Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Definisi Blast Injury


Blast injury atau trauma ledakan adalah trauma yang disebabkan oleh
gelombang overpressure atau gelombang kejut akibat ledakan bom. Ledakan ini
dapat menyebabkan pola luka yang kompleks dan jarang terlihat di luar medan
tempur. Luka pasca ledakan yang sering ditemukan adalah luka akibat trauma
tumpul dan tajam. Salah satu sebab kematian pada korban bom dan ledakan
adalah ledakan paru (blast lung). Ledakan di ruang tertutup seperti bangunan
atau mobil serta ledakan yang menyebabkan struktur bangunan runtuh
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar (CDC, 2000).

2.2 Klasifikasi Blast Injury


Blast injury dibagi dalam 4 kategori:
a. Primary Injuries
Cedera primer disebabkan oleh gelombang ledakan overpressure
atau gelombang kejut. Cedera ini sangat mungkin terjadi ketika korban
berada dekat dengan sumber ledakan, seperti ranjau darat. Telinga adalah
organ yang paling sering terpengaruh oleh gelombang kejut, diikuti oleh
paru-paru dan organ-organ berongga dari saluran pencernaan. Cedera
gastrointestinal dapat terjadi beberapa jam setelah kejadian atau bahkan
berhari-hari setelahnya. Keparahan cedera ini bergantung pada paparan
tekanan dan durasi. Semakin tinggi paparan tekanan atau durasi, tingkat
keparahan cedera juga akan meningkat.
Secara umum cedera ledakan primer ditandai oleh adanya luka
eksternal, sehingga luka internal sering tidak diperiksa dan keparahannya
kurang diperhatikan. Menurut hasil penelitian terbaru keparahan dan jenis
luka tidak hanya tergantung pada puncak gelombang kejut, tetapi juga
berdasarkan parameter lain seperti jumlah gelombang kejut, durasi
gelombang kejut, karakteristik gelombang kejut, frekuensi resonansi dan
gelombang elektomagnetika. Ada kesepakatan umum bahwa perbedaan
ledakan, inersia, dan tekanan adalah mekanisme utama yang terlibat
dalam patogenesa cedera ledakan primer. Dengan demikian, mayoritas
penelitian sebelumnya berfokus pada mekanisme cedera dalam organ
yang mengandung gas seperti paru-paru, sementara cedera otak primer

1
yang disebabkan trauma ledakan tetap kurang diperhatikan. Cedera
ledakan pada paru menyebabkan memar paru yang parah, pendarahan
atau pembengkakan pembuluh darah dan kerusakan alveoli, atau
kombinasinya. Ini adalah penyebab paling umum kematian diantara orang-
orang yang awalnya bertahan hidup setelah terkena ledakan.
b. Secondary injuries
Cedera sekunder adalah cedera yang terjadi akibat pecahan peluru
atau objek lain yang didorong oleh ledakan. Cedera ini dapat mengenai
setiap bagian dari tubuh dan kadang-kadang menyebabkan trauma tembus
dengan pendarahan yang terlihat. Pada saat objek terdorong, objek
tersebut dapat tertanam dalam tubuh, menghalangi hilangnya darah ke
luar, akan tetapi kemungkinan tetap ada perdarahan yang masif didalam
rongga tubuh. Luka ledakan peuru dapat mematikan dan karena itu banyak
bom anti-personel yang dirancang untuk melepaskan pecahan peluru dan
fragmen sebanyak-banyaknya.
Sebagian besar kematian disebabkan oleh cedera sekunder.
Beberapa bahan peledak, seperti bom kuku, yang sengaja dirancang untuk
meningkatkan kemungkinan cedera sekunder. Dalam kasus lain, ledakan
bom menyebabkan terlemparnya bahan-bahan yang berbahaya dari
lingkungan, misalnya pecahan kaca dari jendela atau puing-puing tembok.
c. Tertiary injury
Cedera tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dari angin ledakan
itu sendiri yang mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang
kemudian menabrak dinding atau benda lainnya. Cedera ini terutama
terjadi pada pasien yang dekat dengan sumber ledakan.
Cedera pada sistem muskuloskelatal sering dijumpai, yang
disebabkan oleh energi yang dialirkan melalui tulang atau akibat menabrak
benda stasioner. Pada kasus-kasus berat dapat berupa amputasi avulsif.
d. Quaternaries injuries
Quaternary cedera adalah semua cedera yang tidak termasuk dalam
kategori lainnya. Ini termasuk luka bakar, cedera pengelihatan karena
cahaya terang dan cedera yang menghancurkan pernafasan.
Trauma amputasi dapat dengan cepat mengakibatkan kematian, dan
dengan demikian jarang korban bisa selamat, dan sering disertai oleh

2
cedera lainya yang signifikan. Tingkat cedera pada mata mungkin
tergantung pada jenis ledakan dan cahaya yang dihasilkan. cedera
psikilogis, beberapa diantaranya mungkin disebabkan oleh kerusakan
neurologis yang terjadi dalam ledakan, adalah cedera yang paling umum
dari kategori ini dan post traumatic stress disorder dapat mempengaruhi
orang-orang yang sebelumnya dinyatakan tidak terluka.

