Anda di halaman 1dari 24

Penyakit Parkinson Akibat Penurunan Kadar Dopamin

Betcy / 102016096
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : betcyyy@gmail.com
Abstrak
Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi degeneratif yang terutama mengenai jaras
ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitor dopamine, dengan gejala motorik klasik
yaitu trias yang terdiri dari bradikinesia/ hambatan gerakan, rigiditas, tremor yang biasanya
mengenai anggota gerak atas. Penyakit Parkinson merupakan 80% dari kasus-kasus
Parkinsonism. Penyakit ini banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio
3:2. Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 0.37% orang di Indonesia dari total jumlah
penduduk di Indonesia. Tujuan utama terapi penyakit Parkinson adalah memulihkan disabilitas
fungsional yang diderita pasien. Komplikasi penyakit Parkinson terjadi akibat progresivitas
dan lamanya menderita penyakit ini atau dapat muncul akibat terapi medis.
Kata Kunci: penyakit Parkinson, Parkinsonism, dopamin
Abstract
Parkinson’s disease is a degenerative condition that mainly involves extrapyramidal pathways that
contain dopamine neurotramitters. The classic motor symptoms known as trias, which consists of
bradykinesia, rigidity, tremors which usually affect the upper limb. Parkinson's disease constitutes 80%
of Parkinsonism cases. This disease is found in men rather than women with a ratio 3: 2. Parkinson's
disease is estimated affects 0.37% of people in Indonesia out of the total population in Indonesia. The
main goal of therapy for Parkinson's disease is to restore the functional disability. Complications of
Parkinson's disease occur due to progression and duration of suffering from this disease or can arise
due to medical therapy.
Keywords: Parkinson’s disease, Parkinsonism, dopamine
Pendahuluan
Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi degeneratif yang terutama mengenai jaras
ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitor dopamine, dengan gejala motorik klasik
yaitu trias yang terdiri dari bradikinesia/ hambatan gerakan, rigiditas, tremor yang biasanya
mengenai anggota gerak atas. Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering
kedua setelah demensia Alzheimer.1,2 Sindroma ini pertama kali dikemukakan oleh James
Parkinson tahun 1817 sebagai shaking palsy dan dinamakan paralysis agitans oleh Marshal
Hall tahun 1841.2
Insiden penyakit Parkinson di Amerika Serikat sekitar 1 juta orang pada tahun 2010
sedangkan diseluruh dunia penderita mencapai 5 juta orang. Kebanyakan individu yang
mengalami penyakit ini berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit Parkinson terjadi pada sekitar 1%
individu berusia 60 tahun dan sekitar 4% pada orang yang berusia 80 tahun. Karena harapan

1
hidup secara keseluruhan meningkat, jumlah orang dengan penyakit Parkinson akan meningkat
di masa depan.2
Dalam makalah ini penulis akan membahas penyakit Parkinson terutama mengenai
anatomi dan fisiologi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, pencegahan, komplikasi, dan prognosis dari penyakit ini.
Anamnesis
Anamnesis dimulai dengan pertanyaan mengenai identitas seperti nama, usia,
pekerjaan, dan tempat tinggal. Kemudian dilanjutkan dengan keluhan utama dan penyerta,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit dulu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial dan lingkungan, serta riwayat pribadi.3
Pada penyakit Parkinson perlu diketahui riwayat penyakit sekarang seperti adanya
gejala motorik seperti tremor, tonus meningkat (lead-pipe) yang bersama dengan tremor bisa
menyebabkan rigiditas roda bergerigi (cog wheel), dan bradikinesia (gerakan lambat). Tremor
biasanya paling jelas saat istirahat, membaik saat bergerak dan tidur. Pasien bisa tampak lambat
untuk memulai gerakan atau berbicara, sulit mengubah gerakan dengan cepat dan tonus yang
meningkat dapat lebih menonjol saat menggerakkan ekstremitas di sisi berlawanan. Dapat
disertai ekspresi “mirip topeng” dengan berkurangnya ekspresi wajah dan berkedip.4
Oleh karena itu perlu ditanyakan pertanyaan seperti sejak kapan merasakan tremor atau
gemetar, apakah tremor terus menerus atau hilang timbul, bagaimana awalnya muncul tremor,
apakah hanya sebelah tangan atau sejak awal langsung kedua tangan, apakah pernah
mengalami jatuh atau trauma kepala, dan riwayat menggunakan obat-obatan.4
Berdasarkan skenario, hasil anamnesis yaitu pasien perempuan berusia 51 tahun
mengeluh gemetar pada kedua tangan sejak 3 bulan yang lalu. Gemetar/tremor muncul saat
tidak digerakkan, berkurang saat aktivitas dan tidur. Awalnya hanya pada tangan kanan, lalu 5
bulan yang lalu disusul tangan kiri. Menurut keluarganya, pasien tampak lambat saat berjalan
dan kaku. Tidak ada riwayat trauma kepala, penyakit diabetes mellitus, gangguan tiroid, dan
hipertensi. Tidak pernah berobat dan tidak memiliki alergi.
Pemeriksaan Fisik
Sejak awal pasien memasukki ruangan, perlu diperhatikan wajah, postur, dan cara
berjalan pasien untuk mengetahui seberapa jauh pasien dapat berjalan, kemampuan pasien
untuk bangkit dari kursi, adakah tremor, rigiditas, bradikinesia. Pemeriksaan fisik dimulai dari
pemeriksaan secara umum yaitu keadaan umum dan kesadaran pasien, serta tanda-tanda vital
pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik neurologis seperti tanda rangsang meningeal,

