Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Klasifikasi dan Urutan Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan


PPDGJ-III

Untuk memenuhi tugas PERAWATAN KESEHATAN JIWA


Yang dibina oleh Bapak AB HANAN, MKes

Nama Kelompok :
1. Angga Dwi Agustino 1601470001
2. Dinda Risma Putri A 1601470024
3. Milla Thalia 1601470028
4. Vita Puspita W 1601470038
5. Dea Elviana 1601470015
6. Ervina Fahnul M 1601470027
7. Annisa Putri P 1601470030
8. Riza Masruroh 1601470037
9. Angger Rangga Santika 1601470041

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
Februari 2018
F. 4. Gangguan Neurotik, Gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress
F. 42. Gangguan Obsesif- kompulsif
Pengertian
Gangguan obsesif kompulsif atau yang lebih dikenal dengan singkatan
OCD adalah kelainan psikologis yang menyebabkan seseorang memiliki pikiran
obsesif dan perilaku yang bersifat kompulsif. Gangguan ini merupakan penyakit
jangka panjang seperti halnya tekanan darah tinggi maupun diabetes.
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD)
adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya
yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang
beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut
untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif
merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi
oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan
secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.

Tanda dan Gejala


Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi.
Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan
dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi
adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan
rasa tidak nyaman akibat obsesi.
Kelainan ini ditandai dengan pikiran dan ketakutan tidak masuk akal
(obsesi) yang dapat menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi). Misalnya, orang
yang merasa harus memeriksa pintu dan jendela lebih dari 3 kali sebelum keluar
rumah.
Gejala OCD yang dialami tiap penderita berbeda-beda. Ada yang ringan
di mana penderita menghabiskan sekitar 1 jam bergelut dengan pikiran obsesif
dan perilaku kompulsifnya, tapi ada juga yang parah hingga gangguan ini
menguasai dan mengendalikan hidupnya.
Penderita OCD juga umumnya terpuruk dalam pola pikiran dan perilaku
tertentu. Terdapat 4 tahap utama dalam kondisi OCD, yaitu obsesi, kecemasan,
kompulsi, dan kelegaan sementara.
Obsesi muncul saat pikiran penderita terus dikuasai oleh rasa takut atau
kecemasan. Kemudian obsesi dan rasa kecemasan akan memancing aksi kompulsi
di mana penderita akan melakukan sesuatu agar rasa cemas dan tertekan
berkurang. Perilaku kompulsif tersebut akan membuat penderita merasa lega
untuk sementara. Namun obsesi serta kecemasan akan kembali muncul dan
membuat penderita mengulangi pola itu.
Penyebab OCD
Penyebabnya tidak diketahui. Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan
dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki
kepribadian obsesif-kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian,
kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-
kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak
dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut
dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang
secara berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan
kebiasaan tersebut.
 Faktor genetika. Ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan ini
berhubungan dengan gen tertentu yang memengaruhi perkembangan otak.
Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang
mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD
(Obsesif Compulsive Disorder).

 Ketidaknormalan pada otak. Hasil penelitian pemetaan otak memperlihatkan


adanya ketidaknormalan pada otak penderita OCD yang melibatkan serotonin
yang tidak seimbang. Serotonin adalah zat penghantar yang digunakan otak
untuk komunikasi di antara sel-selnya.

 Kepribadian seseorang. Orang yang rapi, teliti, serta memiliki disiplin tinggi
cenderung memiliki risiko lebih besar untuk mengalami OCD. Mereka yang
mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD.
Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan
mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan,
cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah.

 Trauma atau kejadian penting dalam hidup, contohnya karena mengalami


perundungan (bullying) atau setelah persalinan.

 Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian


tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti
yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu
penyebab OCD.

 Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah


mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan
menunjukkan gejala OCD. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan
depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita
obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan

 Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik


jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri,
di tempat kerja, keyakinan diri. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan
dengan depresi, atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala
penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala yang mirip
dengan depresi. Perilaku yang obsesif pada ibu depresi berusaha berkali-kali
atau berkeinginan untuk membunuh bayinya.

