Anda di halaman 1dari 4

BAB 3

SEBERAPA SUKANYA PUTRI THALIA TERHADAP KUCING

Beberapa hari terakhir ini, kehidupan SMA ku sedikit mulai berubah. Setelah aku
bertemu dengan teman lama (lebih tepatnya kenalan lama), kesendirianku sudah
mulai berkurang. Meskipun, berteman adalah hal yang berlawannan dengan prinsip
hidupku. Tetapi, selama hanya dengan Jun, mungkin tidak masalah. Jun juga terlihat
senang berteman denganku. Setiap pagi dia mulai menyapaku lebih dulu. Walaupun
aku tahu itu hanya penglihannya dari pembulian kelompoknya.

Jun mulai mengajakku untuk pergi ke kantin bersama. Dia yang selalu datang ke
kelasku saat jam istirahat. Kelas kami berjarak dua ruangan kelas. Setelah membeli
sesuatu dari kantin, kami menghabiskan jam istirahat di atap gedung sekolah. Mulai
hari itu, bertambah lagi satu nama orang yang harus aku ingat. Jun Kurniawan.

Entah, aku selalu memperhatikannya dari kejauhan. Mungkin karena Bu Nunik


Nurhayati mempercayakannya padaku untuk menjaganya. Walaupun aku tahu aku
tidak bisa melakukan banyak hal berguna.

Meskipun terlihat sedikit bodoh, tetapi Jun sebenarnya anak yang baik. Mungkin
karena kebaikannya itu, dia selalu dimanfaatkan oleh teman sekelasnya. Dia tidak
pernah menolak ketika dia disuruh melakukan sesuatu oleh temannya yang lain. Aku
juga pernah menyuruhnya untuk membelikanku sebungkus roti dengan alasan kakiku
yang sakit. Bahkan dia selalu memberi sebagian uang sakunya kepada beberapa
siswa preman yang selalu membullynya di belakang kelas. Aku melihatnya dan aku
membiarkannya. Itulah yang terbaik.

Dengan kesehariannya yang begitu menyakitkan, dia tetap tersenyum setiap kali
bertemu denganku. Seolah tidak ada hal yang terjadi. Aku melihat dibalik itu semua,
aku yakin dia tulus ingin berteman denganku. Aku sama sekali tidak bisa
menyangkalnya.

Disamping itu, aku sendiri tidak pernah menganggapnya sebagai temanku. Hanya
sebatas kenalan lama. Tetapi, melihat dia begitu polosnya datang ke kelasku setiap
hari dan sering menghabiskan beberapa menit bersama. Rasanya ada sesuatu yang
bisa aku lakukan.

-
Beberapa hari kemudian, sepulang sekolah, Jun dan aku pergi ke ruang BK untuk
mengerjakan beberapa tugas. Tentu dengan menikmati akses wi-fi gratis dengan
kecepatan tinggi di laptop kami berdua. Disaat kami berdua focus dengan kegiatan
masing-masing. Disitulah keheningan mulai tercipta.

Sambil menunggu waktu yang tepat, aku memecahkan keheningan dengan


memanggil namanya.

“Jun.”

“Ha.”

Dia menjawabnya tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptopnya. Persis seperti
saat aku memanggil namanya.

“Teman yang itu masih memerasmu, bukan?”

“Gocel?”

“Aa..”

“Iya, uda biasalah mereka.”

Aku menghela nafas sejenak.

“Ingin melakukan sesuatu kepada mereka?”

Aku menanyakannya dengan nada yang mencoba membuanya tertarik.

“Sesuatu?” dia berlaik bertanya

“Iya, sesuatu yang membuat mereka berhenti memerasmu. Jika kamu mau, mereka
semua bisa berhenti membully-mu.” Mengangkat satu alisku. “Tertarik?”

“Hah?” lagi-lagi Jun menunjukkan ekspresi bodohnya.

“Gimana?” aku meyakinkan sekali lagi.

“Iya, kalo memang bisa.” Jun menjawabnya masih dengan ragu.”Caranya?”

“Uda aku susun dengan baik. Cek BBM nanti malam.”

“Okeh.”

Rencana sudah disusun dengan sempurna. Kini hanya tinggal menunggu waktu.
-

Keesokakan harinya, semua berjalan seperti biasa. Kami berdua bertemu di gerbang
sekolah dan berpisah di kelas masing-masing.

Sebelum aku memasuki kelas, aku melihat Gocel dan kawan-kawan di depan pintu
kelasnya. Seperti biasa, mereka menuggu uang setoran dari Jun. Jun pun mengerti
apa yang harus dia lakukan. Tanpa menunggu gocel mengucapkan sesuatu, dia
segera mengambil dua lembar uang sepuluh ribu rupiah di sakunya. Uang itu dengan
cepat berpindah di tangan gocel. Tampak mereka telah tersenyum dengan puas dan
pergi meninggalkan pintu kelas mereka.

Bagus. Langkah pertama berjalan dengan mulus. Aku hanya harus menunggu bel
istirahat untuk melakukan tahap selanjutnya.

Usai mata pelajaran kedua. Bel istirahat telah berbunyi. Jun seperti biasa datang ke
kelasku. Selanjutnya kami pergi ke kantin dan menikmati makanan yang kami beli di
atap gedung sekolah.

“Kamu yakin itu akan berhasil.”

Jun bertanya kepadaku setelah meneguk nescafe ditangannya. Biasanya dia membeli
lemon tea. Entah kenapa, sekarang dia membeli kopi kalengan sama sepertiku.

“Itu tergantung pada dirimu nanti. Tapi, kalo kamu melakukankanya sesuai dengan
rencana, aku yakin semua akan baik-baik saja.”

“Bu Yati?”

“Itu, setelah aku menjelaskan dan sedikit memaksanya, dia akan membantu apa yang
dia bisa.”

“Hm.. oke.”

Aku meminta bantuan kepada Bu Nunik Nurhayati sebelumnya. Beliau sepertinya


mengerti maksudku dan berniat membantuku. Semua akan baik-baik saja. Saat ini,
aku hanya perlu meyakinkan Jun

“Santai aja, meskipun tidak berjalan sesuai rencana, pasti ada hal baik yang akan
berubah.”

“Aku juga akan berusaha.”


“Ya, itulah yang ingin aku dengar. Heh.”

Aku sedikit tersenyum melihat kaleng minumanku yang telah habis. Mungkin, bukan
kaleng itu yang membuatku tersenyum. Tetapi, sesuatu yang akan terjadi sebentar
lagi.

Anda mungkin juga menyukai