2
saraf kranialis, motorik, sensorik, koordinasi, dan status kognitif sesuai dengan keluhan
pasien.3
Pada pasien dengan penyakit Parkinson terdapat 4 tanda cardinal yaitu resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural, dimana jika ditemukan 2 dari 3 poin pertama,
dapat ditegakkan diagnosis. Tanda cardinal keempat, yaitu instabilitas postural (gangguan
keseimbangan), muncul biasanya setelah 8 tahun atau lebih menderita penyakit Parkinson.5
Resting tremor dapat ditemukan dengan cara meminta pasien meletakkan tangannya ke
pangkuannya selagi pasien duduk dan meminta pasien untuk rileks. Meminta pasien untuk
menghitung mundur dari 10 mungkin dapat memperlihatkan tremor. Lengan harus diamati
dalam posisi terentang untuk melihat tremor postural (terjadi saat pasien mempertahankan
posisi yang melawan gravitasi), dan tremor kinetic (tremor dengan gerakan volunteer) dapat
dilihat pada pemeriksaan jari-ke-hidung. Rigiditas atau kekakuan yaitu peningkatan resistensi
pada gerakan pasif. Kekakuan terjadi pada sebagian besar persendian termasuk leher, terjadi
karena peningkatan tonus otot yang berpengaruh pada gerakan fleksi dan ekstensi.5
Bradikinesia yaitu perlambatan pergerakan dan berkurangnya gerakan spontan.
Bradikinesia dapat ditemukan melalui mikrografia (tulisan yang kecil), hipomimia
(pengurangan ekspresi wajah), pengurangan frekuensi kedip, dan hipofonia (suara yang
melembut). Oleh karena itu, frekuensi kedip dan ekspresi wajah harus diamati. Kemudian
kecepatan gerakan diperiksa dengan meminta pasien melakukan gerakan mengetuk jari kedua
sampai keempat ke jari pertama secara berulang dan diminta untuk melakukan secepat
mungkin. Hal yang sama dilakukan pada kaki dimana pasien diminta untuk mengetuk jari-jari
kaki secepat mungkin. Terakhir pasien diminta berdiri dari tempat duduk dengan posisi lengan
menyilang, untuk menilai kemampuan bangkit dari kursi. Pasien diminta berjalan untuk
melihat kelurusan dan kecepatan berjalan, serta ayunan tangan (akan berkurang).5
Instabilitas postular yaitu ketidakseimbangan dan berkurangnya reflex, dapat diperiksa
dengan meminta pasien berdiri dengan mata terbuka dan pemeriksa menarik pundak pasien
kearah pemeriksa. Pasien diminta bersiap dan menjaga keseimbangannya secepat mungkin.
Mengambil 1 atau 2 langkah ke belakang untuk menjaga keseimbangannya dianggap normal.5
Pada skenario didapatkan tanda-tanda vital sebagai berikut: tekanan darah 120/70
mmHg, frekuensi nadi 80 kali per menit, frekuensi nafas 18 kali per menit, dan suhu 36.5oC.
Kemudian skala Visual Analogue Scale (VAS) yaitu 0, dimana tidak ditemukan nyeri pada
pasien, Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu E4 M6 V5, interpretasinya yaitu mata dapat
membuka secara spontan, dapat mematuhi perintah dengan baik, dan terorientasi. Pada

3
pemeriksaan saraf kranialis tampak normal. Pada pemeriksaan motorik didapati tremor
istirahat/ resting tremor dan rigiditas, dan ditemukan diadokokinesis melambat.
Pemeriksaan Penunjang
Penyakit Parkinson dapat didiagnosis melalui klinis. Tidak ada pemeriksaan biomarker
laboratorium untuk penyakit ini, dan tidak ada penemuan spesifik di magnetic resonance
imaging (MRI) dan computed tomography (CT) scan. Positron emission tomography (PET)
dan single-photon emission CT (SPECT) dapat memperlihatkan penemuan yang konsisten pada
penyakit Parkinson, dan pemeriksaan olfaktori dapat memberikan bukti, tetapi pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan.5
Pemeriksaan positron emission topography (PET) berfungsi untuk melihat fungsi dari
sel di tubuh. Pemeriksaan ini dilakukan dengan injeksi bahan radioaktif ke vena di lengan.
Bahan radioaktif yang memiliki muatan positif (positron) yang berinteraksi dengan electron
(bermuatan negative) di tubuh. PET dapat mendeteksi interaksi ini dan membentuk sebuah
gambar, sehingga dapat dilihat organ dari segala sisi dan mendeteksi masalah. Untuk pasien
Parkinson, PET digunakan untuk melihat aktivitas dan fungsi dari otak yang berfungsi dalam
pergerakan, yaitu bagian korteks motorik primer di lobus frontalis dari otak. PET juga dapat
digunakan untuk melihat masalah di saraf tulang belakang, kanker di payudara, otak, paru-
paru, colon, dan prostat, serta limfoma.6
Ada juga pemeriksaan EEG (Elektroensefalografi) diharapkan akan didapatkan
perlambatan dari gelombang listrik otak yang bersifat progresif. Kemudian pada CT scan
kepala diharapkan akan didapatkan gambaran terjadinya atrofi kortikal difus, dengan sulkus
melebar, dan hidrosefalus.5
Penemuan Histologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin secara massif akibat
kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Penemuan patologi klasik pada penyakin
Parkinson yaitu degenerasi dari neuron yang mengandung neuromelanin, terutama substansia
nigra, dimana normalnya memberikan gambaran “black appearance” secara makroskopik.
Neuron yang tersisa pada substansia nigra pars kompakta mengandung inklusi sitoplasma
eosinofilik dan umumnya ditemukan halo yang disebut badan Lewy (gambar 1), dan berubah
menjadi pucat.2,5

4
Gambar 1. Badan Lewy5
Diagnosis Banding
Tremor Esensial
Tremor esensial merupakan gangguan pergerakan paling umum. Sindrom ini belum
diketahui etiologi nya, dikarakteristikan dengan tremor postural dan/atau tremor kinetic dengan
progress lambat, umumnya terkena kedua ekstremitas atas. Gejala tremor dimulai dari salah
satu ekstremitas atas kemudian terkena kontralateralnya. Tremor jarang menyebar secara
ipsilateral ke ekstremitas bawah. Tremor bersifat intermiten, terjadi saat emosi dan dapat
bersifat persisten seiring berjalannya waktu. Tonus otot dan reflex normal, tidak ditemukan
bradikinesia maupun rigiditas.7
Sindrom Parkinson Plus
Gangguan neurodegeneratif primer yang memiliki gejala seperti Parkinson seperti
bradikinesia, rigiditas, tremor, dan gangguan gaya berjalan. Sindrom Parkinson tidak mempan
dengan terapi standar pada penyakit Parkinson. Gejala lainnya dari sindrom Parkinson Plus
yaitu serangan awal berupa demensia, instabilitas postural, halusinasi atau psikosis, gangguan
pada mata seperti nystagmus, gangguan otonom seperti hipotensi postural dan gangguan
berkemih, dan lainnya. Namun, sindrom Parkinson-plus telah diidentifikasi sebagai multiple
system atrophy (MSA), progressive supranuclear palsy (PSP), parkinsonism-dementia-
amyotrophic lateral sclerosis complex, corticobasal ganglionic degeneration (CBD), dan
demensia dengan badan Lewy (DLB).8
Multiple System Atrophy (MSA) merupakan penyakit neurodengeratif yang muncul di
usia tua, bersifat sporadic, cepat berkembang, multisystem, dan masih belum diketahui
etiologinya. Secara klinis penyakit ini dikarakteristikan dengan berbagai tingkat keparahan dari
parkinsonian; yaitu disfungsi serebelar, otonom, dan gangguan urogenital serta kortikospinalis.
Umumnya menyerang pasien usia lebih dari 40 tahun yang diawali dengan gangguan otonom

5
dan/atau gangguan berkemih. Gejalanya selanjutnya dapat berupa hipotensi ortostatik yang
parah dimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik minimal 30 mmHg atau diastolic
minimal 15 mmHg, dalam waktu 3 menit berdiri setelah sebelumnya posisi terlentang selama
3 menit. Kemudian hipertensi supine dimana terjadi peningkatan tekanan darah (>190/110
mmHg) dan mengganggu terapi dari hipotensi ortostatik. Parkinsonism terjadi pada 46% pasien
MSA dengan gejala akinesia, rigiditas, tremor saat istirahat. Pasien ini memiliki respon yang
lemah terhadap levodopa. Gejala lainnya yaitu disfungsi serebelar yang menyebabkan
gangguan gaya berjalan dan ataksia.9
Progressive supranuclear palsy (PSP) disebut juga sindrom Steele-Richardson-
Olszewski, yaitu kelainan otak yang menyebabkan kesulitan berjalan serta terganggunya
keseimbangan tubuh dan gerakan mata. Gangguan ini terjadi akibat penurunan sel di area otak
yang mengontrol gerakan tubuh dan pikiran. Penyakit ini akan bertambah buruk seiring dengan
waktu, dan bisa berlanjut menjadi komplikasi yang mengancam nyawa, seperti pneumonia dan
kesulitan menelan. Gejalanya yaitu kehilangan keseimbangan saat berjalan, ketidakmampuan
untuk mengarahkan pandangan mata dengan baik, dan gejala seperti penyakit Parkinson.10
Corticobasal ganglionic degenerative (CBD) adalah penyakit neurodegeneratif yang
mempengaruhi korteks serebri dan ganglia basal otak. Penyakit ini sangat jarang dan masih
belum diketahui penyakitnya. Gejalanya termasuk kontaksi otot ritmik yang tidak terkendali,
gerakan menurun, kekakuan otot, gangguan keseimbangan, tidak mampu merasakan dan
mengontrol gerakan tangan. Gejala psikologis dan kognitif termasuk iritabilitas, demensia, dan
depresi juga sering terjadi.11
Demensia dengan badan Lewy adalah jenis demensia yang paling sering terjadi selain
penyakit Alzheimer. Penyakit ini terjadi saat penumpukan protein yang dinamakan badan
Lewy terbentuk di sel saraf di bagian otak yang mengatur cara berpikir, daya ingat, dan gerakan
tubuh (motoric). Pasien akan mengalami halusinasi visual dan tidak dapat focus. Gejala lainnya
yaitu gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson seperti rigiditas, perlambatan gerak tubuh,
dan tremor.12
Parkinsonism Sekunder
Parkinsonism sekunder merupakan kondisi dimana gejala mirip penyakit Parkinson
tetapi disebabkan oleh beberapa obat, gangguan sistem saraf, atau penyakit lainnya. Gejalanya
sama dengan penyakit Parkinson. Penyebab parkinsonism sekuner yaitu trauma otak,
ensefalitis, HIV/AIDS, meningitis, dan obat-obatan.13
Drug-induced parkinsonism (DIP) merupakan penyebab tersering dari sindrom
Parkinson. Pasien dengan DIP sangat sulit dibedakan dengan pasien penyakit Parkinson,

6
karena memiliki manifestasi klinis yang sama. Menurut penelitian, DIP akan mengganggu
aktivitas sehari-hari jika sudah parah, dan kemungkinan terjadi setelah penggunaan obat dalam
suatu periode yang lama. Gejala klinis DIP yaitu tremor saat istirahat dan bersifat bilateral dan
simetris. Namun, setengah penderita DIP bergejala Parkinson dengan tremor saat istirahat dan
bersifat asimetris, hal ini menyulitkan untuk membedakan DIP dan penyakit Parkinson.
Patofisiologi dari penyakit ini berhubungan dengan gangguan reseptor dopamine di ganglia
basalis yang menyebabkan terhambatnya pengaliran dopamin. Untuk mendiagnosis harus
menggunakan gambaran dopamine transporter (DAT).13
Diagnosis Kerja
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses
degeneratif progresif terkait dengan proses menua di sel-sel substansia nigra pars kompakta.
Penyakit Parkinson merupakan 80% dari kasus-kasus Parkinsonism. Terdapat dua istilah yang
harus dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan Parkinsonism:14
 Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai
oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars kompakta disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut badan Lewy.
 Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor saat istirahat, kekakuan,
bradykinesia, dan hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamine dengan
berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.
Berdasarkan pengertian diatas maka sindrom Parkinson dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:7
1. Primer atau idiopatik
 Penyebab tidak diketahui
 Sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
 Terdapat peran toksin yang berasal dari linkungan
 Terdapat peran faktor genetik
2. Sekunder atau didapat
 Timbul setelah terpapar suatu penyakit/zat
 Infeksi dan pasca-infeksi otak (ensefalitis)
 Terpapar kronis oleh toksin seperti MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,3,6-
tetrahidropiridin), Mn (mangan), CO (karbon monoksida), sianida

7
 Efek samping obat penghambat reseptor dopamine (sebagian besar obat anti
psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamine (reserpine)
 Pasca stroke
 Lainnya: hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus
bertekanan normal
3. Sindrom Parkinson Plus
 Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : Progressif
supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical-basal ganglionic
degeneration, diffuse Lewy body disease (DLBD).
Anatomi dan Fisiologi
Otak memiliki banyak generator motorik yang dapat merangsang berbagai macam
gerakan, diantaranya berdiri, vokalisasi, makan/minum, dan melompat. Saat otak menerima
banyak rangsangan, seluruh mekanisme yang tersedia dapat bekerja dengan sendirinya untuk
menghasilkan gerakan. Bagaimanapun, hal ini akan menjadi tidak terkontrol jika seluruh
mekanisme motorik dibiarkan aktif saat ada rangsangan. Perlu ada mekanisme yang dapat
menekan atau menghambat gerakan motorik. Fungsi ini dijalankan oleh nucleus basalis.15
Basal ganglia merupakan sekelompok struktur yang terletak jauh di bagian dalam
serebrum, tepatnya di dalam substansia alba serebrum. Secara embriologi, basal ganglia
merupakan perkembangan dari telensefalon, diensefalon, dan mesensefalon yang mengelilingi
sistem limbic-dalam. Sejumlah struktur anatomi yang termasuk dalam basal ganglia adalah
nucleus kaudatus, putamen, dan globus pallidus (gambar 2) yang merupakan badan sel di
sistem saraf pusat (bagian grey matter). Selain itu terdapat pula substansia nigra dan nucleus
subtalamikus yang merupakan struktur yang membentuk nucleus basalis. Nukleus kaudatus
dan putamen merupakan perkembangan dari telensefalon, sedangkan globus pallidus dan
nucleus subtalamikus merupakan perkembangan dari diensefalon. Substansia nigra merupakan
perkembangan dari mesensefalon.16

8
Gambar 2. Basal Ganglia16
Dua struktur basal ganglia yang berdampingan letaknya di sisi lateral thalamus adalah
globus pallidus dan putamen. Kedua struktur ini disebut nucleus lenticular. Globus pallidus
terletak lebih dekat dengan thalamus, sedangkan putamen terletak lebih dekat dengan korteks
serebri dan berukuran lebih besar dari globus pallidus. Globus pallidus merupakan jalan keluar
utama dari basal ganglia.15
Struktur ketiga adalah nucleus kaudatus yang memiliki bagian kepala (caput) berukuran
besar yang terhubung ke bagian ekor (caudal) yang lebih kecil melalui badan (corpus) yang
berbentuk seperti tanda koma. Aktivitas neuron di nucleus caudatus salah satunya berperan
untuk menggerakkan mata.17 Gabungan dari nucleus kaudatus dan putamen disebut dengan
striatum yang memiliki peran pada proses belajar dan memori.16 Striatum bagian caput
menerima input dari daerah asosiasi di serebri, sebaliknya, striatum caudal terhubung dengan
daerah sensorimotorik dari korteks serebri. Ada banyak neurotransmitter inhibitorik (GABA)
dan sebagian kecil neurotransmitter eksitatorik (asetilkolin) yang bekerja di stratum. Secara
kolektif, striatum dan globus pallidus disebut dengan korpus striatum.15 Nukleus kaudatus dan
putamen terhubung dengan ujung axon dari substansia nigra. Substansia nigra memiliki dua
struktur, yaitu pars kompakta dan pars retikulata. Sedangkan globus pallidus terhubung dengan
nucleus subtalamikus.18
Basal ganglia memiliki fungsi motorik dan non-motorik. Secara umum, fungsi motorik
basal ganglia adalah mengatur gerakan yang kompleks dan detail, mengatur inisiasi dan
terminasi pergerakan, mengatur action skills, dan mengubah waktu dan skala intensitas
pergerakan. Sedangkan fungsi non-motorik yang dimiliki basal ganglia diantaranya yaitu
membantu inisiasi dan terminasi beberapa proses kognitif, seperti memberi perhatian, ingatan
dan membuat rencana, dan bekerja sama dengan sistem limbic untuk meregulasi emosi.17,18

9
Substansia nigra adalah daerah besar yang berpigmen, dimana mengandung dua bagian
yaitu pars retikulata dan pars kompakta. Sel-sel di pars kompakta mengandung pigmen melanin
yang gelap; sel ini mensintesis dopamine dan proyeksi ke nucleus kaudatus atau ke putamen,
keduanya yang merupakan struktur basal ganglia, ikut serta dalam proses pergerakan dan
koordinasi motorik.19
Sel-sel pada basal ganglia menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang
berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh
sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron
di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan reflex postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Dopamine diproyeksikan ke stratum dan seterusnya ke basal
ganglia. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di stratum dan basal ganglia menurun,
menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya
kehilangan control sirkuit neuron di basal ganglia untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi
terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis
motorik maupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di sistem saraf
pusat menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor, kekakuan
(rigiditas) dan hilangnya reflex postural.20
Epidemiologi
Penyakit Parkinson dikenal sebagai salah satu penyakit neurologic yang menyerang 1%
dari individu yang berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit ini banyak ditemukan pada laki-laki
daripada perempuan dengan rasio 3:2.2 Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 0.37%
orang di Indonesia dari total jumlah penduduk di Indonesia. Total kasus kematian akibat
penyakit Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di
Asia, dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.21
Etiologi
Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab pasti kematian sel-sel saraf di
substansia nigra pars kompakta. Menurut beberapa peneitian pada penderita Parkinson baik
pada penelitian berdasarkan autopsi penderita, penelitian epidemiologis, maupun penelitian
pada hewan primata yang dibuat menderita Parkinson, menghasilkan beberapa dugaan sebagai
berikut.14
Faktor Genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal pathway.

10
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel substansia nigra pars
kompakta sehingga meningkatkan kematian sel neuron.14
Faktor Lingkungan
Proses stress oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya dipercaya
sebagai etiologi Parkinson. Berbagai penelitian telah dilakukan, antara lain peranan xenobiotic
(MPTP), pestisida/herbisida, paparan zat kimia dari pekerjaan (bahan-bahan cat dan logam),
kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi, dan stress; semuanya
memiliki peran masing-masing melalui jalan yang berbeda menyebabkan Parkinson dan
Parkinsonism.14
Umur (Proses Menua)
Berdasarkan penelitian epidemiologi, ditemukan angka kejadian Parkinson pada usia
50 tahun di America 10-12 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 200-250 per 100.000
penduduk pada usia 80 tahun. Pada penderita Parkinson terdapat suatu tanda reaksi microglial
pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal, sehingga
disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor risiko yang mempermudah terjadinya
proses degenerasi di substansia nigra pars kompakta, tetapi memerlukan penyebab lain
(multifactorial) untuk terjadinya Parkinson.14
Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.14
Cedera Kranioserebral
Prosesnya belum jelas, tetapi trauma kepala, infeksi dan tumor otak lebih berhubungan
dengan sindrom Parkinson daripada Parkinson.14
Stres Emosional
Diduga merupakan faktor risiko.14
Patofisiologi
Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansia nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Hal ini disebabkan penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars
kompakta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (badan
Lewy) dengan penyebab multifactor.20
Substansia nigra (black substance), adalah suatu regio kecil di otak (batang otak) yang
terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari

11
seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang
berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh
sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron
di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara).14 Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke
ganglion basalis. Pada penyakit Parkinson, degenerasi sel-sel neuron di SNc menyebabkan
produksi dopamine menurun. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan
ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan
eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis untuk mengatur
jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak
langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua
fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak
(bradikinesia), tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.20

Gambar 3. Patofisiologi Penyakit Parkinson22


Badan Lewy adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan
dense cores. Adanya badan Lewy dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas,
akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit Parkinson, karena terdapat juga pada beberapa
kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui
lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.20
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah
stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oxyradikal, seperti
dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini

12
menumpuk, tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga
menyebabkan kematian sel-sel SNc.14
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:14
1. Efek lain dari stress oksidatif, yaitu terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitrat
oksida (NO) yang menghasilkan peroksinitrat radikal.
2. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi ATP (adenosine trifosfat)
dan akumulasi electron-elektron yang memperburuk stress oksidatif, akhirnya
menyebabkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
3. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc.
Gejala Klinis
Gejala Motorik
Gejala motorik dapat berupa tremor/bergetar, rigiditas, bradikinesia, freezing,
mikrografia, bicara monoton, demensia, gangguan tingkah laku, dan gejala lainnya.23
a. Tremor/bergetar
Gejala penyakit Parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang biasa terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit
Parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang
itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Hal ini yang disebut
sebagai resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.5,23
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpalfalanges,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang (resting/alternating tremor).5,23
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah, dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa
bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.5,23
b. Rigiditas/kekakuan

13
Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila pergelangan difleksi dan
ekstensi pasif dan pronasi serta supinasi lengan bawah secara pasif. Pada stadium lanjut
rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-
persendian digerakkan secara pasif. Rigiditas merupakan peningkatan terhadap
regangan otot pada otot antagonis dan agonis. Salah satu gejala dini dari rigiditas ialah
hilangnya gerak asosiasi lengan bila berjalan. Peningkatan tonus otot pada sindrom
parkinson disebabkan oleh meningkatnya aktifitas neuron motorik alfa.
Kombinasi dengan resting tremor mengakibatkan bunyi seperti gigi roda yang disebut
dengan cogwheel phenomenon muncul jika pada gerakan pasif.5,23
c. Bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls optik,
labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan
berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa.5,23
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.5,23
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu
obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.5,23
d. Freezing
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi. Keadaan tersebut juga berimplikasi pada hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan
sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan

14
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah
jatuh.23
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.23
f. Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.23
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus (suara bisikan) yang lambat.23
h. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif.23
i. Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif).23
Gejala Non Motorik23
a. Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
- Pengeluaran urin yang banyak
- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
- Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna.

15
- Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan.
- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
Untuk mendiagnosis penyakit Parkinson, dapat dilakukan berdasar pada beberapa
kriteria, yaitu:14
1. Secara klinis
- Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas,
bradikinesia, atau
- 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditias, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
- Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosis alternatif, terdiri dari:
1. Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2. Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3. Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4. Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Kriteria Diagnosis Gelb14
- Diagnosis possible (mungkin): adanya 2 dari 4 gejala cardinal (resting tremor,
bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik).
- Tidak ada gambaran yang menuju ke arah diagnosis lain termasuk halusinasi yang tidak
berhubungan dengan obat, demensia, supranuclear gaze palsy atau disotonom.
Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamine.
- Diagnosis probable (kemungkinan besar): terdapat tiga dari 4 gejala cardinal, tidak ada
gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam 3 tahun, terdapat respon yang baik
terhadap levodopa atau agonis dopamine.
- Diagnosis definite (pasti): seperti probable disertai dengan pemeriksaan histopatologis
yang positif.
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan penetapan stadium klinis
penyakit Parkinson berdasarkan Hoehn dan Yahr.20
- Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala
yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada
satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali terdekat (teman).
- Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu

16
- Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/ berdiri, disfungsi umum sedang
- Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
- Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachectic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Penatalaksanaan
Secara garis besar konsep terapi farmakologis maupun pembedahan pada penyakit
Parkinson dibedakan menjadi 3 hal, yaitu:14
- Simtomatis, untuk memperbaiki gejala dan tanda penyakit.
- Protektif, dengan cara mempengaruhi patofisiologi penyakit.
- Restoratif, mendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan fungsi sel
neuron yang masih ada.
Tujuan utama terapi penyakit Parkinson adalah memulihkan disabilitas fungsional yang
diderita pasien. Umumnya dilakukan penatalaksanaan secara komprehensif baik dengan
medikamentosa, perbaikan diet dengan mengurangi asupan protein sampai 0.5-0.8 gram/kg
BB/hari, terapi fisik berupa latihan teratur untuk mempertahankan penderita tetap dapat
berjalan.14
Terapi Medikamentosa
Ada 6 macam obat utama yang dipergunakan untuk penatalaksanaan penyakit
Parkinson, yaitu:14
1. Obat yang mengganti dopamine (levodopa, carbidova)
Obat ini merupakan obat utama, hampir selalu digunakan untuk terapi penyakit
Parkinson. Di dalam tubuh levodopa akan diubah sebagai dopamine. Obat ini sangat
efekif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti degradasi dopamine
yang produksinya sangat menurun akibat degenerasi SNc. Efek samping obat ini antara
lain: mual, dizziness, muntah, hipotensi postural dan konstipasi. Obat ini juga
mempunyai efek samping jangka panjang, yaitu munculnya diskinesia (gerakan
involunter yang tidak dikehendaki seperti korea, mioklonus, dystonia, akatisia). Pada
pemakaian obat ini juga dikenal fenomena “on-off” atau disebut fenomena “wearing
off”. Oleh karena itu perlu dipantau penggunaannya.
2. Agonis dopamin (bromocriptine, pergolide, pramipexole, ropinirol)

17
Memiliki efek serupa dopamine pada reseptor D1 dan D2. Tidak akan mengalami
konversi, jadi dapat digunakan sebagai obat tunggal pengganti levodopa. Umumnya
dipakai sebagai kombinasi utama dengan levodopa-carbidopa agar dapat menurunkan
dosis levodopa, sehingga menghindari efek samping levodopa. Efek samping obat ini
yaitu halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual, muntah. Sayangnya obat
ini tidak menghambat progresivitas penyakit Parkinson.
3. Antikolinergik (benztropin, tryhexyphenidil, biperiden)
Obat ini menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin, dan
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini yaitu mulut kering dan pandangan
kabur. Sebaiknya tidak diberikan pada penderita Parkinson yang berusia diatas 70 tahun
karena dapat menyebabkan penurnan daya ingat dan resistensi urin pda laki-laki.
4. Penghambat Monoamin Oxidase /MAO (selegiline)
Obat ini dapat mencegah degradasi dopamine menjadi 3-4-dihydroxiphenilacetic di
otak. Karena MAO dihambat maka umur dopamine menjadi lebih panjang. Obat ini
biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidova. Selain itu obat
ini dapat berfungsi sebagai antidepresi ringan (merupakan obat pilihan pada penyakit
Parkinson dengan gejala depresi menonjol). Efek samping obat ini berupa penurunan
tekanan darah dan aritmia.
5. Amantadine
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala
Parkinson. Obat ini menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal
Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena “on-off”) dan
diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai tunggal, atau kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek samping yang paling menonjol adalah
mengantuk.
6. Penghambat catechol O-methyl transferase/COMT (tolcapone, entecapone)
Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim
COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektifitas levodopa menurun. Obat ini dapat memperbaiki fenomena
“on-off”, dan memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Efek
samping obat berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa fungsi hati secara

18
serial pada penggunanya. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin menjadi
merah oranye.
Terapi Pembedahan
Sebagian besar penderita penyakit Parkinson dapat memperbaiki kualitas hidupnya
dengan terapi medikamentosa. Tetapi ada juga yang tidak dapat dikendalikan dengan obat,
terutama efek fluktuasi motorik (fenomena “on-off”). Pada saat “on” penderita dapat bergerak
dengan mudah, terdapat perbaikan pada gejala tremor dan kekakuannya. Pada saat “off”
penderita akan sulit bergerak, tremor, dan kekakuan tubuhnya meningkat. Periode ini
adakalanya muncul sejak awal pemberian levodopa dan tak dapat diatasi dengan meningkatkan
dosis, kejadian ini disebut “wearing off”. Kejadian ini dan diskinesia terkadang tidak dapat
dikontrol dengan terapi medikamentosa dan memerlukan terapi pembedahan.14
Terapi pembedahan dapat dilakukan yaitu terapi ablasi lesi di otak seperti thalamotomy
dan pallidotomy. Efeknya bersifat permanen. Namun pembedahan thalamic saat ini secara
umum dapat diterima untuk terapi definitive penderita tremor esensial dan tidak lagi diterima
pada terapi Parkinson. Terapi pembedahan lainnya dilakukan terapi stimulasi otak dalam yang
dilakukan dengan pemasangan elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacu yang dipasang dibawah kulit dada seperti alat pemacu jantung. Karena
prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak sehingga relative aman. Belum ada data
mengenai efek samping karena masih baru. Terapi bedah lainnya dapat dilakukan transplantasi
otak yang memberikan harapan baik, namun masih sulit untuk mencari donor, proses perizinan
dan prosedur.14
Terapi Rehabilitasi
Terapi rehabilitasi sangat penting agar pasien tidak kehilangan kemampuan aktivitas
fungsional kehidupan sehari-hari (AKS). Terapi ini meliputi fisioterapi, okupasi, dan
psikoterapi. Fisioterapi dilakukan dengan latihan relaksasi untuk mengurangi rigiditas, latihan
peregangan dan fleksibilitas untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, latihan keseimbangan
dan kontrol postural, latihan jalan yang difokuskan untuk langkah kecil-kecil, hilangnya
ayunan tangan, gerakan tulang belakang dan mencegah jatuh, latihan pernafasan, dan senam
Parkinson. Latihan okupasi dilakukan dengan strategi kognitif untuk menarik perhatian penuh/
konsentrasi, bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik. Strategi lainnya yaitu gerak
dan keseimbangan.14
Pencegahan

19
Karena etiologi yang masih belum diketahui secara pasti dan terapi hanya akan
menghambat progresivitas penyakit Parkinson, pencegahan terhadap penyakit Parkinson masih
belum diketahui. Namun jika ditemukan mekanisme genetic pada Parkinson, mungkin dapat
dilakukan pencegahan awal dengan terapi mutasi. Oleh karena itu terapi sejak awal dapat
memperlambat onset dari gejala dan mengurangi intensitasnya.24
Komplikasi
Komplikasi penyakit Parkinson terjadi akibat progresivitas dan lamanya menderita
penyakit ini atau dapat muncul akibat terapi medis. Pada penyakit Parkinson berat sudah terjadi
kerusakan motoric yang progresif meskipun telah mendapat terapi levodopa. Kualitas hidup
semakin menurun dan sangat sukar bagi penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain. Ketika penyakit berlanjut, terjadi degenerasi progresif neuron
dopaminergic dan nondopaminergik di area otak yang luas. Hal ini menyebabkan manifestasi
klinis berupa komplikasi motoric dan nonmotorik.14
Komplikasi Motorik
Berupa fluktuasi motorik dan diskinesia, yang merupakan alasan terbanyak untuk
dilakukan terapi bedah. Komplikasi motorik mungkin muncul akibat progresi penyakit ini
dengan menghilangnya neuron dopaminergik dan perubahan reseptor dopaminergik dan
perubahan reseptor dopaminergik pascasinaps kea rah respons levodopa yang tidak stabil.14
Fluktuasi motorik adalah keadaan dimana pasien memiliki berbagai variasi respons
terhadap levodopa dan menunjukkan keadaan penurunan mobilitas. Terdapat variasi pada
beratnya gejala motorik mulai dari yang ringan berupa kekakuan, menyeret kaki, tremor,
sampai imobilitas dan tremor berat. Faktor resiko utama timbulnya komplikasi motorik adalah
derajat keparahan penyakit dan lamanya pemberian levodopa, dosis levodopa harian, dan onset
terjadinya penyakit Parkinson.14
Diskinesia timbul karena progresivitas penyakit Parkinson atau sebagai komplikasi
motorik dari terapi dopaminergik dan bergejala dystonia atau gerakan khorea. Diskinesia dapat
lebih berat dari penyakit Parkinson itu sendiri. Diskinesia berhubungan dengan konsentrasi
levodopa dalam darah. Pada beberapa kasus, pengurangan bertahap dosis levodopa,
penambahan pengurangan bertahap dosis levodopa, mengganti preparat agonis dopamine pada
terapi levodopa, dan mengganti preparat levodopa yang CR (controlled release) menjadi cepat
lepas (immediate release) akan mengurangi gejala diskinesia. Diskinesia terjadi ketika efek dan
konsentrasi maksimal dari levodopa telah dicapai. Hal ini diduga sebagai akibat dari
abnormalitas respons neuron terhadap stimulasi pulsatile reseptor dopaminergik. Pada kasus
diskinesia yang berat dipertimbangkan terapi pembedahan.14

20
Komplikasi Non Motorik
Komplikasi non motorik dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan komplikasi
motorik. Komplikasi non motorik berupa gangguan kognitif dan demensia, psikosis, depresi,
dan gangguan otonom. Gangguan kognitif dan demensia umum terjadi pada penyakit
Parkinson yang sudah berlangsung lama dan memenuhi kriteria DSM IV. Penyakit Parkinson
memiliki resiko 6 kali lipat berkembang menjadi demensia (Parkinson Disease Demensia /
PDD). PDD sering terjadi pada usia lanjut dengan prevalensi pada populasi berusia >65 tahun
sekitar 30% per tahun dan bergejala gangguan visuospatial, memori, atensi, pemikiran yang
lambat, disorientasi, kebingungan, depresi dan motivasi yang menghilang. PDD akan
memperberat disabilitas dan gangguan fungsi social. Pemberian obat antikolinergik untuk
gangguan motorik pada penyakit Parkinson sebaiknya dihentikan sebab dapat mencetuskan dan
memperberat gangguan kognitif terutama pada usia lanjut. Beberapa penelitian terhadap
rivastigmin dan donepezil menunjukkan perbaikan walaupun tidak banyak dan memiliki efek
tambahan mengurangi halusinasi yang diiunduksi obat penyakit Parkinson (dopamine,
antikolinergik, amantadine).14
Psikosis umumnya didahului demensia atau diinduksi oleh pemakaian obat penyakit
Parkinson. Psikosis ditandai dengan halusinasi dan delusi. Kadang disertai ansietas dan panik.
Adanya psikosis menunjukkan prognosis yang buruk dan mempersulit perawatan di rumah.
Pengobatan standar psikosis pada penyakit Parkinson meliputi menurunkan/menghentikan obat
penyakit Parkinson yang menginduksi psikosis (levodopa, amantadine, agonis dopamine,
antikolinergik) dan bila psikosis masih berlanjut atau muncul control motorik yang tidak
adekuat maka obat antipsikosis harus diberikan seperti quetiapine dan clozapine.14
Depresi mengenai hamper sekitar 40% penderita penyakit Parkinson dan
mempengaruhi fungsi motorik dan kualitas hidup secara bermakna. Penampilan klinis penyakit
Parkinson berupa bradikinesia, bradifrenia dan mask face terkadang sulit dibedakan dengan
depresi dan gejala Parkinson. Etiologi depresi pada penyakit Parkinson masih belum diketahui
secara jelas, diduga berhubungan dengan perubahan neurokemikal dopamine, norepinefrin, dan
serotonin. Dalam hal ini diperlukan dukungan keluarga dan psikoterapi. Pemberian tricyclic
antidepressant / TCA (amitriptilin, trazodone, nortriptilin) dan selective serotonin reuptake
inhibitor /SSRI (fluoexetin, setralin, citalopram) direkomendasikan untuk depresi pada
penyakit Parkinson. Penggunaan SSRI dengan obat penyakit Parkinson selegiline sebaiknya
dihindari karena menginduksi timbulnya sindrom serotonin. Pada pasien dengan epresi berat
atau psikotik depresi, pengobatan dengan electroconvulsive therapy (ECT) merupakan
tindakan life saving dan bermanfaat menghilangkan gejala tersebut.14

21
Gangguan otonom sering terjadi pada penyakit Parkinson berat akibat degenerasi
ganglia otonom dan harus dibedakan dengan penyebab lain, misalnya pada MSA dan Shy-
Drager syndrome. Patofisiologi terjadinya gangguan otonom belum diketahui pasti, studi
neurohistokimia menemukan inklusi badan Lewy pada batang otak, hipotalamus, serebelum,
sistem simpatik dan parasimpatik. Gangguan otonom meliputi konstipasi akibat gangguan
persarafan simpatik pada usus, kontraksi sfingter ani eksternal dan interna, hipertonik otot
perianal, dan gangguan control otot dasar pelvis dan rectum. Konstipasi berat dapat
menimbulkan impaksi dan megakolon. Penderita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan
tinggi serat seperti buah dan sayur, hidrasi yang cukup, dan meningkatkan aktivitas fisik untuk
mengatasi problem konstipasi.14
Gangguan otonom lainnya dapat berupa disfagia akibat perubahan pada pleksus
mienterik yang mengganggu gerakan peristaltic makanan, hipotensi ortostatik sebagai efek
samping obat levodopa dan agonis dopamine yaitu efek dopamine di perifer (dekarboksilasi)
yang menyebabkan penurunan volum intravascular, hiperhidrosis akibat gangguan
hipotalamus dan timbul saat fluktuasi motoik, inkontinesia urin akibat hiperaktivitas dari otot
detrusor yang menyebabkan gejala frequency, urgency dan nokturia. Komplikasi non motorik
lainnya dapat berupa gangguan tidur dan gangguan sensoris.14
Prognosis
Terapi medikamentosa hanya akan menekan gejala-gejala Parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit ini belum dapat dihentikan sampai saat ini (permanen). Tanpa perawatan,
gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi disabilitas total, yang sering disetai
dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan
perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-beda. Kebanyakan pasien berespon terhadap
medikasi, perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek
samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Progresifitas gejala dapat berlangsung 20
tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara
yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan
terapi yang tepat, kebanyakan pasien dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.25
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, hipotesis
diterima. Pasien menderita penyakit Parkinson yang ditandai dengan gejala resting tremor dan
bradikinesia yang ditandai dengan pemeriksaan fisik diadokokinesis melambat. Pengobatan
dengan medikamentosa dapat memperlambat progresivitas penyakit dengan menekan gejala-
gejala Parkinson.

22
Daftar Pustaka
1. Ginsberg L. Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2008. H 100
2. Gunawan G, Dalhar M, Kurniawan SN. Parkinson dan terapi stem sel. MNJ. Januari
2017; 3(1): 39-46
3. Juwono T. Pemeriksaan klinik neurologi dalam praktik. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2012. H
1-2
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2008. H
178
5. Hauser RA. Parkinson disease clinical presentation. Updated on Sep 10th 2018.
Downloaded from: https://emedicine.medscape.com/article/1831191-clinical#b3, Dec
24th 2018
6. WebMD. Parkinson’s disease and the PET scan. Downloaded from :
https://www.webmd.com/parkinsons-disease/guide/parkinsons-pet-scan#1, 24th 2018
7. Burke DA. Essential tremor. Updated on Oct 22nd 2018. Downloaded from:
https://emedicine.medscape.com/article/1150290-overview, Dec 25th 2018
8. Bloomfield SM. Parkinson-plus syndromes. Updated on Sep 24th 2018, Downloaded
from: https://emedicine.medscape.com/article/1154074-overview, Dec 25th 2018
9. Diedrich A. Multiple system atrophy. Updated on Oct 17th 2018. Downloaded from:
https://emedicine.medscape.com/article/1154583-clinical, Dec 25th 2018
10. Cosseddu M, Benussi A, Gazzina S, Manes MA, et al. Natural history and predictors
of survival in progressive supranuclear palsy. Journal of The Neurological Sciences.
2017; 382: 105-7
11. Armstrong MJ, Litvan I, Lang AE, et al. Criteria for the diagnosis of corticobasal
degeneration. Neurology. 2013 Jan 29; 80(5): 496-503
12. McKeith IG, Boeve BF, Dickson DW, et al. Diagnosis and management of dementia
with Lewy bodies. Neurology. 2017 Jul 4; 89(1): 88-100
13. Shin HW, Chung SJ. Drug-induced parkinsonism. J Clin Neurol. 2012 Mar; 8(1): 15-
21.
14. Rahayu RA. Penyakit parkinson. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. H 3837-48
15. Kim HF, Hikosaka O. Parallel basal ganglia circuits for voluntary and automatic
behavior to reach rewards. Brain. 2015 Jul; 138(Pt 7):1776-800. Downloaded from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25981958, Dec 26th 2018

23
16. Nakagawa S, Takeuchi H, Taki Y, Nouchi R, Kotozaki Y, et al. Basal ganglia correlates
of fatigue in young adults. Scientific Reports. 2016; 6:21-38. Downloaded from:
http://www.nature.com/articles/srep21386, Dec 27th 2018
17. Hall JE, Guyton AC. Textbook of medical physiology. 12th Ed. Singapore: Elsevier;
2014.
18. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 14th Ed. United States
of America: Wiley; 2014.
19. The Editors Of Encyclopaedia Britannica. Midbrain. Mar 28th 2016. Downloaded from:
https://www.britannica.com/science/midbrain#ref1114736, Dec 27th 2018
20. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
21. Noviani E, Gunarto U, Setyono J. Hubungan antara merokok dengan penyakit
Parkinson di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of Health. Mei
2010; 4(2):81-6
22. In This Issue of JAMA Neurology. JAMA Neurol. 2013;70(2):149–150
23. Ginsberg L. Lecture notes: neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2008
24. Aaseth J, Dusek P, Roos PM. Prevention of pregression in Parkinson’s diseas.
Biometals. 2018 Oct; 31(5): 737-47
25. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2012

24

Anda mungkin juga menyukai