Faktor Risiko Dalam OCD


Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah;
 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,
kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap
lemah namun masih dapat diperhitungkan)

 Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia


basalis dan singulum.

 Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi


 Riwayat gangguan kecemasan

 Depresi

 Individu yang mengalami gangguan seksual

Treatment/Penanganan

 Psikoterapi.

Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya


diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa
faktor OCD sangat sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan
mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi
tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu
beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui
pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan
perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan
baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi
mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat
membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi.
Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan
dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam
CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti
mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah
terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini
efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-
kebiasaannya itu.
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen
stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan
kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi
selama 3 bulan atau lebih.
 Farmakologi
Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara
bersamaan dalam masa perawatan penderita OCD. Pemberian obat medis hanya
bisa dilakukan oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam
psikoterapi. Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena
beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan.
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam
otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft),
escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa)
Trisiklik (Tricyclics), obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil).
Trisiklik merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama
baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah.
Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut
kering, pusing dan perasaan mengantuk.
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine
(Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian
MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah,
penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol),
obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan
tekanan darah tinggi.
F. 43 Reaksi Stres Akut
Tingkat Kompetensi 2
Pedoman diagnostic Reaksi Stres Akut menurut PPDGJ III
1. Harus ada kaitan waktu yang jelas antara terjadinya pengalaman stres yang
luar biasa
(fisik atau mental) dengan onset dari gejala, biasanya beberapa menit atau
segera
setelah kejadian
2. Selain itu ditemukan gejala-gejala :
a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah,
selain gejala permulaan berupa keadaan “terpaku” (daze). Semua hal
berikut dapat terlihat depresi, ansietas, kemarahan , kecewa, overaktif
dan penarikan diri. Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang
mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu yang lama
b. Pada kasus yang dapat dialhkan dari lingkup stressor-nya, gejala-gejala
dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam)dalam hal
dimana stres menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan gejala –
gejala biasanya baru mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hapir
menghilang setelah 3 hari.
3. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak
dari gejala-
gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik
lainnya.
4. Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang
peranan dalam
terjadinya atau beratnya suatu reaksi stres akut.

Kriteria diagnostik Reaksi Stres Akut menurut DSM- VI-TR


A. Seorang telah terpapar dengan peristiwa traumatis disertai dua hal berikut :
a. orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu
peristiwa atau kejadian yang menyebabkan ancaman kematian atau
cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik pada diri sendiri
atau orang lain
b. respon seseorang yang terlibat dengan rasa takut hebat, tidak berdaya,
atau horor.

B. Baik saat mengalami atau setelah mengalami peristiwa menyedihkan,


individu
memiliki tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut:
1. Rasa subjektif dari mati rasa, detasemen, atau tidak adanya respon
emosional
2. Penurunan kesadaran lingkungan nya (misalnya, â € œbeing dalam €
dazeâ ??)
3. Derealization
4. Depersonalisasi
5. Amnesia disosiatif (yaitu, ketidakmampuan untuk mengingat aspek
penting dari trauma)

C. Peristiwa traumatik yang terus menerus dialami kembali dalam setidaknya


satu dari hal berikut: gambar berulang, pengalaman, mimpi, ilusi, episode
kilas balik, atau rasa mengenang pengalaman; atau tekanan pada paparan
pengingat peristiwa traumatik.

D. Ditandai menghindari rangsangan yang membangkitkan ingatan mengenai


peristiwa traumatik (misalnya, pikiran, perasaan, percakapan, kegiatan,
tempat, orang).

E. Ditandai gejala kecemasan atau meningkatnya kewaspadaan (misalnya,


sulit tidur, mudah marah, kurang konsentrasi, hypervigilance, respon kaget
yang berlebihan, kegelisahan motorik).

F. Gangguan tersebut menyebabkan distress klinis yang bermakna atau


penurunan kemampuan bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting yang
mengganggu kemampuan individu untuk menyelesaikan beberapa tugas
yang diperlukan, seperti memperoleh bantuan yang diperlukan atau
memobilisasi sumber daya individu dengan mengatakan kepada anggota
keluarga tentang pengalamantraumatis.

