Anda di halaman 1dari 18

Case Report Session

HERPES ZOSTER

Oleh:

Ledira Dara Ismi 1840312240

Reno Hulandari 1840312244

Widiya Tussakinah 1840312312

Preseptor:

dr. Gardenia Akhyar, Sp.KK

dr. Rina Gustia, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes Zoster (HZ) biasa disebut shingles, merupakan penyakit kulit


infeksi akibat reaktivasi virus varisela zoster (VVZ) setelah infeksi primer yang
bermanifestasi pada kulit dan mukosa.1 Hampir satu dari tiga orang di Amerika
Serikat akan mengalami herpes zoster selama masa hidup mereka.2 Angka
kejadian di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan sebanyak satu juta
kasus, dengan rata-rata 3-4 kasus per 1000 penduduk.3 Estimasi kejadian herpes
zoster di Eropa sekitar 3,4 - 4,82 per 1000 penduduk per tahun dan meningkat
menjadi lebih dari 11 per 1000 penduduk per tahun pada usia minimal 80 tahun.4

Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia dan berkaitan


dengan menurunnya sistem imunitas tubuh pada seseorang.5 Penyakit ini lebih
sering menyerang pasien dewasa dibandingkan anak-anak.6 Puncak kasus herpes
zoster terjadi pada usia 45-64 tahun berdasarkan data pada 13 rumah sakit
pendidikan di Indonesia pada tahun 2011-2013.1 Kejadian herpes zoster pada usia
lebih dari 50 tahun dapat mencapai 66%.7 Selain pada peningkatan usia, juga
dapat terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien
dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi atau
transplantasi organ.5

Herpes zoster muncul dengan tampilan erupsi pada kulit yang biasanya
gatal, nyeri (pada satu dermatom), makula kemerahan hingga vesikel yang jika
pecah menjadi krusta.8 Pada saat sistem imun seseorang menurun maka akan
terjadi reaktivasi VVZ.9 Infeksi VVZ pada ganglia radiks dorsalis akan
menimbulkan nyeri disepanjang dermatom sesuai tempat persarafan yang
terinfeksi.10 Dermatom yang sering dikenai adalah daerah dada (torakal) sekitar
T5 hingga T12, diikuti area nervus trigeminal yang menyebabkan herpes zoster
oftalmikus, daerah saraf kranial, dan daerah dermatom lumbosakral.11
Komplikasi tersering herpes zoster adalah neuralgia paska herpes (NPH).
Neuralgia pasca herpes merupakan nyeri yang timbul lebih dari 90 hari setelah
penyakit sembuh pada tempat bekas penyembuhan.7 Neuralgia paska herpes dan
berbagai komplikasi lainnya sebagian besar diakibatkan karena keterlambatan
diagnosis. Hal ini dikarenakan lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam
mendiagnosis herpes zoster sebelum muncul ruam kulit.1

Peningkatan kejadian Herpes Zoster seperti yang telah diuraikan diatas


menunjukkan bahwa penatalaksanaan terhadap herpes zoster belum dilakukan
dengan baik, untuk itu penulis tertarik untuk membahasa mengenai Herpes Zoster
dan kaitannya dengan pasien yang ada di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis,


dan tatalaksana herpes zoster dan kaitannya dengan salah satu pasien herpes
zoster di RSUP Dr. M. Djamil Padang

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman


tentang herpes zoster.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi


virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa.6 Infeksi virus varicella-
zoster (VVZ) yang menyebabkan varisela atau cacar air dapat menyerang hampir
setiap individu di seluruh dunia. Setelah sembuh dari varisela, virus menetap
laten pada ganglia radiks dorsalis yang dapat mengalami reaktivasi menjadi
herpes zoster (HZ), atau yang lebih dikenal dengan nama shingles atau dampa
atau cacar ular. Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan
timbulnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang
hebat.12

2.2 Epidemiologi

Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela.8

Kejadian Herpes Zoster di Eropa dan Amerika Utara berkisar 1,5 - 3,0 per
1000 penduduk pertahun. Insidennya meningkat seiring dengan peningkatan usia
sekitar 7 - 11 per 1000 penduduk pertahun pada usia 60 tahun. Diperkirakan lebih
dari satu juta kasus baru herpes zoster terjadi tiap tahunnya dan lebih dari satu
setengahnya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.9 Sementara itu pada penelitian
yang dilakukan pada RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 hingga Maret
2016, ditemukan 28 pasien Herpes Zoster dengan angka kejadian laki-laki 60,7%
dan perempuan 39,3% dengan usia terbanyak 45-64 tahun.13