2.2.1 Jenis Bahan Peledak


Bahan peledak dapat dikategorikan sebagai bahan peledak high-
order(HE) atau bahan peledak low-order (LE). HE menghasilkan gelombang
ledakan supersonic . Contoh peledak HE antara lain TNT, C-4, semtex,
nitrogliserin, dinamit, dan ammonium nitrat bahan bakar minyak (ANFO). LE
menciptakan gelombang ledakan subsonik. Contoh peledak LE adalah bom pipa,
mesiu, bom molotov. HE dan LE menyebabkan cedera yang berbeda.
Peledak selanjutnya ditandai berdasarkan pembuatannya. “Produksi
Pabrik” berarti bom produksi masal yang bersandar militer dan teruji kualitas
senjatanya. “Improvisasi” berarti bom yang diproduksi dalam jumlah kecil tanpa
standar kualitas, atau menggunakan bahan yang semestinya tidak digunakan
untuk bom, seperti menggunakan sebuah pesawat komersial untuk menjadi
rudal. Pihak militer secara eksklusif akan menggunakan bom berbasis HE
dengan kualitas “Produksi Pabriki”. Terosis akan menggunakan apa pun yang
tersedia, baik yang diperoleh secara illegal atau dengan cara improvisasi dari
bahan lain (juga dikenal sebagai “IED”) yang mungkin menjadi HE,LE atau
keduanya. Produksi pabrik dan bom rakitan menyebabkan cedera yang sangat
berbeda.

2.3 Mekanisme Blast Injury


Secara umum mekanisme trauma ledakan (Blast Injury) dibagi menjadi 4
yaitu :

Tabel 2.1. Mekanisme Blast Injury

3
Kategori Karakteristik Bagian tubuh Tipe dari Luka
yang terkena
Primary Khusus untuk ledakan yang Organ berisi gas  Ledakan
besar (High-order Explosives), sangat mudah pada paru-
hasil dari pengaruh gelombang terkena, seperti paru
tekanan udara yang berlebihan paru-paru, saluran (barotrauma
dengan permukaan tubuh cerna, dan telinga paru-paru)
tengah  Ruptur
membran
timpani dan
kerusakan
telinga
tengah
 Perforasi
dan
perdarahan
abdomen
 Ruptur mata
 Gegar otak
Sekunder Hasil dari objek-objek yang Setiap bagian  Peluru yang
melayang dan kemudian tubuh mungkin menusuk
membentur orang disekitar terkena  Penembusa
n ke mata
Tersier Terjadi bila orang disekitar Setiap bagian  Fraktur dan
ledakan terlempar dan tubuh mungkin amputasi
kemudian membentur suatu terkena traumatik
objek.  Luka otak
terbuka dan
tertutup
Kuarter  Semua ledakan Setiap bagian  Luka bakar
dihubungkan dengan luka, tubuh mungkin (percikan,
penyakit atau penyakit terkena parsial, dan
yang tidak disebabkan oleh general)
 Crush injury
kategori primer, sekunder
 Trauma
atau tersier
 Termasuk eksaserbasi atau kepala
terbuka dan
komplikasi dari kondisi

4
yangterjadi. tertutup
 Asma,
COPD atau
masalah
pernapasan
lainnya yang
berasal dari
debu, asap,
atau gas
beracun
 Angina
 Hiperglikemi,
hipertensi

Blast Injury Primer Blast Injury Sekunder

Blast Injury Tersier

2.3.1 Gejala klinis


Berikut ini merupakan gejala-gejala yang dapat diakibatkan oleh Blast
injury ( Trauma ledakan) :

