Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Masa Nifas

a. Definisi

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali alat-alat

reproduksi mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan

kembali sperti pra-hamil dalam waktu 6-8 minggu (Ambarwati dan

Wulandari, 2010; h.1).

Sedangkan menurut Rukiyah, dkk (2011) masa nifas adalah masa

segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini alat

reproduktif anatominya kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal.

Dari pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

masa nifas adalah masa setelah janin dan plasenta keluar sampai alat-

alat reproduksi kembali pulih kurang lebih 6-8 minggu, seperti sebelum

hamil.

b. Tahapan Masa Nifas

Menurut Bahiyatun (2013; h.2) masa nifas dibagi dalam 3 tahap

atau periode, yaitu :

1) Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan

2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital

3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau persalinan

10
11

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna mungkin

beberapa minggu, bukan atau tahun

c. Kunjungan Masa Nifas

Pemerintah memberikan kebijakan program nasional pada masa

nifas paling sedikit terdapat tiga kali kunjungan masa nifas yang

dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL, dan untuk mencegah,

mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masa

nifas. Ibu post partum di programkan kunjungan dalam 3 tahapan yang

disebut dalam KN I sampai KN III sebagai berikut

1) KN I : 6 jam sampai 3 hari post partum

2) KN II : Hari ke-4 sampai hari ke-28 post partum

3) KN III : Hari ke-29 sampai hari ke-42 post partum

Pelayanan yang diberikan adalah :

a) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu

b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU)

c) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya

d) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan

e) Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama

segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam

pemberian kapsul vitamin A pertama (Depkes RI, 2010).

d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

1) Perubahan Sistem Reproduksi

a) Uterus

Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini


12

dalam keseluruhannya disebut involusi. Normalnya organ ini

mencapai ukuran tak hamil seperti semula dalam waktu sekitar 6

minggu (Rukiyah, dkk 2011)

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri Pada Masa Nifas

Tabel 2.1 Tinggi Fundus Uteri Normal Pada Masa Nifas


No Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

1. Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gram

2. Plasenta lahir Dua jari bawah pusat 750 gram

3. 1 minggu Pertengahan pusat – simfisis 500 gram

4. 2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram

5. 6 minggu Bertambah kecil 50 gram

6. 8 minggu Sebesar normal 30 gram


Sumber : Suherni, dkk (2009)
13

b) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas

yang mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik

dari dalam uterus (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h.78)

Menurut Rukiyah, dkk (2011) pengeluaran lochea dapat dibagi

menjadi :

(1) Lochea rubra (Cruenta)

Muncul pada hari 1-2 pasca persalinan, berwarna merah

mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan

desidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium

(2) Lochea sanguinolenta

Muncul pada hari ke 3-7 pasca persalinan, berwarna merah

kekuningan dan berisi darah lendir

(3) Lochea serosa

Muncul pada hari ke 7-14bpasca persalinan, berwarna

kecoklatan, mengandung lebih banyak serum dan lebih sedikit

darah, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta

(4) Lochea alba

Muncul sejak 2-6 minggu pasca persalinan, berwarna putih

kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan

serabut jaringan yang mati

(5) Lochea purulenta

Lochea yang terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti

nanah dan berbau busuk


14

(6) Lochiostatis

Lochea yang tidak lancar keluarnya

c) Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama poses persalinan dan akan kembali

secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan

hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam

penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan

terlihat kembali setelah minggu ke-4 (Ambarwati dan Wulandari,

2010; h.80)

Perubuan perineum pasca melahirkan terjadi pada saat

perineum mengalami robekan. Latihan otot perineum dapat

mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina

hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir

puerperium dengan latihan harian (Rukiyah, dkk 2011)

d) Payudara

Pada ibu yang menyusui atau tidak menyusui, payudara

akan merasa kencang dan membesar pada hari ketiga atau

keempat pasca persalinan, karena pengaruh hormon

progesterone memicu pada payudara untuk memproduksi ASI

(Varney, 2008; h.65).

2) Perubahan Sistem Pencernaan

Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi

progesteron, sehingga menyebabkan nyeri ulu hati dan konstipasi,

terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena


15

inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan

selama persalinan dan adanya refleks hambatan defekasi karena

adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi (Suherni, dkk

2009).

