1
yang disebabkan trauma ledakan tetap kurang diperhatikan. Cedera
ledakan pada paru menyebabkan memar paru yang parah, pendarahan
atau pembengkakan pembuluh darah dan kerusakan alveoli, atau
kombinasinya. Ini adalah penyebab paling umum kematian diantara orang-
orang yang awalnya bertahan hidup setelah terkena ledakan.
b. Secondary injuries
Cedera sekunder adalah cedera yang terjadi akibat pecahan peluru
atau objek lain yang didorong oleh ledakan. Cedera ini dapat mengenai
setiap bagian dari tubuh dan kadang-kadang menyebabkan trauma tembus
dengan pendarahan yang terlihat. Pada saat objek terdorong, objek
tersebut dapat tertanam dalam tubuh, menghalangi hilangnya darah ke
luar, akan tetapi kemungkinan tetap ada perdarahan yang masif didalam
rongga tubuh. Luka ledakan peuru dapat mematikan dan karena itu banyak
bom anti-personel yang dirancang untuk melepaskan pecahan peluru dan
fragmen sebanyak-banyaknya.
Sebagian besar kematian disebabkan oleh cedera sekunder.
Beberapa bahan peledak, seperti bom kuku, yang sengaja dirancang untuk
meningkatkan kemungkinan cedera sekunder. Dalam kasus lain, ledakan
bom menyebabkan terlemparnya bahan-bahan yang berbahaya dari
lingkungan, misalnya pecahan kaca dari jendela atau puing-puing tembok.
c. Tertiary injury
Cedera tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dari angin ledakan
itu sendiri yang mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang
kemudian menabrak dinding atau benda lainnya. Cedera ini terutama
terjadi pada pasien yang dekat dengan sumber ledakan.
Cedera pada sistem muskuloskelatal sering dijumpai, yang
disebabkan oleh energi yang dialirkan melalui tulang atau akibat menabrak
benda stasioner. Pada kasus-kasus berat dapat berupa amputasi avulsif.
d. Quaternaries injuries
Quaternary cedera adalah semua cedera yang tidak termasuk dalam
kategori lainnya. Ini termasuk luka bakar, cedera pengelihatan karena
cahaya terang dan cedera yang menghancurkan pernafasan.
Trauma amputasi dapat dengan cepat mengakibatkan kematian, dan
dengan demikian jarang korban bisa selamat, dan sering disertai oleh
2
cedera lainya yang signifikan. Tingkat cedera pada mata mungkin
tergantung pada jenis ledakan dan cahaya yang dihasilkan. cedera
psikilogis, beberapa diantaranya mungkin disebabkan oleh kerusakan
neurologis yang terjadi dalam ledakan, adalah cedera yang paling umum
dari kategori ini dan post traumatic stress disorder dapat mempengaruhi
orang-orang yang sebelumnya dinyatakan tidak terluka.
3
Kategori Karakteristik Bagian tubuh Tipe dari Luka
yang terkena
Primary Khusus untuk ledakan yang Organ berisi gas Ledakan
besar (High-order Explosives), sangat mudah pada paru-
hasil dari pengaruh gelombang terkena, seperti paru
tekanan udara yang berlebihan paru-paru, saluran (barotrauma
dengan permukaan tubuh cerna, dan telinga paru-paru)
tengah Ruptur
membran
timpani dan
kerusakan
telinga
tengah
Perforasi
dan
perdarahan
abdomen
Ruptur mata
Gegar otak
Sekunder Hasil dari objek-objek yang Setiap bagian Peluru yang
melayang dan kemudian tubuh mungkin menusuk
membentur orang disekitar terkena Penembusa
n ke mata
Tersier Terjadi bila orang disekitar Setiap bagian Fraktur dan
ledakan terlempar dan tubuh mungkin amputasi
kemudian membentur suatu terkena traumatik
objek. Luka otak
terbuka dan
tertutup
Kuarter Semua ledakan Setiap bagian Luka bakar
dihubungkan dengan luka, tubuh mungkin (percikan,
penyakit atau penyakit terkena parsial, dan
yang tidak disebabkan oleh general)
Crush injury
kategori primer, sekunder
Trauma
atau tersier
Termasuk eksaserbasi atau kepala
terbuka dan
komplikasi dari kondisi
4
yangterjadi. tertutup
Asma,
COPD atau
masalah
pernapasan
lainnya yang
berasal dari
debu, asap,
atau gas
beracun
Angina
Hiperglikemi,
hipertensi
5
Tabel 2.2 Gejala Klinis Pada Cedera Ledakan
Tabel 2.4 Tinjauan umum dari luka yang dihubungkan dengan ledakan
6
emboli udara), kerusakan epitel jalan napas, pneumonitis
aspirasi, sepsis
Pencernaan Perforasi usus, perdarahan, ruptur hati atau limpa, sepsis,
iskemia mesenterika dari emboli udara
Trauma CNS Geger otak, luka otak terbuka dan tertutup, stroke, trauma
medulla spinalis, luka yang disebabkan oleh emboli udara
7
terjadi pada saat suhu mencapai 35 °C selama 120 detik, vesikel terjadi pada
suhu 53 °C – 57 °C selama kontak 30 – 120 detik.