G. Gangguan berlangsung minimal selama 2 hari dan maksimal 4 minggu dan


terjadi dalam waktu 4 minggu dari peristiwa traumatik.

H. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik dijelaskan
oleh gangguan psikotik singkat, dan tidak hanya eksaserbasi dari gangguan yang
sudah ada sebelumnya pada Axis I atau II Axis
F.45 Gangguan Penyesuaian
Definisi
Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan suatu reaksi
maladaptif terhadap suatu stresor yang dikenali dan berkembang beberapa bulan
sejak munculnya stresor, yang ditandai dengan adanya hendaya fungsi atau tanda-
tanda distres emosional yang lebih dari biasa (Nevid, dkk, 2005). Gangguan ini
termasuk kelompok gangguan yang paling ringan yang dapat terjadi pada semua
usia. Orang awam menyebutnya sebagai nasib malang pribadi, sedangkan ahli
psikiatrik menyebut gangguan ini sebagai stresor psikososial (Kapita Selekta,
2001).
Hendaya yang muncul dari reaksi maladaptif ini adalah hendaya yang
bermakna (signifikan) dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau akademis. Diagnosis
gangguan penyesuaian bisa ditegakkan bila reaksi terhadap stres tersebut tidak
memenuhi kriteria diagnostik sindrom klinis yang lain seperti gangguan mood atau
gangguan kecemasan (Nevid dkk, 2005).
Reaksi maladaptif dalam bentuk gangguan penyesuaian ini mungkin teratasi
bila stresor dipindahkan atau individu belajar mengatasi stresor. Bila reaksi
maladaptif ini masih berlangsung lebih dari enam bulan setelah stresor dialihkan,
diagnosis gangguan penyesuaian perlu diubah (Nevid dkk, 2005).

Etiologi
Gangguan penyesuaian dicetuskan oleh satu atau lebih stresor. Beratnya
stresor tidak selalu meramalkan keparahan gangguan. Stresor pada masalah
penyesuaian atau keadaan stres ini dapat bersumber pada frustasi, tekanan, konflik,
atau krisis (Maramis, 2005).
Frustasi timbul bila ada aral melintang antara kita dan maksud (tujuan kita),
misalanya bila kita mau berpiknik kemudian mendadak hujan turun atau mobil
mogok. Frustasi dapat datang dari luar atau pun dari dalam. Contoh frustasi yang
datangnya dari luar antara lain, bencana alam, kecelakaan, kematian seorang yang
tercinta, peperangan, norma-norma, adat-istiadat, kegoncangan ekonomi,
diskriminasi rasial atau agama, pengagguran, dan ketidakpastian sosial. Sedangkan
frustasi yang datang dari dalam dapat berupa cacat badaniah, kegagalan dalam
usaha dan moral sehingga penilaian diri sendiri menjadi sangat tidak enak dan
merupakan frustasi yang berhubungan dengan kebutuhan rasa harga diri (Maramis,
2005).
Konflik terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam
kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu berarti frustasi terhadap yang lain.
Umpamanya seorang pemuda ingin menjadi dokter, tetapi sekaligus takut akan
tanggung jawab kelak bila sudah jadi dokter. Atau jika kita harus memilih antara
sekolah terus atau menikah (mengurusi rumah tangga). Contoh lain lagi berupa
konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa hal yang semuanya
tidak kita ingini, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur
(Maramis, 2005).
Tekanan sehari-hari biarpun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk dapat
menjadi stres yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat berasal dari dalam
ataupun dari luar. Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau norma-norma kita
yang kita gantungkan terlalu tinggi dan kita mengejarnya tanpa ampun, sehingga
kita terus menerus berada di bawah tekanan. Contohnya adalah orang tua yang
menuntut anaknya prestasi anaknya terlalu tinggi, istri yang setiap hari mengeluh
pada suaminya mengenai uang belanja, dan lain-lain (Maramis, 2005).
Krisis adalah suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stres pada
seorang individu ataupun suatu kelompok, seperti suatu kecelakaan, penyakit yang
memerlukan operasi, dan masuk sekolah untuk pertama kali (Maramis, 2005).