5
Tabel 2.2 Gejala Klinis Pada Cedera Ledakan

Sistem Cedera atau Kondisi

Auditori Membran timpani pecah, gangguan ossicular, kerusakan koklea, asing


tubuh
Mata, Orbita, Berlubang dunia, benda asing, emboli udara, patah tulang
Wajah
Pernafasan Ledakan paru-paru, hemothorax, pneumotoraks, luka memar paru dan
perdarahan, fistula AV (sumber emboli udara), kerusakan epitel saluran
napas, aspirasi pneumonitis, sepsis
Pencernaan Perforasi usus, perdarahan, pecah hati atau limpa, sepsis, iskemia
mesenterika dari emboli udara
Peredaran Jantung memar, infark miokard dari emboli udara, shock, hipotensi
darah vasovagal, cedera pembuluh darah perifer, emboli udara yang
disebabkan cedera
Cedera SSP Gegar otak, cedera otak terbuka dan tertutup, stroke, cedera tulang
belakang, emboli udara yang disebabkan cedera
Cedera Ginjal memar, luka, gagal ginjal akut karena rhabdomyolysis, hipotensi,
ginjal dan hipovolemia
Cedera Trauma amputasi, patah tulang, luka menghancurkan, sindrom
ekstremitas kompartemen, luka bakar, luka, lecet, oklusi arteri akut, emboli udara
yang disebabkan cedera

Tabel 2.4 Tinjauan umum dari luka yang dihubungkan dengan ledakan

Sistem Kondisi Luka


Pendengaran Ruptur membrane timpani, pecahnya ossicular, kerusakan
koklea, benda asing
Mata, orbita, wajah Perforasi bola mata, benda asing, emboli udara, fraktur
Pernapasan trauma paru, hemotoraks, pneumotoraks, luka memar pada
paru-paru, dan perdarahan, fistel arteri-vena (sumber dari

6
emboli udara), kerusakan epitel jalan napas, pneumonitis
aspirasi, sepsis
Pencernaan Perforasi usus, perdarahan, ruptur hati atau limpa, sepsis,
iskemia mesenterika dari emboli udara

Sirkulasi Contusio jantung, infark miokard dari emboli udara, shock,


hipotensi vasovagal, luka vaskuler perifer, luka yang
disebabkan oleh emboli udara

Trauma CNS Geger otak, luka otak terbuka dan tertutup, stroke, trauma
medulla spinalis, luka yang disebabkan oleh emboli udara

Trauma ginjal Contusio ginjal, laserasi,gagal ginjal akut yang disebabkan


oleh rabdomiolisis, hipotensi, dan hipovolemi

Trauma ekstremitas Amputasi traumatik, fraktur, crush injury, sindrom


kompartamen, terbakar, terpotong, laserasi, penutupan arteri
akut, luka yang disebabkan oleh emboli udara

2.5 Pemeriksaan Forensik pada Blast Injury


2.5.1 Luka Bakar pada Blast injury
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar
adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan
kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal
untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 °C dengan kontak
sekurang-kurangnya 5 –6 jam. Suhu 65 °C dengan kontak selama 2 detik sudah
cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2
detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 °
Celsius, air panas yang mempunyai suhu 60 ° C yang kontak dengan kulit dalam
waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan diatas 70°C
akan menyebabkan full thickness skin loss. Temperatur air yang digunakan untuk
mandi adalah berkisar 36° C – 42° C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai

7
terjadi pada saat suhu mencapai 35 °C selama 120 detik, vesikel terjadi pada
suhu 53 °C – 57 °C selama kontak 30 – 120 detik.
2.5.2 Identifikasi forensik
Setelah terjadi sebuah bencana (ledakan), ada lima tahap prosedural
yang dilakukan dalam proses identifikasi korban bencana. Indonesia
menggunakan Interpol (International Police) Standing Committee on Disaster
Victim Identification in Lyon, France. Untuk pencatatan data, digunakan form pink
untuk pemeriksaan postmortem, dan form kuning untuk pengumpulan data
antemortem. Lima tahap dalam proses identifikasi korban, yaitu: (Indriati, 2014)
Tahap I: Scene (pemeriksaan TKP), yaitu dilakukan proses pencarian tubuh,
bagian tubuh, barang-barang, pemetaan daerah bencana, pelabelan
(jika ada lebih dari satu tempat- diberi label berbeda), dokumentasi,
menempatkan tubuh di kantong mayat. Ini harus dicatat dimana lokasi
sisa-sisa dan posisi anatomi. Seringkali, orang-orang yang datang
pertama ke lokasi bencana adalah orang-orang yang tinggal di
sekitarnya. Informasi di mana kantong mayat itu berasal sangat
penting (Indriati, 2014).

