Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan entry barier yang
semakin tipis dalam perdagangan internasional, membuat produk obat dan
makanan dalam waktu yang singkat menyebar keberbagai negara dengan
jaringan distribusi yang luas dan mampu menjangkau seluruh masyarakat.
Komsumsi masyarakat produk-produk, termasuk cenderung terus
meningkat seiring gaya hidup masyarakat termasuk pola komsumsinya.
Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat
memili dan mengunakan produk secara benar dan aman.
Laboratorium Balai POM kendari memiliki luas ± 1.500 m2 dgn
tipe laboratorium A. Sebagai sarana pemeriksaan dan pengujian baik
secara kualitatif maupun kuantitatif laboratorium balai POM dilengkapi
dengan beberapa instrumen seperti: HPLC, Spektrofometri, UV-Vis,
densitometer, disolution test aparatus, nitrogen determinator aparatus,
water destilation aparatus, cantrifuge ultrasonic bath, laminair air flow,
analytical balance, autoklave. Lemari asam dan Kromatografi gas.

Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional,


dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko
dengan implikasi yang luas pada kesehatan keselamatan konsumen, balai
POM merupakan badan pemerintahan non departemen yang bertanggung
jawab terhadap pengawasan baik produksi maupun distribusi produk-
produk obat dan makanan. Didalam tugas dan fungsinya balai POM
bertanggung jawab juga terhadap perlindungan konsumen atas resiko
pengunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
kemamfaatan/khasiat baik sebelum beredar maupun setelah beredar.
Oleh karena itu dibentuk Balai POM untuk dituntut memenuhi
kebutuhan masyarakat untuk informasi yang benar dan jujur serta
pemecahan masalah pengaduan yang menyangkut berbagai hal produk-

1
produk obat, makanan, kosmetik, obat tradisional dan membuka akses
seluas-luasnya kepada masyarakat atau konsumen untuk bertanya atau
menyampaikan keluhan.
1.2 Tujuan PBL
Adapun tujuan dalam laporan ini adalah :
a. Untuk membandingkan dan memerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh secara teoritis di perguruan tinggi dengan keadaan di lapangan
kerja
b. Untuk mengetahui zat kimia yang tergantung dalam obat tradisional
c. Mahasiswa mampu mengetahui parameter-parameter pengujian pada obat
tradisional.

1.3 Manfaat PBL


a. Menambah wawasan pengetahuan dalam pengujian parameter pengujian
obat tradisional.

b. Untuk lebih mengetahui macam –macam obat tradisional dan macam –


macam obat fitofarmaka.
c. Dapat mengetahui paramer - parameter uji yang di lakukan dalam analisa
pemeriksaan Obat dan Makanan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi BPOM

2
Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan salah
satu unit Pelaksana Teknis Badan POM di Provinsi, yang mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan dibidang Pengawasan Produk Teraupetik, Narkotik,
Psikotropik dan zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk
Komplemen, Keamanan pangan dan Bahan berbahaya

2.2 Visi dan Misi :

a. Visi :

Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing
bangsa.

b. Misi :

1. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanann berbasis resiko


untuk melindungi masyarakat.
2. Menwujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan
keamanan obat dan makanan serta memperkuat kemitraan dengan
pemangku kepentingan .

3. Meningkatkan kapasitas kelembangaan BPOM.

2.3 Tugas dan Fungsi BPOM

Untuk menjalankan tugas pokok tersebut Balai Pengawas Obat dan Makanan
di Medan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Menyusun rencana dan program pengawasan obat dan makanan
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotik, psikotropik, dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan peneilaian mutu
produk secara mikrobiologi
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksan
pada sarana produksi dan distribusi
5. Pelaksanaan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum

3
6. Pelaksanaan setifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh kepala Badan POM
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
9. Pelaksaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai
dengan bidang tugasnya.

2.4 Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus


dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan
berkarya.Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
BPOM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut :

1. Profesionalisme :Menegakkan profesionalisme dengan integritas,


objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.
2. Credibility :Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional
dan internasional.
3. Cepat Tanggap (speed) :tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah.
4. Team work : Mengutamakan kerjasama tim
5. Inovatif : Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini.

2.5 Stuktur Balai Besar POM di Medan

4
BAB III
DAFTAR ISI LAPORAN
3.1 Laboratorium obat tradisional
A. Obat Tradisional

5
Obat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu.
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan
salah satu alternatif dalam bidang pengobatan.
Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992,
pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik
persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal ini
pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan
terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat
peraturan yang mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan
pendaftaran obat tradisional yaitu Permenkes RI No.
246/Menkes/Per/V/1990.
Pengertian
1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran dari bahan-bahan-tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi
obat tradisional dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus
juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

3. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional


dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta
rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

4. Usaha jamuj Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan


atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk,
cairan, pilis, tapel atau parem dengan skala kecil, dijual di suatu
tempat tanpa penandaan dan atau merek dagang.

5. Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran,


pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis,

6
tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk
langsung digunakan.

6. Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah


bentuk, mengisi membungkus dan atau memberi penandaan obat
tradisional untuk diedarkan.

7. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau


menguasai persesiaan di tempat penjualan dalam Industri obat
tradisional atau ditempat lain, termasuk dikendaraan dengan tujuan
untuk dijual kecuali jika persediaan di tempat tersebut patut diduga
untuk dipergunakan sendiri.

8. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi


oleh suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan
yang bersangkutan dengan memakai merk dan nama dagang
perusahaan tersebut.

9. Penandaan adalah tulisan atau gambar yang dicantumkan pada


pembungkus, wadah atau etiket dan brosur yang disertakan pada obat
tradisional yang memberikan informasi tentang obat tradisional yang
memberikan informasi tentang obat tradisional tersebut.

10. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.

11. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur
yang digunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau
pada bagian tubuh lain.

12. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur
yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan
perut.

7
13. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.

14. Bahan tambahan adalah at yang tidak berkhasiat sebagai obat yang
ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu,
termasuk mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau
serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.

3.2 Fitofarmaka
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional
yang dapat digunakan sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat
dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan
dengan berbagai pengujian klinis.
Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut
sebagai fitofarmaka. Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan
mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes RI nomor
760/Menkes/Per/IX/1992.
Selain itu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI,
nomor HK. 00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok
pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di
Indonesia
2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian
khasiat maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :

a. Jamu
b. Obat Herbal Tertstandar
c. Fitofarmaka

3. Jamu

8
a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

b. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan secara ilmiah dengan praklinik dan bahan bakunya
telah distandarisasi
c. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah distandarisasi

4. Logo

a. Kelompok Jamu harus mencantumkan logoo dan tulisan “Jamu” yang


ditempatkan dibagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus / brosur
logo berupa ranting daun terletak dalam lingkaran.
b. Kelompok obat herbal terstandar harus dicantumkan logo dan tulisan
“OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang ditempatkan dibagian atas
sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur. Logo berupa jari-jari daun
(tiga pasang) terletak dalam lingkaran
c. Kelompok Fitofarmaka harus dicantumkan logo dan tulisan
“FITOFARMAKA” yang ditempatkan dibagian atas sebelkah kiri dari
wadah / pembungkus/ brosur. Logo berupa jari jari daun (yang kemudian
membentuk bintang) terletak dalam lingkaran.
5. Pengertian lainnya

a. Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental


dan klinik fitofarmaka
b. Uji farmakologik eksperimental adalah pengujian pada hewan coba
untuk emmastikan khasiat fitofarmaka
c. Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan
manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau
gejala penyakit.

9
6. Prioritas pemilihan fitofarmaka

Didalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/


Menkes / SK/ IX/ 1992 tentang pedoman Fitofarmaka dijelaskan bahwa
prioritas pemilihan fitorfarmaka
1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh
2. didasarkan pada pola penyakit di Indonensia
3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar
4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita
5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan
Bahan baku fitofarmaka dapat ebrupa simplisia atau sediaan gelenik.
Bahan baku fitofarmaka harus memnuhi persyaratan yang tertera pada
farmakope Indonesia Ekstra farmakope Indoensia, materia medika Indonesia,
ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku. Penggunaan ketentuan atau
persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan harus mendapatkan
persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka .
Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan syarat-
syarat yang berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.
Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan
baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat
memberikan keamanan khasiat dan mutu yang paling tinggi, bahan baku
sebelum digunakan harus dilakukan pengujian melalui analisis kualitatif dan
kuantitatif.
Secara bertahap Industri harus meningkatkan persyaratan tentang
rentang kadar alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lainnya.

Ramuan Fitofarmaka

Persyaratan Ramuan Fitofarmaka

10
Ramuan (Komposisi) fitofarmaka hedakanya terdiri dari 1 (satu) simplisia
atau sediaan galenik, namun bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat
terdiri dari beberapa simplisia/ sediaan galenik dengan syarat tidak boleh
melebihi 5 (lima) simplisia/ sediaan galenik.Simplias tersebut sekurang-
kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya berdasarkan pengalaman
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak diperbolehkan /
dilarang dalam fitofarmaka
Bentuk-bentuk sediaan fitofarmaka antara lain
1. Sediaaan oral terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak) tablet (ekstrak) Pil
(ekstrak) sirup dan sediaan terdispersi
2. sediaan topikal dari salep/ krim (ekstrak) suppossitoria (ekstrak) Linimenta
(ekstrak) dan bedak
3. Jenis jenis obat tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka
a. Antelmintik
b. Anti ansietas (anti cemas)
c. Anti asma
d. Anti diabetes (Hipoglikemik)
e. Anti diare
F. Anti hiperlipidemia
g. Anti hipertensi
h. Anti hiperitirodisma
i. Anti Inflamasi (anti rematik)
j. Anti kanker
k. Anti malaria
l. Anti TBC
m. Antitusif/ ekspektoran sia
n Disentri
o. Dispepsia (gastritis)
p. Diuleretik
3.3 Tinjauan Pustaka Kadar Air dalam Jamu