3) Perubahan Sistem Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,

tergantung pada :

1) Keadaan sebelum persalinan

2) Lamanya partus kala II

3) Besarnya tekanan kepala bayi yang menekan kandung kemih

pada saat persalinan.

Distensi (peregangan) berlebihan pada vesika urinaria adalah

hal yang umum terjadi karena peningkatan kapasitas vesika urinaria,

pembengkakan memar jaringan di sekitar uretra dan hilangnya

sensasi terhadap tekanan yang meninggi. Pembentukan keringat ibu

nifas dan peningkatan pembentukan kemih terjadi dalam 24 jam

pertama setelah melahirkan (Suherni, dkk 2009).

4) Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Ligamen, fasia, diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persaalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut

dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan

menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.

Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah

persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan

distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat


16

hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara

waktu.Pemulihan dibantu dengan latihan (Ambarwati dan Wulandari,

2010; h.81-82).

5) Perubahan Tanda-Tanda Vital

a) Suhu Badan

(1) Pada hari ke-4 setelah persalinan suhu badan ibu akan

naik, antara 37,20C – 37,50C

(2) Apabila kenaikan mencapai 380C pada hari kedua sampai

hari-hari berikutnya, harus di waspadai adanya infeksi

b) Denyut Nadi

(1) Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60x/menit,

yakni pada waktu setelah persalinan karena ibu dalam

keadaan istirahat penuh. Biasanya terjadi pada minggu

pertama pasca partum.

(2) Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira

110x/menit. Bisa juga gejala syok karena infeksi.

c) Tekanan Darah

(1) Tekanan darah < 140/90 mmHg. Tekanan darah bisa

meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari pasca partum.

(2) Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukan adanya

perdarahan pada masa nifas. Sebaliknya jika tekanan

darah tinggi, menunjukan kemungkinan adanya pre-

eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.

d) Respirasi

1) Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal


17

2) Bila ada respirasi cepat pada masa nifas (> 30x/menit),

mungkin karena adanya tanda-tanda shock (Suherni, dkk,

2009).

6) Perubahan Sistem Hematologi

Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah

merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah

putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi

adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat meningkat pada

awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan

darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3

hari postpartum, konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau

lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas kira-kira

700-1500 ml (100-200 ml hilang pada saat persalinan, 500-800 ml

hilang pada minggu pertama postpartum, dan 500 ml hilang pada

saat masa nifas) (Bahiyatun,2013; h.62).

e. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

1) Nutrisi dan Cairan

Ibu nifas memerlukan diet untuk mpertahankan tubuh

terhadap infeksi, mencegah konstipasi dan untuk memulai proses

pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori per hari ditingkatkan sampai

2700 kalori. Asupan cairan per hari ditingkatkan sampai 3000 ml

(susu 1000 ml). Suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas

selama 4 minggu pertama setelah melahirkan (Bahiyatun, 2013; h.68)

Menurut Rukiyah, dkk (2011) dalam masa nifas, ibu perlu

mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet


18

berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang

cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi harus

diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca

bersalin, minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa

memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya (Rukiyah, dkk

2011).

2) Ambulasi

Early ambulation atau ambulasi dini adalah kebijakan untuk

selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan

membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah

diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam post partum

(Ambarwati dan Wulandari 2010; h.105)

Pada persalinan normal dan keadaan ibu normsl, biasanya

ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan

oranglain, yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu

ini, ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam

serta latihan tungkai yang sederhan dan harus duduk serta

mengayunkan tungkainya di tepi tempat tidur (Bahiyatun 2013; h.76).

3) Kebersihan Diri

a) Perawatan Perineum

Apabila setelah buang air besar (BAB) atau buang air kecil

(BAK), perineum dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan

dengan sabun yang lembut minimal 1x sehari. Membersihkan

dimulai dari simpisis sampai anal sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu

diberitahu caranya mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan


19

sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor

harus diganti paling sedikit 4x sehari. Sarankan ibu untuk cuci

tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

membersihkan daerah kelaminnya (Ambarwati dan Wulandari,

2010; h.106).

b) Perawatan Payudara

(1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting

susu dengan menggunakan BH yang menyokong payudara.

