Anda di halaman 1dari 15

A.

Definisi
Kista adalah suatu kantung tertutup yang dilapisi oleh jaringan epitel dan
berisi cairan atau bahan setengah padat.Kista ginjal dapat disebabkan oleh
anomaly congenital ataupun kelainan yang didapat. Kista ginjal dibedakan dalam
beberapa bentuk, yaitu :
1. Ginjal multikistik diplastik
2. Ginjal polikistik
3. Kista ginjal Soliter.

Diantara bentuk – bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik berkembang secara
progresif menuju kerusakn kedua buah ginjal.

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang
berarti rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau
bahan semisolid, jadi polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik
(cytstic) pada ginjal .

Kista – kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi
yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang – kadang sebesar sepatu bola) dan
terisi oleh kelompok kista – kista yang menyerupai anggur. Kista – kista itu terisi
oleh cairan jernih atau hemorargik

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang
berarti rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau
bahan semisolid, jadi polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik
(cytstic) pada ginjal.

Kista – kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang
lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang – kadang sebesar sepatu bola) dan
terisi oleh kelompok kista – kista yang menyerupai anggur. Kista – kista itu terisi
.
oleh cairan jernih atau hemorargik Penyakit Ginjal Polikista adalah suatu
penyakit keturunan diamana pada kedua ginjal ditemukan banyak kista, ginjal
menjadi lebih besar tetapi memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang masih
berfungsi.

B. Klasifikasi

Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal
(5)
dominan dan bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif. Namun pada
buku lain menyebutkan polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit
ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant
Polycytstic Kidney/ADPKD) (1).

Ginjal Polikistik Resesif Autosomal ( Autosomal Resesif Polycystic


Kidney/ARPKD)

1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan


dengan penyakit ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang
resesif autosomal, terdapat subkategori perinatal, neonatal, infantile dan
juvenil. (6)
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1
memiliki lokus gen pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2.
PKD2 menghasilkan perjalanan penyakit yang secara klinis lebih ringan,
dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut. (7)

Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic


Kidney/ADPKD)

1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan


dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya
(seperti : liver, pancreas, limfa) (8)
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering
menunjukkan predominasi kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit
ginjal glomerulokistik, serta dengan anamnesis keluarga. (7)
3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal

 ADPKD – 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi


terlentak pada lengan pendek kromosom 16.

 ADPKF – 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan


perkembangannya menjadi ESRD terjadi lebih lambat daripada
ADPKD

 Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen


yang bertanggung jawab belum diketahui letaknya.

C. Etiologi
1. Kelainan genetik yang menyebabkan panyakit ini bisa bersifat dominan
maupun resesif. Artinya penderita bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu
orangtuanya atau 2 gen resesif dari kedua orangtuanya.
2. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya baru menunjukkan gejala pada
masa dewasa; penderita yang memiliki gen resesif biasanya menunjukkan
penyakit yang berat pada masa kanak-kanak.
3. Etiologi berdasarkan klasifikasi
a) Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada
kromosom 6p. Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi
cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal memperlihat banyak kista kecil
dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons (6)
b) Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus
sehingga terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista
yang semakin besar akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi
iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun. Hipertensi dapat
terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan peningkatan
rennin angiotensin.

D. Phatofisiologi
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopis menampakkan banyak sekali
kista di seluruh korteks dan medula. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
bahwa “kista-kista” merupakan dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan
sisa tubutus mungkin normal pada saat lahir, tetapi perkembangan fibrosis
inierstisial dan atrofi tubulus dapat mengakibatkan gagal ginjal.

Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-
kasus yang berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis,
hipertensi porta, dan kematian karena varises esofagus. Apabila keparahan
manifestasi butt melebihi keparahan manifestasi keterlibatan ginjal,
gangguannya disebut fibrosis hati kongenital. Apakah penyakit polikistik
infantil dan fibrosis ban kongenital merupakan ujung spektrum dari sebuah
gangguan tunggal yang berlawanan atau gangguan autosom resesif tersendiri
dengan manifestasi yang serupa, masih harus tetap ditentukan.

E. Manifestasi Klinik
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik
dominan autosomal tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat
dimana ginjal telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga
dirasakan nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di
daerah peritoneal yang diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang
dirasakan terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari perbesaran satu
atau lebih kista.
2. Hematuri
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross
Hematuria terjadi ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal.
Hematuria mikroskopi lebih sering terjadi dibanding gross hematuria dan
merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah ginjal yang tidak
terdapat tanda dan gejala.
3. Infeksi saluran kemih
4. Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien.
Hipertensi merupakan penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang
sudah kritis.
5. Pembesaran ginjal
6. Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran
kista pada ginjal yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin
cepat terjadinya pembesaran ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal
ginjal.
7. Aneurisma pembulu darah otak
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista
pada organ-organ lain seperti : hati dan pangkreas.