Tanda dan Gejala

Gejala gangguan penyesuaian bervariasi dari orang ke orang. Gejala yang Anda
miliki mungkin berbeda dari orang lain yang juga memiliki gangguan penyesuaian.
Tapi untuk semua orang, gejala gangguan penyesuaian dimulai dalam waktu tiga
bulan dari peristiwa stres dalam hidup.
Gejala emosional gangguan penyesuaian

Tanda dan gejala gangguan penyesuaian dapat mempengaruhi bagaimana Anda


merasa dan berpikir tentang diri Anda atau kehidupan, termasuk :

 Kesedihan
 Keputusasaan
 Kurangnya kenikmatan
 Menangis tersedu-sedu
 Gugup
 Kegelisahan
 Kecemasan, yang mungkin termasuk separation anxiety
 Khawatir
 Desperation
 Masalah tidur
 Kesulitan berkonsentrasi
 Merasa kewalahan
 Pikiran bunuh diri

Gejala perilaku gangguan penyesuaian

Tanda dan gejala gangguan penyesuaian dapat mempengaruhi tindakan atau


perilaku, seperti :

 Perkelahian
 Mengemudi kebut-kebutan
 Mengabaikan tagihan
 Menghindari keluarga atau teman
 Melakukan hal buruk di sekolah atau di tempat kerja
 Bolos sekolah
 Merusak properti
F.48 Gangguan Somatofrom
Definisi
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala
fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius
untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau
gangguan pada kemampuan penderita untuk berfungsi di dalam peranan sosial
atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian
klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset,
keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-
pura yang disadari atau gangguan buatan.

Etiologi
Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga
terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi
yakni:

Faktor Psikososial
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan
interpretasi gejala sebagai sutu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah
menghindari kewajiban (sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak
disukai), mengekspresikan emosi (sebagai contoh: kemarahan pada pasangan),
atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (sebagai contoh:
nyeri pada usus seseorang).
Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak
setabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial, kultural dan juga
etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan somatisasi.

Faktor Biologis
Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan
adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus
frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal
sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada
gangguan somatisasi.

Tanda dan gejala


Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak
sistem organ.
Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan
pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan
somatoform:
Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak
digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

F. 44 Gangguan identitas disosiatif


Definisi
Gangguan identitas disosiatif (sebelumnya dikenal sebagai gangguan
kepribadian majemuk) adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh trauma parah
pada masa kanak-kanak (umur 3 -11 tahun) dan remaja (umur 12 -18 tahun).

Individu biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem


dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih
kepribadian yang berbeda. Masing-masing kepribadian dengan ingatan sendiri,
kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka
sendiri. Setidaknya dua kepribadian ini secara berulang memegang kendali penuh
atas tubuh si individu.

Kriteria diagnosis

Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada


seseorang , yakni:
1. Kehadiran dua atau lebih kepribadian.
2. Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku.
3. Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi
kelupaan pada normalnya.
4. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau
kondisi medis umum.

Tanda dan gejala

Penderita gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejala sebagai berikut:


1. Depersonalisasi dan derealisasi
Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik
secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri,
seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita
merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang
asing atau tidak nyata.

2. Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu


Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka
menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar di suatu tempat
yang tidak dikenal, sementara mereka tidak ingat kapan pergi ke tempat tersebut.
3. Sakit kepala dan keinginan bunuh diri
Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara
dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian dapat
mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.

4. Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri


Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan
kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut
adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus.
Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun
menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang
muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran
setiap kepribadian.

5. Kecemasan dan depresi


Individu umumnya mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali
mengalami hal-hal yang tidak diingatnya.

Diagnosis
Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah
dan memakan waktu yang lama, Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara
terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.