(2) Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang

keluar pada sekitar puting susu setiap selesai menyusi.

Menyusi tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang lecet

(3) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24

jam, ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan

sendok.

(4) Untuk menghilangkan nyeri, ibu dapat diberikan paracetamol

1 tablet setiap 4-6 jam (Ambarwati dan Wulandari, 2010;

h.107).

4) Eliminasi

a) Buang Air Kecil (BAK)

(1) Dalam enam jam, ibu nifas harus sudah bisa BAK spontan,

kebanyakan ibu bisa berkemih spontan dalam waktu 8 jam.

(2) Urine dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam

waktu 12-36 jam setelah melahirkan.

(3) Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam waktu 6

minggu
20

Selama 48 jam pertama nifas, terjadi kenaikan diuresis

sebagai akibat pengurasan volume darah ibu dan autolisis serabut

otot uterus (Suherni, dkk 2009)

b) Buang Air Besar (BAB)

(1) BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena diit cairan,

obat-obatan analgetik dan perineum yang sangat sakit

(2) Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisa diberikan obat

laksantia

(3) Ambulasi secara dini dan teraur akan membantu dalam

regulasi BAB

(4) Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat

dianjurkan (Suherni, dkk 2009).

5) Istirahat

Seorang wanita yang dalam masa nifas dan menyusi

memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena sedang dalam

proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi dan untuk

kebutuhan menyusi bayinya. Bayi biasanya terjaga saat malam hari,

hal ini akan mengubah pola istirahat ibu, oleh karena itu ibu

dianjurkan istirahat (tidur) saat bayi sedang tidur. Ibu dianjurkan untuk

menyesuaikan jadwalnya dengan jadwal bayi dan mengejar

kesempatan untuk istirahat (Bahiyatun, 2013; h.82).

Kurangnya istirahat akan mempengaruhi ibu dalam

beberapa hal: mengurangi jumlah ASI yang diproduksi,

memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak


21

peradarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk

merawat bayi dan dirinya sendiri (Rukiyah, dkk 2011).

6) Seksual

Secara fisik, aman untuk memulai hubungan suami istri

begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau

dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah

berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk

memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.

Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami

istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6

minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan

yang bersangkutan (Rukiyah, dkk 2011).

7) Latihan dan Senam Nifas

Senam yang pertama paling baik dan paling aman untuk

memperkuat dasar panggul adalah senam kegel. Segera lakukan

senam kegel pada hari pertama postpartum bila memang

memungkinkan. Meskipun kadang-kadang sulit untuk secara mudah

mengaktifkan otot-otot dasar panggul ini selama hari pertama atau

kedua, anjurkanlah agar ibu tetap mencobanya. Senam kegel akan

membantu penyembuhan postpartum dengan jalan membuat

kontraksi dan pelepasan secara bergantian pada otot-otot dasar

panggul (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h.108).

8) Keluarga Berencana

Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2

tahun sebelum ibu hamil kembali. Biasanya wanita tidak akan


22

mennghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya

selama meneteki. Oleh karena itu, metode amenorea laktasi dapat

dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya

kehamilan baru (Rukiyah, dkk 2011).

2. Luka Perineum

a. Definisi

Luka atau ruptur perineum adalah robekan atau koyaknya jaringan

secara paksa yang terletak antara vulva dan anus. Luka jahitan

perineum didefinisikan sebagai adanya robekan jalan rahim maupun

karena episiotomi pada saat melahirkan janin (Winkjosastro, 2008;

h.87).

b. Etiologi

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang pada persalinan berikutnya. Robekan jalan lahir dapat

terjadi secara spontan karena regangan yang terlalu kuat dan cepat

terhadap kepala janin yang bergerak maju, ataupun dengan dilakukan

tindakan episiotomi dengan indikasi tertentu ( Rukiyah, dkk 2011; h.62).

c. Klasifikasi Laserasi Perineum

Derajat robekan perineum menurut Sumarah, dkk (2008; h.158) yaitu

sebagai berikut :