2.3 Etiopatogenesis

Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar


air) dan zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifikasi
dan terbukti memiliki variasi geografis.14
Perjalanan awal dari penyakit herpes zoster adalah infeksi primer dari
virus varisela zoster (VVZ) yang menyebabkan varisela atau cacar air. Virus
ini masuk melalui saluran pernapasan, menyebar dengan cepat dan
menginfeksi sel epitel dan limfosit T di orofaring serta saluran nafas atas atau
konjungtiva, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.15 Ketika infeksi VVZ telah
teratasi sewaktu anak-anak, partikel virus akan berjalan dari ujung-ujung saraf
sensorik diangkut secara sentripetal menuju ganglia dorsalis atau kranial.9
Partikel virus akan menetap di inti sel dan tidak bermultiplikasi, dimana virus
tersebut akan terlindung dari antibodi yang terbentuk sewaktu infeksi
primer.11,16

Reaktivasi VVZ terjadi ketika sistem imun seseorang menurun,


terutama penurunan kekebalan seluler VVZ spesifik yang terjadi seiring
bertambahnya usia.9 Sel T akan membawa virus sepanjang ganglia dorsalis
atau kranialis, kemudian bereplikasi dan berproliferasi disana. Proliferasi
tersebut merusak fungsi dan anatomi dari saraf dan menimbulkan rasa nyeri
dan kebas. Pada tahap ini mungkin belum ditemukan tanda ruam kulit. Setelah
itu virus bermigrasi hingga saraf sensorik perifer lalu menyebar ke tempat
yang berdekatan dengan ganglia dorsalis tersebut dan medula spinalis.11,17

VVZ merambat secara sentrifugal disepanjang percabangan saraf


menuju dermatom tertentu.18 Dermatom yang paling sering dikenai pada
herpes zoster yaitu dermatom di tempat ruam varisela terbanyak, yang
diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensorik trigeminal dan T1 ke
L2.6 Inflamasi pada kulit mucul ketika virus tersebut mencapai lapisan dermis
dan epidermis sesuai dermatom yang dikenai. Proses kerusakan saraf dan
inflamasi berlanjut sampai ke bagian atas dermis dan epidermis sehingga
menimbulkan lesi makulopapular yang menyebar. Lesi-lesi tersebut berubah
dengan cepat menjadi vesikel yang berisi cairan dan VVZ di dalamnya.18,19
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IA
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Dusun Baru Korong Kasai Batang Anai, Padang
Pariaman
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Minang
Negeri Asal : Padang

ANAMNESA
Seorang pasien laki-laki, berusia 37 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 10 Desember 2018, dengan:

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya gelembung-gelembung berisi cairan jernih
yang berkelompok diatas bercak merah yang terasa nyeri pada punggung bawah
sebelah kanan dan makin meluas sejak 4 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


- Awalnya muncul kemerahan pada punggung kanan pasien sejak 4 hari
yang lalu yang terasa nyeri kemudian kulit kemerahan tersebut berubah
menjadi gelembung-gelembung kecil berkelompok berisi cairan, lalu
gelembung-gelembung tersebut bertambah banyak dan makin menyebar
ke daerah paha kanan.
- Badan terasa lemah sejak 1 minggu yang lalu
- Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu
- Sakit kepala, mual, dan muntah sejak 1 minggu yang lalu
- 1 hari yang lalu pasien berobat ke puskesmas mendapat 4 macam obat,
pasien lupa nama obatnya (tablet putih 3x1, 2 macam tablet merah 2x1,
dan tablet coklat 1x1). Kemudian pasien disarankan untuk berobat ke
RSUP dr. M. Djamil Padang.
- Riwayat menderita cacar air sebelumnya tidak ada
- Pasien telah didiagnosa menderita SIDA sejak 4 bulan yang lalu dan
mendapat terapi ARV sejak 4 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami penyakit berupa gelembung-gelembung


kecil seperti ini sebelumnya.

Riwayat Keluarga/Atopi/ Alergi :

 Tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari


 Tidak ada riwayat kaligata
 Tidak ada riwayat asma
 Tidak ada riwayat alergi obat
 Tidak ada riwayat alergi makanan
 Tidak ada riwayat alergi terhadap serbuk sari

Riwayat Pengobatan

 Pasien belum pernah mengobati gelembung - gelembung berisi cairan


yang nyeri tersebut.