Tahap II: Mortuary: pemeriksaan postmortem, biasanya di kamar mayat rumah


sakit.
a. Menerima kantong mayat ke kamar mayat setelah pengambilan
sidik jari, dan menandatangani formulir pemeriksaan, pastikan untuk
mendapatkan informasi di mana tubuh itu berasal.
b. Tuliskan nomer kantong jenazah dan bandingkan dengan form pink
data postmortem
c. Lepaskan pakaian, cuci dan bilas, deskripsikan dan catat
d. Lepaskan perhiasan, barang pribadi, cuci, foto, dan tempatkan
dalam tas tersegel dengan label.
e. Antropologi forensik untuk mengidentifikasi jenis kelamin, usia,
perawakan, keturunan.
f. Dilakukan pengambilan x ray dada jika banyak korban sudah berusia
lanjut untuk mendeteksi kemungkinan pemakaian alat pacu jantung.
g. Patologi forensik untuk otopsi, pencatatan tato, bekas luka, bukti

8
h. Pemeriksaan gigi. Ambil radiografi gigi jika ada tambalan gigi, jacket,
atau gigi tiruan, untuk mencocokkan dengan catatan gigi yang
tersedia.
i. Ambil sampel untuk kemungkinan tes DNA darah, jaringan).
j. Dalam kasus fragmentasi tubuh, catat fragmentasi tubuh: bagian
tubuh mana yang hilang, kanan atau kiri, atas atau bawah. Hal ini
berguna untuk mengidentifikasi tubuh tanpa kepala dan kepala tanpa
tubuh (Indriati, 2014).
Tahap III: Kompilasi data antemortem, data dikumpulkan dari anggota keluarga,
teman-teman, dokter, dokter gigi (rekam medis untuk dicocokkan
dengan ciri-ciri identifikasi primer). Data yang dikumpulkan meliputi:
tanda-tanda vital, karakteristik tertentu, perhiasan, jam tangan, pakaian
(untuk dicocokan sebagai identifikasi sekunder). Semua data
antemortem dikumpulkan dalam form kuning. Contoh kompilasi data
antemortem dari keluarga anggota dan teman-teman: Kapan Anda
terakhir melihat korban?; Pakaian apa yang dia pakai?; Apa merek jam
tangannya?; Berapa ukuran sepatu?; Apakah Anda tahu seberapa
tingginya?; Apakah Anda memiliki foto terbarunya?; Apakah diapernah
menjalani operasi, pacemaker atau plate?; Apakah Anda tahu apakah
dia memakai KB, misal memakai IUD ?; Apakah dia memiliki ciri fisik
yang unik pada tubuhnya; jenis tato, tahi lalat, atau tanda lahir?;
Apakah Anda tahu apakah dia memiliki surat ijin mengemudi? (untuk
mendapatkan data tinggi badan, laki-laki/perempuan, golongan darah,
dan tipe sidik jari); Dapatkah anda mendapatkan data gigi dari dokter
gigi korban?; dapatkah anda mendapatkan data rekam medis dari unit
pelayanan medis sebelumnya yang dikunjungi korban? (Indriati, 2014).
Tahap IV: Rekonsiliasi. tahap ketika pemeriksaan postmortem dibahas untuk
dicocokan dengan data antemortem.
1. Untuk membandingkan data antemortem dengan data postmortem
2. Debat sering terjadi pada tahap ini
3. Metode identifikasi primer: Gigi, sidik jari, DNA; Metode sekunder
identifikasi: properti, medis, fotografi, dokumen.
4. Ketika semua pihak memberikan bukti dan terbukti cocok kemudian
ditandatangani dan diberi tanggal (Indriati, 2014).

9
Tahap V: Pengeluaran Hasil. jenazah korban dikembalikan kepada keluarga
beserta surat keterangannya (Indriati, 2014).

10
DAFTAR PUSTAKA

Centre for Disease Control.2000.Explosion and Blast Injuries.


http://www.cdc.gov/masstrauma/preparedness/primer.pdf.Diakses tanggal 2
Agustus 2015 pukul 12.00 WIB.
Diah, E. Trauma Ledakan. [cited Jan, 8th 2011]. Avalaible from URL
http://www.localhost.com.
Disaster Victim Indentification Guide.2009. http://www.interpol.int/INTERPOL-
expertise/Forensics/DVI-pages/DVI -guide.Diakses tanggal 3 Agustus 2015
pukul 08.00 WIB
Indriati, Etty.2014.Forensic Anthropological Roles in Disaster Victim Identification
of Two Jakarta Hotels’s Bomb Blast.Damianus Journal of
Medicine.Jogjakarta.13(2):148-157.
Khurana, Puneet and JS Dalal.2011.Bomb Blast Injuries.Journal Punjab
Academic Forensic Medicine Toxicology.11(1):37-39.

11

Anda mungkin juga menyukai