Gejala lainnya :
1. Pada anak-anak, penyakit ginjal polikista menyebabkan ginjal menjadi sangat
besar dan perutnya membuncit.
2. Bayi baru lahir yang menderita penyakit berat bisa meninggal segera setelah
dilahirkan, karena gagal ginjal pada janin menyebabkan terganggunya
perkembangan paru-paru.
3. Gejalanya berupa nyeri punggung
4. darah dalam air kemih (hematuria)
5. infeksi dan nyeri kram hebat akibat batu ginjal (kolik renalis)
6. Pada penderita lain yang memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang berfungsi
bisa kelelahan, mual, berkurangnya pembentukan air kemih dan gejala
lainnya akibat gagal ginjal.

F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga dan gejala-gejalanya.
Jika penyakit telah mencapai stadium lanjut dan ginjal sangat membesar, maka
diagnosisnya sudah pasti.
2. USG dan CT scan menunjukkan gambaran ginjal dan hati yang sudah dimakan
ngengat akbiat kista.
3. Pemeriksaan Urin
a) Proteinuria
b) Hematuria
c) Leukosituria
d) Kadang Bakteriuria
e) Pemeriksaan Darah
4. Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:

a) Uremia

b) Anemia karena hematuria kronik.

c) Ultrasonografi ginjal

Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan


noninvasive yang memiliki tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal
dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari cairan yang terdapat
dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi
kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.

Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan


screening terhadap keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk
memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak
terlihat (asymptomatic).

5. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat
mengidentifikasi kistik ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm seperti
pada lampiran 3.3. MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien
polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya
memiliki riwayat aneurisma atau stroke.
6. Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras.
7. Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis
tidak dapat ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

G. Penatalaksanaan
Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal,
penetalaksanaan kasus ini ialah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan
USG.Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau
muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah . Sementara ada kepustakaan
yang menyatakan bahwa meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila ditemukan
kista ginjal yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang
demikian cenderung mengandung keganasan.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah (6,8) :
1. Aspirasi percutan
2. Bedah terbuka
a) Eksisi
b) Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
c) Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d) Heminefrektomi
3. Laparoskopik
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu
kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul
steril, dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman
yang masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah
dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya.
Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan
kambuhnya kista. Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan
sering pasien mengeluh nyeri setelah pemberian injeksi.
Yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi komplikasi. Jika terjadi
infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista dan pemberian antibiotik.
Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, dapat dilakukan
eksisi kista untuk membebaskan obstruksi.
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi
oleh kista akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan
memperbaiki drainase urin. Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase
harus lancar. Setelah reseksi kista yang cukup besar, cairan drainase sering
banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per hari. Hal ini dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase dipertahankan
sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi .
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang,
atau kadang-kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan
sebagai nyeri pada daerah pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan
atau menjepit ureter. dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi
pyelonefritis akibat stasis urin
I. Prognosis
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan
perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena
insufisensi paru atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita fibrosis
hati,serosis dapat mengakibatkan hipertensi serta memperburuk prognosisnya
(13)
Ada atau tidaknya hipoplasia paru merupakan faktor utama prognosis
ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal,rata-rata sekitar
85% bertahan selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51% bertahan
(10).
selama 10 tahun dan 46% bertahan selama 15 tahun Namun dari buku lain
menyebutkan bahwa pada anak-anak yang dapat bertahan selama bulan
pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung
relative stabil dan berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal
ginjal stadium akhir atau uremia pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50
tahun(1), Namun pada buku lain menyebutkan bahwa gagal ginjal terjadi pada
usia sekitar 50 tahun, tetapi perjalanan penyakit ini bervariasi dan pernah
dilaporkan pasien dengan rentang usia yang normal.

2.6 PATOFISIOLOGI
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat.
Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas,
pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi
relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk,
kering, lidah kotor.
3. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak
ada harapan.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit.
4. Eliminas
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada
konstipasi/adanya peristaltik.
5. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor
kulit buruk, membran mukosa pucat.
6. Hygiene
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.
Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.
8. Keamanan
Tanda : penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis
Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38C-40C
9. Interaksi Sosial
Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan
kondisi yang di alami.
10. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit kista ginjal.