Riwayat Sosial Ekonomi

 Pasien merupakan seorang pegawai swasta


 Pasien berdomisili di Batang Anai, Padang Pariaman

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran umum : Komposmentis Kooperatif.
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 87x/i
 Nafas : 20x/i
 Suhu : 37,8ºC
 Berat badan : 60 kg
 Tinggi badan : 170 cm
 IMT : 20,2 kg/m2
 Status Gizi : Normoweight
Status Dermatologikus
 Lokasi : Punggung kanan dan paha kanan
 Distribusi : Unilateral terlokalisir.
 Bentuk : Bulat-tidak khas.
 Susunan : Herpetiformis
 Batas : Tidak tegas
 Ukuran : Miliar sampai Lentikular
 Efloresensi : Vesikel-vesikel berkelompok dan bula
diatas plak eritem, disertai erosi, ekskoriasi,
krusta merah kehitaman
 Status Venerologikus : tidak dilakukan pemeriksaan
 Kelainan selaput : dalam batas normal
 Kelainan kuku : dalam batas normal
 Kelainan rambut : dalam batas normal
 Kelainan kelenjar limfe : dalam batas normal
Resume :

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 37 tahun di Poliklinik


Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 10 desember 2018
dengan keluhan:

 Awalnya muncul kemerahan pada punggung kanan pasien sejak 4 hari


yang lalu yang terasa nyeri kemudian kulit kemerahan tersebut berubah
menjadi gelembung-gelembung kecil berkelompok berisi cairan, lalu
gelembung-gelembung tersebut bertambah banyak dan makin menyebar
ke daerah paha kanan.
 Badan terasa lemah sejak 1 minggu yang lalu
 Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu
 Sakit kepala, mual, dan muntah sejak 1 minggu yang lalu
 1 hari yang lalu pasien berobat ke puskesmas mendapat 4 macam obat,
pasien lupa nama obatnya (tablet putih 3x1, 2 macam tablet merah 2x1,
dan tablet coklat 1x1). Kemudian pasien disarankan untuk berobat ke
RSUP dr. M. Djamil Padang
 Riwayat menderita cacar air sebelumnyatidak ada
 Pasien telah didiagnosa menderita SIDA sejak 4 bulan yang lalu dan
mendapat terapi ARV sejak 4 bulan yang lalu.
 Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi di
punggung kanan dan paha kanan, distribusi unilateral terlokalisir, bentuk
bulat-tidak khas, susunan herpetiformis, batas tidak tegas, ukuran miliar
sampai lentikular dengan efloresensi berupa vesikel-vesikel berkelompok
dan bula diatas plak eritem, disertai erosi, ekskoriasi, krusta merah
kehitaman.

DIAGNOSIS KERJA
 Herpes Zoster Thorakolumbal setinggi T12, L1-L3 Dextra
 SIDA dalam pengobatan

DIAGNOSIS BANDING
 Varisella
 Dermatitis Kontak

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Pemeriksaaan Tzank Test : Sel datia berinti banyak

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANJURAN


Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction), jika tidak tersedia dapat
dilakukan Pemeriksaan Direct Immunofluorecent Antigen-Staining

DIAGNOSIS
 Herpes Zooster Thorakolumbal setinggi T12, L1-L3 Dextra Diseminata
 SIDA dalam pengobatan

PENATALAKSANAAN

UMUM

 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penyebabnya


 Menganjurkan pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif hingga
kering atau menjadi krusta
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggunakan barang atau
pakaian secara bersamaan untuk mencegah penyebaran
 Luka dijaga agar tetap bersih dan kering jangan sampai pecah karena
ditakutkan dapat menyebar ke daerah lain
 Memakai pakaian yang longgar atau menghindari gesekan pada lesi
 Pasien tetap disarankan untuk tetap menjaga kebersihan badan
 Menganjurkan kepada pasien agar mendapatkan nutrisi yang cukup dan
hindari stres.
 Konsumsi obat ARV teratur

KHUSUS

 Topikal :
Bedak kocok 2x sehari pada gelembung-gelembung berkelompok
 Sistemik :
Acyclovir 5 x 800 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 150 mg

PROGNOSIS

Quo Ad Sanam : dubia adbonam.

Quo Ad Vitam : bonam.