Wawancara Klinis Terstruktur


Wawancara Klinis Terstruktur (bahasa Inggris: Structured Clinical
Interview for DSM-IV (SCID-D)). Metode wawancaranya pun telah memiliki
panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur
untuk Penderita Gangguan Identitas Disosiatif (bahasa Inggris: Diagnosis dan
Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS)).
Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis
yang dinamakan Pengukuran Kejadian Disosiatif pada Penderita (bahasa Inggris:
Dissociative Experience Scale (DES)). Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater
atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat.
Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif
kerap kali mirip dan/atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif
amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panic. Karena itu faktor
komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah,
terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.

Panduan diagnosis
Berbagai panduan diagnosis dari gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:
ICD-10 dengan kode F44.9
DSM-IV TR dengan kode 300.14
PPDGJ III dengan kode F60.2

F. 5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan


faktor fisik

F.50 Gangguan Makan


Pengertian
Gangguan makan adalah sikap yang berbeda tehadap makanan yang
menyebabkan seseorang mengubah perilaku dan kebiasaan makannya. Hal ini
dapat menjadi kondisi serius yang berdampak negatif pada kesehatan, emosi dan
kemampuan seseorang dalam berbagai area kehidupan yang penting

Tanda dan Gejala

1. Perubahan mood mendadak


Gejala-gejala kecemasan berlebihan atau depresi akan meningkat dalam diri
wanita yang mengalami masalah kelainan gangguan makan. Mereka yang bobot
tubuhnya jauh di bawah ideal atau mengalami anoreksia bisa memperlihatkan
mood buruk, mudah teriritasi, menarik diri dari dunia sosial, dan insomnia.
Gejala-gejala ini juga terkait dengan kondisi semikelaparan. Lama-kelamaan akan
tumbuh masalah kekhawatiran berlebihan dan takut pada situasi sosial.
2. Makan dalam jumlah berlebihan
Salah satu hal yang menunjukkan seseorang mengalami masalah bulimia nervosa
adalah tingkah makan makanan secara berlebihan dan tidak bisa mengendalikan
kebiasaannya ini. Makan berlebihan ini umumnya dilakukan di tempat
tersembunyi, hingga sulit dideteksi oleh orang-orang di sekitarnya.

3. Ketergantungan dan terlalu banyak konsumsi laksatif


Mereka yang memiliki masalah bulimia seringkali menggunakan obat-obatan
laksatif, baik dalam bentuk pil atau pil diet di luar saran dokter dan dalam jumlah
banyak. Ia yakin dengan begini berat badannya tidak akan naik.

4. Olahraga berlebihan
Salah satu tanda seseorang mengalami masalah anoreksia dan bulimia adalah
berolahraga secara berlebihan. Khususnya latihan fisik yang keras. Mereka yang
mengalami anoreksia bisa jadi akan berolahraga berlebihan untuk menurunkan
berat badan. Aktivitas fisik dihitung berlebihan ketika hal ini mengganggu
aktivitasnya yang lain dan tetap dilakukan meski sedang cidera.

5. Terobsesi dengan makanan


Ia nampak seperti sangat tergila-gila dengan makanan. Contoh, ia akan
mengumpulkan resep-resep makanan, menumpuk makanan, sering mendiskusikan
makanan, dan memasak makanan dalam jumlah banyak untuk orang banyak.
Sinyal-sinyal ini memang biasa terjadi bagi mereka yang memiliki kesukaan
terhadap makanan, tetapi jika orang yang memasak ini hanya makan sedikit sekali
atau bahkan tidak makan masakannya sementara ia selalu memaksa orang lain
untuk memakannya, maka patut dikhawatirkan.

6. Diet keras
Menghindari asupan makanan dengan membatasi atau mengenyahkan makanan-
makanan tertentu dari menu makanannya bisa jadi pula gangguan makan,
khususnya jika ia sebenarnya tidak bermasalah overweight dan motivasi utamanya
hanya untuk menurunkan berat badannya lagi, lagi, lagi, dan lagi. Jika Anda tak
yakin apakah orang ini sedang berdiet, lihat tanda-tanda jika ia cemas dengan
jumlah kalori yang ia makan, seperti jumlah lemak atau karbohidrat dari makanan
yang ia asup.