11
Kualitas dan daya simpan jamu serbuk sangat dipengaruhi oleh
jumlahkadar airnya. Penentuan kadar air dari jamu serbuk sangat penting agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Bila jumlah kadar air melebihi persyaratan maksimum maka akan
menyebabkan kerusakan pada jamu serbuk oleh permentasi jamur dan adanya
mikroba yang tumbuh mengakibatkan daya tahan jamu serbuk dalam
penyimpanan menurun. Serbuk merupakan campuran kering bahan obat atau
zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral/dalam atau untuk pemakaian
oral. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan jamu serbuk
memenuhi persyaratan kadar air yang telah ditentukan.Penetapan kadar air
pada jamu serbuk dilakukan dengan metode destilasi azeotrop, prinsipnya
menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih
lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur dengan air.

3.3.1 Metodelogi Percobaan

Alat

1. Alat destilasi

Bahan

1 Toluen jenuh air

2. Sampel(magastro, fitadex, probapcct, sehat perempuan, kecantikan


wanita)

Prosedur

1. Diserbuk jamu ranjangan diayakan nomor 4/18


2. Timbang lebih kurang 11gr cuplikan yang mengandung 2-4 ml air
masukan dalam labu bulat.

12
3. Tambahkan 150 ml toluene jenuh air.

4. Hubungkan labu dengan destilasi untuk penetapan kadar air

5. Tambahkan 50 ml toluene kedalam tabung penerima melalui pendingin


dan labu dipanaskan.

6. Setalah toluene mendidih, suhu diatur agar kecepatan penyulingan


kurang lebih dari 2 tetes / detik sampai sebagian air tersuling kemudian
kecepatan penyulingan dinaikkan sampai 4 tetes / detik.

7. Cuci bagian dalam pendingin dengan toluene setelah semua air


tersuling (destilasi selama kurang lebih 2jam)sambil dibersihkan
dengan sikat tabung yang dihubungkan pada kawat tembaga terlebih
dahulu dengan toluene.

8. Lanjutkan penyulingan selama 5-10 menit biarkan mendingin tabung


penerima sampai suhu kamar dan air terpisah sempurna dari toluene.

9. Baca volume air.

Perhitungan kadar air

V/G x 100%

Persyaratan : kadar air dalam jamu tidak boleh lebih dari 10% v/b

3.4 Uji Waktu Hancur Tablet (Disintegration Test)


Waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul atau
partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan no.10 yang terdapat dibagian
bawah alat uji.
Tujuan : Untuk melihat seberapa lama obat (tablet) bisa hancur didalam
tubuh atau saluran cerna yang ditandai dengan sediaan menjadi larut, terdispersi,
atau Alat : Disintegration Tester.

13
Cara kerja :
a. Masukkan 6 tablet ke dalam tabung, dimana tiap 1 tabung diisi dengan 1 tablet.
b. Masukkan 1 cakram pada tiap tabung dan jalankan alat,gunakan air bersuhu 370
±20 kecuali dinyatakan menggunakan cara lain dalam masing –masing monografi
amati semua pil harus hancur sempurna.
c. Bila 1 pil atau 2 pil tidak hancur sempurna pada akhir batas waktu hancur untuk
pil ulangi pengujian dengan 12 pil lainya tidak kurang 16 dari 18 pil yang diuji
harus hancur sempurna
c. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
cakram, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut.
d. Catat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing tablet untuk hancur.
Indikator : Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang
dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik kurang dari 30 menit.
Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit
dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa.

3.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan
fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau
lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

14
(pengembangan) lalu hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki
kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya
paling kecil. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah
gerakan pelarut pengembang.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative
pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen
dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi


lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan menge-
ringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap.
Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf
meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan
dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama,
ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi
perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan
aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam
kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut
digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
f. Teknik percobaan.

15
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya
diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan
dan mendatar juga digunakan).
g. Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil
penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak
kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada
harga-harga Rf.
h. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini
terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang
disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
i. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam
kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh
dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan
uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan
permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada
bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.

Cara Kerja Kromatografi Lapis Tipis

Larutan A, B dan C ditotolkan secara terpisah dan dilakukan kromatografi lapis


tipis sebagai berikut:

Fase diam : silika gel GF 254.

Eluen : i. sikloheksan-kloroform-metanol-asam asetat glacial (60 : 30 : 5 : 5).

ii. etil asetat – methanol – ammonia (85 : 10 : 5).

iii. dikloretan – eter – methanol – air (77 : 15 : 8 : 1).

16
Penjenuhan : kertas saring.

Jarak rambat : 15cm.

Volume penotolan : larutan A, B dan C masing masing 100 µL.

Penampak bercak : cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi peredaman fluoresensi.

17

Anda mungkin juga menyukai