1) Derajat I : mukosa vagina sampai kulit perineum

2) Derajat II : mukosa vagina, kulit perineum, sampai otot perineum

3) Derajat III : mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum sampai otot

spingter ani eksterna


23

4) Derajat IV : mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot

spingter ani eksterna, sampai dinding rektum anterior

d. Perawatan Luka Perineum

Cara menjaga kebersihan perineum pasca persalinan untuk mencegah

infeksi yaitu sebagai berikut :

1) Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4-6 jam. Posisikan

pembalut dengan baik sehingga tidak bergeser

2) Lepaskan pembalut dari arah depan ke belakang untuk menghindari

penyebaran bakteri dari anus ke vagina

3) Alirkan atau bilas dengan air hangat/ cairan antiseptik pada area

perineum setelah defekasi. Keringkan dengan kain pembalut atau

handuk dengan cara ditepuk-tepuk, dan dari arah depan ke belakang

4) Jangan dipegang sampai area tersebut pulih

5) Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan

tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak enak, atasi

dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain

pembalut yang telah didinginkan

6) Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk mengurangi

tekanan pada daerah tersebut

7) Lakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang

peredaran darah di sekitar perineum. Dengan demikian, akan

mempercepat penyembuhan dan (Bahiyatun, 2013; h.78-79).

e. Asuhan Nyeri Perineum

Asuhan yang dapat diberikan untuk nyeri perineum menurut Bahiyatun,

dkk (2013; h.125), yaitu :


24

1) Letakkan kantong es di daerah genital untuk mengurangi rasa nyeri

selama ± 20 menit, 2 atau 3 kali sehari

2) Lakukan rendam duduk dalam air hangat atau dingin sedalam 10-15

cm selama 30 menit, 2 atau 3 kali sehari. Perhatikan kebersihan bak

mandi agar tidak terjadi infeksi (tidak dilakukan pada ibu dengan

jahitan perineum)

3) Lakukan latihan kegel untuk meningkatkan sirkulasi di daerah

tersebut dan membantu memulihkan tonus otot. Untuk melakukan hal

ini, bayangkan otot perineum sebagai elevator. Ketika rileks, elevator

tersebut berada dilantai satu. Secara perlahan, kontraksikan otot

anda untuk mengangkatnya ke lantai dua, tiga dan empat. Ketika

sudah mencapai lantai empat, tahan selama beberapa detik,

kemudian secara perlahan rileks kembali. Gerakan ini dapat

dilakukan kapanpun

4) Minum parasetamol atau asetaminofen untuk mengurangi rasa nyeri

yang dialami oleh ibu

3. EPISIOTOMI

a. Definisi

Episiotomi adalah irisan yang dibuat pada perineum untuk

memudahkan keluarnya kepala bayi. Episiotomi dilakukan bila ada

kemungkinan terjadi perobekan saat kepala bayi keluar, posisi bayi

sungsang, persalinan membutuhkan bantuan alat penjepit, bayi lahir

prematur, atau bila bayi dan ibunya tampak menderita dan harus dilahirkan

secepatnya (Wendy rose, 2008; h,137).


25

b. Tujuan Episiotomi

Menurut Sumarah dkk (2008; h.109) episiotomi memiliki tujuan sebgai

berikut :

1) Meluaskan jalan lahir sehingga mempercepat persalinan

2) Memudahkan untuk menjahit luka laserasi

3) Untuk mengurangi tekanan pada kepala janin prematur yang masih

lunak

4) Untuk melancarkan kelahiran yang tertunda karena perineum yang

kaku

5) Untuk memberikan ruangan yang adekuat untuk pelahiran dengan

bantuan

c. Indikasi Episiotomi

1) Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan

harus segera diakhiri

2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distosia

bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum

3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina

4) Perineum kaku dan pendek

5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum

6) Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin (Sumarah,dkk

2008; h.110-111)
26

d. Syarat Episiotomi

Menurut David (2008; h.131) waktu yang tepat untuk dilakukan

episiotomi yaitu ketika :

1) Bila ada tanda-tanda robekan vagina menjadi jelas. Tindakan ini

diindikasikan dengan keluarnya darah segar ketika bagian presentasi

janin meregang perineum saat ibu mengejan

2) Bila perineum yang terlalu teregang terlihat akan robek

3) Secara elektif pada perineum yang kaku

4) Secara elektif sebelum traksi pada forcep atau sebelum melakukan

pelahiran bokong (bila bokong janin pada perineum)

e. Jenis Insisi Episiotomi

1) Insisi Medial

Insisi medial dibuat pada bidang anatomis dan cukup nyaman.