7. Ritual makan yang aneh


Orang yang memiliki masalah gangguan makan bisa menunjukkan tanda-tanda
bervariasi untuk menutupi masalah mereka dari orang lain. Contohnya,
mendorong-dorong makanan yang ada di piringnya untuk memberi kesan ia
sedang makan, atau menyembunyikan makanan di serbet, atau setiap kali habis
makan, ia selalu pergi ke toilet, atau menghindari pertemuan sosial yang berkait
dengan makanan.

8. Tak mau punya berat tubuh normal


Setiap saat, seseorang yang memiliki masalah eating disorder ingin menurunkan
berat badannya. Saat seorang wanita yang memiliki berat badan normal
menunjukkan penurunan berat badan yang drastis, maka orang ini patut
diperhatikan. Salah satu karakteristik anoreksia adalah menolak mempertahankan
berat tubuh setidaknya 85 persen dari ukuran seharusnya tergantung tinggi badan
dan usia.

9. Mondar-mandir ke toilet
Mereka yang mengalami masalah anoreksia atau bulimia seringkali memuntahkan
isi perutnya. Hal ini terjadi pada sekitar 80-90 persen penderitanya. Pipi yang
membengkak karena pembesaran kelenjar ludah dan bekas luka pada jarinya
karena berkontak dengan giginya adalah indikasi gangguan makan.

10. Sangat fokus pada berat tubuhnya


Mereka yang mengalami masalah bulimia dan anoreksia memiliki masalah
mempersepsikan bentuk tubuh dan berat badannya. Pada penderita anoreksia,
meski mereka tahu bahwa dirinya kurus, jarang sekali mereka menyadari bahwa
berat tubuhnya berada pada level berbahaya.
Gangguan tidur
Gangguan tidur adalah berbagai penyakit yang mengganggu pola tidur
seseorang, juga dikenal sebagai somnipathy. Gangguan tidur memiliki berbagai
jenis, mulai dari ringan sampai parah. Gangguan tidur yang lebih parah dapat
menganggu aspek jiwa, fisik, emosional, dan sosial dari kehidupan seseorang.
Insomnia merupakan jenis gangguan tidur yang paling dikenal, namun gangguan
tidur juga dapat berupa teror malam yang sering terjadi dan menggertakkan gigi
saat tidur.
Untuk memastikan adanya dan tingkat keparahan gangguan tidur, dokter
dapat meminta pasien untuk menjalani polysomnography atau actigraphy.
Polysomnography, atau PSG, adalah tes standar untuk mencatat berbagai
perubahan biofisiologi pada tubuh seseorang ketika ia tertidur. Tes ini biasanya
dilakukan pada malam hari ketika pasien tertidur, namun ada banyak rumah sakit
atau klinik yang dapat membantu pasien yang menderita gangguan tidur ritme
sirkadian (waktu tidur yang tidak normal) dan melakukan tes ini kapan saja pasien
tertidur. Tes PSG dapat mengawasi mata, otak, aktivitas otot tulang, detak
jantung, dan pergerakan otot ketika pasien tertidur secara akurat.
Actigraphy dapat mengawasi siklus aktivitas pasien saat tidur. Saat tidur,
pasien harus memakai sensor actimetry yang bentuknya kecil dan seperti jam
tangan. Sensor actimetry akan merekam pergerakan pasien selama tidur. Informasi
yang dikumpulkan akan dipindahkan ke komputer untuk dianalisis.

Gangguan tidur dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama, yaitu:

1. Disomnia.
Pasien yang menderita penyakit ini akan mengalami kesulitan tidur atau
tetap tertidur. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini biasanya ditandai
dengan kesulitan memulai atau tetap tertidur, tidur berlebih, atau gangguan
apapun yang dapat mempengaruhi saat, kualitas, dan jumlah waktu istirahat
pasien. Insomnia dan narkolepsi adalah jenis disomnia yang paling umum.
Parasomnia. Penyakit di kategori ini meliputi mimpi, perilaku, emosi,
pergerakan, dan persepsi yang tidak normal ketika pasien tertidur. Kebanyakan
penyakit di kategori parasomnia adalah gangguan berupa “rangsangan” atau
terbangun yang terjadi di antara tidur NREM atau REM dan kondisi sadar.
Beberapa contoh parasomnia yang paling umum adalah berjalan saat tidur, teror
malam, menggertakkan gigi atau bruxism, gangguan makan akibat tidur dan
sindrom kaki gelisah.
2.Gangguan tidur ritme sirkadian.
Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah penyakit yang
mempengaruhi kapan pasien tertidur. Pasien yang menderita jenis gangguan tidur
ini memiliki kesulitan tidur serta terbangun pada waktu yang “normal” dan sesuai
dengan kebutuhan sosial, pribadi, dan profesional mereka. Singkatnya, tubuh
mereka memiliki waktu tidur yang tidak normal. Ada dua subkategori gangguan
tidur ritme sirkadian, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.