2.5.2 Identifikasi forensik
Setelah terjadi sebuah bencana (ledakan), ada lima tahap prosedural
yang dilakukan dalam proses identifikasi korban bencana. Indonesia
menggunakan Interpol (International Police) Standing Committee on Disaster
Victim Identification in Lyon, France. Untuk pencatatan data, digunakan form pink
untuk pemeriksaan postmortem, dan form kuning untuk pengumpulan data
antemortem. Lima tahap dalam proses identifikasi korban, yaitu: (Indriati, 2014)
Tahap I: Scene (pemeriksaan TKP), yaitu dilakukan proses pencarian tubuh,
bagian tubuh, barang-barang, pemetaan daerah bencana, pelabelan
(jika ada lebih dari satu tempat- diberi label berbeda), dokumentasi,
menempatkan tubuh di kantong mayat. Ini harus dicatat dimana lokasi
sisa-sisa dan posisi anatomi. Seringkali, orang-orang yang datang
pertama ke lokasi bencana adalah orang-orang yang tinggal di
sekitarnya. Informasi di mana kantong mayat itu berasal sangat
penting (Indriati, 2014).
8
h. Pemeriksaan gigi. Ambil radiografi gigi jika ada tambalan gigi, jacket,
atau gigi tiruan, untuk mencocokkan dengan catatan gigi yang
tersedia.
i. Ambil sampel untuk kemungkinan tes DNA darah, jaringan).
j. Dalam kasus fragmentasi tubuh, catat fragmentasi tubuh: bagian
tubuh mana yang hilang, kanan atau kiri, atas atau bawah. Hal ini
berguna untuk mengidentifikasi tubuh tanpa kepala dan kepala tanpa
tubuh (Indriati, 2014).
Tahap III: Kompilasi data antemortem, data dikumpulkan dari anggota keluarga,
teman-teman, dokter, dokter gigi (rekam medis untuk dicocokkan
dengan ciri-ciri identifikasi primer). Data yang dikumpulkan meliputi:
tanda-tanda vital, karakteristik tertentu, perhiasan, jam tangan, pakaian
(untuk dicocokan sebagai identifikasi sekunder). Semua data
antemortem dikumpulkan dalam form kuning. Contoh kompilasi data
antemortem dari keluarga anggota dan teman-teman: Kapan Anda
terakhir melihat korban?; Pakaian apa yang dia pakai?; Apa merek jam
tangannya?; Berapa ukuran sepatu?; Apakah Anda tahu seberapa
tingginya?; Apakah Anda memiliki foto terbarunya?; Apakah diapernah
menjalani operasi, pacemaker atau plate?; Apakah Anda tahu apakah
dia memakai KB, misal memakai IUD ?; Apakah dia memiliki ciri fisik
yang unik pada tubuhnya; jenis tato, tahi lalat, atau tanda lahir?;
Apakah Anda tahu apakah dia memiliki surat ijin mengemudi? (untuk
mendapatkan data tinggi badan, laki-laki/perempuan, golongan darah,
dan tipe sidik jari); Dapatkah anda mendapatkan data gigi dari dokter
gigi korban?; dapatkah anda mendapatkan data rekam medis dari unit
pelayanan medis sebelumnya yang dikunjungi korban? (Indriati, 2014).
Tahap IV: Rekonsiliasi. tahap ketika pemeriksaan postmortem dibahas untuk
dicocokan dengan data antemortem.
1. Untuk membandingkan data antemortem dengan data postmortem
2. Debat sering terjadi pada tahap ini
3. Metode identifikasi primer: Gigi, sidik jari, DNA; Metode sekunder
identifikasi: properti, medis, fotografi, dokumen.
4. Ketika semua pihak memberikan bukti dan terbukti cocok kemudian
ditandatangani dan diberi tanggal (Indriati, 2014).
9
Tahap V: Pengeluaran Hasil. jenazah korban dikembalikan kepada keluarga
beserta surat keterangannya (Indriati, 2014).
10
DAFTAR PUSTAKA
11