap bahan yang diterima disertai sertifikat analisis dan tiap wadah

yang telah diperiksa diberi tanda pelulusan.

3.12 Kualifikasi dan Validasi

Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses

pembuatan obat hendaknya divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi

(personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur) dan validasi

(prosedur dan proses). Perlunya dilakukan kualifikasi dan validasi untuk menjaga

konsistensi produk, prosedur dan sistem bisa terhadap fasilitas, peralatan dan proses

yang akan mempengaruhi mutu produk. Komponen/ proses yang dikualifikasi dan

divalidasi di PT. Indofarma (Persero) Tbk, antara lain konstruksi dan desain

bangunan dan fasilitas, peralatan dan sarana penunjang, metode analisis, kalibrasi

instrumen, bahan awal dan bahan pengemas, proses produksi, prosedur pengolahan

induk dan prosedur pengemasan induk, prosedur pembersihan, sistem komputerisasi

dan personil.

112
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah mengikuti Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker

(PPKPA) selama satu bulan di PT. Indofarma (Persero) Tbk dapat

disimpulkan bahwa:

1.Apoteker yang ada di PT. Indofarma (Persero) Tbk memiliki peranan

besar dalam proses kegiatannya, terlihat dari struktur perusahaan yang

menggambarkan sebagian besar posisi berbagai bidang dijabat oleh

apoteker.

2. Secara umum PT. Indofarma (Persero) Tbk telah menerapkan prinsip-

prinsip CPOB dalam aspek kegiatan produksinya dalam rangka

menjamin mutu obat yang dihasilkan dan memperkecil resiko kesalahan

dalam memproduksi obat serta mempermudah pengawasan proses

produksi. Selain itu penerapan ISO 9001 yang senantiasa memenuhi

kepastian mutu dan kepuasan konsumen memberikan jaminan mutu

yang lebih dari perusahaan.

3. Pengelolaan PT. Indofarma (Persero) Tbk tidak hanya melibatkan profesi

farmasi saja, melainkan bekerja sama dengan profesi lain seperti teknik,

marketing, akuntansi, dan bidang lain selain farmasi.

4.

113
114

4. Keterampilan yang diperoleh mahasiswa PPKPA selama berada di PT.

Indofarma (Persero) Tbk dapat menambah bekal dalam

mengembangkan diri di bidang farmasi khususnya industri farmasi.

4.2 Saran

Dari kegiatan Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PPKPA)

yang dilakukan, diberikan saran kepada PT. Indofarma (Persero) Tbk:

1. Meningkatkan penelitian dan pengembangan dibagian produksi herbal,

mengoptimalkan penggunaan peralatan (Extraction Center) yang tersedia

sehingga menigkatkan produksi di bidang ini.

2. Meningkatkan kompetensi personil yang profesional melalui program

pengembangan sumber daya manusia yang terarah, agar mampu bersaing

dengan perusahaan farmasi lainnya.

3. Dalam pelaksanaan kegiatan PPKPA, diharapkan PT. Indofarma (Persero)

Tbk pada umumnya dan bagian pelatihan pada khususnya, dapat

memberikan informasi dan pembelajaran yang lebih banyak mengenai

perusahaan sehingga mahasiswa lebih memahami kegiatan yang dilakukan

di perusahaan.

Selain itu, disarankan kepada Akademik yang mengirimkan

mahasiswanya untuk mengikuti kegiatan kunjungan kerja lapangan di

industri farmasi, agar meningkatkan pembelajaran secara teoritis, pemberian

informasi dan istilah-istilah baru yang digunakan di industri farmasi

sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang


Baik. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.

Winda Gusti Enda, S. Farm. 2011.Laporan Praktek kerja Profesi Farmasi


Industri PT.Indofarma ,Medan : Program Pendidikan Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Priambodo.B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka


Utama.

Badan POM RI. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8915 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

Badan POM RI. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang
Baik. Jilid I. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal. 69- 70,338,502-
503,506.

Menkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

115

Anda mungkin juga menyukai