PENDAHULUAN
1
produk obat, makanan, kosmetik, obat tradisional dan membuka akses
seluas-luasnya kepada masyarakat atau konsumen untuk bertanya atau
menyampaikan keluhan.
1.2 Tujuan PBL
Adapun tujuan dalam laporan ini adalah :
a. Untuk membandingkan dan memerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh secara teoritis di perguruan tinggi dengan keadaan di lapangan
kerja
b. Untuk mengetahui zat kimia yang tergantung dalam obat tradisional
c. Mahasiswa mampu mengetahui parameter-parameter pengujian pada obat
tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan salah
satu unit Pelaksana Teknis Badan POM di Provinsi, yang mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan dibidang Pengawasan Produk Teraupetik, Narkotik,
Psikotropik dan zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk
Komplemen, Keamanan pangan dan Bahan berbahaya
a. Visi :
Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing
bangsa.
b. Misi :
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut Balai Pengawas Obat dan Makanan
di Medan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Menyusun rencana dan program pengawasan obat dan makanan
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotik, psikotropik, dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan peneilaian mutu
produk secara mikrobiologi
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksan
pada sarana produksi dan distribusi
5. Pelaksanaan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum
3
6. Pelaksanaan setifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh kepala Badan POM
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
9. Pelaksaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai
dengan bidang tugasnya.
4
BAB III
DAFTAR ISI LAPORAN
3.1 Laboratorium obat tradisional
A. Obat Tradisional
5
Obat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu.
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan
salah satu alternatif dalam bidang pengobatan.
Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992,
pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik
persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal ini
pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan
terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat
peraturan yang mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan
pendaftaran obat tradisional yaitu Permenkes RI No.
246/Menkes/Per/V/1990.
Pengertian
1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran dari bahan-bahan-tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi
obat tradisional dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus
juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
6
tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk
langsung digunakan.
10. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.
11. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur
yang digunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau
pada bagian tubuh lain.
12. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur
yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan
perut.
7
13. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
14. Bahan tambahan adalah at yang tidak berkhasiat sebagai obat yang
ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu,
termasuk mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau
serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.
3.2 Fitofarmaka
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional
yang dapat digunakan sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat
dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan
dengan berbagai pengujian klinis.
Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut
sebagai fitofarmaka. Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan
mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes RI nomor
760/Menkes/Per/IX/1992.
Selain itu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI,
nomor HK. 00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok
pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di
Indonesia
2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian
khasiat maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :
a. Jamu
b. Obat Herbal Tertstandar
c. Fitofarmaka
3. Jamu
8
a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia
b. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan secara ilmiah dengan praklinik dan bahan bakunya
telah distandarisasi
c. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah distandarisasi
4. Logo
9
6. Prioritas pemilihan fitofarmaka
Ramuan Fitofarmaka
10
Ramuan (Komposisi) fitofarmaka hedakanya terdiri dari 1 (satu) simplisia
atau sediaan galenik, namun bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat
terdiri dari beberapa simplisia/ sediaan galenik dengan syarat tidak boleh
melebihi 5 (lima) simplisia/ sediaan galenik.Simplias tersebut sekurang-
kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya berdasarkan pengalaman
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak diperbolehkan /
dilarang dalam fitofarmaka
Bentuk-bentuk sediaan fitofarmaka antara lain
1. Sediaaan oral terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak) tablet (ekstrak) Pil
(ekstrak) sirup dan sediaan terdispersi
2. sediaan topikal dari salep/ krim (ekstrak) suppossitoria (ekstrak) Linimenta
(ekstrak) dan bedak
3. Jenis jenis obat tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka
a. Antelmintik
b. Anti ansietas (anti cemas)
c. Anti asma
d. Anti diabetes (Hipoglikemik)
e. Anti diare
F. Anti hiperlipidemia
g. Anti hipertensi
h. Anti hiperitirodisma
i. Anti Inflamasi (anti rematik)
j. Anti kanker
k. Anti malaria
l. Anti TBC
m. Antitusif/ ekspektoran sia
n Disentri
o. Dispepsia (gastritis)
p. Diuleretik
3.3 Tinjauan Pustaka Kadar Air dalam Jamu
11
Kualitas dan daya simpan jamu serbuk sangat dipengaruhi oleh
jumlahkadar airnya. Penentuan kadar air dari jamu serbuk sangat penting agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Bila jumlah kadar air melebihi persyaratan maksimum maka akan
menyebabkan kerusakan pada jamu serbuk oleh permentasi jamur dan adanya
mikroba yang tumbuh mengakibatkan daya tahan jamu serbuk dalam
penyimpanan menurun. Serbuk merupakan campuran kering bahan obat atau
zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral/dalam atau untuk pemakaian
oral. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan jamu serbuk
memenuhi persyaratan kadar air yang telah ditentukan.Penetapan kadar air
pada jamu serbuk dilakukan dengan metode destilasi azeotrop, prinsipnya
menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih
lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur dengan air.
Alat
1. Alat destilasi
Bahan
Prosedur
12
3. Tambahkan 150 ml toluene jenuh air.
V/G x 100%
Persyaratan : kadar air dalam jamu tidak boleh lebih dari 10% v/b
13
Cara kerja :
a. Masukkan 6 tablet ke dalam tabung, dimana tiap 1 tabung diisi dengan 1 tablet.
b. Masukkan 1 cakram pada tiap tabung dan jalankan alat,gunakan air bersuhu 370
±20 kecuali dinyatakan menggunakan cara lain dalam masing –masing monografi
amati semua pil harus hancur sempurna.
c. Bila 1 pil atau 2 pil tidak hancur sempurna pada akhir batas waktu hancur untuk
pil ulangi pengujian dengan 12 pil lainya tidak kurang 16 dari 18 pil yang diuji
harus hancur sempurna
c. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
cakram, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut.
d. Catat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing tablet untuk hancur.
Indikator : Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang
dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik kurang dari 30 menit.
Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit
dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa.
14
(pengembangan) lalu hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki
kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya
paling kecil. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah
gerakan pelarut pengembang.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative
pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen
dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa.
15
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya
diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan
dan mendatar juga digunakan).
g. Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil
penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak
kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada
harga-harga Rf.
h. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini
terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang
disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
i. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam
kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh
dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan
uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan
permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada
bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.
16
Penjenuhan : kertas saring.
17