Terdapat lebih sedikit perdarahan dan mudah untuk diperbaiki. Akan

tetapi, aksesnya terbatas dan insisi memberikan resiko perluasan ke

rektum, sehingga insisi ini hanya digunakan oleh individu yang

berpengalaman. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura

posterior lurus kebawah tetapi tidak sampaimengenai serabut sfingter

ani

2) Insisi Mediolateral

Insisi ini aman, mudah untuk dilakukan sehingga paling sering

digunakan. Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina

menuju ke arah belakang dan samping, menjauhi otot sfingter ani.

Arah sayatan bisa dilakukan ke arah kanan ataupun kiri dan panjang

sayatan kira-kira 4 cm. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena


27

melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot

perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar

3) Insisi Lateral

Sayatan dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9

menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan

lagi karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan melebar

ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga

dapat menimbulkan perdarahan banyak. Selain itu luka parut yang

terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita

(David, 2008; h.129-130)

f. Cara Episiotomi

1) Persiapan Alat

a) bak steril berisi kasa

b) gunting episiotomi

c) betadin

d) spuit 10 ml dengan jarum ukuran 22 dan panjang 4 cm

e) lidokain 1 % tanpa epineprin

2) Pelaksanaan

a) Pemberian Anestesi lokal

(1) Penjelasan prosedur kepada pasien

(2) Cuci tangan

(3) Memakai sarung tangan

(4) Hisap 10 ml larutan lidokain 1% tanpa epineprin

(5) Letakkan 2 jari tangan kiri kedalam vagina diantara kepala

janin dan perineum


28

(6) Masukkan jarum ditengah fourchette dan arahkan jarum

sepanjang tempat yang akan dilakukan episiotomi

(7) Lakukan aspirasi (menarik batang spuit) untuk memastikan

jarum tidak berada di dalam pembuluh darah. Bila terdapat

darah maka tariklah jarum dan tusukkan kembali pada

daerah didekatnya. Hal ini untuk menghindari kematian ibu

karena lidokain yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah

dapat mengakibatkan kejang pada ibu

(8) Tarik jarum perlahan sambil mendorong lidokain. Suntikkan

maksimum 10 ml. Cabut jarum bila sudah kembali ke titik

asal pada saat jarum ditudukkan. Kulit perineum akan

terlihat dan teraba pada palpasi menggelembung

disepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi

b) Prosedur Episiotomi

(1) Tindakan episiotomi dilakukan pada saat perineum menipis

dan pucat, kepala janin sudah terlihat 3-4 cm saat kontraksi.

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perdarahan

(2) Masukkan 2 jari tangan kiri ( jika penolong tidak kidal)