Pengkajian khusus :

1. Riwayat atau adanya faktor resiko


a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan
konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang
timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine
keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih
dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak
adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri
bila terdapat kerusakan jaringan ginjal
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus
renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN
hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan
secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat
dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-
laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl
tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
B. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria.

2. Inefektif pola nafas b.d penurunan reekspansi paru.

3. Perubahan eliminasi urin b.d kesulitan berkemih dan penurunan kontraksi otot
saluran kemih.
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

C. Intervensi

No Tujuan / KriteriaRencana Tindakan Rasional


Dx Hasil
1 Setelah dilakukan 1.Minta px untuk menilai1.Untuk menilai skala nyeri px.
tindakan nyeri pada skala 0-10.
keperawatan 2.Lakukan pengkajian2.Untuk mengetahui lokasi,
selama ± 24jam nyeri yang komprehensif karakteristik, durasi frekuensi,
rasa nyeri px meliputi lokasi, kualitas, keparahan nyeri.
menurun atau karakteristik, durasi3.Mengetahui ungkapan nonverbal px.
berkurang dengan frekuensi, kualitas,4.Agar px tidak terfokus pada nyeri
kriteria hasil: intensitas/keparahan yang dirasakan.
Perasaan senang nyeri.
secara fisik dan 5.Untuk pemberian analgetik yang
psikologis. 3.Observasi isyarat sesuai.
Ekspresi wajah ketidaknyamanan
menunjukkan nonverbal.
kenyamanan. 4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
(distraksi, relaksasi).
5.Kolaboratif dalam
pemberian analgetik.
2 Setelah dilakukan1.Pantauadanyapucat dan1.Untuk mengetahui adanya gangguan
tindakan selama ± sianosis. difusi.
24jam diharapkan: 2.Menilai dan mengetahui RR.
menunjukan2.Pantaukecepatan, irama,
pola nafas efektif. kedalaman dan3.Mengetahui adanya penggunaan otot
usaharespirasi. bantu dalam pernafasan.
Kedalamaninspira 4.Mengetahui adanya bunyi abnormal
si dan3.Observasi dan atau tambahan dalam paru.
kemudahanbernafa dokumentasiekspansi 5.Untuk mengalihkan perhatian dan
s. dada bilateral pada merelaksasikan bernafas.
Tidak ada pxdenganventilator.
penggunaan otot4.Auskultasibunyi nafas,6.Untuk meberikan obat bronkodilator
bantu. perhatikanadanyakeabno yang sesuai dengan indikasi.
rmalan.

5.Informasikankepadapx
dan
keluargatentangteknikrel
aksasiuntukmeningkatka
npolapernafasan.
6.Kolaborasi dalam
pemberian obat
bronkodilator sesuai
dengan progam.
3 Setelah dilakukan1.Mempertahankan pola1.Agar pola eliminasi urin yang
tindakan eliminasi urin yang otimum.
keperawatan otimum. 2.Untuk mengetahui dan menilai
selama ± 2x24 jam2.Pantau perkembangan.
diharapkan eliminasi,frekuensi,
masalah dapat konsistensi,volume dan3.Untuk mengetahui pemeriksaan
teratasi dengan warna dengan tepat. dengan tepat.
kriteria standar: 3.Dapatkan spesimen urin4.Agar eliminasi dapat lancar dan
1. Menunjukan pancar tengah dengan teratur.
kontinesia urin. tepat. 5.Untuk menyeimbangkan kebutuhan
4.Intruksikan pada px cairan dan elimanasi.
untuk berespon segera
terhadap keb eliminasi.
5.Ajarkan px untuk minum
200ml cairan pada saat
makan.
4 Setelah dilakukan 1.Kaji status mental dan1.Untuk mengetahui tingkat dari
tindakan tingkat ansietasnya. anxietas px
keperawatan 2.Berikan penjelasan2.Agar mengetahui tentang penyakit
selama ± 2x24 jam tentang penyakitnya yang dialami.
diharapkan dan sebelum tindakan
masalah dapat prosedur. 3.Agar px dapat mengungkapkan
teratasi dengan 3.Beri kesempatan untuk perasaan.
kriteria standar: mengungkapkan 4.Agar px mendapat dukungan dari
1. Px perasaan. pihak keluarga.
mengungkapkan 4.Libatkan
sudah mengetahui keluarga/pasien dalam
tentang penyakit perawatan dan beri
yang sedang dukungan serta
dialami. petunjuk sumber
penyokong.
DAFTAR PUSTAKA

Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit
Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK
pajajaran, 1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII,
Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya,
200
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000

Anda mungkin juga menyukai