Quo Ad Kosmetikum : bonam

Quo Ad Functionam : bonam


FOTO KLINIS
RESEP

dr. Muda Kulit


Praktik Umum
SIP: 10061407
Hari:Senin-Jumat
Jam 19.00-21.00
Alamat: Jalan Jati V no. 2
No Telp 081267477157

Padang, 10 Desember 2018

R/ Acid Salicyl 2%
Menthol 0,5%
Talcum Venetum ad 100 gr
mf la powder da in Sacch I
Sue
R/ Acyclovir tab 800 mg No. XXXV
S5dd tab I
R/ Paracetamol tab 500 mg No. XXI
S3dd tab I

Pro : Tn. IA
Usia : 37 tahun
Alamat : Batang Anai, Padang Pariaman
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan


Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 10 Desember 2018 dengan
keluhan mucul gelembung-gelembung berisi cairan jernihyang berkelompok
diatas bercak merah yang terasa nyeri pada punggung bawah sebelah kanan dan
makin meluas ke paha kanan sejak 4 hari yang lalu. Awalnya sejak 1 minggu
yang lalu muncul kemerahan pada punggung kanan pasien yang terasa nyeri
kemudian kulit kemerahan tersebut berubah menjadi gelembung-gelembung kecil
berkelompok berisi cairan, lalu gelembung-gelembung tersebut bertambah
banyak dan makin menyebar. Badan terasa lemah sejak 1 minggu yang lalu.
Demam dirasakan 1 minggu yang lalu. Riwayat menderita cacar air
sebelumnyatidak ada. Pasien telah didiagnosa menderita SIDA sejak 4 bulan
yang lalu dan mendapat terapi ARV sejak 4 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaaan fisik, didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang,


kesadaran komposmentis kooperatif dan tanda vital yang lain dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi di
punggung bawah kanan dan paha, distribusi unilateral terlokalisir, bentuk bulat-
tidak khas, susunan herpetiformis, batas tidak tegas, ukuran miliar sampai
lentikular dengan efloresensi berupa vesikel-vesikel berkelompok diatas plak
eritem.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita


herpes zoster yang merupakan penyakit neurokutan dengan menifestasi erupsi
vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular
unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom akibat reaktivasi infeksi laten
virus varisela zoster.1,2

Nyeri yang sudah dirasakan pasien selama 1 minggu yang hanya terbatas
ditempat lesi merupakan suatu keluhan tersering apada kasus herpes zoster. Onset
penyakit ini dapat berupa nyeri pada dermatom yang terkena dalam 48-72 jam.
Nyeri ini terjadi karena neuritis akut yang berhubungan dengan replikasi virus,
proses inflamasi dan produksi sitokin-sitokin sebagai respon terhadap kerusakan
saraf dan terjadinya peningkatan sensitivitas reseptor nyeri.3

Pada pasien didapatkan keluhan badan terasa letih yang dapat merupakan
tanda prodromal yang mengawali penyakit ini. Gejala prodromal dapat juga
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark, atau
gejala konstitusi seperti demam, malaise dan nyeri kepala. Gejala prodromal
dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).1

Pada kasus ini, pasien telah didiagnosa menderita SIDA sejak 4 bulan yang
lalu dan mendapat terapi ARV sejak 4 bulan yang lalu. Hal ini dapat menjadi
salah satu faktor predisposisi terjadinya herpes zoster pada usia dewasa karena
kondisi pasien imunokompromais (infeksi HIV). Juga kondisi lain yang dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya herpes zoster seperti pada transplantasi
organ, keganasan, pasien yang mendapatkan radioterapi maupun kemoterapi dan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.5 Individu yang mengalami
imunokompromais memiliki risiko 20 hingga 100 kali lebih tinggi untuk
menderita herpes zoster dibandingkan individu normal.4 Pasien yang mendapat
terapi dengan obat yang imunosupresif memiliki resiko lebih tinggi menderita
hespes zoster. 5

Berdasarkan bentuk lesi awal herpes zoster dapat didiagnosis dengan


dermatitis kontak atau dermatitis venenata (akibat bulu serangga), yang gejala
awalnya juga berupa eritema kemudian menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
Perjalanan penyakit pada dermatitis kontak dapat berlangsung akut maupun
kronik. Pada dermatitis kontak dengan iritan yang kuat dapat juga menimbulkan
keluhan nyeri.1 Dari anamnesis pada pasien, tidak ditemukan adanya riwayat
alergi maupun riwayat kontak dengan bahan iritan sebelumnya, riwayat atopi
yang dapat mempermudah terjadinya dermatitis kontak juga disangkal, gejala
prodromal juga jarang pada dermatitis kontak, sehingga diagnosis cenderung
lebih berat ke herpes zoster dengan gambaran lesi yang khas berupa veseikel
berkelompok terbatas di satu dermatom, unilateral dan terasa nyeri. Ditambah
berdasarkan data, pasien merupakan penderita SIDA.
Diagnosis herepes zoster sebagian besar dapat dilihat dari klinis, namun
untuk kasus yang meragukan dapat dilakukan Tzanck Test dari kerokan dasar
vesikel yang memberikan hasil adanya giant cell yang berinti banyak dengan
mikroskop, pemeriksaan titer antibodi maupun kultur.2 Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan Tzanck Test dari kerokan dasar vesikel yang diberi pewarnaan
Giemsa lalu diperiksa di bawah mikroskop, didapatkan hasil berupa
ditemukannya sel datia berinti banyak yang sesuai dengan temuan laboratorium
untuk herpes zoster.

Penegakan diagnosis herpes zoster dibuat sesuai dengan dengan dermatom


yang terkena. Pada pasien ini lesi yang terdapat pada punggung bawah kanan
berada pada dermatom torakal 12 hingga lumbal 1 dan lumbal 3 sehingga
diagnosis adalah Herpes Zoster setinggi torakal 12, lumbal 1- lumbal 3 dekstra
diseminata.

Pengobatan pada pasien berupa terapi umum dan khusus. Terapi umum
meliputi edukasi kepada pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif hingga
kering atau menjadi krusta. Selain itu, luka dijaga agar tetap bersih dan kering
jangan sampai pecah karena ditakutkan dapat menyebar ke daerah lain. Pasien
dianjurkan untuk memakai pakaian yang longgar atau menghindari gesekan pada
lesi. Pasien tetap disarankan untuk tetap menjaga kebersihan badan. Pasien juga
diingatkan untuk mengkonsumsi ARV secara teratur. Sedangkan untuk terapi
khusus yaitu pengobatan topikal berupa bedak kocok 2x sehari pada gelembung-
gelembung berkelompok dan sistemik dengan acyclovir 5 x 800 mg serta
paracetamol 3 x 500 mg, ranitidine 150 mg, karena pengobatan herpes zoster
adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi
virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.5

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien yang


imunokompromais lebih sering mengalami rekurensi penyakit.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S,


editors. Buku panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
2. United States Centers for Disease Control and Prevention. Shingles
Surveillance.http://www.cdc.gov/shingles/surveillance.html - Diakses 14
Desember 2017.
3. Jeffrey I, Cohen MD. Herpes zoster. NEJM. 2013;369:255-63.
4. Johnson RW, Alvarez-Pasquin MJ, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et
al. Herpes zoster epidemiology, management, and disease and economic
burden in Europe: a multidiciplinary perspective. 2015;3(4):109-120.
Janniger CK. Herpes zoster. https://emedicine.medscape.com/1132465-
Diakses Desember 2018.
5. Janniger CK. Herpes zoster. https://emedicine.medscape.com/1132465-
Diakses Desember 2018. Handoko RP. Penyakit virus. In : Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S,editors.
6. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.p.110-1.
7. Johnson RW. The impact of herpes zoster and post- herpetic-neuralgia on
quality of life. BMC Medicine Journal. 2010;8:37-42.
8. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta : Badang Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016.
9. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS. Leffell DJ, Wolff K, Schmader KE,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine7th ed. United States:
McGraw-Hill; 2008.p.1885-194.
10. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duu’s topical diagnosis in neurology. 4 th ed.
Germany: Georg Thieme Verlag; 2005.p.71-72.
11. Mueller NH, Gilden DH, Cohrs RJ. Varicella zoster virus
infection: Clinical features, molecular pathogenesis of disease, and latency.
Neurol Clin. 2008;26:675-97.
12. Christo PJ, Hobelmann G, Maine DN. Post-herpetic neuralgia in older
adults. Drugs Aging Journal. 2007;24(1):1-19.
13. Sinta S. Prevalensi dan profil herpes zoster di rumah sakit umum pusat
Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 (tesis).
Universitas Udayana.2017
14. Burns, Tony, Breathnach, Cox. Rook’s textbook of Dermatology. 8nd ed.
Wiley Blackwell. 2010; 332-33.
15. Gershon AA, Gershon MD, Breuer J. Advances in the understanding of the
pathogenesis and epidemiology of herpes zoster. J Clin Virol 2010;48:S2-
S7.
16. Weinberg JM. Herpes Zoster: Epidemiology, natural history, and common
complications. J Am Acad Dermatol. 2007;57:S130-5.
17. Johnson RW, Whitton TL. Management of herpes zoster (shingles) and post
herpetic neuralgia. Exp Opin Pharmacother. 2004;5:551-9.
18. Costache C, Costache D. A study of the dermatomers in herpes zoster.
Bulletin of Transilvania University of Brasov. 2009;2(51):19-24.
19. Bennet GH, Watson CPN. Herpes zoster and postherpetic neuralgia: Past,
present, and future. Pain Res Manag. 2009;14:275-82.

Anda mungkin juga menyukai