kedalam vagina diantara kepala janin dan perineum. Kedua

jari agak diregangkan dan sedikit melakukan tekanan ke

arah luar perineum dengan lembut. Tindakan ini

dimaksudkan untuk melindungi kepala janin dari ginting dan

membuat episiotomi lebih mudah karena perineum menjadi

rata
29

(3) Dengan gunting episiotomi desinfeksi tingkat tinggi atau

steril, tempatkan gunting ditengah faurchette posterior dan

posisi gunting mengarah ke sudut yang diinginkan dengan

episiotomi medial, mediolateral atau lateral. Bila

menginginkan mediolateral, etmpatkan gunting ke arah

menjauhi anus

(4) Gunting perineum dengan satu atau guntinga yang mantap

sekitar 3-4 cm. Jangan menggunting dengan cara sedikit

demi sedikit. Hal ini akan mengakibatkan waktu

penyembuhan luka lebih lama karena tepi luka tidak rata

(5) Gunting ke arah dalam vagina sekitar 2-3 cm

(6) Bila kepala janin belum lahir, maka lakukan penekanan

dengan kassa desinfeksi tingkat tinggi atau steril pada luka

perineum utuk mencegah terjadinya perdarahan. Kendalikan

lahirnya kepala, bahu dan badan janin dengan hati-hati agar

luka episiotomi tidak bertambah panjang. Setelah janin dan

plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah luka

episiotomi, perineum dan vagina bertambah panjang atau

terdapat laserasi tambahan (Sumarah, dkk 2008; h.111-

112).
30

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Definisi

Manajemen kebidanan merupakan metode/bentuk pendekatan

yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan

sehingga langkah-langkah kebidanan merupakan alur pikir bidan dalam

pemecahan masalah atau pengambilan keputusan klinis (Handayani,

2012; h.58).

2. Langkah-Langkah Manajemen Kebidanan

Proses manajemen kebidanan menurut Hellen Varney

(Muslihatun, 2009;h. 115-119) adalah sebagai berikut :

a. Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua

data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara

lengkap, yaitu :

1) Riwayat kesehatan

2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya

3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

4) Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil

studi

Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat

dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan

mengumpulkan data dasar yang lengkap. Bila klien mengajukan

komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam

manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.


31

b. Langkah 2: Interpretasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi

yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang

sudah dikumpulkan di interpretasikan sehingga ditemukan masalah

atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis kebidanan, yaitu diagnosis

yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup praktik kebidanan

dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan.

c. Langkah 3: Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial

Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang

telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial

ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan

asuhan yang aman.

d. Langkah 4: Menetapkan Kebutuhan yang memerlukan penanganan

segera.

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan-bidan

atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan

anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah

keempat mencerminkan kesinambungan dari poses manajemen

kebidanan.
32

e. Langkah 5: Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Pada langkah ini, dilakukan perencanaan yang menyeluruh,

ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan

kelanjutan manajemen atau diantisipasi, pada langkah ini informasi

atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

f. Langkah 6 : Melakukan Perencanaan

Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilangkah

kelima harus dilaksanakan secara efisiensi dan aman. Prencanaan ini

bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh

bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya.

Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab

untuk mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah

tersebut benar-benar terlaksana.

g. Langkah 7: Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana

tersebut lebih efektif sedang sebagian belum efektif.


33

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Dasar hukum yang berhubungan pada kasus ibu nifas normal antara lain:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik

Bidan:

a. Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi

1) Pelayanan kesehatan ibu

2) Pelayanan kesehatan anak

3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana

b. Pasal 10

1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

huruf a diberikan pada masa pranikah, kehamilan, masa persalinan,

masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaiman dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c) Pelayanan persalinan normal

d) Pelayanan ibu nifas normal

e) Pelayanan pada ibu menyusui

f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan


34

3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) berwenang untuk

a) Episiotomi

b) Penjahitan jalan lahir tingkat I dan II

c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d) Pemberian tablet FE pada ibu hamil

e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

f) Fasilitas atau bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air

susu ibu eksklusif

g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan

postpartum

h) Penyuluhan dan konseling

i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil

j) Pemberian surat keterangan kematian

k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin

2. Kompetensi Bidan Indonesia (Wahyuningsih, 2008; h. 134)

Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan

menyususi yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

a. Pengertahuan Dasar

1) Fisiologis nifas

2) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan

3) Perawatan luka perineum, definisi rupture, etiologi rupture.

4) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan fisiologis seperti BAB , BAK.


35

b. Keterampilan Dasar

1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus,

termasuh kehamilan, persalinan dan nifas

2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu

3) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka

jahitan

4) Merumuskan diagnosa masa nifas

5) Menyusun perencanaan

6) Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif

7) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan

laserasi, nutrisi ibu nifas dan Eliminasi

8) Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita

pasca persalinan

3. Standar Pelayanan Kebidanan

a. Standar 15 :

Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

b. Pernyataan Standar

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan

rumah pada hari ke tiga, minggu ke dua dan minggu keenam setelah

persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui

penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau

rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta

memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan

perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian

ASI, imunisasi dan KB.


36

c. Tujuan Standar :

Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah

persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif

4. Kewenangan bidan menurut IBI

Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk

mendekatkan pelayanan kegawatan obstetric dan neonatal kepada setiap

ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari) agar penanganan

atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai