Anda di halaman 1dari 8

NAMA : RIDWAN MAULANA

KELAS : SEJARAH B
NIM : 1403617068

BOROBUDUR

Pengantar

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha berukuran 123 x 123 meter yang terletak
di Borobudur,Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat dayaSemarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Bangunan Borobudur
berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan
34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.

Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya
berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapankehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha
Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagaiBudha mesti melalui setiap
tingkatan kehidupan tersebut.

Sejarah Borobudur
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun
Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara
760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu
dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan
waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan
raja Samaratungga pada tahun 825.

Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha
aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa
mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai
candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M,
raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang
dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6,2 mi) sebelah timur dari
Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan
dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah
rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan
candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Dari beberapa literature yang ada, dapat disebutkan berbagai pendapat dari para ahli
antara lain :

1) Kitab Negara kartagama

Naskah dari tahun 1365 M yaitu kitab Negara kartagama karangan Mpu prapanca,
meyebutkan kata “Budur” untuk sebuah Budha dari aliran Wajradha. Kemungkinan yang ada
nama “Budur” tersebut tidak lain adalah candi Borobudur.

2) SirThomas Stamford Raffles

Raffles manafsirkan Borobuduir berati bahwa Budur merupakaan bentuk lain dari
“Budo”.yang dalam bahasa jawa berarti Kuno.tetapi bila dikaitkan dengan Borobudur berati
“Boro Jaman Kuno” Namaun karena “Bhara” dalam bahas jawa kuno berati banyak, maka
Borobudur juga berarti “Budha yang Banyak” jika dikaji secara teliti maka keterangan yang
ditemukan oleh raffles memang tidak ada yang memuaskan. Boro jaman kuno” kurang
mengena maupun “Budha yang banyak” Kurang mencapai sasaran.

3) Poebatjaraka

Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur berarti “Biara
Budur”. Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati kebenaran berdasarkan bukti-bukti
yang ada. Selanjutnya jika di hubungkan dengan kitab Negara Kartagama mengenai “Budur”
maka besar kemungkinan penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.

4) DE Casparis

De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang kemungkinan


merupakan asal kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti SrI Kahulunan yang berangka 842
M dijumpai kata “Bhumi Sambhara Budhara” yaitu satu sebutan untuk bangunan suci
pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.

5) Drs. Soediman

Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara berasal dar
bahasa sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara yang berarti asrama. Budur
dalam bahasa bali bedudur yang artinya di atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau
vihara dan komplek candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit.
Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang
sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan
berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil
dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:

1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan


kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit
diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya
terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu
sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit
ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat.
Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai
bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup
struktur asli piramida berundak.
2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak
melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa
tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih
kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa
induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun
kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa
stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan
tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong
bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga
tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga
Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar
stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar
yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk
menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan
yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat
pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus
menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan
pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta
pelebaran ujung kaki.
Borobudur diterlantarkan
Borobudur tersembunyi dan telantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan
tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga
Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur
ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan
bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006,
Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah
serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang
menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat
mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.
Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu
Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia
menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan
pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar
beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.
Penemuan kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa di bawah
pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford
Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah
Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan
mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan
rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya
di Semarangtahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam
hutan dekat desa Bumisegoro.
Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi
sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda,
untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200
bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan
membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini.
Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia
melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa
candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles
dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas
keberadaan monumen yang pernah hilang ini.

Pemugaran
Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat
Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi. Foto-foto yang menampilkan relief
pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891. Penemuan ini mendorong pemerintah
Hindia Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900,
pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini:
Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota
tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen
Pekerjaan Umum.
Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian
Borobudur kepada pemerintah. Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan
mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di
sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang,
stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem
drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan longgar
harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak
dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu ditaksir sekitar
48.800 Gulden.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan
dipimpin Theodoor van Erp. Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar
monumen untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp membongkar
dan membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya
Van Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang
disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan rekonstruksi
lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung batu susun tiga) yang
memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur telah pulih seperti pada
masa kejayaannya.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan
perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan
permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi
monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur dibuat. Pemerintah
Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam
suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982.
Pondasi diperkukuh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini
dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem
drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air
ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan
menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.
Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan
Dunia pada tahun 1991. Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya
kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai
manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam
pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan
rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa
atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik
dan karya sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".
Arsitektur Candi Borobudur
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia
antara ujung garisrambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari
dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.Tentu saja
satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada
monumen ini.
Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari
suatu fraktal geometri perulangan swa-serupadalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini
juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendutdan Pawon di dekatnya.

Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna
penanggalan, astronomi, dan kosmologi.Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar
(kaki), tubuh, dan puncak. Dasar berukuran123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m
(13 kaki). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujursangkar yang makin mengecil di
atasnya.

Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras.Tiap teras berikutnya mundur
2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atasterdiri atas tiga teras
melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris.
Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35m (110
kaki) dari permukaan tanah.

Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:


Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang
masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh
tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli
yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini
tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang
masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang
menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya
dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi.
Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya
2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat
membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini
melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu
ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau
selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar
di pagar langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang
melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan
paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya
dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan
ukiran relief.
Arupadhatu Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai
lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas
dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada
pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan
yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini
disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa).
Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras
teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-
patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan
cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada
tetapi tak terlihat.

Relief Candi Borobudur

Candi Borobudur tidak hanya menujukan kemegahanya saja tetapi juga mempunyai
relief yang sangat menarik. Relief cerita yang di pahatkan pada candi itu lengkap dan panjang
yang tidak pernah ditemui di tempat lain.
Bidang relief seluruhnya ada 1460 panel yang jika diukur memanjang mencapai 2.500
meter. Sedangkan jenis reliefnya ada 2 macam yaitu:
 Relief cerita, yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah.
 Relief hiasan, yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang

Agar dapat menyimak ceritanya didalam relief secara berurutan dianjurkan memasuki
candi melalui pintu sebelah timur dan pada tiap tingkatan berputar kekiri dan meninggalkan
candi di sebelah kanan.
Relief ceritanya pada candi Borobudur menggambarkan beberapa cerita yaitu:
1. Karma Wibangga, terdiri dari 160 panel, di pahatkan pada kaki tertutup.
2. Lalita Wistara, terdiri dari 120 panel, di pahatkan pada dinding lorong 1 di bagian atas
3. Jataka dan Awadana, terdiri 720 panel, dipahatkan pada dinding lorong 1 di bagian
bawah, balustrade lorong 1 atas dan di bawah dan balustrade II
4. Gandawyuda, terdiri 460 panel di pahatkan pada dniding lorong II balustrade III dan
IV serta Bhadraceri dinding lorong IV

Fungsi Candi Borobudur

Selain sebagai tempat pariwisata, ternyata fungsi candi Borobudur hampir sama
dengan fungsi candi pada umumnya antara lain :
1. Tempat menyimpan relik atau di sebut Dhatugarba. Erlik tersebut antara lain benda
suci, pakaian, tulang atau abu dari budha, arwah para biksu yang tersohor atau
terkemuka.
2. Tempat sembayang atau beribadat bagi umat Budha.
3. Merupakan lambang suci umat budha, cermin nilai-nilai tetinggi umat .
4. Budha dan mengadung rasa rendah hati yang di sadari penciptanya sedalam-
dalamnya.
5. Tanda peringatan dan penghormatan kepada sang Buddha.

Anda mungkin juga menyukai