Penyebab Gangguan Tidur


Ada berbagai faktor yang memengaruhi pola tidur seseorang. Penyakit ini
tidak hanya mengganggu saat istirahat pasien namun juga berpengaruh terhadap
tubuh, pikiran, fungsi, serta hubungan pasien dengan orang lain.
Penyebab sesungguhnya dari gangguan tidur mungkin sulit ditemukan,
namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola tidur, yaitu:
Rasa sakit dan gangguan pada tubuh (mis. nyeri pada organ dalam dapat
membangunkan pasien dan menyebabkan pasien sulit tidur kembali)
Berbagai penyakit dan gangguan kesehatan (mis. gangguan pernapasan akibat
asma dapat mengganggu tidur)
Faktor psikologis (depresi atau kegelisahan akan mempengaruhi pola tidur)
Faktor lingkungan lainnya (mis. konsumsi obat terlarang dan alkohol)
Gangguan tidur juga dapat disebabkan oleh emosi pasien, seperti kecemasan
seseorang akan pekerjaan, hubungan dengan orang lain, dan status sosial.
Kepekaan yang ringan atau tinggi terhadap cahaya, bunyi, dan perubahan suhu
juga dapat menyebabkan gangguan tidur.

Gangguan tidur kronis dapat disebabkan oleh tekanan berat, penyakit yang
menyebabkan depresi, atau rasa ketidaknyamanan yang dialami ketika pasien
tertidur. Faktor genetik juga dapat sangat mempengaruji risiko seseorang memiliki
gangguan tidur. Orang yang bekerja pada malam hari juga lebih berisiko
mengalami gangguan tidur dan perubahan jam tidur karena pekerjaan mereka
memaksa mereka untuk tetap terbangun ketika tubuh mereka membutuhkan tidur.

Proses penuaan yang alami juga dapat menyebabkan gangguan tidur, walaupun
para ahli belum sepenuhnya yakin apakah meningkatnya risiko gangguan tidur
disebabkan oleh pertambahan usia atau obat-obatan yang dikonsumsi untuk
menjaga kesehatan.

Gejala Utama Gangguan Tidur


Gangguan tidur dapat menyebabkan berbagai gejala, bahkan gejala yang tidak
terlalu terlihat. Berikut ini adalah beberapa gejala umum dari gangguan tidur:
a. Sangat mengantuk pada siang hari
b. Sering marah tanpa alasan yang jelas pada siang hari
c. Tiba-tiba tertidur saat duduk dan melakukan aktivitas lain, seperti
membaca atau menonton TV
d. Sulit berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan tertentu di rumah, tempat
kerja, atau sekolah
e. Sangat mengantuk dan tertidur ketika menyetir
f. Sering terlihat mengantuk
g. Sulit mengingat atau menyimpan informasi
h. Berkurangnya reaksi atau respon terhadap rangsangan
i. Emosi yang tidak stabil
j. Membutuhkan rangsangan kimia (dalam bentuk kafein) untuk tetap
terbangun
k. Mendengkur
l. Kesulitan bernapas saat tidur
m. Sulit tidur
n. Teror malam atau sering mimpi buruk
o. Mengompol
p. Sering terbangun pada malam hari
https://www.docdoc.com/id/info/condition/gangguan-tidur

Definisi Disfungsi Seksual


Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu
atau lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas,
disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh
hubungan seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi
pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal
(Elvira, 2006). Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi apabila ada gangguan dari
salah satu saja siklus respon seksual.

Etiologi Disfungsi Seksual


Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun
wanita, etiologi disfungsi seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Faktor fisik
Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan
tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat
menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006).
Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena
penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya
dari luar. Makin tua usia makin banyak orang yang gagal melakukan koitus atau
senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang penderita merasakannya sebagai
gangguan ringan yang tidak perlu diperiksakan dan sering tidak disadari
(Raymond Rosen., et al, 1998).
Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor
resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut:
a. Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.
b. Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN),
hiperlipidemia (kelebihan lemak darah).
c. Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.
d. Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.
e. Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah
(hipogonadisme) dan hiperprolaktinemia.
f. Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).
g. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.
Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juaga
dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat,
benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium, tricyclic
antidepressant (Tobing, 2006).

b) Faktor psikis
Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam
diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas
(kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda,
sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik
terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang sekali
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006).
Tetapi apapun etiologinya, penderita akan mengalami problema psikis,
yang selanjutnya akan memperburuk fungsi seksualnya. Disfungsi seksual pria
yang dapat menimbulkan disfungsi seksual pada wanita juga ( Abdelmassih, 1992,
Basson, R, et al., 2000).
Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual,
kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Susilo, 1994,
Pangkahila, 2001, 2006, Richard, 1992).

Tanda dan Gejala Disfungsi Seksual


Disfungsi seksual menunjukkan gejala berdasarkan jenis gangguan yang
diderita. Pria dan wanita memiliki gejala yang berbeda.
Berikut adalah gejala disfungsi seksual pada wanita:
a. Hasrat seksual yang rendah. Ini adalah jenis disfungsi seksual yang paling
umum diderita wanita, dan ditandai dengan hilangnya hasrat atau
keinginan untuk berhubungan seksual.
b. Gangguan rangsangan seksual. Dalam kondisi ini, hasrat berhubungan
seksual tetap ada, tapi seorang wanita sulit untuk terangsang dan
mempertahankan rangsangan selama kegiatan seksual.
c. Gangguan nyeri seksual/dyspareunia. Gejalanya adalah timbul rasa nyeri
saat melakukan kontak vagina atau stimulasi seksual. Banyak hal yang
dapat memicu rasa nyeri dalam hubungan seksual, di antaranya
vaginismus, pelumas yang tidak memadai, serta otot vagina yang kaku.
d. Gangguan orgasme, yaitu kesulitan mencapai orgasme meski rangsangan
dan stimulasi dilakukan terus menerus.
Sedangkan gejala disfungsi seksual pada pria adalah:
a. Disfungsi ereksi atau dikenal dengan nama impotensi. Kondisi ini terjadi
saat pria tidak mampu untuk ereksi atau mempertahankan ereksi yang
dibutuhkan selama hubungan seksual.
b. Penurunan hasrat berhubungan seksual (libido). Kondisi ini seringkli
dikaitkan dengan rendahnya jumlah hormon testosteron dalam tubuh.
Apabila penurunan hasrat sudah parah, seorang pria akan sama sekali tidak
bergairah untuk melakukan hubungan seksual.
c. Gangguan ejakulasi, Ada tiga jenis gangguan ejakulasi, yakni ejakulasi
dini (ejakulasi yang terjadi sebelum penetrasi atau sesaat setelah
penetrasi), ejakulasi yang lambat, serta ejakulasi berbalik (ejakulasi
kembali ke kandung kemih dan bukan keluar di ujung penis melalui
uretra).
DAFTAR PUSTAKA

http://psks.lppm.uns.ac.id/disfungsi-seksual-psks-lppm-uns.html
https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/penyakit/obsessive-compulsive-
disorder-ocd/amp/#ampshare=https://hellosehat.com/penyakit/obsessive-
compulsive-disorder-ocd/
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://med.unhas.ac.i
d/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Gangguan-Terkait-dengan-
Stres.pdf&ved=2ahUKEwjDhc3Cu6_ZAhUDfbwKHePNDv8QFjABegQIERA
B&usg=AOvVaw3eYAIngM4YOSSNYyqm6yGt

Anda mungkin juga menyukai